Rabu, 29 September 2021

Pengertian Lingkungan kerja (skripsi dan tesis)


Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik, sehingga
dicapai suatu hasil yang optimal, apabila diantaranya ditunjang oleh suatu kondisi
lingkungan yang sesuai. Suatu kondisi lingkungan dikatakan baik atau sesuai
apabila manusia dapat melaksanakan kegiatannya secara optimal, sehat, aman,
dan nyaman. Ketidaksesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam
jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi, keadaan lingkungan yang kurang baik
dapat menuntut tenaga dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung
diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien. Kondisi kerja yang
menyenangkan, suasana lingkungan kerja yang harmonis, tidak tegang, tidak
suram atau tidak menimbulkan rasa asing merupakan syarat bagi timbulnya gairah
kerja (Manalu, 2016:2)
Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan merupakan suatu kondisi
pekerjaan untuk memberikan suasana dan situasi kerja karyawan yang nyaman
dalam pencapaian tujuan yang diinginkan oleh suatu perusahaan. kondisi kerja
yang buruk berpotensi menjadi penyebab karyawan mudah sakit, stress, sulit
berkonsentrasi, dan menurunnya produktivitas kerja. Lingkungan kerja yang
kondusif memberikan rasa nyaman dan memungkinkan karyawan untuk dapat
bekerja optimal. Lingkungan kerja dapat mempengaruhi emosi karyawan. Jika
karyawan menyenangi lingkungan kerja dimana dia bekerja, maka karyawan
tersebut akan betah di tempat kerjanya, dan dapat melakukan aktifitas secara
efektif. Lingkungan kerja itu mencakup hubungan kerja yang terbentuk antara
sesama karyawan dan hubungan kerja antara bawahan dan atasan serta lingkungan
fisik tempat karyawan tersebut bekerja (Khusna, 2015:49).
Lingkungan kerja yang menyenangkan menjadi kunci pendorong bagi
karyawan untuk menghasilkan kinerja yang optimal. Lingkungan kerja yang
memusatkan bagi karyawannya dapat meningkatkan kinerja, sebaliknya apabila
lingkungan kerja tidak memadai dapat menurunkan kinerja. Menurut Sedarmayati
(2016:26) lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang
dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta
pengaturan kerjanya baik sebagai perserorangan maupun sebagai kelompok.

Indikator Pengukuran Organisasi (skripsi dan tesis)


Menurut Sari, (2015:7) “Ciri-ciri pribadi meliputi: jenis kelamin, status
perkawinan, usia, pendidikan, pendapatan keluarga, dan masa jabatan.”.
Sedangkan menurut Nimran (Sopiah, 2016:13) bahwa “karakteristik individu
adalah ciri-ciri biografis, kepribadian, persepsi dan sikap”. Menurut Sari
(2015:5) “Ada empat karakteristik Individu yang mempengaruhi bagaimana
orang-orang dapat berprestasi adalah sebagai berikut;
1. Sikap
Sikap adalah pernyataan evaluatif baik yang menguntungkan atau tidak
menguntungkan mengenai obyek, orang, atau peristiwa.
2. Nilai
Setiap orang menganut sistem nilai tertentu, yaitu berupa pola perilaku
atau alasan keberadaan seseorang.
3. Kemampuan
Setiap individu dalam menjalankan tugasnya baik sebagai pimpinan
maupun sebagai karyawan perlu memiliki kemampuan (ability)
tertentu..
4. Kepribadian
Berbicara mengenai kepribadian tidak hanya terbatas pada nilai
seseorang karena memiliki wajah yang cantik, gagah dan tampan,
senyum yang menawan dan sebagainya. Akan tetapi menurut para ahli
psikologi, kepribadian yang dimaksud adalah suatu konsep dinamis
yang menggambarkan pertumbuhan dan pengembangan dari system
psikologis secara keseluruhan dari seseorang.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Organisasi (skripsi dan tesis)


Dibawah ini akan dijelaskan mengenai karateristik yang merupakan nilai
inti dari organisasi yang dapat membantu terciptanya budaya yang kuat. Dimana
karateristik tersebutlah yang membedakan suatu organisasi dengan organisasi
lainnya. Menurut Robbins (2016:208), “untuk menilai kualitas budaya suatu
organisasi dapat dilihat dari 7 faktor utama, yaitu sebagai berikut:
1. Inisiatif individu, yaitu tingkat tanggung jawab, kebebasan dan independensi
yang dipunyai individu.
2. Toleransi terhadap tindakan beresiko, yaitu sejauh mana para pegawai
dianjurkan untuk bertindak agresif, inovatif dan berani mengambil resiko.
Kemudian Toleransi terhadap konflik, yaitu tingkat sejauh mana para pegawai
diberikan kebebasan untuk mengemukakan masalah yang ada dan memberikan
kritik secara terbuka.
3. Arah, yaitu sejauh mana organisasi tersebut menciptakan dengan jelas sasaran
dan harapan mengenai organisasi.
4. Integrasi, yaitu tingkat sejauh mana unit-unit dalam organisasi didorong untuk
bekerja dengan cara yang terkoordinasi.
5. Kontrol, yaitu jumlah peraturan dan pengawasan langsung yang digunakan
untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku pegawai.
6. Indentitas, yaitu tingkat sejauh mana para anggota teridentifikasi dirinya secara
keseluruhan dengan organisasinya daripada dengan kelompok kerja tertentu
atau dengan bidang keahlian professional.
7. Sistem imbalan, yaitu tingkat sejauh mana alokasi imbalan (kenaikan gaji,
promosi) didasarkan atas criteria prestasi pegawai sebagai kebalikan dari
senioritas, pilih kasih, dan sebagainya”.

Pengertian Organisasi (skripsi dan tesis)


Menurut “Organisasi adalah sistem dan kegiatan manusia yang
bekerjasama. Sejalan dengan itu, organisasi dikatakan sebagai suatu koordinasi
rasional kegiatan sejumlah orang untuk mencapai beberapa tujuan umum melalui
pembagian pekerjaan dan fungsi melalui hierarki otoritas dan tanggung jawab”.
(Satiyono, 2014:1). organisasi mempunyai karakteristik tertentu yang struktur dan
tujuannya saling berhubungan serta tergantung pada komunikasi manusia untuk
mengkoordinasikan aktivitas dalam organisasi tersebut. Hal ini dapat dikatakan
bahwa organisasi mempunyai tujuan agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya
sehingga memperoleh kepuasan. Oleh sebab itu, organisasi mengharapkan para
pegawai dapat berprestasi dan mampu menciptakan situasi dan kondisi yang
kondusif sehingga pegawai tidak akan mengalami kejenuhan, kebosanan dan
malas bekerja yang mengakibatkan semangat kerja menjadi menurun. Hal ini
disebabkan apabila semangat kerja menurun dapat mengakibatkan kinerja
karyawan juga mengalami penurunan.
Menurut Winata (2017:4) “Pengertian faktor organisasional adalah
keahlian dasar seorang pegawai yang mempengengaruhi suatu proses kegiatan
pada perusahaan, juga mempengaruhi komitmen organisasional pegawai itu
sendiri. Ketika keahlian seseorang melewati standar yang diinginkan atau yang
ditentukan perusahaan, bahkan melebihi standar. apalagi memiliki keunikan dari
pegawai yang lain dengan sendirinya pegawai tersebut memperoleh Komitmen
Organisasional yang begitu tinggi. Hal-hal yang mempengaruhi faktor
organisasional pada komitmen organisasi meliputi, initial works experiences, job
scope, supervision, goal consistency organizational. Semua faktor itu akan
membentuk atau memunculkan tanggung jawab”
Menurut Peoni (2014:4) “Organisasi merupakan kumpulan individu yang
terikat dalam sebuah ikatan untuk mencapai tujuan. Masing-masing individu
dalam organisasi mempunyai karakteristik yang unik dan berbeda satu dengan
yang lain. Latar belakang yang beragam menjadikan individumempunyai gaya
dan pemikiran yang menjadikan individu tersebut berbeda. Karakteristik individu
adalah kemampuan, karakteristik-karakteristik biografis, pembelajaran, sikap,
kepribadian, persepsi, dan nilai. Dari beberapa pendapat di atas, karakteristik
individu dalam penelitian ini dilihat dari kemampuan, karakteristik-karakteristik
biografis, pembelajaran, sikap, kepribadian, persepsi, dan nilai” 

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Individu (skripsi dan tesis)


Setiap karyawan sebagai individu memiliki potensi yang berbeda-beda.
Perbedaan tersebut tercermin pada tujuan yang dimiliki masing- masing dan perlu
diperhatikan oleh setiap organisasi dalam pemenuhannya. Menurut Sarwoko
(2016:3) “Faktor individu dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu
kemampuan dan keterampilan baik mental maupun fisik, demografis, misalnya
jenis kelamin, usia dan ras, serta latar belakang, yaitu kelas sosial dan pengalaman
serta variabel psikologis individu yang meliputi persepsi, sikap, dan kepribadian”.
Menurut Indria (2014:5) “Faktor Individu merupakan mencakup kehidupan
pribadi karyawan terutama faktor-faktor persoalan keluarga, masalah ekonomi
pribadi dan karakteristik kepribadian bawaan”
Menurut Sutrisno (2016:82) “Faktor individual adalah faktor yang
meliputi umur, kesehatan, watak dan harapan. Karakteristik yang melekat pada
individu terdiri dari ciri- ciri biografis, kepribadian, persepsi dan sikap. Adapun
ciri- ciri biografis yang melekat pada individu yaitu umur, jenis kelamin, status
perkawinan, jumlah atau banyaknya tanggungan, dan masa kerja”. Menurut
Primayanti (2013:3) “Yang termasuk dalam faktor individu dalam penelitian ini
adalah sikap, kemampuan dan stress kerja”

Pengertian Individu (skripsi dan tesis)


Di dalam organisasi terdapat sejumlah karyawan yang terdiri dari beberapa
individu dengan karakteristik yang berlainan satu dengan lainnya. Menurut Thoha
(2016:34) “Individu tertentu sebagai seorang karyawan bagi organisasi memiliki
kemampuan, kepercayaan, pengharapan, kebutuhan, serta pengalaman masa lalu
yang berbeda dengan individu lainnyan”. Sejumlah sifat yang berbeda tersebut
berkaitan dengan karakteristik individu, bahwa individu membawa kedalam
tatanan organisasi, kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan kebutuhan dan
pengalaman masa lalunya. Ini semua adalah karakteristik yang dimiliki individu
dan karakteristik ini akanmemasuki suatu lingkungan baru, yakni organisasi.
Menurut Munandar (2016:348) karakteristik individual dalam membentuk
perilaku individu dalam organisasi. Dalam suatu organisasi perbedaan individu
adalah hal yang biasa. Individu yang berlainan akan mempunyai pandangan,
tujuan, kebutuhan dan kemampuan yang berbeda-beda pula. Perbedaan-perbedaan
tersebutakan dibawa ke dalam dunia kerja, sehingga dengan adanya perbedaan
dari sifat individu ini, sering menyebabkan perilaku individu berbeda satu sama
lain, walaupun mereka ditempatkan dalam satu lingkungan kerja yang sama.
Faktor individu berkaitan dengan sikap/tingkah laku seorang manusia
dalam organisasi sebagai ungkapan dari kepribadian, persepsi dan sikap jiwanya,
yang bisa berpengaruh terhadap prestasi (kinerja) dirinya dan organisasinya.
Menurut Sarwoko (2016:3) “Faktor individu merupakan faktor yang dalam diri
individu, yang membedakan antara individu yang satu dengan lainnya dalam
melakukan pekerjaannya. Situasi mengenai perbedaan individu seperti sikap,
persepsi dan kemampuan akan membantu seorang manajer dalam menjelaskan
perbedaan tingkat-tingkat kinerja”. Untuk mengerti perbedaan individu, para
manajer harus: mengamati dan mengenai perbedaan; mempelajari variabelvariabel yang mempengaruhi perilaku indivdu; menemukan hubungan di antara
variabel-variabel tersebut.
Perilaku manusia merupakan hasil yang kompleks dari maksud-maksud
dan persepsi kita mengenai situasi yang ada sekarang, serta asumsi-asumsi atau
kepercayaan kita tentang situasi dan orang-orang yang berada dalam situasi itu.
Asumsi-asumsi itu didasarkan atas pengalaman dimasa lampau, norma-norma
kebudayaan, dan apa yang diharapkan menurut ajaran orang lain. Perilaku
manusia merupakan pangkal tolak untuk dapat memahami bagaimana organisasi
itu berfungsi. Oleh sebab itu kita harus mengerti lebih dahulu bagaimana orangorang dalam organisasi itu berfungsi. Manajer yang efektif mensyaratkan untuk
mengenali perbedaan perilaku individu bawahannya, kemudian mengelolanya ke
arah perilaku kerja yang positif demi pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.

Indikator Stres Kerja (skripsi dan tesis)


Stres kerja merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi
emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang (Wibowo, 2014). Stress kerja dapat
diukur melalui Lima indikator menurut Wibowo (2014:21) adalah “sebagai
berikut :
1. Perilaku pribadi yaitu keadaan atau aktifitas dari pegawai itu sendiri di
dalam organisasi.
2. Dukungan sosial yaitu dukungan dari dalam organisasi maupun dukungan
dari luar organisasi.
3. Konflik peran yaitu kondisi dimana pegawai memikul tugas atau jabatan
dan menanggung semua konsekuensinya yang berhubungan dengan
pekerjaan dalam perusahaan.
4. Kondisi kerja yaitu keadaan disekitar organisasi terutama di dalam ruang
kerja
5. Beban kerja yaitu keadaan pekerjaan yang dibebankan kepada pegawai
atau jenis pekerjaan yang harus diselesaikan tepat waktu”. 

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stres Kerja (skripsi dan tesis)


Faktor-faktor yang dapat menimbulkan Stress di pekerjaan berdasarkan
(Munandar, 2016:381) “yaitu:
1. Faktor Intrinsik dalam Pekerjaan
Faktor intrinsik ini meliputi:
a) Tuntutan fisik
Kondisi fisik kerja mempunyai pengaruh terhadap kondisi faal dan
psikologis diri seorang tenaga kerja. Kondisi fisik dapat merupakan
pembangkit Stress (Stressor)
b) Tuntutan Tugas
Penelitian menunjukkan bahwa kerja shift/kerja malam merupakan
sumber utama dari Stress bagi para pekerja pabrik yang berpengaruh
secara emosional dan biologic.
c) Peran Individu Dalam Organisasi
Konflik peran (role conflict) timbul jika pegawai mengalami adanya
pertentangan antara tugas-tugas yang harus dilakukan dan antara
tanggungjawab yang dimiliki.
d) Pengembangan Karir
Pengembangan karir merupakan pembangkit Stress potensial yang
mencakup ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih, dan promosi
yang kurang.
e) Hubungan dalam Pekerjaan
Hubungan yang baik antaranggota dari satu kelompok kerja dianggap
sebagai faktor utama dalam kesehatan individu dan organisasi.
f) Struktur dan Iklim Organisasi
Bagaimana para pegawai mempersepsikan kebudayaan, kebiasaan, dan
iklim organisasi adalah penting dalam memahami sumber-sumber
Stress potensial sebagai hasil dari beradanya mereka dalam organisasi.
2. Faktor Ekstrinsik dalam Pekerjaan
Kategori pembangkit Stress potensial ini mencakup segala unsur
kehidupan seseorang yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa
kehidupan dan kerja di dalam satu organisasi, dan dengan demikian
memberikan tekanan pada individu”.
Stress dapat disebabkan oleh banyak faktor. Menurut Luthans (2016:298),
“sumber-sumber Stress kerja meliputi :
1. Sumber Stress diluar organisasi, terdiri dari: adanya perubahan sosial
dan teknologi, keadaan ekonomi, pindah rumah, perbedaan ras dan
keadaan masyarakat.
2. Sumber Stress dari organisasi, yaitu:
a. Kebijakan Organisasi yang meliputi penilaian kinerja kerja yang
tidak adil, sistem penggajian yang tidak adil, peraturan yang kaku,
prosedur yang tidak jelas, sering berpindah pekerjaan, serta deskripsi
pekerjaan yang tidak realistis.
b. Struktur yang berupa kurangnya kesempatan mengembangkan diri,
kurangnya partisispasi dalam pengambilan keputusan, situasi yang
sangat formal, departement yang tidak memiliki otoritas, konflik
atasan terhadap bawahan.
c. Kondisi fisik, seperti: kurangnya privasi, cuaca yang tidak baik,
kebisingan bahaya radiasi, situasi kerja yang berbahaya,
pencahayaan yang kurang.
3. Sumber Stress kelompok seperti kurangnya dukungan sosial, konflik
interpersonal, dan konflik kelompok.
4. Sumber Stress individual, seperti:konflik peran, ambiguitas, perubahan,
kehidupan dan karier”.
Pandangan interaktif mengatakan bahwa Stress ditentukan oleh faktorfaktor di lingkungan dan faktor-faktor dari individunya (Munandar, 2016: 402)
“Dalam memanajemeni Stress dapat diusahakan untuk:
1. Mengubah faktor-faktor di lingkungan supaya tidak menjadi sumber
Stress.
2. Mengubah faktor-faktor dalam individu agar:
a. Ambang Stress meningkat, tidak cepat merasakan situasi yang dihadapi
sebagai penuh Stress.
b. Toleransi terhadap Stress meningkat, dapat lebih lama bertahan dalam
situasi yang penuh Stress, tidak cepat menunjukkan akibat yang
merusak dari Stress pada badan. Dapat mempertahankan
kesehatannya”.

Pengertian Stres Kerja (skripsi dan tesis)


Pada umumnya orang menganggap bahwa Stress merupakan suatu kondisi
yang negatif, suatu kondisi yang mengarah ke timbulnya penyakit fisik maupun
mental, atau mengarah ke perilaku yang tidak wajar. Menurut Munandar
(2016:374) “membedakan antara distress, yang destruktif dan Stress yang
merupakan kekuatan yang positif dimana Stress kadangkala dapat diperlukan
untuk menghasilkan prestasi yang tinggi”.
Stres kerja merupakan bagian dari stres dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam bekerja potensi untuk mengalami stres cukup tinggi, antara lain dapat
disebabkan oleh ketegangan dalam berinteraksi dengan atasan, pekerjaan yang
menuntut konsentrasi tinggi, beban kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan,
kondisi kerja yang tidak mendukung, persaingan yang berat dan tidak sehat, dan
lain-sebagainya (Astianto, 2014:4).
Definisi Stress menurut Handoko (2016:200) adalah “Suatu kondisi
ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang.
Hasilnya, Stress yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang
untuk menghadapi lingkungan, yang akhirnya mengganggu pelaksanaan tugastugasnya, berarti mengganggu prestasi kerjanya”. Stress yang terlalu besar dapat
mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan, dan bagi
seseorang karyawan dapat menganggu pelaksanaan kerja mereka. Stress dapat
diakibatkan oleh salah satu stressor atau kombinasi stressor.

Indikator Kinerja (skripsi dan tesis)


Indikator itu penting karena penilaian kinerja didasarkan pada indikator itu
sendiri. Menurut penelitian I Wayan dan Ayu (2015) adapun indikator
dari variabel kinerja adalah sebagai berikut :
1. Kualitas, dimana hasil akhir yang dicapai sesuai dengan ketentuan
perusahaan. Indikator ini diukur dari persepsi responden tentang
seorang karyawan yang bekerja sesuai prosedur perusahaan.
2. Kuantitas, sejumlah unit kerja sesuai dengan yang ditargetkan. Indikator
ini diukur dari persepsi responden tentang seorang karyawan yang hasil
pekerjaannya sesuai target perusahaan.
3. Ketepatan waktu, penyelesain tugas dalam tepat waktu. Indikator ini
diukur dari persepsi responden tentang seorang karyawan yang tepat
waktu dalam pengerjaan tugasnya.
4. Efektivitas, merupakan hasil kerja yang sesuai dengan tujuan yang
diberikan. Indikator ini diukur dari persepsi responden tentang seorang
karyawan yang bekerja sesuai dengan tujuan perusahaan.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja (skripsi dan tesis)


Bagaimanapun harapan yang ingin dicapai dari hasil penilaian kinerja
personel adalah kinerjanya baik. Oleh karena itu, para pimpinan dan
bagian personel sejak awal harus menyadari akan pentingnya faktorfaktor yang memengaruhi mengapa seseorang bisa berkinerja baik dan
tidak. Pada umumnya kinerja personel dipengaruhi oleh berbagai faktor
yaitu antara lain:
1. Sasaran: adanya rumusan sasaran yang jelas tentang apa yang
diharapkan oleh perusahaan untuk dicapai.
2. Standar: apa ukurannya bahwa seseorang telah berhasil mencapai
sasaran yang diinginkan oleh perusahaan.
3. Umpan balik: informasi terhadap kegiatan yang berkaitan dengan
upaya mencapai sasaran sesuai standar yang telah ditentukan.
4. Peluang: beri kesempatan orang itu untuk melaksanakan tugasnya
mencapai sasaran tersebut.
5. Sarana: sediakan sarana yang diperlukan untuk mendukung
tugasnya.
6. Kompetensi: beri pelatihan yang efektif, yaitu bukan sekadar belajar
tentang sesuatu, tetapi belajar bagaimana melakukan sesuatu.
7. Lingkungan Kerja: harus bisa menjawab pertanyaan “mengapa saya
harus melakukan pekerjaan ini?”
Adapun faktor-faktor lingkungan yang perlu diketahui yang sering
menimbulkan masalah dalam kinerja antara lain adalah:
1. Koordinasi yang kurang baik antara karyawan dalam bekerja.
2. Tidak cukupnya informasi yang diperlukan untuk mendukung
pelaksanaan tugas.
3. Kurangnya peralatan pendukung dan banyaknya mesin yang rusak.
4. Tidak cukupnya dana.dan tidak mamadainya pelatihan.
5. Kurang kerja sama atau komunikasi antar karyawan.
6. Tidak cukupnya waktu yang diperlukan untuk mengerjakan pekerjaan.
7. Lingkungan pekerjaan yang buruk, misalnya panas, terlalu dingin,
berisik, banyaknya gangguan dan lain-lain.

Manfaat dan Alasan Penilaian Kinerja (skripsi dan tesis)


Menurut Wilson Bangun (2012, p.232) Bagi suatu perusahaan penilaian
kinerja memiliki berbagai manfaat antara lain :
1. Evaluasi antar individu dalam perusahaan
Penilaian kinerja dapat bertujuan untuk menilai kinerja setiap
individu dan perusahaan. Tujuan ini dapat memberi manfaat dalam
menentukan jumlah dan jenis kompensasi yang merupakan hak bagi
setiap individu dalam perusahaan.
2. Pengembangan diri setiap individu dalam perusahaan
Penilaian kinerja pada tujuan ini bermanfaat untuk pengembangan
karyawan. Setiap individu dalma perusahaan dinilai kinerjanya,
bagi karyawan yang memiliki kinerja rendah perlu dilakukan
pengembangan baik melalui pendidikan maupun pelatihan.
3. Pemeliharaan Sistem
Berbagai sistem yang ada dalma perusahaan, setiap subsistem yang
ada saling berkaitan antara satu subsistem lainnya. Salah satu
subsistem tidak berfungsi dengan baik akan mengganggu jalannya
subsistem lainnya.
4. Dokumentasi
Penilaian kinerja akan memberi manfaat sebagai dasar tindak lanjut
dalam posisi pekerjaan karyawan di masa akan datang.
Menurut Emron Edison dkk (2016, p.197-198) penilaian kinerja
didasarkan beberapa alasan, yaitu :
1. Manajemen perlu mengertahui kemampuan karyawan (atau pihak
yang dinilai) dalam menjalankan tugasnya.
2. Manajemen perlu memastikan bahwa karyawan telah bekerja dengan
benar sesuai dengan tujuan perusahaan atau organisasi.
3. Manajemen memberi sinyal kepada karyawan bahwa setiap proses dan
hasil yang dicapai akan dinilai dan dihargai sesuai kontribusi dan
prestasi yang dicapai.

Penilaian Kinerja Karyawan (skripsi dan tesis)


Kinerja (performance) adalah hasil pekerjaan yang dicapai seseorang
berdasarkan persyaratan-persyaratan pekerjaan (job requitment). Suatu
pekerjaan mempunyai persyaratan tertentu untuk dapat dilakukan dalam
mencapai tujuan yang disebut juga sebagai standar pekerjaan (job
standard). Bagaimana menilai kinerja karyawan? Seorang karyawan
dapat menghasilkan produk sebanyak 10 unit per hari, sudahkan
dikatakan memiliki kinerja baik? Untuk menentukan kinerja karyawan
baik atau tidak, tergantung pada hasil perbandingannya dengan standar
pekerjaan. Standar pekerjaan adalah tingkat yang diharapkan suatu
pekerjaan tertentu untuk dapat diselesaikan, dan merupakan
pembanding atas tujuan atau target yang ingin dicapai. Hasil pekerjaan
hasil yang diperoleh seorang karyawan dalam mengerjakan peerjaan
sesuai persyaratan pekerjaan atau standar kinerja. Seorang karyawan
dapat dikatakan berhasil melaksanakan pekerjaannya atau memiliki
kinerja baik, apabila hasil kerja yang diperoleh lebih tinggi dari standar
kinerja.Untuk itu perlu dilakukannya penilaian kinerja setiap karyawan
dalam perusahaan.
Penilaian kinerja merupakan proses yang dilakukan perusahaan untuk
mengevaluasi atau menilai keberhasilan karyawan dalam melaksanakan
tugasnya. Penilaian dapat dilakukan dengan membandingkan hasil kerja
yang dicapai karyawan dengan standar pekerjaan.Bila hasil kerja yang
memperoleh samapai atau melebihi standar pekerjaan dapat dikatakan
kinerja seseorang karyawan termasuk pada kategori baik. Demikian
sebaliknya, seorang karyawan yang hasil pekerjaannya tidak mencapai
standar pekerjaan termasuk pada kinerja yang tidak baik atau berkinerja
rendah menurut Wilson Bangun (2012, p.231). Penilaian kinerja dapat
ditinjau ke dalam jumlah dan kualitas pekerjaan yang diselesaikan
karyawan pada periode tertentu. Kinerja seseorang karyawan dapat
dinilai berdasarkan jumlah pekerjaan yang diselesaikan dalam batas
waktu tertentu. Karyawan yang dapat menyelesaikan perkerjaan dalam
umlah yang melampaui standar pekerjaan dinilai dengan kinerja yang
baik menurut Wilson Bangun (2012, p.232).

Pengertian Kinerja (skripsi dan tesis)


Menurut Mangkunegara dalam Agustina (2013) mengatakan bahwa
istilah kinerja berasal dari kata ”job performance” atau ”actual
performance” yaitu unjuk kerja atau prestasi sesungguhnya yang
dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja adalah hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya menurut Mangkunegara dalam Indra Haris (2015). Menururt
Helfert dalam Veithzal Rivai Zainal dkk (2015, p.447) kinerja adalah
suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan selama periode
tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan
operasional perusahaan dalam memanfaatkan sumber-sumber daya
yang dimiliki.
Wilson Bangun (2012, p.231) menyatakan bahwa kinerja adalah hasil
pekerjaan yang dicapai karyawan bedasarkan persyaratan-persyaratan
pekerjaan. Kinerja adalah hasil dari suatu proses yang mengacu dan
diukur selama periode waktu tertentu berdasarkan ketentuan atau
kesepakatan yang telah ditetapkan sebelumnya menurut Emron Edison
dkk (2016, p.190). Kinerja yang optimal dan stabil bukanlah sesuatu
kebetulan. Tentunya sudah melalui tahapan dengan manajemen kinerja
yang baik dan usaha maksimal untuk mencapainya. Hariandja dalam
Eddy dan Ferdian (2014) berpendapat bahwa kinerja merupakan hasil
kerja yang dihasilkan oleh pegawai atau perilaku nyata yang
ditampilkan sesuai peranannya dalam organisasi. Kinerja juga berarti
hasil yang dicapai seseorang baik kualitas maupun kuantitas sesuai
dengan tanggung jawab yang diberian kepadanya.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja
adalah hasil kerja selama periode tertentu dari segi kualitas dan
kuantitas yang didasarkan oleh standar kerja yang telah ditetapkan

Indikator Lingkungan Kerja (skripsi dan tesis)


Menurut Sedarmayanti dalam Ika dan Heru (2017) indikator
lingkungan kerja yaitu :
1. Lingkungan Kerja Fisik.
Faktor-faktor lingkungan kerja fisik meliputi warna, penerangan,
udara, suara, ruang gerak, keamanan, dan kebersihan.”
2. Lingkungan Kerja Non fisik
Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi
yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan antara
karyawan dengan atasan, dan sesama rekan kerj

Pengaturan Lingkungan Kerja (skripsi dan tesis)


Buchori Zainun dalam Arie dkk (2016) mengatakan bahwa kinerja
pegawai ditentukan pula oleh faktor-faktor lingkungan luar dan iklim
kerja organisasi. Bahkan kemampuan kerja dan motivasi itu pun
ditentukan pula oleh faktor-faktor lingkungan organisasi itu. Sedangkan
Hendiana dalam Ishak Arep dan Hendri Tanjung mengatakan faktor
motivasi yang berhubungan nyata terhadap kondisi pemberdayaan
pegawai di antaranya yaitu kondisi lingkungan kerja baik secara fisik
maupun non fisik. Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat dikatakan
bahwa lingkungan kerja berperan penting dalam meningkatkan kinerja
yang lebih baik. Untuk menciptakan iklim yang menyenangkan perlu
adanya pengaturan dan pengontrolan lingkungan kerja antara lain :
1. Pengaturan penerangan tempat kerja
2. Pengontrolan terhadap suara-suara Gaduh
3. Pengontrolan terhadap udara
4. Pengontrolan terhadap kebersihan tempat kerja
5. Pengontrolan keamanan tempat kerja
Penciptaan lingkungan kerja yang menyenangkan dan dapat memenuhi
kebutuhan pegawai akan memberikan rasa puas dan mendorong
semangat kerja. Gaya kepemimpinan demokratis akan berpengaruh pula
terhadap karyawan dan lingkungan kerja yang timbul dalam organisasi
merupakan faktor yang menentukan perilaku karyawan. Hubungan
relasi di tempat kerja perlu diciptakan agar iklim kerja dalam organisasi
menjadi kondusif. Pimpinan, manajer, dan karyawan perlu memahami
bahwa semua elemen di perusahaan memiliki peran dalam menciptakan
situasi yang penuh dengan pengelolaan emosi secara efektif. Kunci
utama dari keberhasilan suatu hubungan yang produktif adalah adanya
unsur timbal balik masing-masing pihak sehingga seluruh elemen
merasakan manfaatnya atau terpenuhinya kebutuhan dari kedua pihak
baik dari pimpinan ke karyawan maupun karyawan ke pimpinan.

Pengertian Lingkungan Kerja (skripsi dan tesis)


Menurut Sedarmayanti dalam Ika dan Heru (2017) lingkungan kerja
adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan
sekitarnya dimana seseorang bekerja, kerjanya serta pengaturan kerjanya
baik sebagai perseorangan atau kelompok. Menurut Kadarisman dalam
Bayu dan Sri (2017) lingkungan kerja adalah keseluruhan sarana dan
prasarana yang ada disekitar pegawai yang sedang melakukan pekerjaan
yang dapat memdeterminasii pelaksanaan pekerjaan itu sendiri.
Lingkungan kerja itu sendiri meliputi tempat bekerja, fasilitas dan alat
bantu pekerjaan, kebersihan, penerangan, ketenangan, termasuk juga
hubungan kerja antara orang-orang yang ada ditempat kerja.
Lingkungan kerja menurut Eki dkk (2017) adalah segala yang ada di
sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam
menjalankan tugas-tugas yang di bebankan. Sedangkan menurut Silalahi
Lingkungan kerja adalah keseluruhan elemenelemen baik didalam
maupun diluar batas organisasi, baik yang berdampak secara langsung
maupun tidak langsung terhadap aktivitas manajerial untuk mencapai
tujuan organisasional. Perhatian terhadap lingkungan manajemen penting
karena tiap elemen lingkungan mempengaruhi baik langsung atau tidak
langsung terhadap kegiatan manajerial. Tetapi tidak semua lingkungan
sama dan tidak semua organisasi memiliki lingkungan yang sama,
sementara organisasi yang cukup tentang keadaan lingkungannya.
Mereka berbeda dalam hal karakteristik lingkungan, yaitu satu kondisi
dalam mana pengaruh keadaan lingkungan masa datang suatu organisasi
tidak secara akurat dinilai dan di prediksi.
Jadi berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
lingkungan kerja adalah keadaan tempat kerja secara fisik dan psikis
yang dapat mempengaruhi motivasi dan kinerja seseorang.

Faktor Penyebab Stres Kerja (skripsi dan tesis)


Menurut Sheridan dan Radmacher dalam Ummu (2011), ada tiga faktor
penyebab stres kerja, yaitu yang berkaitan dengan lingkungan, organisasi,
dan individu yang diuraikan sebagai berikut :
1. Faktor lingkungan, yaitu keadaan secara global.
Lingkungan yang dapat menyebabkan stres ialah ketidakpastian
lingkungan, seperti ketidakpastian situasi ekonomi, ketidakpastian
politik, dan perubahan teknologi. Kondisi organisasi ini akan
mempengaruhi individu yang terlibat di dalamnya.
2. Faktor organisasional, yaitu kondisi organisasi yang langsung
mempengaruhi kinerja individu. Kondisi-kondisi tersebut dapat
dikategorikan sebagai berikut:
a) Karakteristik intrinsik dalam pekerjaan, yaitu setiap pekerjaan
memiliki kondisi yang berkaitan dengan pekerjaan. itu sendiri.
b) Karakteristik peran individu. Pekerjaan atau jabatan yang
disandang individu memunculkan peran. Hal ini merupakan
norma-norma sosial yang harus dituruti individu menurut
posisinya dalam pekerjaan.
c) Karakteristik lingkungan sosial. Komposisi personalia dalam
organisasi akan membentuk pola hubungan interpersonal. Kondisi
sosial yang menjadi sumber stres terjadi pada bentuk pola
hubungan antar rekan kerja, atasan dengan bawahan, dan dengan
klien dengan konsumen. Hubungan yang kurang baik antar
kelompok kerja akan mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan
individu dan organisasi.
d) Iklim organisasi. Karakteristik khas yang bersifat relatif tetap dari
lingkungan suatu organisasi yang membedakannya dengan
organisasi lainnya. Iklim organisasi meliputi sistem penggajian,
disiplin kerja dan proses pengambilan keputusan budaya kerja
yang mencakup rasa memiliki, konsultasi, dan komunikasi.
e) Karakteristik fisik lingkungan kerja. Kondisi fisik lingkungan suatu
pekerjaan memiliki pengaruh penting pada kinerja dan kepuasan kerja.
Beberapa kondisi fisik dapat mempengaruhi kemunculan stres, seperti
polusi bahan kimia, penggunaaan asbes, polusi asap rokok, batu bara,
dan kebisingan.
3. Faktor individual, terdapat dalam kehidupan pribadi individu di
luar pekerjaan, seperti masalah keluarga dan ekonomi.

Pendekatan Stres Kerja (skripsi dan tesis)


Veithzal Rivai Zainal dkk (2015, p.724) Terdapat dua pendekatan stres kerja
yaitu pendekatan individu dan perusahaan. Bagi individu penting dilakukan
pendekatan karena stres dapat mempengaruhi kehidupan, kesehatan,
produktivitas dan penghasilan. Bagi perusahan bukan saja karena alasan
kemanusiaan, tetapi juga karena pengaruhnya terhadap prestasi semua aspek
dan efektivitas dari perusahaan secara keseluruhan.
1. Pendekatan individu meliputi :
a) Meningkatkan keimanan
b) Melakukan meditasi dan pernapasan
c) Melakukan kegiatan olahraga
d) Melakukan rileksasi
e) Dukungan sosial dari teman-teman dan keluarga
f) Menghindari kebiasaan rutin yang membosankan
2. Pendekatan perusahaan meliputi :
a) Melakukan perbaikan iklim organisasi
b) Melakukan perbaikan terhadap lingkungan fisik
c) Menyediakan sarana olahraga
d) Melakukan analisis dan kejelasan tugas
e) Meningkatkan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan
f) Melakukan restrukturisasi tugas
g) Menerapkan konsep manajemen berdasarkan sasaran

Pengertian Stres Kerja (skripsi dan tesis)


Veithzal Rivai Zainal dkk (2015, p.724) Stres Kerja adalah suatu
kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik
dan psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berfikir, dan kondisi
seorang karyawan. Mangkunegara dalam Rico dkk (2017)
mengungkapkan bahwa stres kerja adalah perasaan tertekan yang
dialami karyawan dalam menghadapi perkerjaan. Sedangkan menurut
Beehr dan Newman stres kerja sendiri merupakan kondisi yang muncul
dari interaksi antara manusia dan pekerjaan serta dikarakterisasikan
oleh perubahan manusia yang memaksa mereka untuk menyimpang dari
fungsi normal.
Menurut Riggio dalam Ummu (2011) stres kerja sebagai reaksi
fisiologis dan atau psikologis terhadap suatu kejadian yang dipersepsi
individu sebagai ancaman. Evan dan Johnson menyebutkan bahwa
stres kerja merupakan satu faktor yang menentukan naik turunnya
kinerja karyawan. Penelitian ini juga didukung Luthans bahwa pemicu
stres kerja tersebut berasal dari interaksi seseorang dengan pekerjaan
dan lingkungan kerjanya yang tidak nyaman. Stres kerja menyebabkan
penyimpangan pada fungsi psikologis, fisik dan tingkah laku individu
yang menyebabkan terjadinya penyimpangan dari fungsi normal.
Berdasarkan berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa stres
kerja adalah adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian
karyawan dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat
terjadi pada semua kondisi pekerjaan

Dimensi dan Indikator Kinerja Karyawan (skripsi dan tesis)


Dari beberapa teori yang dijabarkan diatas mengenai definisi kinerja, penulis
mengunakan dimensi sebagai bahan acuan untuk mengisi data operasional variabel
dari August W. Smith (Sedarmayanti, 2011:51) yang meliputi dimensi dan
indikator sebagai berikut:
1. Quality of work (kualitas pekerjaan)
Kualitas pekerjaan dan kesesuaian hasil dengan standar pekerjaan.
2. Promptness (kecepatan)
Penyelesaian tugas tepat waktu dan pekerjaan tercapai sesuai dengan target.
3. Initiative (prakarsa)
Memberikan ide-ide untuk menunjang tercapainya tujuan dan mampu
memanfaatkan waktu luang.
4. Capability (kemampuan)
Mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan apa yang diharapkan dan dapat
menyelesaikan pekerjaan dengan praktis dan rapi. 

Manfaat Penilaian Kinerja (skripsi dan tesis)


Menurut Khaerul Umam (2011:101), mengemukakan bahwa: “kontribusi
hasil penilaian merupakan suatu yang sangat bermanfaat bagi perencanaan
kebijakan organisasi.secara terperinci, penilaian kinerja bagi organisasi adalah:
a) Penyesuaian-penyesuaian kompensasi
b) Perbaikan kinerja
c) Kebutuhan latihan dan pengembangan
d) pengambilan keputusan dalam hal penempatan promosi, mutasi, pemecatan,
pemberhentian, dan perencanaan tenaga kerja
e) Untuk kepentingan penelitian pegawai
f) Membantu diagnosis terhadap kesalahan desain pegawai.
Berdasarkan beberapa uraian diatas maka kinerja individual dapat diukur,
dimana pada tingkat individu ini berhubungan dengan pekerjaan, mengacu kepada
tanggung jawab utama. Bidang kegiatan utama atau tugas kunci yang merupakan
bagian dari pekerjaan seseorang. Fokusnya kepada hasil yang diharapkan dapat
dicapai seseorang dan bagaimana kontribusi mereka terhadap pencapaian target per
orang, tim, departemen dan instansi serta penegakan nilai dasar instansi. 

Tujuan Penilaian Kinerja (skripsi dan tesis)


Menurut Syafarudin Alwi yang dikutip oleh Khaerul Umam (2011:191),
mengemukakan bahwa secara teoritis, tujuan penilaian kinerja dikategorikan
sebagai suatu yang bersifat evaluation dan development. Suatu yang bersifat
evaluation harus menyelesaikan:
a) Hasil penilaian digunakan sebagai dasar pemberian kompensasi;
b) Hasil penilaian digunakan sebagai staffing decision; dan
c) Hasil penilaian digunakan sebagai dasar mengevaluasi sistem seleksi.
Sedangkan yang bersifat development penilai harus menyelesaikan:
a) Prestasi real yang dicapai individu;
b) Kelemahan-kelemahan individu yang menghambat kinerja; dan
c) Prestasi-prestasi yang dikembangkan.

Penilaian Kinerja (skripsi dan tesis)


Penilaian kinerja merupakan faktor kunci dalam mengembangkan potensi
pegawai secara efektif dan efisien karena adanya kebijakan atau program yang lebih
baik atas sumberdaya manusia yang ada di dalam suatu organisasi. Penilaian kinerja
individu sangat bermanfaat bagi pertumbuhan organisasi secara keseluruhan.
Menurut Bernardin dan Russel yang diterjemahkan oleh Khaerul Umam
(2011: 190-191), mengemukakan bahwa penilaian kinerja adalah cara mengukur
kontribusi individu (karyawan) pada organisasi tempat mereka bekerja.
Menurut Sedarmayanti (2011: 261), mengemukakan bahwa penilaian kinerja
adalah sistem formal untuk memeriksa/mengkaji dan mengevaluasi secara berkala
kinerja seserang.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja pegawai sangat
perlu dilakukakan, karena dapat dijadikan sebagai evaluasi terhadap setiap pegawai
sehingga akan berdampak pada pengambilan keputusan yang strategis mengenai
hasil evaluasi kinerja serta komunikasi yang telah dilakukan oleh atasan dan
bawahan sehingga tujuan perusahaan akan cepat tercapai.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja (skripsi dan tesis)


Tinggi rendahnya kinerja seorang pegawai tentunya ditentukan oleh faktorfaktor yang mempengaruhinya baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Tentang faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan tersebut Anwar Prabu
Mangkunegara (2013:67) menyatakan bahwa, “faktor yang mempengaruhi
pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi
(motivation). Sedangkan menurut Keith Davis dalam Anwar Prabu Mangkunegara
(2013: 67) dirumuskan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja
adalah:
Human Performance = Ability + Motivation
Motivation = Attitude + Situation
Ability = Knowledge + Skill
1. Faktor Kemampuan
Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan
potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pegawai yang
memiliki IQ rata-rata (IQ 110 – 120) dengan pendidikan yang memadai untuk
jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya sehari-hari, maka ia
akan lebih mudah mencapai prestasi kerja yang diharapkan. Oleh karena itu,
pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya (the
right man on the right place, the right man on the right job).
2. Faktor Motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja.
Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah
untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja).
Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri pegawai untuk
berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal. Sikap mental seorang pegawai
harus sikap mental yang siap secara psikofisik (sikap secara mental, fisik, tujuan
dan situasi). Artinya seorang pegawai harus siap mental, mampu secara fisik,
memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai serta mampu
memanfaatkan dan menciptakan situasi kerja.
Menurut A. Dale Timple yang dikutip oleh Anwar Prabu Mangkunegara
(2013:15) faktor-faktor kinerja terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal:
“faktor internal yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang.
Sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
seseorang yang berasal dari lingkungan. Seperti perilaku, sikap, dan tindakantindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi.”
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi
kinerja dapat bersumber dari dalam individu pegawai maupun dari luar individu.
Tinggal bagaimana kebijakan organisasi mampu menyelaraskan antara faktorfaktor tersebut.

Definisi Kinerja Karyawan (skripsi dan tesis)


Kinerja merupakan suatu hasil kerja yang dihasilkan oleh seorang pegawai
diartikan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Adapun pendapat para ahli
mengenai pengertian kinerja, sebagai berikut:
Byars dan Rue (Harsuko 2011), kinerja merupakan derajat penyusunan
tugas yang mengatur pekerjaan seseorang. Jadi, kinerja adalah kesediaan
seseorang atau kelompok orang untuk melakukan kegiatan atau
menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil
seperti yang diharapkan.
August W. Smith di kutip oleh Sedarmayanti, 2011:50 menyatakan bahwa
kinerja adalah output drive from processes, human or otherwise (kinerja
merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses) mencakup kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
Anwar Prabu Mangkunegara (2013:67) mengemukakan bahwa kinerja
adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya.
Berdasarkan pengertian dari para ahli di atas, dapat dikemukakan bahwa
kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai sesuai dengan
standar dan kriteria yang telah ditetapkan dalam kurun waktu tertentu

Manfaat Lingkungan Kerja (skripsi dan tesis)


Menurut Ishak dan Tanjung (2013: 26), manfaat lingkungan kerja adalah
menciptakan gairah kerja, sehingga produktivitas dan prestasi kerja meningkat.
Sementara itu, manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang
termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat. Yang artinya
pekerjaan diselesaikan sesuai standard yang benar dan dalam skala waktu yang
ditentukan. Prestasi kerjanya akan dipantau oleh individu yang bersangkutan, dan
tidak akan menimbulkan terlalu banyak pengawasan serta semangat juangnya akan
tinggi. 

Syarat - Syarat Lingkungan Kerja Yang Kondusif (skripsi dan tesis)


Perencanaan lingkungan kerja yang kondusif merupaka suatu hal yang
sangat penting untuk dilakukan perusahaan. Syarat - syarat lingkungan kerja
yang kondusif secara terinci menurut Anoraga (2010:44) adalahsebagai
berikut:
1. Lingkungan kerja yang menyangkut fisik
a. Keadaan bangunan, gedung atau tempat kerja yang menarik dan
menjamin keselamatan kerja para pegawai, termasuk didalamnya ruang
kerja yang nyaman dan mampu memberikan ruang gerak yang cukup bagi
para pegawai, serta mengatur ventilasi yang baik sehingga pegawai
leluasa bekerja.
b. Tersedianya beberapa fasilitas, seperti” peralatan kerja yang cukup
memadai, tempat istirahat, tempat ibadah dan sebagainya.
c. Letak gedung dan tempat kerja yang strategis sehinggamudah dijangkau
dari segala penjuru dengan kendaraan umum.
2. Lingkugan kerja yang menyangkut psikis
a. Adanya perasaan aman dari pegawai dalam menjalankan tugasnya, yang
meliputi: rasa aman dari bahaya yang mungkin timbbul pada saat
menjalankan tugas, merasa aman dari pihak yang sewenang -wenang,
serta merasa aman dari segala macam bentuk tuduhan antara pegawai.
b. Adanya loyalitas yang bersifat dua dimensi, yaitu loyalitas yang bersifat
vertikal (antara bawahan dengan pimpinan) dan loyalitas yang bersisfat
horizontal (antara pimpinan dengan pimpinan yang setingkat, antar
pegawai dengan pegawai yang setingkat).
c. Adanya perasaan puas dikalangan para pegawai. Perasaan puas tersebut
akan terwujud apabila pegawai merasa kebutuhannya telah terpenuhi.
Beberapa hal diatasmerupakan persyaratan lingkungan kerja yang
kondusif, yaitu suatu kondisi lingkungan kerja yang dapat memberikan
keamanan serta kenyamanan kepada pegawai dalam melakukan
pekerjaannya,apabila instansi menghendak setiap pegawai dapat
menunjukkan kinerja yang optimal/ 

Dimensi Lingkungan Kerja Non Fisik (skripsi dan tesis)


1. Lingkungan Kerja Temporer
Lingkungan kerja seperti ini berhubungan dengan penjadwalan dari
pekerjaan, lamanya bekerja dalam hari dan dalam waktu atau selama orang
tersebut bekerja. Kondisi seperti ini harus diperhatikan agar karyawan dapat
merasa nyaman dalam bekerja.
2. Lingkungan Kerja Psikologis
Kondisi dari lingkungan kerja dapat mempengaruhi kinerja yang meliputi
perusahaan yang bersifat pribadi maupun kelompok. Hal tersebut pula dapat
di hubungkan dengan sejumlah lokasi ruang kerja dan sejumlah pengawasan
atau lingkungan kerja.

Aspek-aspek Lingkungan Kerja (skripsi dan tesis)


Kondisi kerja yang baik akan sangat besar pengaruhnya dalam
meningkatkan kinerja pegawai. Aspek - aspek lingkungan kerja yang dapat
memberikan dampak
positif kepada para pegawai sehingga dapat meningkatkan kinerjanya secara
optimal, menurut Alex S. Nitisemito (2011:183) diantaranya:
1.Lingkungan kerja yang selalu bersih, sejuk, dan rindang
2.Tempat kerja yang dapat memberikan rasa aman saat bekerja
3.Tersedianya alat -alat memadai
4.Tersedianya ruang kerja yang memiliki penerangan cukup baik
5.Tersedianya ruang kerja yang mencakupi dan memadai serta lokasi yang
jauh dari kebisingan dan getaransehingga tidak mengganggu konsentrasi
saat bekerja.
Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik, sehingga
dicapai suatu hasil yang optimal, apabila diantaranya ditunjang oleh suatu kondisi
lingkungan yang sesuai. Suatu kondisi lingkungan dikatakan baik atau sesuai
apabila manusia dapat melaksanakan kegiatannya secara optimal, sehat, aman, dan
nyaman. Ketidaksesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka
waktu yang lama. Lebih jauh lagi,keadaan lingkungan yang kurang baik dapat
menuntut tenaga dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya
rancangan sistem kerja yang efisien. Banya faktor yang mempengaruhi
terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja. Untuk menciptakan kondisi
lingkungan kerja yang baik sesuai dengan kebutuhan pegawai yang dapat
meningkatkan semangat kerja pegawai, ada faktor - faktor yang membentuknya.
Menurut Agus Ahyari (2010:129) membagi lingkungan kerja kedalam tiga bagian
yaitu sebagai berikut:
1. Pelayanan pegawai
a. Pelayanan makanan
b. Pelayanan kesehatan
c. Penyediaan kamar mandi dan kamar kecil
2. Kondisi kerja, meliputi:
a. Penerangan
b. Suhu udara
c. Suara bising
d. Penggunaan warna
e. Ruang gerak yang diperlukan
f. Keamanan kerja
g. Hubungan karyawan

Jenis Lingkungan Kerja (skripsi dan tesis)


Ketidaknyamanan saat bekerja merupakan kondisi yang sangat tidak baik
baik tenaga kerja yang beraktivitas, karena pekerja akan melakukan aktivitasnya
yang kurang optimal dan akan menyebabkan lingkungan kerja yang tidak
bersemangat dan membosankan, sebaliknya apabila kenyamanan kerja tercipta saat
pekerja melakukan aktivitasnya maka pekerja akan melakukan aktivitasnya dengan
optimal, diarenakan kondisi lingkungan pekerjaan yang sangat baik dan
mendukung serta akan memberikan kepuasan kerja tersendiri bagi pegawai.
Sedarmayanti (2009:21) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan
kerja terbagi atas 2 yakni lingkungan kerja fisik dan juga lingkungan kerja non fisik,
berikut uraiannya;
a. Lingkungan Kerja Fisik
Semua keadaan berbentik fisik yang terdapat disekitar tempat kerja yang dapat
mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Lingkungan kerja fisik dapat di bagi menjadi 2 kategori, yakni;
1) Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan (seperti pusat
kerja kursi, meja, ruangan dan lain sebagainya)
2) Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut
lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya:
temperatur, kelemahanan, sirkurasi udara, pencahayaan, kebisingan
mekanis, bau tidak sedap, warna dan lain-lain.
b. Lingkungan Kerja Non Fisik
Menurut Sedarmayanti (2011: 31) menyatakan bahwa “lingkungan kerja non
fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja,
baik dengan atasan maupun dengan sesama rekan kerja ataupun hubungan
dengan bawahan”.
Lingkungan kerja non fisik ini merupakan lingkungan kerja yang tidak bisa
diabaikan. Menurut Alex S. Nitisemito (2011:171) perusahan hendaknya dapat
mencerminkan kondisi yang mendukung kerja sama antara tingkat atasan,
bawahan maupun yang memiliki status jabatan yang sama di perusahaan.
Kondisi yang hendaknya diciptakan adalah suasana kekeluargaan, komunikasi
yang baik dan pengendalian diri. Membina hubungan yang baik antara sesama
rekan kerja, bawahan maupun atasan harus dilakukan karena kita saling
membutuhkan. Hubungan kerja yang terbentuk sangat mempengaruhi
psikologis karyawan.
Menurut Mangkunegara (2011: 9), untuk menciptakan hubungan hubungan
yang harmonis dan efektif, pimpinan perlu :
1) Meluangkan waktu untuk mempelajari aspirasi-aspirasi emosi pegawai dan
bagaimana mereka berhubungan dengan tim kerja
2) Menciptakan suasana yang meningkatkatkan kreativitas.
Pengelolaan hubungan kerja dan pengendalian hubungan kerja dan
pengendalian emosional di tempat kerja itu sangat perlu untuk diperhatikan
karena akan memberikan dampak terhadap prestasi kerja pegawai.
Hal ini disebabkan karena manusia itu bekerja bukan sebagai mesin. Manusia
mempunyai perasaan untuk dihargai dan bukan bekerja untuk uang saja.
Menurut Sedarmayanti (2011: 146) Adapun macam-macam dan bentuk dari
lingkungan kerja non fisik meliputi :
1) Hubungan kerja antara bawahan dengan atasan.
2) Hubungan antar pegawai.
3) Tata kerja dan kemampuan menyesuaikan diri yang baik
Ini nantinya agar dapat menciptakan suasana kerja yang aman dan nyaman
sehingga menumbuhkan gairah kerja serta menghindarkan kelesuan bagi para
pegawai dalam hal resiko stress dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai
karyawan yang prodiktif.
berikut dibawah ini adalah definisi ketiga lingkungan kerja non fisik seperti
yang dijelaskan diatas yakni sebagai berikut :
1. Hubungan kerja antara bawahan dengan atasan
Maksudnya adalah hubungan kerja yang bersifat hirarki antara bawahan dan
atasan yang didasarkan dari adanya komunikasi yang baik, sehingga segala
sesuatunya akan berjalan dengan lancar sesuai aturan yang ada.
2. Hubungan kerja antar pegawai
Untuk menciptakan suatu tujuan yang diinginkan oleh organisasi perusahaan
atau instansi pemerintah, maka harus terdapat adanya kerjasama yang baik antar
sesama pegawai/pekerja, maupun antar bawahan dengan atasan ataupun
pimpinan. Sebab dengan demikian akan menambah suasana yang harmonis
dalam sebuah kegiatan organisasi, sehingga pekerjaan yang diberikan oleh
atasan tidak menjadi sebuah beban bagi pegawai.
3. Tata Kerja dan kemampuan menyesuaikan diri yang baik
Kondisi tata kerja yang ideal tentunya adalah ruang waktu dan tempat yang
amat menyenangkan, sebab dengan tata kerjalah akan dapat menyelesaikan
banyak masalah dan persoalan-persoalan pekerjaan dengan waktu yang telah
ditetapkan sebelumnya. Jadi untuk hal ini setiap pegawai akan mempunyai rasa
tanggungjawab terhadap pekerjaan yang ia kerjakan dan sekaligus dapat
melatih setiap pegawai untuk terampil bekerja di bidangnya masing-masing.
Selain itu, tata kerja yang diharapkan juga harusnya mampu menghindarkan
pegawai dari adanya tumpang tindih dalam melakukan pekerjaan dan tanggung
jawab serta bisa menggunakan waktu, tenaga, ruang secara efektif dan efisien.

Lingkungan Kerja (skripsi dan tesis)


Lingkungan kerja merupakan faktor yang sangat penting di dalam instansi
perusahaan atau organisasi. Lingkungan kerja yang baik akan mendukung adanya
tingkat produktivitas kerja yang tinggi, sehingga akan dapat meningkatkan
produktivitas kinerja Menurut Alex S. Nitisemito, (2008 : 183) Lingkungan kerja
adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja dan yang dapat
mempengaruhidirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang di bebankan. Dan di
kemukakan oleh Agus Tulus (2008:109) yaitu segala sesuatu yang ada di sekitar
karyawan yang dapat berpengaruh dalam melaksanakan tugas-tugas yang telah di
bebankan oleh perusahaan. Keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi,
lingkungan di sektarnya dimana seseorang itu bekerja., metode kerjanya, serta
pengaturan kinerja baik sebagaiperseorangan maupun sebagai kelompok yang di
perkuat oleh Sedarmayanti (2009:21)
Berdasarkan definisi, maka dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerha
merupakan suatu kondidi dimana para karyawan bekerja, baik menyangkut aspek
fisik, maupun yang menyangkut aspek sosial dalam suatu perusahaan organisasi
yang dapat mempengaruhi karyawan dalam menjalankan tugas dan pekerjaanya
sehari - hari.

Indikator Stres (skripsi dan tesis)


Menurut Aamodt (Margiati, 2011 : 71) ada empat sumber utama yang dapat
menyebabkan timbulnya stress kerja yaitu :
1. Tuntutan atau tekanan dari atasan.
2. Ketegangan dan kesalahan.
3. Menurunnya tingkat interpersonal.
4. Perbedaan konsep pekerjaan dengan atasan.
5. Ketersediaan waktu yang tidak proporsional untuk menyelesaikan pekerjaan.
6. Jumlah pekerjaan yang berlebihan.
7. Tingkat kesulitan pekerjaan.

Dimensi Stres Kerja (skripsi dan tesis)


Stres kerja dapat diukur dari berbagai dimensi, tetapi dalam penelitian ini
stres kerja akan diukur dari 3 dimensi (Michael et al., di kutip oleh 2011), yaitu:
1. Beban Kerja
Adanya ketidaksesuaian antara peran yang diharapkan, jumlah waktu, dan
sumber daya yang tersedia untuk memenuhi persyaratan tersebut. Beban kerja
berkaitan dengan banyaknya tugas-tugas yang harus dilaksanakan, ketersediaan
waktu, serta ketersediaan sumber daya. Apabila proporsi ketiganya tidak
seimbang, kemungkinan besar tugas tersebut tidak bisa diselesaikan dengan
baik. Ketidakseimbangan ini bisa menyebabkan seseorang mengalami stres.
2. Konflik Peran
Konflik peran merujuk pada perbedaan konsep antara karyawan yang
bersangkutan dengan atasannya mengenai tugas-tugas yang perlu dilakukan.
Konflik peran secara umum dapat didefinisikan sebagai terjadinya dua atau
lebih tekanan secara simultan sehingga pemenuhan terhadap salah satu tuntutan
akan membuat pemenuhan terhadap tuntutan. yang lain menjadi sulit (House
dan Rizzo, 1972; Kahn et al., 1964;Pandey dan Kumar, 1997 seperti dikutip
oleh Mansoor et al., 2011).Konflik peran berkaitan dengan perbedaan konsep
antara pekerja dan supervisor (atau atasan) mengenai konten dari pentingnya
tugas-tugas pekerjaan yang dibutuhkan. Inilah yang bisa menyebabkan konflik,
adanya pertentangan antara komitmen terhadap beberapa supervisor (atasan)
dan nilai-nilai individu yang berkaitan dengan persyaratan organisasi.
3. Ambiguitas Peran
Ambiguitas peran berkaitan dengan ketidakjelasan tugas-tugas yang harus
dilaksanakan seorang karyawan. Hal ini terjadi salah satunya karena job
description tidak diberikan oleh atasan secara jelas, sehingga karyawan kurang
mengetahui peran apa yang harus dia lakukan serta tujuan yang hendak dicapai
dari perannya tersebut.

Dampak Stres Kerja (skripsi dan tesis)


Menurut Jacinta (2013), menyatakan bahwa stres kerja dapat juga
mengakibatkan hal- hal sebagai berikut:
a. Dampak terhadap perusahaan
1. Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional
kerja
2. Mengganggu kenormalan aktivitas kerja
3. Menurunnya tingkat produktivitas
4. Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Randall Schuller, stres yang dihadapi
tenaga kerja berhubungan dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan
ketidakhadiran kerja dan kecenderungan mengalami kecelakaan. Demikian pula
jika banyak diantara tenaga kerja di dalam organisasi atau perusahaan mengalami
stres kerja, maka produktivitas dan kesehatan organisasi itu akan terganggu.
b. Dampak terhadap individu
Muncul masalah-masalah yang berhubungan dengan:
1. Kesehatan
Banyak penelitian yang menemukan bahwa adanya akibat-akibat stres
terhadap kesehatan seperti jantung, gangguan pencernaan, darah tinggi,
maag, alergi, dan beberapa penyakit lainnya.
2. Psikologis
Stres berkepanjangan akan menyebabkan ketegangan dan kekuatiran yang
terus menerus yang disebut stres kronis. Stres kronis sifatnya menggerogoti
dan menghancurkan tubuh, pikiran dan seluruh kehidupan penderitanya
secara perlahan-lahan.
3. Interaksi interpersonal
Orang yang sedang stres akan lebih sensitif dibandingkan orang yang tidak
dalam kondisi stres. Oleh karena itu seril salah persepsi dalam membaca dan
mengartikan suatu keadaan, pendapat dan penilaian, kritik, nasihat, bahkan
perilaku orang lain. Orang stres sering mengaitkan segala sesuatu dengan
dirinya. Pada tingkat stres yang berat, orang bisa menjadi depresi, kehilangan
rasa percaya diri dan harga diri.

Pengertian Stres (skripsi dan tesis)


Stres kerja adalah konsekuensi setiap tindakan dan situasi lingkungan yang
menimbulkan tuntutan psikologis dan fisik yang berlebihan pada diri seseorang.
“Stress kerja adalah suatu bentuk tanggapan seseorang, baik fisik maupun mental
terhadap suatu perubahan di lingkungannya yang dirasakan menganggu dan
mengakibatkan dirinya terancam menurut Michael et al., di kutip oleh
(Sedarmayanti 2011)
Menurut Sedarmayanti (2011:76) menyatakan bahwa ”Stres sebagai
kelebihan tuntutan atas kemampuan individu dalam memenuhi kebutuhan. Masalah
yang terdapat dalam lingkungan kerja di kantor maupun yang ada hubungannya
dengan orang lain, dapat menimbulkan beban yang berlebihan”.
Menurut Handoko, (2011:63) menyebutkan bahwa ”Stres adalah tuntutantuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek dalam
lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya. Stres juga
biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak
menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang”.
Selanjutnya Mangkunegara (2011:157) mengemukakan bahwa ”Stres kerja
sebagai perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami pegawai dalam
menghadapi pekerjaan. Stres kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang
menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang mempengaruhi
emosi, proses berpikir, dan kondisi seorang pegawai”.
Menurut (Rivai, 2011:516) menyatakan bahwa ”Stres yang terlalu besardapat
mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan.Sebagai
hasilnya, pada diri para pegawai berkembang berbagai macamgejala stres yang
dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka”.
Menurut Handoko, (2011:63) menyebutkan bahwa ”Stres adalah tuntutan
tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek
dalamlingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya.
Stresjuga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang
tidakmenyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang”.
Dari uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa stres kerja adalah
perasaan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Stres kerja ini
tampak dari Simptom, antara lain, emosi tidak stabil, perasaan tidak senang, tidak
bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat, dan mengalami
gangguan pencernaan.

Aktivitas-aktivitas Manajemen Sumber Daya Manusia (skripsi dan tesis)


Adapun tujuh aktivitas SDM menurut Mathis dan Jackson di terjemahkan
oleh Diana Angelica (2011:43) yaitu:
1. Perencanaan dan Analisis SDM
Dengan adanya perencanaan SDM, manajer-manajer berusaha untuk
mengantisipasi kekuatan yang akan mempengaruhi persediaan dan tuntutan para
karyawa dimasa depan. Hal yang sangat penting untuk memiliki sistem
informasi sumber daya manusia guna memberikan informasi yang akurat dan
tepat pada waktunya untuk perencanaan SDM. Sebagai bagian dari usaha
mempertahankan daya saing organisasional, harus ada analisis dan penilaian
evektifitas SDM. Karyawan juga harus di motivasi dengan baik dan bersedia
untuk tinggal bersama organisasi tersebut selama jangka waktu yang pantas.
2. Kesetaraan Kesempatan Kerja
Pemenuhan hukum dan peraturan tentang kesetaraan kesempatan kerja
mempengaruhi semua aktivitas SDM yang lain dan integral dengan manajemen
SDM.
3. Pengangkatan Pegawai
Tujuan dari pengangkatan pegawai adalah memberikan persediaan yang
memadai atas individu-individu yang berkualifikasi untuk mengisi lowongan
pekerjaan disebuah organisasi.
4. Pengembangan SDM
Dimulai dengan orientasi karyawan baru, pengembangan SDM juga meliputi
pelatihan keterampilan pekerjaan. Ketika pekerjaan-pekerjaan berkembang dan
berubah, diperlukan adanya pelatihan ulang yang dilakukan terus-menerus untuk
menyesuaikan perubahan teknologi. Mendorong pengembangan semua
karyawan, termasuk para supervisor dan manajer, juga penting untuk
mempersiapkan organisasi-organisasi agar dapat menghadapi tantangan masa
depan.
5. Kompensasi dan tunjangan
Kompensasi memberikan penghargaan kepada karyawan atas pelaksanaan
pekerjaan melalui gaji, insentif dan tunjangan. Para pemberi kerja harus
mengembangkan dan memperbaiki sistem upah dan gaji dasar. Selain itu,
program insentif seperti pembagian keuntungan dan penghargaan produktivitas
mulai digunakan. Kenaikan yang cepat dalam hal biaya tunjangan, terutama
tunjangan kesehatan, akan terus menjadi persoalan utama.
6. Kesehatan, keselamatan dan keamanan
Jaminan atas fisik dan mental serta keselamatan para karyawan adalah hal yang
sangat penting. Secara global, berbagai hukum keselamatan dan kesehatan telah
menjadikan organisasi lebih reponsif terhadap persoalan kesehatan dan
keselamatan. Program peningkatan kesehatan yang menaikkan gaya hidup
karyawan yang sehat menjadi lebih meluas. Selain itu, keamanan tempat kerja
menjadi lebih penting, sebagai akibat dari jumlah tindak kekerasan yang
meningkat ditempat kerja.
7. Hubungan karyawan dan Buruh/Manajemen
Hubungan antara para manajer dengan para pegawai mereka harus ditangani
secara efektif apabila para karyawan dan instansi ingin sukses bersama. Apakah
beberapa pegawai diwakili oleh suatu serikat pekerja atau tidak, hak karyawan
harus disampaikan. Merupakan suatu hal yang penting untuk mengembangkan,
mengkomunikasikan, mengupdate kebijakan dan prosedur SDM hingga para
manajer dan karyawan sama-sama tahu apa yang diharapkan

Fungsi-Fungsi Manajemen (skripsi dan tesis)


Definisi manajemen memberikan tekanan terhadap kenyataan bahwa
manajer mencapai tujuan atau sasaran dengan mengatur karyawan dan
mengalokasikan sumber-sumber material dan finansial. Bagaimana manajer
mengoptimasi pemanfaatan sumber-sumber, memadukan menjadi satu dan
mengkonversi hingga menjadi output, maka manajer harus melaksanakan fungsifungsi manajemen untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber-sumber dan
koordinasi pelaksanaan tugas-tugas untuk mencapai tujuan.
Sebagaimana disebutkan oleh Daft, manajemen mempunyai empat fungsi,
yakni perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), kepemimpinan
(leading), dan pengendalian (controlling). Dari fungsi dasar manajemen tersebut,
kemudian dilakukan tindak lanjut setelah diketahui bahwa yang telah ditetapkan
“tercapai” atau “belum Tercapai” (Abdul Choliq, 2011: 36).
Fungsi-fungsi manajemen menurut para ahli secara umum memilki
kesamaan. Fungsi manajemen dalam hal ini adalah serangkaian kegiatan yang
dijalankan dalam manajemen berdasarkan fungsinya masing-masing dan mengikuti
datu tahapan-tahapan tertentu dalam pelaksanaannya. Menurut George R.Terry
(2011:77) mengemukakan bahwa ada 4 fungsi manajemen sebagai berikut :
1. Perencanaan (planning)
Perencanaan adalah penetapan tujuan, strategi, kebijakan, program, prosedur,
metode,system, anggaran, dan standar yang di butuhkan untuk mencapai
tujuan.
2. Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian adalah proses penentuan, pengelompokan, dan pengaturan
bermacam-macam aktivitaas berdasarkan yang diperlukan organisasi guna
mencapai tujuan.
3. Penggerakan (Actuating)
Penggerakan adalah proses menggerakan para karyawan agar menjalankan
suatu kegiatan yang akan menjadi tujuan bersama.
4. Pengendalian (Controlling)
Pengendalian adalah proses mengamati berbagai macam pelaksanaan
kegiatan organisasi untuk menjamin semua pekerjaan dapat berjalan sesuai
deengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.

Manajemen (skripsi dan tesis)


Manajemen merupakan suatu proses dimana suatu perusahaan atau
organisasi dalam melakukan suatu usaha harus mempunyai prinsip-prinsip
manajemen dengan menggunakan semua sumber daya yang dimiliki oleh
perusahaan.
Sebelum mengemukakan beberapa pendapat mengenai apa yang di maksud
dengan Manajemen Keuangan, perlu dijelaskan mengenai arti manajemen itu
sendiri. Manajemen mempunyai arti yang sangat luas, berarti proses, seni atau ilmu.
Dikatakan proses karena manajemen memiliki beberapa tahapan dalam mencapai
tujuannya yaitu meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengawasan. Dikatakan sebagai seni karena manajemen merupakan suatu cara atau
alat bagi seorang manajer dalam mencapai tujuan, dimana penerapan dan
penggunaanya tergantung pada masing-masing manajer yang sebagian besar di
pengaruhi kondisi dan pembawaan manajer itu sendiri.
Manajemen pada umumnya dikaitkan dengan aktivitas-aktivitas
perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, penempatan, pengarahan,
pemotivasian, komunikasian, dan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh
setiap organisasi dengan tujuan untuk mengkoordinasikan dari berbagai sumber
daya yang dimiliki oleh perusahaan sehingga akan dihasilkan suatu produk atau jasa
secara efektif dan efisien. Banyak ahli yang memberikan definisi tentang
manajemen, diantaranya peneliti mengemukakan pendapat manajemen menurut
para ahli:
Definisi manajemen yang dikemukakan oleh Irham Fahmi (2016:2) adalah
suatu ilmu yang mempelajari secara komprehensif tentang bagaimana mengarahkan
dan mengelola orang-orang dengan berbagai latar belakang yang berbeda-beda
dengan tujuan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sedangkan pendapat lain
yang dikemukakan T. Hani Handoko (2015:10) berpendapat bahwa manajemen
yaitu bekerja dengan orang-orang untuk menentukan, menginterprestasikan dan
mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan
(planning), pengorganisasian (organizing), penyusunan personalia atau
kepegawaian (staffing), pengarahan dan kepemimpinan (leading), dan pengawasan
(controlling).
Berdasarkan pemaparan yang dikemukakan para ahli, maka dapat dikatakan
bahwa manajemen adalah suatu proses pencapaian tujuan dari perusahaan yang
ditetapkan sebelumnya secara efektif dan efisien dengan memanfaatkan sumber
daya yang ada di suatu organisasi atau perusahaan, dan manajemen memiliki
beberapa tahapan dalam mencapai tujuannya yaitu meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan.

Hubungan Motivasi kerja, stres kerja, jenis kelamin, dan kepuasan kerja (skripsi dan tesis)


Penelitian motivasi dan stres secara simultan terkait kepuasan kerja
pernah dilakukan. Kakkos, Trivellas &Fillipou (2010), dalam suatu
konferensi internasional melaporkan hasil penelitiannya tentang hubungan
motivasi kerja, stres kerja, dan kepuasan kerja karyawan dalam industri
perbankan, berdasarkan 143 sampel yang terdiri dari bank swasta (n=71)
dan bank umum (n=72) di Yunani. Informasi demografis yang digunakan
meliputi gender, usia, pengalaman kerja, posisi, dan latar belakang
pendidikan. Dalam penelitian itu mereka menemukan adanya pengaruh
positif antara motivasi dan kepuasan kerja, dan hubungan negatif antara
stres dan kepuasan kerja. Penemuannya ini direkomendasikan untuk aksi
praktis, seperti kebijakan HR, praktisi perbankan, atau pengembang
perilaku yang berorientasi pada human capital. Selain itu, Dehaloo (2011)
melaporkan dalam disertasinya bahwa dibandingkan dengan guru wanita,
guru laki-laki merasa lebih puas dengan kebijakan sekolah, hubungan
interpersonal, dan organisasi sekolah

Hubungan Jenis Kelamin dan Kepuasan Kerja (skripsi dan tesis)


Pada suatu kesempatan Suartini & Marlina (n. d.) meneliti
hubungan faktor-faktor demografi, termasuk gender, dengan kepuasan
kerja, dan perbedaan kepuasan kerja yang melibatkan 106 responden dari
205 populasi. Mereka melaporkan bahwa gender sangat memengaruhi
kepuasan kerja dengan tingkat hubungan yang signifikan. Sementara itu,
Aydin, Usyal &Sarier (2012) setelah meneliti pengaruh gender pada
kepuasan kerja para guru melaporkan bahwa pengaruh ini lebih dirasakan
oleh guru laki-laki. Namun, Iswati (2008) pernah melaporkan bahwa
gender tidak berpengaruh pada kepuasan kerja.
 

Hubungan Stres kerja dan Kepuasan kerja (skripsi dan tesis)


Berbagai penelitian menunjukkan pengaruh stres kerja secara
positif dan maupun secara negatif (Klassen, Usher & Bong, 2010; Obiora
& Iwuoha, 2013) terhadap kepuasan kerja. Henny (2007) meneliti
hubungan stres kerja dengan kepuasan kerja karyawan bagian Customer
care pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk Bekasi. Penelitian tersebut
bersifat eksplanatori dengan menggunakan pemilihan lokasi secara
purposif. Sampel 74 orang diambil dari bagian Customer care
menggunakan complete enumeration. Pengolahan dan analisis data
menggunakan Rank Spearman & Chi-square (SPSS 12.0 for Windows dan
Misrosoft Excel 2003). Ia menemukan stress kerja dan kepuasan kerja
berhubungan secara negatif signifikan dan tingkat korelasi yang rendah.
Kayastha & Kayastha (2012) pernah meneliti hubungan antara
stres kerja dan kepuasan kerja guru di Nepal. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa terdapat hubungan signifikan antara penyebab stres
kerja dan kepuasan kerja. Mark & Smith (2012), pernah meneliti pengaruh
stres kerja terhadap kesehatan mental dan kepuasan kerja karyawan
universitas, dengan melibatkan 307 sampel. Pengukuran ini menggunakan
aspek-aspek seperti stres, karakteristik pekerjaan, coping dan gaya
atribusi, kepuasan kerja, kecemasan dan depresi. Mereka menyimpulkan
bahwa gaya coping positif dapat memengaruhi kepuasan kerja.
Cheng & Ren (2010) pernah melakukan penelitian korelasional
antara stres kerja dan kepuasan kerja guru sekolah dasar di Taiwan.
Penelitian ini melibatkan 153 guru. Dari total 138 kuesioner yang kembali,
diperoleh 90.19% respon. Instrumen penelitian ini menggunakan the selfreport questionnaire yang diadaptasi dari instrumen yang dikembangkan
oleh He & Zhang (1990, dalam Cheng & Ren, 2010; dan He (1988, dalam
Chang & Ren, 2010). Komponen dalam kuesioner ini meliputi demografi,
pengukuran stres kerja (menggunakan 5-point skala Likert), dan ukuran
kepuasan kerja (menggunakan 5-point skala Likert). Teknik analisis data
menggunakan SPSS dengan koefisien Cronbach’s alpha untuk stres dan
kepuasan kerja adalah .89 dan .87. Multipel regresi digunakan untuk
memprediksi kepuasan kerja berdasarkan variabel demografik dan ukuran
stres. Transkripsi data menggunakan koding dan tabulasi.
Ahsan, Abdullah & Fie (2009) menyelidiki hubungan antara stres
kerja dan kepuasan kerja para akademisi universitas menggunakan
determinan stres kerja yang meliputi peran manajemen, hubungan dengan
orang lain, tekanan kerja, homework interface, ambiguitas peran, tekanan
pelaksanaan. Hasilnya menunjukkan stres kerja berhubungan secara
negatif signifikan dengan kepuasan kerja. Begitu pula Handayani (2012)
melaporkan bahwa konflik peran tidak memengaruhi kepuasan kerja.
Dhania (2010) melaporkan bahwa stres kerja tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap kepuasan kerja.
Sementara, Tunjungsari (2011) melaporkan adanya pengaruh stres
kerja terhadap kepuasan kerja dalam tingkat hubungan sedang (34,3%)
pada 81 sampel dari 410 karyawan PT. Pos Indonesia (Persero) Bandung.
Liana (n.d.) menemukan pada 52 (populasi) karyawan bank di Kota
Malang terdapat efek signifikan antara stres kerja terhadap kepuasan kerja.

Hubungan Motivasi kerja dan Kepuasan kerja (skripsi dan tesis)


Dehaloo (2011), dalam disertasinya tentang motivasi kerja dan
kepuasan kerja guru di KwaZulu-Natal, melaporkan hasil penelitiannya
yang dirancang untuk mixed-methods dengan pendekatan eksplanatori.
Dalam fase kuantitatif, kuesioner melibatkan 100 responden dari lima
sekolah. Fase kualitatif melibatkan studi fenomenologikal dengan
mewawancarai 16 guru dari sekolah-sekolah. Hong & Waheed (2011)
menguji hubungan antara motivasi karyawan di industri retail dan tingkat
kepuasan kerjanya menggunakan teori higiene dan motivator Herzberg.
Dari penelitian ini ditemukan hubungan motivasi karyawan dengan
kepuasan kerja.
Suryana, Haerani, & Taba (n.d.) pada suatu kesempatan
melaporkan bahwa motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kepuasan kerja dalam penelitiannya yang melibatkan seluruh
populasi berjumlah 764 orang. Begitu pula disampaikan oleh Nalendra
(2008) bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan motivasi kerja
terhadap kepuasan kerja. Kurnia(n.d.) juga melaporkan motivasi kerja
berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja. Astuti &
Sudharma (n.d.), peneliti dari Universitas Udayana, melaporkan bahwa
motivasi seluruh karyawan pada hotel Bakung’s Beach Cottages Kuta Bali
yang berjumlah 59 orang berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kepuasan kerjanya. Dilanjutkan oleh Kartika &Kaihatu (2010), peneliti
dari Universitas Kristen Petra, melaporkan bahwa kepuasan kerja secara
signifikan dipengaruhi oleh motivasi karyawan restoran di Pakuwon Food
Festival Surabaya. Namun, Handayani (2012) justru melaporkan bahwa
motivasi tidak memengaruhi kepuasan kerja. 

Jenis Kelamin (skripsi dan tesis)


Jenis kelamin dalam penelitian ini lebih lihat secara konteks
gender. Yeni (Ardiansah, 2003) mengatakan bahwa gender dipahami
sebagai perbedaan laki-laki dan perempuan yang merupakan bentukan
sosial yang melekat walau tidak disebabkan oleh perbedaan jenis kelamin.
Hal ini sejalan dengan Iswati (2008) yang mengatakan bahwa dalam
perspektif gender perbedaan antara laki-laki dan perempuan merupakan
bentukan sosial, budaya yang sifatnya turun-temurun.
Palmer & Kandasaami (Iswati, 2008) mengelompokkan gender
dalam dua kelompok. Kelompok pertama terdiri atas dua model, yaitu
equity model dan complementary contribution model. Kelompok kedua
terdiri dari dua stereotipe, yaitu Sex Role Stereotypes dan Managerial
Stereotypes. Pada kelompok pertama, diasumsikan bahwa laki-laki dan
perempuan sebagai profesional adalah identik sehingga perlu ada satu cara
yang sama dalam mengelola. Laki-laki dan perempuan harus diuraikan
berdasarkan akses yang sama. Sementara asumsi pada kelompok kedua
adalah laki-laki dan perempuan mempunyai kemampuan yang berbeda,
oleh karenanya ada perbedaan dari sisi cara menilai, mengelola, dan
sebagainya.
Diuraikan lebih lanjut dalam Iswati bahwa klasifikasi stereotipe
merupakan proses pengelompokan individu dengan memberikan atribut
karakteristik pada individu berdasarkan anggota kelompok. Pengertian Sex
role stereotypes terkait dengan pandangan umum bahwa laki-laki lebih
berorientasi ada pekerjaan, obyektif, independen, agresif, dan pada
umumnya memiliki kemampuan lebih dibandingkan perempuan
dalampertanggungjawaban manajerial. Sedangkan pada sisi lain,
perempuan dipandang lebih pasif, lembut, berorientasi pada pertimbangan,
lebih sensitif dan lebih rendah posisinya pada pertanggungjawaban dalam
organisasi dibandingkan laki-laki. Ismiwati melajutkan bahwa Managerial
stereotypes memberikan pengertian manajer yang sukses sebagai
seseorang yang memiliki sikap, perilaku dan temperamen yang umumnya
lebih dimiliki laki-laki dibandingkan perempuan. 

Teori Stres Kerja (skripsi dan tesis)


Para ahli Stres dalam mengemukakan berbagai aspek yang
mengindikasikan stres kerja bagi individu, antara lain Mongolis & Kroes
dan McCormick.
Mongolis & Kroes (Wijono, 2013) memaparkan lima aspek terkait stres:
1) Kondisi subjektif dalam jangka waktu yang pendek. Misalnya
bimbang, tekanan dan marah.
2) Kondisi subjektif jangka waktu yang panjang dan respon
psikologis kronis. Misalnya sedih, malas secara umum dan
terasing. Menurut penulis, kondisi ini termanifestasi dalam
perilaku.
3) Pertukaran masalah fisiologis secara mendadak. Misalnya Leader
catecholamine dan tekanan darah.
4) Kesehatan fisik. Misalnya kerusakan gastrointestinal, sakit
jantung, penyakit kelelahan fisik.
5) Menurunnya prestasi.
McCormick (1997, dalam Kusumadewi, 2012) memaparkan aspek-aspek
pekerjaan setelah meneliti stres kerja guru menggunakan kuesioner yang
ia kembangkan dalam (Teacher Attribution of Responsibility for Stress
Questionnaire – TARSQ):
1) Subyektif
Perasaan yang hanya dapat dirasakan oleh individu yang
mengalaminya sendiri, misalnya perasaan gelisah, lesu, muram,
merasa lelah, kehilangan kesabaran, merasa harga diri rendah,
merasa tersisih dari rekan kerja.
2) Perilaku
Perilaku individu yang ditampilkan atau dimunculkan sebagai
akibat dari stres. Miesalnya makan berlebihan dan tidak sadar
bahwa bahnayk makanan yang telah dikonsumsi atau malas
makan serta merasa semua makanan terasa menjadi tidak enak
untuk disantap, mudah marah di dalam kelas saat mengajar, pola
tidur yang berubah dan tidak dapat tidur dengan nyenyak.
3) Kognitif
Individu tidak dapat berkonsentrasi dengan baik, tidak dapat
memfokuskan pikirannya pada satu hal, tidak bisa mengambil
keputusan dengan baik. Jelasnya, guru tidak dapat berkonsentrasi
dengan baik saat mengajar atau melakukan tugasnya sabagai
seorang guru, tidak bisa memfokuskan pikirannya pada suatu hal
yang harus dia selesaikan atau berkenaan dengan hal yang
penting.
4) Fisiologis
Aspek yang dilihat dari fisik, seperti denyut jantung meningkat,
gangguan pencernaan, tekanan darah stabil. Aspek fisiologis ini
berhubungan dengan kondisi fisik guru serta kesehatannya dan
dapat membawa dampak yang negatif bagi kesehatan individu itu
sendiri.
5) Keorganisasian
Keorganisasian mencakup school domain dan student domain,
yaitu peran manajemen sekolah, beban pekerjaan yang berlebih,
hubungan dengan teman sekerja, dan hubungan guru dengan
murid, serta tuntutan rumah atau kepentingan pribadi.
Pengukuran stres kerja ini penulis menggunakan aspek yang
disampaikan oleh McCormick. Subyek penelitian McCormick berasal dari
dunia edukasi sedangkan subyek penulis dalam penelitian ini adalah
industri komunikasi. Jelas keduanya berbeda karena edukasi pada
umumnya bukan berorientasi profit, sedangkan secara umum industri
telekomunikasi berorientasi profit, namun keduanya sama-sama terbangun
dan beroperasi dalam sistem organisasi. Dengan demikian, penulis
berpendapat bahwa definisi dan aspek stres kerja yang dikemukakan
McCormick dapat penulis gunakan untuk mengukur stres kerja karyawan
PT Telkom Kupang. 

Definisi Stres Kerja (skripsi dan tesis)


Istilah stres berasal dari kata dalam bahasa Latin, “stringere” yang
berarti “menarik kencang (to draw tight)” (Malik, Safwan, & Sindhu,
2011). Dalam bahasa Inggris, stres disebut “stress”, yang berarti
“ketegangan” atau “tekanan” (Echols & Shadly, 2003). Ketegangan ini
dapat memberi manfaat positif maupun negatif. Terdapat dua kategori dari
bentuk dasar stres, yaitu eustress dan distress. Colligan & Higgins (2005)
menerangkan bahwa eustress bisa dipahami sebagai stres positif atau stres
yang baik, sedangkan distress merupakan reaksi stres terhadap stresor
yang dinilai negatif. Eustress dan distress meliputi respon-respon secara
kognitif, perilaku, emosional, dan fisik. Lazarus (2000, dalam Colligan &
Higgins, 2005) menyatakan bahwa “stress comes from any situation or
circumstance that requires behavioral adjustment. Any change, either
good or bad, is stressful, and whether it’s a positive or negative change,
the physiological response is the same”.
Ivancevich, Konopaske & Matteson (2007) mendefinisikan stres
sebagai “suatu respon adaptif, dimoderasi oleh perbedaan individu, yang
merupakan konsekuensi dari setiap tindakan, situasi, atau peristiwa yang
memberikan tuntutan khusus terhadap seseorang”. Lazarus & Folkman’s
(Butler, n.d) mengatakan bahwa stres adalah “aparticular relationship
between the person and the environment that is appraised by the person as
taxing prexceeding his or her resourches and endangering his or her well
being”. Wijono (2012) menyatakan stres kerja sebagai suatu kondisi dari
hasil penghayatan subjektif individu yang dapat berupa interaksi antara
individu dan lingkungan kerja yang dapat mengancam dan memberi
tekanan secara psikologis, fisiologis, dan sikap individu.
Menurut Nykodym & George (1989, dalam Wijono, 2012), secara
umum, stres didefinisikan sebagai rangsangan eksternal yang mengganggu
fungsi mental, fisik, dan kimiawi dalam tubuh seseorang. Dalam kaitannya
dengan organisasi, Hielriegel & Slocum (1986, dalam Wijono, 2012)
menyatakan bahwa stres kerja merupakan umpan balik atas diri karyawan
secara fisiologis maupun psikologis terhadap keinginanan atau permintaan
organisasi. Beehr & Newman (1978, dalam Wijono, 2012) mendefinisikan
stres kerja sebagai suatu keadaan yang timbul dalam interaksi di antara
manusia dan pekerjaan.Mongolis & Kroes (Beehr & Newman, 1978,
dalam Wijono, 2013) memberikan definisi stres kerja sebagai suatu
interaksi antara situasi pekerjaan dan karakteristik pegawai yang
mengganggu kondisi pegawai secara psikologis atau homeostasi fisiologis.
Sedangkan McCormick (Kusumadewi, 2012) mendefinisikan stres kerja
merupakan perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan yang dialami
oleh individu dalam bekerja di tempat kerja; perasaan yang tidak
menyenangkan ini dapat mengakibatkan tekanan pada kondisi fisik, psikis
secara subjektif, kognitif maupun perilaku yang dapat membawa dampak
negatif terhadap individu itu sendiri. Dengan demikian, penulis
menyimpulkan stres kerja sebagai perasaan-perasaan tidak menyenangkan
sebagai respon adaptif individu terkait pekerjaan dan lingkungan kerja
organisasional yang termanifestasi pada kondisi fisik, psikologis, kognitif,
dan perilaku individu tersebut. 

Teori Motivasi Kerja (skripsi dan tesis)


Beberapa teori terkait motivasi pernah dikemukakan oleh para ahli.
Berikut beberapa teori tentang motivasi isi:
a. Hierarki Kebutuhan
Abraham Maslow mengidentifikasi lima tingkat dalam hierarki
kebutuhan (Luthans, 2006):
1. Kebutuhan fisiologis
Tingkat paling dasar dalam hierarki ini umumnya berhubungan
dengan kebutuhan primer. Menurut teori ini, sekali kebutuhan
dasar terpuaskan, mereka tidak lagi termotivasi.
2. Kebutuhan keamanan
Maslow menekankan keamanan emosi dan fisik. Keseluruhan
organisme mungkin menjadi mekanisme yang mencari keamanan.
3. Kebutuhan cinta
Tingkat kebutuhan yang berhubungan dengan kebutihan afeksi dan
afiliasi.
4. Kebutuhan penghargaan
Tingkat penghargaan mewakili kebutuhan manusia yang lebih
tinggi. Kebutuhan akan kekuasaan, prestasi, dan status dapat
dianggap sebagai bagian dari tingkat ini.
5. Kebutuhan aktualisasi diri
Tingkat ini adalah puncak semua kebutuhan manusia yang rendah,
sedang, dan lebih tinggi. Orang yang memiliki aktualisasi diri
adalah orang yang terpenuhi dan menyadari semua potensinya.
b. ERG(Existence, Relatedness, Growth)
Clayton P. Alderfer setuju dengan kebutuhan seperti hierarki
Maslow, namun hanya melibatkan tiga tahap kebutuhan. Ivancevich,
Konopaske & Matteson (2007) memaparkan kebutuhan menurut Alderfer
sebagai berikut:
1. Eksistensi (existence). Kebutuhan yang dipuaskan oleh faktorfaktor seperti makanan, udara, imbalan, dan kendisi kerja.
2. Hubungan (relatedness). Kebutuhan yang dipuaskan oleh
hubungan sosial dan interpersonal yang berarti.
3. Pertumbuhan (growth). Kebutuhan yang terpuaskan jika individu
membuat kontribusi yang produktif atau kreatif.
Sedangkan menurut Luthans (2006), Alderfer mengidentifikasi tiga
kelompok kebutuhan, yaituEksistensi (exixtence), Hubungan (relatedness),
dan Perkembangan (growth), yang kemudian disebut ERG. Kebutuhan
eksistensi berhubungan dengan kelangsungan hidup (kesejahteraan
fisiologis). Kebutuhan hubungan menekankan pentingnya hubungan sosial
atau hubungan antar pribadi. Kebutuhan perkembangan berhubungan
dengan keinginan intrinsik individu terhadap perkembangan pribadi.
Menurut Luthans (2006), Alderfer tidak berpendapat bahwa
kebutuhan tingkat rendah harus dipenuhi sebelum kebutuhan akan
motivasi pada tingkat lebih tinggi atau bahwa kehilangan bukan satusatunya cara mengaktifkan kebutuhan. Pendekatan Alderfer menambahkan
istilah regresi-frustrasi. Saat kebutuhan perkembangan yang berada di
urutan lebih tinggi tertekan atau tidak terpenuhi karena berbagai keadaan,
kemampuan yang rendah, atau faktor lain, maka individu cenderung
mundur kembali ke kebutuhan urutan lebih rendah dan lebih merasa
kebutuhan tersebut. Ivancevic, Konopaske & Matteson (2007)
menambahkan, jika seseorang terus menerus merasa frustrasi dalam usaha
untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan, kebutuhan hubungan langsung
muncul kembali sebagai kekuatan yang termotivasi, menyebabkan
individu mengarahkan ulang usahanya untuk memuaskan kebutuhan
mereka pada tingkat yang rendah.
c. Kebutuhan Berprestasi
Teori ini dipelopori oleh David McClelland. McClelland (As’ad,
2002) mengatakan bahwa timbulnya perilaku karena dipengaruhi oleh
kebutuhan- kebutuhan yang ada dalam manusia. Dalam diri manusia
terdapat tiga kebutuhan yang pokok yang mendorong tingkah laku
manusia. Dalam teorinya, McClelland mengemukakan bahwa terdapat tiga
motif yang berpengaruh pada prestasi kerja. Wijono (2012) bahkan
menguatkan bahwa motivasi berprestasi yang dikemukakan oleh
McClelland mempunyai peran penting dalam kaitannya dengan usaha
individu untuk mencapai tingkah laku tertentu dalam merealisasikan
prestasi kerja. As’ad (2002) melanjutkan, ketiga motif itu ialah kekuasaan,
afiliasi, dan berprestasi. Ketiga kebutuhan ini akan selalu muncul dalam
tingkah laku individu, hanya saja kekuatannya tidak sama antara
kebutuhan-kebutuhan itu pada diri seseorang. Ketiga kebutuhan akan
muncul dipengaruhi oleh situasi yang sangat spesifik. Jadi, selain
memengaruhi, motivasi berprestasi juga berorientasi pada realisasi dalam
kerja.
Sementara itu, tiga dimensi motivasi menurut Ivancevich, Konopaske &
Matteson(2007):
1. Arah
Berhubungan dengan apa yang akan seorang individu pilih ketika
ia dihadapkan dengan sejumlah alternatif yang mungkin dilakukan.
2. Intensitas
Merujuk pada kekuatan dari respon ketika arah dari motivasi telah
dipilih.
3. Ketekunan
Merujuk pada beberapa lama seseorang akan terus memberikan
usaha mereka.
McClelland (Wijono, 2012) kemudian menunjukkan tiga dimensi terkait
motivasi kerja:
1. Motif kekuasaan
Motif kekuasaan memberikan peran penting dalam meningkatkan
sebuah organisasi. Motif kekuasaan lebih digunakan oleh
pemimpin untuk memotivasi dan mengarahkan karyawannya agar
mereka menunjukkan prestasi kerja yang baik.
2. Motif afiliasi
Motif afiliasi hubungan interpersonal antara pemimpin dengan
karyawan agar tercipta suasana yang kondusif agar tercapai tujuan
organisasi.
3. Motif berprestasi
Motif berprestasi lebih mengarah kepada kepentingan di masa
depan untuk memeroleh prestasi yang lebih baik dalam bekerja.
Atas dasar teori motivasi kerja yang dikemukakan tersebut, penulis
dalam penelitian ini menggunakan dasar teori kebutuhan berprestasi yang
dijelaskan oleh McClelland (Wijono, 2012) yang terdiri dari tiga dimensi,
yaitu motif keberadaan, motof afiliasi, dan motif berprestasi, karena
dimensi-dimensi tersebut berkaitan erat dengan kondisi karyawan yang
ada di PT Telkom, khususnya di Kupang. 

Pengertian Motivasi Kerja (skripsi dan tesis)


Echols & Shadly (2003) menerjemahkan istilah motif, motive, dan
motivation. Motif berarti motif atau téma; Motive berarti alasan atau sebab;
dan motivation berarti (peng)alasan, daya batin, dorongan, atau motivasi.
Selain itu, istilah motivasi (motivation) berasal dari kata Latin untuk
movement [bhs Inggris] (movere) (Steers, Mowday & Shapiro, 2004) yang
berarti “menggerakkan” (Steers & Porter, 1975, dalam Wijono, 2012).
Motivasi berasal dari kata Latin movere, yang berarti “bergerak”.
Luthans (2006) mengartikan motivasi sebagai proses yang dimulai dengan
defisiensi fisiologis atau psikologis yang menggerakkan perilaku atau
dorongan yang ditujukan untuk tujuan atau insentif. Ia melanjutkan
tentang motivasi bahwa kunci untuk memahami proses motivasi
bergantung pada pengertian dan hubungan antara kebutuhan, dorongan,
dan insentif. Luthan (1998, dalam Tella, Ayeni & Popoola, 2007)
mendefinisikan motivasi sebagai “a proces that starts with a physiological
deficiency or need activates a behaviour or a drive that is aimed at a goal
incentive”. 

Aspek Kepuasan Kerja (skripsi dan tesis)


Kepuasan kerja memiliki tiga aspek penting, yaitu Nilai (values),
Kepentingan (importance), dan Persepsi (perception). Nilai, yang
dimaksud oleh Locke (Wijono, 2012) di sini meliputi penghargaan,
aktualisasi diri, dan pertumbuhan; Kepentingan, merupakan cara
seseorang menentukan penempatan nilai tersebut dalam dirinya seara kritis
sehingga terkait kepuasan kerja. Orang tidak hanya membedakan nilainilai yang mereka pegang tetapi kepentingan mereka dalam menempatkan
nilai-nilai tersebut, dan perbedaan-perbedaan tersebut secara kritis yang
dapat menentukan tingkat kepuasan kerja; Persepsi, yang dilakukan oleh
individu atas situasi saat ini dan nilai-nilai yang dianutnya, dapat
menentukan kepuasan kerja. Contoh dari ketiga komponen adalah dua
orang melakukan pekerjaan tetap yang sama dalam rentang waktu yang
sama pula, namun mengalami tingkat kepuasan yang berbeda. (h.120)
Locke (Luthans, 2006) mengatakan bahwa pekerjaan itu sendiri,
gaji, promosi, pengawasan, kelompok kerja, dan kondisi kerja
memengaruhi kepuasan kerja. Gaji yang dimaksud dalam konteks ini
adalah berupa uang. Uang membantu seseorang untuk memenuhi
kebutuhan dasar, juga kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi. Sebagai
benefit dalam pekerjaan, uang tidak terlalu berpengaruh, menurut Luthans,
karena karyawan tidak mengetahui jumlah pasti benefit yang diterima,
juga karena mereka tidak menyadari nilai moneter yang signifikan.
Meskipun begitu, jika benefit yang disediakan bersifat fleksibel (karyawan
bebas untuk memilih atau tidak memilih), maka benefit dapat
memengaruhi kepuasan kerja.
Promosi pernah menjadi faktor penting dalam menunjang
kepuasan kerja. Namun, dalam paradigma baru (Luthans, 2006)
lingkungan kerja yang positif dan kesempatan untuk berkembang secara
intelektual dan memperluas keahlian dasar menjadi lebih penting daripada
kesempatan promosi. Selain itu, terdapat pula supervisi (pengawasan).
Supervisi berkaitan dengan gaya kepemimpinan. Supervisi dalam konteks
ini terbagi atas supervisi yang berpusat pada karyawan dan supervisi yang
berpusat pada partisipasi. Supervisi yang berpusat pada karyawan
cenderung menggunakan aspek personal dan kepedulian pada karyawan.
Sedangkan dimensi supervisi yang lain cenderung melibatkan karyawan
pada penentuan kebijakan-kebijakan dalam perusahan. Iklim pastisipasi
yang diciptakan penyelia memiliki efek yang lebih penting pada kepuasan
pekerja daripada partisipasi pada kepuasan tertentu.
Kelompok dapat memengaruhi kepuasan kerja individu, namun ini
mungkin bergantung pada personalitas individu itu sendiri. Beberapa
individu dapat mengalami kepuasan pekerjaan jika ia didukung oleh tim,
sedangkan yang lain justru mengalami ketidakpuasan ketika ia harus
berada dalam sebuah tim. Misalnya, seorang entertainer dapat mencapai
kinerja yang optimal karena ia memang nyaman berada dalam situasi kerja
tim. Seorang ahli program komputer justru akan mengalami kepuasan
ketika ia diberi kebebasan untuk bekerja tidak dalam tim. Kondisi kerja
memiliki kecil pengaruhnya terhadap kepuasan kerja (Luthans, 2006),
namun itu hanya akan terjadi jika kondisi kerja benar-benar buruk. Justru
Luthans (2006) mengatakan bahwa saat ada keluhan mengenai kondisi
kerja, kadang-kadang hal ini tidak lebih dari manifestasi masalah lain.
Berdasarkan berbagai definisi dan teori tersebut, penulis
menyimpulkanbahwa kepuasan kerja merupakan reaksi evaluatif individu
atas pekerjaannya dengan melibatkan emosi dan sikap. Reaksi yang
penulis maksudkan adalah tanggapan afektif individu yang muncul setelah
stimulus terkait pekerjaan terjadi. Evaluatif adalah penilaian kritis individu
terhadap stimulus tersebut. 

Opponent-Process Theory (skripsi dan tesis)


Teori dikemukakan oleh Landy (Munandar, 2006). Ia memberi
tekanan pada keseimbangan emosional (emotional equlibrium).
Menurutnya, suatu emosi yang berlawanan muncul ketika terdapat emosi
tertentu yang sudah ada lebih dulu dalam diri individu. Emosi yang
berlawanan tersebut aktif sebagai akibat mekanisme fisiologis dalam pusat
saraf. Misalnya, seorang karyawan mempresentasikan proyek di depan
penyelianya. Sebelum dan saat sedang presentasi, karyawan tersebut
merasa kuatir ia melakukan kesalahan, sehingga timbul rasa tidak senang
dalam dirinya. Ternyata, ia mendapat sambutan hangat dari penyelianya.
Presentasinya berhasil, sehingga muncul rasa senang dalam dirinya. Jadi,
saat ini terdapat dua emosi dalam dirinya, yaitu rasa tidak senang dan rasa
senang. Dalam beberapa waktu kemudian, rasa senang berangsur
menghilang, sehingga tersisa rasa tidak senang. Rasa senang dan tidak
senang dalam waktu yang bersamaan inilah yang menciptakan
pertentangan terkait kepuasan dan ketidakpuasan dalam diri individu.
Adanya perubahan kepuasan secara bervariasi dalam rentang
waktu ke waktu mengakibatkan pengukuran kepuasan kerja perlu
dilakukan secara terus-menerus dan periodik sesuai dengan rentang waktu
secara interval. Menurut Wijono (2012), asumsi ini dibuat untuk
meminimalisir kondisi kepuasan kerja yang dipengaruhi oleh emosi yang
berlawanan sesuai dengan interval rentang waktu kejadiannya. 

Teori Kepuasan Kerja (skripsi dan tesis)


Wexley & Yukl(As’ad, 2002), memaparkan beberapa teori
kepuasan kerja,yaitu discrepancy theory, equity theory, dan two factor
theory:
a. Discrepancy theory
Porter (As’ad, 2002) memelopori teori ini dan kemudian
dilanjutkan oleh Locke (As’ad, 2002). Untuk mengukur kepuasan kerja,
Porter menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan
yang dirasakan. Locke menjelaskan bahwa kepuasan kerja seseorang
bergantung pada discrepancy antara should be (expectation, needs, atau
values) dengan apa yang menurut perasaannya atau persepsinya telah
diperoleh atau dicapai melalui pekerjaan. Terkait nilai yang dimaksudkan
oleh Locke, Wijono (2012) memperjelasnya, yaitu (1) ketidaksesuaian
yang dipersepsikan antara apa yang diinginkan individu dengan apa yang
dia terima dalam kenyataannya; dan (2) apa pentingnya pekerjaan yang
diinginkan oleh individu tersebut.
Discrepancy bisa positif atau negatif. Discrepancy positif terjadi
karena apa yang didapat lebih besar daripada apa yang diharapkan.
Sedangkan discrepancy negatif terjadi karena kenyataan lebih rendah
daripada harapan. Contohnya, seorang karyawan bergabung dalam suatu
perusahaan dengan harapan setelah 3 tahun bekerja ia akan mendapat
kenaikan jabatan. Ternyata baru 2 tahun bekerja, ia dipromosikan.
Karyawan ini kemudian mengalami discrepancy positif. Atau, ia tidak
mendapat promosi setelah 3 tahun bekerja, sehingga ia mengalami
discrepancy negatif. Jadi, sikap karyawan terhadap pekerjaannya
tergantung pada bagaimana ia merasakan discrepancy. Hal ini dikuatkan
oleh Wanous & Lawler (1972), yang dikutip oleh Wexley & Yukl (As’ad,
2002).
b. Equity theory
Teori ini menekankan bahwa orang akan merasa puas atau tidak
puas, tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak.
Dalam As’ad (2002, h. 105) dikatakan bahwa perasaan equity dan inequity
atas suatu situasi, diperoleh orang dengan cara membandingkan dirinya
dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun di tempat lain.
Wexley & Yukl (As’ad, 2002) memaparkan tiga elemen dari keadilan:
1) Input – Output
Input adalah “anything of value that an employee percieves
that he contributes to his job”. Hal ini menunjukkan bahwa input
berkaitan dengan kontribusi. Kontribusi ini dapat berupa
pendidikan, pengalaman, pendidikan, jumlah jam kerja, dan
sebagainya. Sedangkan outcome adalah “anything of value that the
employee percieves he obtains from the job”. Outcome
menunjukkan hasil. Hasil yang dimaksud di sini dapat berupa
pembayaran, bonus, status, kesempatan untuk berprestai, atau
berekspresi.
2) Comparison person
Individu membandingkan dirinya dengan orang lain. Dalam
As’ad (2002) disebutkan bahwa comparison person ialah kepada
orang lain dengan siapa karyawan membandingkan rasio inputoutputs yang dimilikinya. Dilanjutkan bahwa comparison person
ini bisa berupa seseorang di perusahaan yang sama, atau di tempat
lain, atau bisa pula dengan dirinya sendiri di waktu lampau.
3) Equity – Inequity
As’ad (2002) mengatakan bahwa menurut teori ini setiap
karyawan akan membandingkan ratio input-outcomes dirinya
dengan input-outcomes orang lain. Hal ini berarti perbandingan
yang dianggap adil mengakibatkan kepuasan, dan bila
perbandingan dirasakan tidak adil, baik overcompensation maupun
undercompensation akan menimbulkan ketidapuasan.
c. Teori Dua-Faktor (Two-factor theory)
Herzberg (Tietjen & Myers, 1998) meneliti perasaan karyawan
terhadap pekerjaannya atau sikapnya. Mereka mengajukan tiga
pertanyaan, yaitu (1) How can one specify the attitude of any individual
toward his or her job?; (2) What causes theses attitudes? (3) What are the
consequences of these attitudes?. Berdasarkan penelitian tersebut,
Herzberg (Tietjen & Myers, 1998).mengerucutkan pemahamannya
tentangkepuasan kerja sebagai “the feelings of people toward their work,
or their attitudes” – perasaan orang-orang terhadap pekerjaannya, atau
sikapnya.
Herzberg menemukan adanya beberapa hal yang berkaitan dengan
perasaan atau sikap orang dalam bekerja, dan kemudian membaginya
menjadi dua kelompok. Kelompok pertama, disebut motivator (job
factors), menyebabkan perasaan senang atau sikap yang baik pada
karyawan; kelompok kedua, hygiene factors (extra-job factors),
menyebabkan perasaan tidak senang atau sikap buruk. Kelompok
motivator secara keseluruhan berkaitan secara langsung dengan pekerjaan,
sedangkan hygiene tidak berkaitan secara langsung dengan pekerjaan.
Mendukung hal ini, As’ad (2002) menyatakan bahwa kepuasan kerja dan
ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda, demikian menurut
Herzberg. Ini memiliki makna bahwa kedua variabel tersebut bersifat
kontinyu. Herzberg et al. (Tietjen & Myers, 1998) memaparkan motivator
meliputi recognition, achievement, possibility of growth, advancement,
responsibility, dan work it self, sedangkan hygiene factors meliputi salary,
interpersonal relations-supervisor, interpersonal relations-subordinates,
interpersonal relations-peers, supervision – technical, company policy
and administration, working conditions, status, dan job security.