Minggu, 27 Maret 2022

Faktor – faktor yang mempengaruhi kadar glukosa darah (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Menurut Suyono (2009) faktor – faktor yang mempengaruhi kadar glukosa darah adalah :

 

  • Umur

Semakin tua umur seseorang maka resiko peningkatan kadar glukosa darah dan gangguan toleransi glukosa akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena melemahnya semua fungsi organ tubuh termasuk sel pankreas yang bertugas menghasilkan insulin. Sel pankreas bisa mengalami degradasi yang  menyebabkan hormon insulin yang dihasilkan terlalu sedikit, sehingga kadar gula darah menjadi tinggi.

  • Indeks Massa Tubuh

Indeks Massa Tubuh yang berlebihan dan obesitas menggambarkan gaya hidup yang tidak sehat. Salah satu penyebab yang sering ditemukan adalah karena makan berlebih. Pola hidup yang seperti ini dapat memperberat kerja organ tubuh termasuk kerja sel pankreas yang memproduksi hormon insulin dalam jumlah yang banyak karena banyaknya bahan makanan yang dikonsumsi.

  • Diet dan Susunan Makanan

Jenis diet dan komposisi makanan juga mempengaruhi kadar gula darah. Diet dengan pola menu seimbang lebih dianjurkan untuk menjaga kondisi kesehatan tubuh dan dapat menghindarkan dari beberapa jenis penyakit – penyakit khususnya penyakit degeneratif. Konsumsi makanan dalam jumlah yang tidak berlebihan dan teratur dapat mencegah pelonjakan kadar glukosa darah secara tepat. Jumlah total kalori seseorang dikategorikan baik adalah berkisar antara 80 % - 100 % dari total kalori yang dianjurkan. Cara menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan seseorang adalah dengan menggunakan rumus Harris Beneict yang mempertimbangkan jenis kelamin, BB, TB, umur, dan faktor aktifitas.

  • Jenis Makanan

Pemilihan jenis makanan sangat berperan dalam mengendalikan kadar gula darah. Makanan yang tinggi serat dan pemilihan jenis karbohidrat kompleks yang mempunyai indeks glikemik yang rendah dapat mengendalikan kadar gula darah dengan cara yang lebih aman dan sehat. Jenis makanan dengan indeks glikemik yang tinggi dapat mempercepat kenaikan kadar gula darah dan jika dikonsumsi dalam jangka panjang dapat mempercepat munculnya Gangguan Toleransi Glukosa (GTG). Apabila individu mengkonsumsi makanan indeks glikemik tinggi dalam jangka panjang, kebutuhan insulin tentunya akan bertambah banyak, terjadi hiperinsulinemia yang akhirnya muncul gangguan toleransi glukosa. (Pemayun, 2007)

  • Jenis Kelamin

Kadar glukosa darah menurut jenis kelamin sangat bervariasi. Kadar glukosa darah perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki – laki di Amerika. Hal ini berarti risiko gangguan toleransi glukosa pada wanita Amerika lebih tinggi dibandingkan laki – laki. Sama halnya dengan Amerika, wanita di Indonesia mempunyai risiko gangguan toleransi glukosa lebih tinggi dibandingkan dengan laki – laki, hal ini disebakan karena tingkat aktifitas fisik wanita Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan laki – laki, serta pada wanita diketahui komposisi lemak tubuh lebih tinggi dibandingkan dengan laki – laki. Komposisi lemak yang tinggi menyebabkan wanita akan cenderung lebih mudah gemuk dan hal ini berkaitan dengan risiko GTG. (Pemayun, 2007)

  • Aktifitas Fisik

Aktifitas fisik secara teratur menambah sensitifitas insulin dan menambah toleransi glukosa. Penelitian prospektif memperlihatkan bahwa aktifitas fisik berhubungan dengan berkurangnya risiko terhadap gangguan toleransi glukosa terutama pada kelompok berisoko tinggi yaitu wanita usia > 40 tahun dengan BB berlebih. Aktifitas fisik mempunyai efek menguntungkan pada lemak tubuh, distribusi lemak tubuh, dan kontrol glukosa darah sehingga dapat mencegah terjadinya Gangguan Toleransi Glukosa (GTG). Olah raga dapat mencegah peningkatan kadar gula darah disebabkan karena bertambahnya sensitivitas insulin yang dapat dicapai dengan pengurangan Indeks Massa Tubuh melalui bertambahnya aktifitas fisik. (Pemayun, 2007)

Indeks Glikemik (IG)(skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Indeks glikemik pangan merupakan indeks (tingkatan) pangan menurut efeknya dalam meningkatkan kadar gula darah. Pangan yang mempunyai IG tinggi bila dikonsumsi akan meningkatkan kadar gula dalam darah dengan cepat dan tinggi. Sebaliknya, seseorang yang mengonsumsi pangan ber-IG rendah maka peningkatan kadar gula dalam darah berlangsung lambat dan puncak kadar gulanya rendah (Widowati, 2008).

Indeks glikemik adalah nilai yang menunjukkan kemampuan suatu makanan yang mengandung karbohidrat dalam meningkatkan kadar glukosa darah. Salah satu implikasi indeks glikemik dalam kehidupan adalah untuk dapat membantu seorang penderita diabetes melitus atau seorang yang obesitas dalam memilih makanan, khususnya makanan-makanan yang indeks glikemiknya rendah. (Thompson, et al. 2011)

Makanan berkabohidrat memiliki efek terhadap konsentrasi glukosa darah yang dikenal sebagai respon glikemik. Beberapa makanan mampu meningkatkan dan menurunkan kadar glukosa darah dengan cepat, sedangkan beberapa makanan lain meningkatkan dan menurunkan kadar glukosa darah secara bertahap atau perlahan. Pemilihan makanan yang tepat dapat mempengaruhi kadar glukosa darah, kadar kolesterol dan kadar trigliserilda. Konsep indeks glikemik ditemukan untuk menunjukkan secara kuantitatif kemampuan makanan dalam mempengaruhi kadar glukosa darah. Konsep indeks glikemik pertama kali dikembangkan oleh Dr. David Jenkins, Professor Gizi di Universitas Toronto, pada tahun 1981. Konsep indeks glikemik pertama beranggapan bahwa setiap makanan berkabohidrat dapat mempengaruhi kadar glukosa darah. Indeks glikemik akhirnya dikembangkan dengan tujuan membantu pasien penderita diabetes dalam mengkonsumsi makanan. (Almatsier, 2010)

Garam Beryodium (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Garam beryodium adalah garam yang telah diperkaya dengan KIO3 (Kalium Jodidat) dalam bentuk larutan pada lapisan tipis garam sehingga diperoleh campuran yang merata. Sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) kadar yodium dalam garam ditentukan sebesar 30-80 ppm. Menurut WHO kebutuhan hariam tubuh akan yodium adalah 90 mcg pada umur 0-8 tahun, 120 mcg pada umur 9-13 tahun, 150 mg pada remaja/ dewasa dan 200 mg pada ibu hamil/ menyusui. Untuk menghindari pengaruh sampingan dari konsumsi garam yang berlebihan maka dianjurkan untuk mengkonsumsi garam tidak lebih dari 6-10 gram atau satu sendok teh setiap hari.

Standar Nasional Indonesia (SNI) garam konsumsi ditetapkan secara wajib terhadap produsen, distribusi/ pedagang sesuai dengan Kepres No. 69 tahun 1994 tentang Pengadaan Garam Beryodium untuk melindungi kesehatan masyarakat. Kebijakan ini berkaitan erat dengan masih tingginya kejadian Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) di Indonesia.

Penggunaan garam beryodium bertujuan  untuk menyediakan unsur yodium kepada masyarakat secara teratur dan berkesinambungan  agar masyarakat tercukupi kebutuhannya akan unsure yodium. Menurut Deperindag, jenis garam yang diproduksi oleh pabrik-pabrik adalah:

  1. Garam curia/krosok beryodium adalah garam yang  kristalnya kasar-kasar dipilih dari garam krosok bermutu baik, dibungkus dalam bungkus plastic transparan atau dalam karung plastic, dan dikonsumsi mas yarakat sebesar 17,9%
  2. Garam briket beryodium adalah garam berbentuk bata yang dike mas dalam plastik buram maupun transparan, berisi 12 bata dengan berat berkisar antara 1,5 kg sampai dengan 3,5 kg per plastik dan dikonsumsi masyarakat sebesar 26,9%
  3. Garam halus beryodium, adalah garam yang kristalnya sangat halus menyerupai gula pasir yang dikemas dalam plastik transparan disajiklan untuk garam meja dan dikonsumsi masyarakat s ebesar 55,1%

Dalam penyimpanan ada  kemungkinan turunnya kandungan yodium dalam garam beryodium, maka untuk melindungi konsumen ditetapkan persyaratan kandungan KIO3 dalam  garam beryodium sebagai berikut: di tingkat produksi 40-80 ppm dan tingkat distribusi/ konsumsi: 30-80 ppm.

Kestabilan Iodat Dalam Garam (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Kandungan spesi iodium yaitu iodida daniodat yang diperolehpada penelitian ini telahmemenuhi persyaratan minimun yang diatur dalam SNI No.01- 3556tahun 1994 dan Permenkes No.077/1995 yaitu sebesar 30-80 mg/kg Kestabilan iodat dalam garamdapur dipengaruhi oleh kadarair, tingkat kemurnian garam,jenis pengemas, prosespengolahan (iodisasi), kelembaban, suhu, kehadiran zat-zat pereduksi, pH dan lama penyimpanan (Arhya, 1995).

 Pengujian pengaruh lama penyimpanan, suhu dan kelembaban relative terhadap kestabilan iodat dan terjadinya spesiasi iodium dalam garam beriodium menunjukkan adanya pengaruh interaksi dari ketiga parameter tersebut, yang ditunjukan dengan terjadinya penurunan kadar iodat dan terbentuknya spesi iodida dan iodium, begitu juga pengaruh cara iodisasi, pH dan lama pemanasan/pemasakan. Selain senyawa besi keberadaan zat-zat pengotor yang bersifat higroskopis seperti magnesium klorida, kalsium klorida, magnesium sulfat, dan kalsium sulfat, mempunyai kemampuan menyerap air yang sangat besar, sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap kestabilan iodat dalam garam beriodium. Garam beriodium yang mengandung iodat kecil tetapi kadar iodida (hasil penguraian iodat) yang tinggi masih dapat digunakansebagai sumber iodium,asalkan memenuhi syarat berkisar 30 –80 mg kg (Arhya, 1995).

Dampak Defisiensi Garam (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Gangguan Akibat Kurang Yodium atau GAKY adalah sekumpulan gejala yang timbul karena tubuh seseorang kekurangan unsur yodium secara terus menerus dalam jangka waktu yang cukup lama (Depkes RI,2007). Masalah GAKY merupakan masalah yang serius mengingat dampaknya secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kelangsungan hidup dan kuallitas sumber daya manusia yang mencakup 3 aspek, yaitu aspek perkembangan kecerdasan,aspek perkembangan social dan aspek perkembangan Ekonomi (Depkes RI, 2007).

  1. Aspek Perkembangan Kecerdasan (Intelegensi)

Pada umumnya keluarga telah memiliki pengetahuan dasarmengenai gizi. Namun demikian sikap dan keterampilan serta kemauanuntuk bertindak memperbaiki gizi keluarga masih rendah. Sebagiankeluarga menganggap asupan makanannya selama ini cukup memadaikarena tidak ada dampak buruk yang mereka rasakan. Sebagian keluargajuga mengetahui bahwa ada jenis makanan yang lebih berkualitas namunmereka tidak ada kemauan dan tidak mempunyai keterampilan untukmenyiapkannya. (Depkes RI, 2007)

  1. Aspek Perkembangan Sosial

Dampak sosial yang ditimbulkan GAKY berupa terjadinyagangguan mental, lamban, kurang bergairah sehingga orang macam inisulit untuk dididik dan dimotivasi. Penderita kretin untuk selamanyamenjadi beban sosial bagi keluarga dan masyarakat sekitarnya.c. Aspek Perkembangan EkonomiUsaha peternakan didaerah defisit iodium tidak akan berhasilkarena hewan peliharaan yang mengalami kekurangan iodium akanberukuran lebih kecil, kurus, produksi telur sedikit, kurang kesuburan danlain-lain. Dampak GAKY terhadap keadaan ekonomi akan di perlihatkandengan pengalaman negara China dimana setelah 8 tahun upaya penanggulangan dilakukan terjadi peningkatan produktifitas dan income perkapita besar 15 %. Dengan perhitungan ini maka secara kasar diIndonesia GNP akan meningkat jika masalah GAKY dapat ditanggulangi.(Depkes RI, 1990)

Manfaat Garam Iodium (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Garam beryodium adalah garam yang telah diperkaya dengan yodium, yang dibutuhkan tubuh untuk membuat hormon yang mengatur pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan (Dekes RI, 2009). Garam beryodium dapat mencegah Gangguan Akibat KurangYodium (GAKY) yang ditunjukkan dengan tanda-tanda adanya pembesaran kelenjar gondok, terhambatnya pertumbuhan (pendek atau cebol) gangguan perkembangan mental, gangguan fungsi syaraf otak (gangguan kecerdasan,bisu, tuli dan juling).(Depkes RI, 2007)

Kebutuhan Iodium (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Kebutuhan iodium bervariasi menurut umur dan kondisi-kondisi tertentu. Kebutuhan pada anak-anak berbeda dengan kebutuhan orangdewasa akan iodium perharinya. Keadaan fisiologi tertentu dari tubuhseperti misalnya pada wanita dan ibu menyusui, jumlah kebuutuhan tubuhakan zat iodium akan berbeda. Kebutuhan tubuh per harinya sekitar 1-2 gper kg berat badan. Perkiraan kecukupan yang dianjurkan sekitar 40-120g perhari untuk anak-anak umur dibawah 19 tahun dan 150 g perhariuntuk orang dewasa. Untuk wanita hamil dan menyusui dianjurkan tambahan masing-masing adalah 10 g/hari (Hetzel, 1993). Sumber utama iodium adalah laut, sehingga makanan laut merupakan makanan yang paling kaya dengan iodium. Didaerah pantai, air dan tanah mengandung banyak iodium sehingga tanaman yang tumbuh didaerah pantai mengandung cukup banyak iodium. Semakin jauh tanah dari pantai semakin sedikit pula kandungan iodiumnya dan salah satu penanggulangan kekurangan iodium adalah melalui fortifikasi

Morfologi Sel Epite (skripsi, tesis, dan disertasi)

l

Jaringan epitel membatasi permukaan bebas di dalam tubuh dan menutupi permukaan tubuh. Misalnya kulit, ditutupi oleh epitelium yang dikenal sebagai epidermis; saluran pencernaan makanan berikut turunannya, lumennya dibatasi oleh epitelium. Jaringan ini dibangun oleh sel-sel yang sejenis, tersusun selapis atau berlapis-lapis dengan adhesi yang kuat antar sel, sehingga membangun lembaran-lembaran sel. Epitel mempunyai permukaan bebas atau apeks yang membatasi lumen atau lingkungan dan permukaan yang bertumpu pada membran basal yang disebut permukaan basal (Junqueira, 1992).

Membran basal terdiri dari lamina basal yang amorf, yang berbatasan dengan epitelium dan suatu lamina retikular yang terdiri dari serabut kolagen tipe IV. Pembuluh darah tidak menembus membran basal. Epitel mendapat makanannya melalui proses difusi. Hubungan antar sel di bagian apeks dilengkapi dengan struktur adhesif yang disebut kompleks hubungan. Kompleks hubungan ini memisahkan lingkungan dalam organisma dari lingkungan luar yang mungkin merusak, toksik dan dapat menyebabkan infeksi. Juga menyebabkan hubungan yang kuat antar sel. Kompleks hubungan dapat dijumpai sebagai:

  • Zonula occludens atau “tight junction” merupakan suatu sabuk yang mengelilingi apeks sel epitel. Bagian ini dibangun oleh anyaman tanggul-tanggul yang beranastomose ang membangun hambatan (barrier) bagi pergerakan molekul-molekul dari lumen ke ompartemen lateral ekstrasel.
  • Zonula adherens atau “intermediate junction” terdapat tepat di bawah zonula ccludens, berfungsi sebagai struktur adhesif antar sel. Macula adherens atau desmosom” berfungsi mengikat sel. “Gap junction” atau nexus berfungsi melalukan ionion dan molekul-molekul kecil antar sel epitel yang berbatasan (Adelberg, 1996).

 

Morfologi Sel Trakea (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Batang tenggorokan atau trakea terletak di daerah leher didepan kerongkongan. Batang tenggorokkan berbentuk pipa dengan panjang 10 cm. dinding trakea terdiri atas 3 lapisan, lapisan dalam berupa epithel bersilia dan berlendir. Lapisan tengah tersusun atas cincin tulang rawan dan berotot polos. lapisan luar tersusun atas jaringan ikat. Cincin tulang rawan berfungsi untuk mempertahankan bentuk pipa dari batang tenggorokkan, sedangkan selaput lendir yang sel-selnya berambut getar berfungsi menolak debu dan benda asing yang masuk bersama udara pernapasan. Akibat tolakan secara paksa tersebut kita akan batuk atau bersin (Price SA, 2005)

Trachea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan dibelakang manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni) atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot (Soepardi EA, Iskandar HN, 2001).

Apabila digambarkan secara berurut dari lumen ke arah luar dinding maka trakea dibangun oleh lapisan-lapisan sebagai berikut :

  1. Mukosa : terdiri atas epitel berlapis banyak palsu bersilia dengan sel-sel gada dan jaringan ikat yang mengandung kelenjar seromukus. Di dekat epitel banyak terdapat serabut-serabut elastin.
  2. Cincin rawan hialin yang terbuka di bagian dorsal
  3. Otot trakea : merupakan sel-sel otot polos yang tersusun transversal, terdapat di antara kedua ujung cincin rawan.
  4. Adventisia, berupa jaringan ikat kendur (Soepardi EA, Iskandar HN, 2001)

Pada cincin rawan terdapat bulu-bulu halus yang dapat menahan benda asing yang masuk bersama udara. Adanya cincin rawan ini sehingga batang tenggorokan selalu terbuka (Price SA, 2005).

Efek Kronik Formaldehid terhadap Manusia (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Paparan formaldehid kronik dapat menyebabkan kanker (Huff, 2001). United States Agency for Toxic Substances and Disease Registry (1999) menggolongkan formaldehid sebagai bahan karsinogen untuk manusia. Formaldehid merupakan xenobiotic yang dapat bersifat karsinogen bagi tubuh melalui paparan hirupan (inhalation) maupun paparan telanan (ingestion) (WHO, 1989)

Xenobiotic merupakan senyawa asing bagi tubuh. Secara sistemik akan dimetabolisme dalam hati dan diekskresikan ke luar tubuh melalui 2 fase reaksi perubahan yaitu hidroksilasi dan konjugasi. Reaksi hidroksilasi mengubah xenobiotic menjadi derivat xenobiotic terhidroksilasi yang lebih mudah larut air dengan dikatalisis oleh kelompok enzim monooksigenase atau sitokrom P450. Selanjutnya derivat xenobiotic terhidroksilasi hasil metabolisme fase I akan terkonjugasi dengan molekul asam glukuronat dan glutation (GSH S-transferase) untuk kemudian diekskresikan bersama urin atau getah empedu (WHO, 1989).

Apabila kedua fase reaksi metabolisme xenobiotic tersebut terganggu, maka xenobiotic tadi tidak dapat diekskresikan ke luar tubuh dan akan tertahan dalam jaringan adiposa. Xenobiotic ini akan menjadi senyawa xenobiotic reaktif yang berikatan secara kovalen dengan makromolekul sel, meliputi DNA, RNA dan protein. Senyawa ini akan menyebabkan cedera sel (kerusakan DNA). Cedera ini akan diperbaiki dengan mekanisme apoptosis dan reparasi DNA. Apabila cederanya mengenai gen supresor tumor p53, maka akan menyebabkan mutasi struktur DNA yang diturunkan dan akan terjadi disfungsi gen-gen bersangkutan menyebabkan penyimpangan pertumbuhan sel normal menjadi sel kanker (WHO, 1989).

Menurut Monticello et al. (1996), dan Kerns et al. (1983), paparan formaldehid dalam jangka waktu lama (kronik) menyebabkan tumor hidung pada tikus. Dan Nolodewo et al. (2007), melaporkan bahwa individu yang terpapar formaldehid mempunyai kemungkinan 16 kali lebih besar untuk menderita kanker nasofaring daripada individu yang tidak terpapar.

Selain dapat menyebabkan kanker, paparan kronik formaldehid juga dapat menyebabkan gangguan sistem reproduksi. Data dari Reproductive and Development Toxycants (1991) menyebutkan bahwa 30 bahan kimia (termasuk formaldehid) dapat mempengaruhi sistem reproduksi manusia, seperti gangguan menstruasi. Penelitian pada binatang yang pernah dilakukan juga membuktikan adanya gangguan pada spermatogenesis (ASTDR, 1999).

Efek Akut Formaldehid terhadap Manusia (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Formaldehid, baik dalam bentuk uap maupun larutan mempunyai efek yang besar terhadap kesehatan manusia. Formaldehid dapat menyebabkan iritasi lokal pada membran mukosa, termasuk mata, hidung, dan saluran pernapasan atas. Jika formaldehid mengenai kulit maka dapat menyebabakan iritasi dan dermatitis alergi. Sedangkan bila tertelan dapat menyebabakn iritasi saluran pencernaan (ATSDR, 1999).

Banyak penelitian mengenai efek formaldehid terhadap kesehatan manusia. Misalnya, paparan formaldehid (1-3 ppm) menyebabkan iritasi pada mata dan saluran pernapasan atas (Weber-Tschopp et al., 1977; Kulle et al., 1987). Kebanyakan orang tidak bisa mentoleransi terhadap paparan yang lebih dari 5 ppm; diatas 10-20 ppm menyebabkan gejala yang memburuk dan terjadi pernapasan pendek (Feinman, 1988). Pada konsentrasi yang rendah, formaldehid sudah memberikan efek yang mengganggu kesehatan manusia. Sudah dapat dipastikan bahwa jika konsentrasi paparan formaldehid tersebut tinggi maka akan menimbulkan efek yang lebih hebat lagi bagi manusia. Konsentrasi yang tinggi dari formaldehid menyebabkan obstruksi hidung, edema paru, dyspnea, dan dada terasa sesak (Porter, 1975; Solomon dan Cochrane, 1984).

Penelitian yang dilakukan Weber-Tschopp et al. (1977), dimana 33 subjeknya diberikan paparan formaldehid antara 0,03-3,2 ppm selama 35 menit didapatkan hasil pada konsentrasi 1,2 ppm menyebabkan iritasi mata dan hidung, konsentrasi 1,7 ppm frekuensi mengedip menjadi sering, dan konsentrasi 2,1 ppm menyebabkan iritasi tenggorokan.

Berikut ini adalah gejala yang ditemukan akibat terpapar formaldehid akut (ATSDR, 1999) :

  1. CNS, gejalanya adalah malaise, sakit kepala, gelisah, mudah marah, kelemahan ketrampilan, gangguan memori dan keseimbangan.
  2. Respirasi, gejalanya adalah iritasi hidung dan tenggorokan, batuk, nyeri dada, napas pendek, dan wheezing. Konsentrasi yang tinggi menyebabkan inflamasi pada saluran pernapasan bawah.
  3. Metabolisme, adanya akumulasi dari asam format dalam tubuh menyebabkan ketidakseimbangan asam-basa dan menyebabkan ketidakseimbangan tekanan osmotik akibat absorpsi metanol.
  4. Sistem imun, pada orang yang sensitif jika terjadi inhalasi dan kontak kulit dapat menyebabakn iritasi kulit, reaksi asma, dan reaksi anafilaksis.
  5. Gastrointestinal, tertelannya larutan formaldehid dapat menyebabkan cedera esofagus dan lambung (karena formaldehid bersifat korosif). Mual, muntah, diare, nyeri abdomen, dan ulserasi dan perforasi orofaring, epiglotis, dan esofagus.
  6. Mata, pada konsentrasi rendah menyebabakan iritasi mata yang dapat berkurang dalam beberapa menit setelah terpapar. Terkena larutan formaldehid pada mata menyebabkan ulserasi kornea, permukaan mata menjadi kotor, kematian sel-sel permukaan mata, perforasi, dan bahkan kehilangan penglihatan secara permanen.
  7. Kulit, menyebabakn iritasi kulit dan kulit terbakar. Pada orang yang sensitif, paparan formaldehid yang rendah pun dapat menyebabkan dermatitis.

 

Efek Formaldehid (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Formaldehid adalah bahan kimia yang ditemukan oleh Butlerov pada tahun 1859, dan telah digunakan secara komersial sejak tahun 1900-an. Dalam perdagangan, umumnya formaldehid berbentuk larutan yang mengandung      30%-56% formaldehid dengan 0,5%-15% metanol yang disebut formalin (Gerberich et al., 1980). Sekitar 30 tahun sejak ditemukannnya formaldehid, bidang kesehatan juga menggunakan formaldehid sebagai disinfektan dan pengawet jaringan atau organ anatomi (Suruda et al., 1993; Bedino, 2004). Dan telah diresmikan sebagai larutan pembalsam sejak tahun 1900 (Plunkett dan Barbella, 1977).

Formaldehid sengaja diproduksi manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam berbagai bidang, misalnya bidang industri. Secara industri, formaldehid disintesis dari hasil oksidasi katalitik metanol (ATSDR, 1999). Katalis yang paling sering dipakai adalah logam perak atau campuran oksida besi dan molibdenum serta vanadium. Dalam sistem oksida besi (proses Formox), reaksi metanol dan oksigen terjadi pada 250° C dan menghasilkan formaldehid

Manfaat Formaldehid (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Formaldehid adalah bahan kimia yang ditemukan oleh Butlerov pada tahun 1859, dan telah digunakan secara komersial sejak tahun 1900-an. Dalam perdagangan, umumnya formaldehid berbentuk larutan yang mengandung      30%-56% formaldehid dengan 0,5%-15% metanol yang disebut formalin (Gerberich et al., 1980). Sekitar 30 tahun sejak ditemukannnya formaldehid, bidang kesehatan juga menggunakan formaldehid sebagai disinfektan dan pengawet jaringan atau organ anatomi (Suruda et al., 1993; Bedino, 2004). Dan telah diresmikan sebagai larutan pembalsam sejak tahun 1900 (Plunkett dan Barbella, 1977).

Formaldehid sengaja diproduksi manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam berbagai bidang, misalnya bidang industri. Secara industri, formaldehid disintesis dari hasil oksidasi katalitik metanol (ATSDR, 1999). Katalis yang paling sering dipakai adalah logam perak atau campuran oksida besi dan molibdenum serta vanadium. Dalam sistem oksida besi (proses Formox), reaksi metanol dan oksigen terjadi pada 250° C dan menghasilkan formaldehid

Metabolisme Formaldehid (skripsi, tesis, dan disertasi)

Formaldehid sebenarnya sudah terdapat dalam tubuh manusia dalam jumlah kecil. Di dalam tubuh, formaldehd dibentuk dari serine, glycine, methione dan coline melalui proses demetilasi dari N-, O-, dan S-methyl (IPCS, 2002). Sedangkan formaldehid yang terinhalasi dari luar akan diserap dan mengendap dalam saluran pernapasan karena formaldehid mudah larut dengan air dan sangat reaktif (Heck et al., 1983).

Setelah dibsorbsi formaldehid akan termetabolisme dengan cepat. Ada beberapa cara metabolisme formaldehid (Kallen dan Jencks, 1966). Yang pertama melalui one-carbon pool pathway; terjadi biosintesis protein dan asam nukleat melalui reaksi langsung dengan tetrahydrofolate. Cara yang kedua melalui konjugasi glutation dan oksidasi oleh formaldehyde dehidrogenase. Dan cara yang ketiga melalui oksidasi oleh enzim katase peroksisomal. Sebagian dari hasil metabolisme akan didistribusikan ke dalam sel melalui darah dan sebagian lainnya akan dibuang melalui urin dan ketika bernapas dalam bentuk CO2 (Keefer et al., 1987).

Cara metabolisme formaldehid yang terkenal adalah  melalui konjugasi glutation dan oksidasi oleh formaldehyde dehydrogenase. Melalui paparan hirupan (inhalation), formaldehid mudah bereaksi di lokasi sentuhan (the site of contact) yang kemudian diabsorpsi oleh saluran pernapasan. Sebagian formaldehid yang mengenai mukosa saluran pernapasan akan terhidrasi menjadi methylene glycol dan sebagian lagi tetap menjadi formaldehid bebas. Kedua formaldehid tersebut masuk ke dalam lapisan epitel. Dalam lapisan epitel, formaldehid berikatan dengan glutation menjadi S-hydroxymethylglutathione. Selanjutnya, S-hydroxymethylglutathione dioksidasi menjadi S-formylglutathione oleh formaldehyde dehydrogenase (ADH3). Hidrolisis dari S-formylglutathione menghasilkan asam format dan glutation. Asam format akan dieliminasi melalui urin, feses, dan melalui hembusan napas (CO2). Adanya glutation dan formaldehyde dehydrogenase (ADH3) di dalam epitel saluran pernapasan mempengaruhi jumlah formaldehid dalam darah. Ketika glutation termetabolisme, formaldehid bebas yang ada dalam sel akan berikatan dengan DNA, RNA, dan protein melalui hubungan silang (cross-linked). Senyawa ini akan menyebabkan cedera sel (TSD, 2008).

Formaldehyde dehydrogenase (ADH3) merupakan pusat metabolisme formaldehid dalam tubuh. S-nitrosoglutathione (GSNO) merupakan bronkodilator dalam tubuh dan reservoir dari aktivitas nitric oxide (NO) (Jensen et al., 1998). Dalam suatu sel, formaldehid muncul karena rangsangan dari Formaldehyde dehydrogenase (ADH3) yang diperantarai oleh reduksi S-nitrosoglutathione (GSNO) (Staab et al., 2008).

Sifat Fisik dan Kimia Formaldehid (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Formaldehid merupakan aldehid yang sangat reaktif dan tersusun dari unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksida dengan rumus umum CH2O (Fielder et al., 1981). Formaldehid adalah bahan kimia yang mudah terbakar. Pada suhu normal, formaldehid berbentuk gas tidak berwarna dan mempunyai bau yang sangat tajam sehingga membuat sesak (Budavari et al., 1989). Bau formaldehid sudah dapat terdeteksi pada konsentrasi di bawah 1 ppm. Terdapat perbedaan ambang batas konsentrasi dari bau formaldehid yang dapat terdeteksi. Menurut ATSDR (1999) ambang batasannya adalah antara 0,05-0,5 ppm. Sedangkan menurut Gerberich et al. (1994), berkisar antara 0,06-0,5 ppm.

Formaldehid mudah larut dengan air, alkohol, dan pelarut polar lain, tapi sukar larut apabila dengan larutan non-polar. Metanol atau bahan lain biasanya ditambahkan kedalam larutan formaldehid sebagai stabilitator dalam menghambat polimerasasi. Diatas suhu 150o C formaldehid akan terdekomposisi menjadi metanol dan karbon dioksida (CO2). Pada tekanan atmosfer, formaldehid mudah mengalami foto-oksidasi dengan cahaya matahari. Reaksi itu terjadi dengan cepat (WHO, 1989).

            Dalam ilmu biologi, formaldehid bisa terhidrasi dengan air, bereaksi dengan hidrogen aktif seperti yang terdapat pada ammonia, amines, amide, thiols, phenols dan nitro-alkanes, dan terkondensasi dengan hidrogen klorida di dalam air menjadi chloromethyl ether (Weiss et al., 1979).

Infeksi Nifas (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat genitalia dalam masa nifas .Masuknya kuman-kuman dapat terjadi dalam kehamilan, waktu persalinan dan nifas. Demam nifas adalah demam dalam masa nifas oleh sebab apapun. Disebut juga dengan morbiditas puerpuralis. Menurut Mochtar (1989) demam nifas  adalah kenaikan suhu badan sampai 38OC atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama post partum, kecuali pada hari pertama.

Sedangkan menurut Joint Committee on Maternal Welfare morbiditas puerperalis ialah kenaikan suhu sampai 38OC atau lebih, selama 2 hari pada 10 hari pertama post partum. Kecuali jika terjadi demam pada hari pertama. Suhu diukur dari mulut sedikit-dikitnya 4 kali sehari.

 

Berbagai penyebab demam  nifas bermacam macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan , seperti eksogen (kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh), dan endogen (dari jalan lahir sendiri). Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50% adalah streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir.

Kuman kuman yang sering menyebabkan infeksi antara lain adalah:

  1. Streptococcus haemoliticus aerobic.

Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang ditularkan dari penderita lain, alat alat yang tidak steril, tangan penolong, dan sebagainya.

  1. Staphylococcus aureus.

Masuk secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi di rumah sakit .

  1. Escherichia coli.

Sering berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi terbatas.

 

 

  1. Clostridium welchii.

Kuman anaerobik yang sangat berbahaya, sering ditemukan pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong dukun dari luar rumah sakit  (Wiknjosastro.1992).

Infeksi nifas dapat di bagi atas 2 golongan, yaitu:

  1. Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan endometrium.
  2. Penyebaran dari tempat tersebut melalui vena, aliran limfe dan permukaan
    1. Infeksi perineum, vulva, vagina, dan serviks:
      1. Gejalanya berupa rasa nyeri dan panas pada tempat infeksi, kadang-kadang perih saat kencing .
      2. Bila getah radang bisa keluar, biasanya keadaannya tidak berat, suhu sekitar 38OC dan nadi di bawah 100 per menit.

Bila luka yang terinfeksi, tertutup jahitan dan getah radang tidak dapat keluar, demam bisa naik sampai 39–40OC,  kadang - kadang disertai menggigil .

 

 

  1. Endometritis :
    1. Kadang -kadang lokia tertahan dalam uterus oleh darah, sisa plasenta dan selaput ketuban yang disebut lokiometra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu .
    2. Uterus agak membesar , nyeri pada perabaan.
  2. Septikemia :
    1. Sejak permulaan, pasien sudah sakit dan lemah .
    2. Sampai 3 hari pasca persalinan suhu meningkat dengan cepat, biasanya disertai menggigil .
    3. Suhu sekitar 39-40OC, keadaan umum cepat memburuk, nadi cepat (140-160 kali per menit atau lebih) .
    4. Pasien dapat meninggal dalam 6-7 hari pasca persalinan .

Hemaglobin dan Hematokrit (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Evaluasi kadar hemoglobin dan hematokrit merupakan bagian penting dalam pemeriksaan darah lengkap. Pemeriksaan dilakukan secara rutin pada pasien yang melakukan persalinan secara bedah sesar. Kadar hemoglobin menunjukkan perkiraan kemampuan kapasitas angkut oksigen. Isitilah hematokrit sering digunakan untuk menunjukkan presentasi jumlah eritrosit dari keseluruhan sel darah (Anne, 1998).

Selama kehamilan volume darah meningkat sampai 50% dan peningkatan eritrosit kurang dari 33%. Peningkatan relatif volume plasma hematokrit yang lebih rendah. Nilai normal hemoglobin pada wanita hamil adalah lebih dari 10,5g/dl (Incorpi, 2007).

Bedah Sesar (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Pengertian bedah sesar secara umum adalah melahirkan bayi,plasenta dan selaput ketuban melalui insisi dinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerotomi) (Cunningham et al, 2005). Sedangkan menurut Rustam Mochtar, (1992). Bedah sesar adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut.

Menurut Sarwono (1991).Bedah sesar adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram

Bedah sesar merupakan operasi yang paling banyak dilakukan terhadap wanita. Operasi bedah sesar pada manusia hidup dilakukan pada tahun 1610. Dilaporkan pasien meninggal 25 hari kemudian. Sejak saat itu mulai dilakukan beberapa penelitian metode bedah sesar untuk mendapatkan prosedur operasi yang aman.

Selama 35 tahun terakhir tindakan bedah sesar meningkat dari 5% menjadi 25%. Dalam kurun waktu tersebut terjadi penurunan angka kematian maternal di dunia dari 300 menjadi 10 per 100.000 kelahiran hidup. Berikut ini kondisi yang sering meningkatkan frekuensi bedah sesar yaitu riwayat bedah sesar (35%) partus tak maju (30%) presentasi bokong (12%) gawat janin (14%) dan karena alasan lain (14%) (Anonim, 2005; Harish, 2005; Incorpi, 2007).

Bedah sesar dilakukan pada kasus dimana persalinan vaginal akan meningkatkan risiko terhadap ibu, janin atau keduanya. Terdapat indikasi maternal, fetal atau keduanya. Indikasi maternal meliputi pendarahan antepartum oleh plasenta previa. Indikasi fetal meliputi gawat janin, malpresentasi, kelainan kongenital seperti hidrosefalus, penyakit infeksi ibu yang dapat ditularkan ke fetus melalui persalinan vaginal seperti herpes aktif dan infeksi HIV sedang indikasi fetal dan maternal meliputi plasenta previa dan disproporsi kepala panggul (Cunningham, 2001; Incorpi, 2007).

Terdapat beberapa teknik operasi bedah sesar. Teknik operasi yang digunakan tergantung dari faktor situasi klinis yang dihadapai saat operasi dan ketertarikan operator terhadap teknik operasi.

Beberapa jurnal banyak melaporkan teknik operasi bedah sesar mulai dari insisi abdomen, cara insisi uterus, melahirkan plasenta, penutupan insisi uterus, dan penutupan peritonium.

Insisi abdomen meliputi insisi vertikal (linea mediana dan para median) dan transversal (Panensteal, Maylard, Cherney dan Joel Cohen). Insisi linea mediana yaitu  di antara umbilikus dan simpisis pubis. Insisi linea mediana mempunyai keuntungan lebih cepat mencapai cavum abdomen dan jumlah pendarahan lebih sedikit. Pada insisi linea mediana sering terjadi dehisiensi setelah opearasi dan hernia pada tempat insisi (Cunigham, 2001; Hofmeyr, 2004;Incorpi, 2007).

Tipe insisi uterus meliputi insisi tranversal pada segmen bawah rahim (SBR), insisi vertical (klasik), irisan T terbalik dan irisan J. Insisi transversal pada SBR merupakan insisi paling banyak digunakan.

Insisi ini lebih menguntungkan karena daerah SBR vaskularisasi lebih sedikit sehingga jumlah pendarahan lebih sedikit dan lebih mudah dijahit. Komplikasi operasi insisi SBR lebih sedikit jumlah pendarahan minimal dan insidensi dehidensi atau ruptur uterus lebih sedikit.

Insisi vertikal klasik irisan pada corpus uteri digunakan pada keadaan klinis tertentu seperti letak lintang, janin preterm dan plasenta previa anterior.

Insisi klasik jarang digunakan karena risiko pendarahan lebih banyak, penutupan lebih lama, resiko dehisiensi atau rupture uteri pada kehamilan berikutnya lebih tinggi. Pada keadaan tertentu operator kadang perlu melebarkan insisi vertical SBR untuk memudahkan bayi lahir. Pelebaran insisi pada pertengahan SBR yaitu irisan T terbalik, sadang pelebaran vertical pada ujung SBR yaitu irisan J (Incorpi, 2007; Hofmeyr, 2004; Gates, 2004).

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa bedah sesar adalah irisan yang dilakukan pada dinding abdomen dan uterus yang utuh dengan tujuan untuk melahirkan bayi pada kehamilan cukup bulan.

Pengertian Prestasi Akademik (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Penilaian terhadap hasil belajar siswa untuk mengetahui sejauhmana siswa telah mencapai sasaran belajar, inilah yang disebut sebagai prestasi akademik. Winkel (dalam Christantie, 2007) mengatakan bahwa proses belajar yang dialami oleh siswa menghasilkan perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan dan pemahaman, dalam bidang nilai, sikap dan keterampilan. Adanya perubahan tersebut tampak dalam prestasi akademik yang dihasilkan oleh siswa terhadap pertanyaan, persoalan atau tugas yang diberikan oleh guru. Melalui prestasi akademik siswa dapat mengetahui kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya dalam belajar.

Menurut Poerwodarminto (dalam Wahyuningsih, 2004), yang dimaksud dengan prestasi adalah hasil yang telah dicapai, dilakukan atau dikerjakan oleh individu. Sedangkan prestasi akademik itu sendiri diartikan sebagai prestasi yang dicapai oleh seorang siswa pada jangka waktu tertentu dan di catat dalam buku rapor sekolah.

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan oleh Winkel (dalam Christantie, 2007) dan Poerwodarminto (dalam Wahyuningsih, 2004) maka dapat di tarik kesimpulan mengenai pengertian prestasi akademik yaitu suatu cara yang dilakukan untuk memberikan penilaian terhadap hasil-hasil belajar siswa yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu dan di catat dalam buku prestasi siswa atau buku rapor siswa di sekolah.

Dalam penelitian ini menggunakan parameter Hamilton Anxiety Rating Scale. Dalam Hamilton Anxiety. Dimana Rating Scale mempunyai lima penilaian yaitu: 0: tidak ada gejala (keluhan); 1: gejala ringan (satu gejala dari pilihan yang ada); 2: gejala sedang (separuh dari gejala yang ada); 3: gejala berat (lebih dari separuh dari gejala yang ada); 4: gejala sangat berat (semua gejala ada). Hasil penilaian tersebut digunakan untuk menentukan tingkat atau derajat kecemasan pasien sebagai berikut: (1) Tidak ada kecemasan, bila skor penilaian < 14; (2) Kecemasan ringan, bila hasil skor penilaian antara 14-20; (3) Kecemasan sedang, bila hasil skor penilaian antara 21-27; (4) Kecemasan berat, bila hasil skor penilaian antara 28-41; dan (5) Kecemasan berat sekali, bila skor penilaian antara 42-56. (Hawari, 2007).

Faktor-Fakor Kecemasan Akademik (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Trujillo & Hadfield (Peker, 2009) menyatakan bahwa penyebab kecemasan akademik dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu sebagai berikut :

  1. Faktor kepribadian (psikologis atau emosional)

Misalnya perasaan takut siswa akan kemampuan yang dimilikinya (self-efficacy belief), kepercayaan diri yang rendah yang menyebabkan rendahnya nilai harapan siswa (expectancy value), motivasi diri siswa yang rendah dan sejarah emosional seperti pengalaman tidak menyenangkan dimasa lalu yang berhubungan dengan matematika yang menimbulkan trauma.

  1.  Faktor lingkungan atau sosial

Misalnya kondisi saat proses belajar mengajar akademik di kelas yang tegang diakibatkan oleh cara mengajar, model dan metode mengajar guru akademik. Rasa takut dan cemas terhadap akademik dan kurangnya pemahaman yang  dirasakan para guru akademik dapat terwariskan kepada para siswanya (Wahyudin, 2010). Faktor yang lain yaitu keluarga terutama orang tua siswa yang terkadang memaksakan anak-anaknya untuk pandai

  1. Faktor intelektual

Faktor intelektual terdiri atas pengaruh yang bersifat kognitif, yaitu lebih

mengarah pada bakat dan tingkat kecerdasan yang dimiliki siswa. Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Ashcraft & Kirk (dalam Johnson, 2003)

menunjukkan bahwa ada korelasi antara kecemasan akademik dan kemampuan verbal atau bakat serta Intelectual Quotion (IQ).

Gejala Kecemasan (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Gejala awal sindrom kecemasan dapat dikenali dengan memperhatikan adanya keluhan psikis dan somatis sebagai berikut (Mudjaddid, 2006):

  1. Gejala psikis.

Penampilan berubah, sulit konsentrasi, mood berubah, mudah marah, cepat tersinggung, gelisah, tak bisa diam, timbul rasa takut.

  1. Gejala somatis.

Sakit kepala, gangguan tidur, keluhan berbagai sistem, misal sistem kardiovaskular, sistem pernafasan, gastrointestinal dan sebagainya

Selain gejala-gejala tersebut, menurut Kartini (2000), beberapa simptom kecemasan yang khas antara lain:

  1. Terdapat hal-hal yang mencemaskan hati; hampir setiap kejadian menyebabkan timbulnya rasa takut dan cemas.
    1. Disertai emosi-emosi kuat dan sangat tidak stabil
  2. Diikuti oleh bermacam-macam fantasi, delusi, ilusi, dan delution of persecution (delusi dikejar-kejar)
    1. Sering merasa mual dan muntah
    2. Selalu dipenuhi ketegangan-ketengangan emosional dan bayangan-bayangan kesulitan yang imajiner.

Pada pemeriksaan fisik terdapat nadi yang sedikit lebih cepat (biasanya tidak lebih dari 100 per detik), pernapasan yang cepat, kadang-kadang hiperventilasi dengan keluhan-keluhan yang menyertainya (Maramis, 2005). Penderita dengan gangguan kecemasan umum dapat pula menunjukkan disfungsi seksual atau berkurangnya rangsangan seksual (Kendurkar dan Kaur, 2008).

 

Pengukuran Kecemasan Akademis (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Salah satu instrumen pengukur kecemasan Trait Manifest Anxiety Scale (TMAS) dari Janet Taylor. Tingkat kecemasan akan diketahui dari tinggi rendahnya skor yang didapatkan. Makin besar skor maka tingkat kecemasan makin tinggi, dan makin kecil skor maka tingkat kecemasan makin rendah. Kuesioner TMAS berisi 50 butir pertanyaan , dengan 2 pilihan ”ya” dan ”tidak”. Responden menjawab sesuai dengan keadaan dirinya dengan memberi tanda (X) pada kolom jawaban ya atau tidak. Jawaban ”ya” diberi skor 1 dan jawaban ”tidak” diberi skor 0. Kemudian seluruh skor dijumlahkan dan dicari rata-ratanya lalu dibandingkan dan diolah dengan menggunakan chi square. TMAS mempunyai derajat validitas yang cukup tinggi, akan tetapi dipengaruhi juga oleh kejujuran dan ketelitian responden dalam mengisinya (Azwar, 2007).

Pengukuran kecemasan lain dapat menggunakan tes L-MMPI untuk menghindari terjadinya perhitungan hasil yang mungkin invalid karena kesalahan atau ketidakjujuran responden. L-MMPI (Lie Minnesota Multiphasic Personality Inventory) merupakan tes kepribadian yang terbanyak penggunaannya di dunia sejak tahun 1942. Dikembangkan oleh Hathaway (psikolog) dan Mc Kinley (psikiater) dari Universitas Minnesota, Mineapolis, USA sejak tahun 1930-an (Butcher, 2005). Skala L dipergunakan untuk mendeteksi ketidakjujuran subjek termasuk kesengajaan subyek dalam menjawab pertanyaan supaya dirinya terlihat baik (Graham, 2005). Tes ini berfungsi sebagai skala validitas untuk mengidentifikasi hasil yang mungkin invalid karena kesalahan atau ketidakjujuran subjek penelitian. Tes terdiri dari 15 soal dengan jawaban ”ya” atau ”tidak” atau ”tidak menjawab” dengan nilai batas skala adalah 10, artinya apabila responden mempunyai nilai ≥ 10 maka jawaban responden tersebut dinyatakan invalid.

Pengertian Kecemasan Akademis (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Menurut Valiante dan Pajares (2009) menyatakan kecemasan akademis sebagai perasaan tegang dan ketakutan pada sesuatu yang akan terjadi, perasaan tersebut mengganggu dalam pelaksanaan tugas dan aktivitas yang beragam dalam situasi akademis. Ottens (2010) menjelaskan bahwa kecemasan akademis mengacu pada terganggunya pola pemikiran dan respon fisik serta perilaku karena kemungkinan performa yang ditampilkan siswa tidak diterima secara baik ketika tugas-tugas akademis diberikan.

Perasaan berbahaya, takut, atau tegang sebagai hasil tekanan di sekolah disebut juga sebagai kecemasan akademis. Kecemasan akademis paling sering dialami selama latihan yang bersifat rutinitas dan diharapkan siswa dalam kondisi sebaik mungkin saat performa ditunjukkan, serta saat sesuatu yang dipertaruhkan bernilai sangat tinggi, seperti tampil di depan orang lain. Cara seseorang merasakan kecemasan dapat terjadi secara bertahap dari pertama kali kecemasan tersebut muncul, contohnya kegugupan saat harus membaca di depan kelas dengan suara keras. Gangguan serius yang dialami seseorang menegaskan terjadinya kepanikan dan mengalami kesulitan untuk berfungsi secara normal (O' Connor, 2007).

Chaplin (2000) mengatakan bahwa kecemasan adalah perasaan berisi campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut. Atkinson (2004) menyatakan bahwa ketakutan akan kegagalan akan memunculkan kecemasan. Individu mengalami ketakutan-ketakutan yang dialami individu berdasarkan atas ketidakmampuan memenuhi dorongan-dorongan dalam diri individu yang dapat memunculkan ketakutan akan kegagalan di masa datang

Dapat disimpulkan bahwa kecemasan akademis adalah dorongan pikiran dan perasaan dalam diri individu yang berisikan ketakutan akan bahaya atau ancaman di masa yang akan datang tanpa sebab khusus, sehingga mengakibatkan terganggunya pola pemikiran dan respon fisik serta perilaku sebagai hasil tekanan dalam pelaksanaan tugas dan aktivitas yang beragam dalam situasi akademis

Waktu Cuci Tangan Bersih Pakai Sabun (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Mencuci tangan umumnya dilakukan saat sebelum makan, sebelum menyiapkan makanan, setelah memegang daging mentah, sebelum dan setelah menyentuh orang sakit, sesudah menggunakan kamar mandi, setelah batuk atau bersin atau membuang ingus, setelah mengganti popok atau pembalut, sebelum dan setelah mengobati luka, setelah membersihkan atau membuang sampah, setelah menyentuh hewan atau kotoran hewan.

Petunjuk Cara Cuci Tangan Bersih Pakai Sabun (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Mencuci tangan yang benar harus menggunakan sabun dan di bawah air yang mengalir. Sedangkan langkah-langkah teknik mencuci tangan yang benar adalah sebagai berikut.

  1. Basahi tangan dengan

    (skripsi, tesis, dan disertasi)

    air di bawah kran atau air mengalir.
  2. Ambil sabun cair secukupnya untuk seluruh tangan. Akan lebih baik bila sabun mengandung antiseptik.
  3. Gosokkan kedua telapak tangan.
  4. Gosokkan sampai ke ujung jari.
  5. Telapak tangan tangan menggosok punggung tangan kiri (atau sebaliknya) dengan jari-jari saling mengunci (berselang-seling) antara tangan kanan dan kiri. Gosok sela-sela jari tersebut. Lakukan sebaliknya.
  6. Letakkan punggung jari satu dengan punggung jari lainnya dan saling mengunci.
  7. Usapkan ibu jari tangan kanan dengan telapak kiri dengan gerakan berputar. Lakukan hal yang sama dengan ibu jari tangan kiri.
  8. Gosok telapak tangan dengan punggung jari tangan satunya dengan gerakan kedepan, kebelakang dan berputar. Lakukan sebaliknya.
  9. Pegang pergelangan tangan kanan dengan tangan kiri dan lakukan gerakan memutar. Lakukan pula untuk tangan kiri.
  10. Bersihkan sabun dari kedua tangan dengan air mengalir.
  11. Keringkan tangan dengan menggunakan tissue dan bila menggunkan kran, tutup kran dengan tissue.
  12. Mengeringkan dengan tissue lebih baik dibandingkan mengeringkan tangan menggunakan mesin pengering tangan yang umum ada di mal. Karena mesin pengering tangan yang dipakai secara umum menampung banyak bakteri yang dapat menularkan ke orang lain.

Tujuan Cuci Tangan Bersih (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Menurut Susiati (2008), tujuan dilakukannya cuci tangan yaitu untuk

  1. Mengangkat mikroorganisme yang ada di tangan
  2. Mencegah infeksi silang (cross infection)
  3. Menjaga kondisi steril
  4. Melindungi diri dan pasien dari infeksi
  5. Memberikan perasaan segar dan bersih

 

 

Pengertian Cuci Tangan Bersih (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Menurut Tim Depkes (2007) mencuci tangan adalah membersihkan tangan dari segala kotoran, dimulai dari ujung jari sampai siku dan lengan dengan cara tertentu sesuai dengan kebutuhan. Sementaraitu menurut Perry & Potter (2008), mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengontrolan infeksi. Cuci tangan adalah proses membuang kotoran dan debu secaram ekanik dari kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air (Tietjen, et.al., 2009). Sedangkan menurut Purohito (2008) mencuci tangan merupakan syarat utama yang harus dipenuhi sebelum melakukan tindakan keperawatan misalnya: memasang infus, mengambil spesimen. Infeksi yang di akibatkan dari pemberian pelayanan kesehatan atau terjadi pada fasilitas pelayanan kesehatan. Infeksi ini berhubungan dengan prosedur diagnostik atau terapeutik dan sering termasuk memanjangnya waktu tinggal di rumah sakit (Perry & Potter, 2006).

Mencuci tangan adalah membasahi tangan dengan air mengalir untuk menghindari penyakit, agar kuman yang menempel pada tangan benar-benar hilang. Mencuci tangan juga mengurangi pemindahan mikroba ke pasien dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme yangberada pada kuku, tangan dan lengan (Schaffer, et.al., 2000). Cuci tangan harus dilakukan dengan baik dan benar sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan walaupun memakai sarung tangan atau alat pelindung lain. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran penyakit dapat di kurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi. Tangan harus di cuci sebelum dan sesudah memakai sarung tangan. Cuci tangan tidak dapat digantikan oleh pemakaian sarung tangan.

Bentuk Perilaku Kesehatan (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons organism atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut.Respons ini berbentuk 2 macam, yakni

  1. Bentuk pasif adalah respons internal yaitu yang terjadi didalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Misalnya seorang ibu tahu bahwa imunisasi itu dapat mencegah suatu penyakit tertentu meskipun ibu tersebut tidak membawa anaknya ke puskesmas untuk diimunisasi.
  2. Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Misalnya ibu sudah membawa anaknya ke puskesmas atau fasilitas kesehatan lain untuk imunisasi.

Menurut Green (cit Notoatmodjo, 2007), kesehatan individu atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku dan faktor non perilaku.  Selanjutnya faktor perilaku ditentukan oleh tiga kelompok faktor yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong. Faktor predisposisi (predisposing factors) mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, norma sosial, dan unsure-unsur lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat serta system nilai yang dianut masyarakat.  Faktor pendukung (enabling factors) ialah tersedianya sarana pelayanan kesehatan, air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan bergizi, dan sebagainya.  Faktor pendorong (reinforcing factors) adalah sikap dan perilaku tokoh agama (toga), tokoh masyarakat (toma), sikap dan perilaku petugas kesehatan.

Pengertian Perilaku Kesehatan (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Sebelum menguraikan lebih lanjut mengenai perilaku kesehatan terlebih dahulu disampaikan pengertian perilaku itu sendiri.  Menurut Notoatmodjo (2010), perilaku dipandang dari segi biologis adalah suatu kegiatan atau organisme yang bersangkutan.  Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah aktifitas dari manusia itu sendiri.

Sedangkan Sarwono (2007) mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan.  Perilaku manusia mempunyai bentangan yang sangat luas mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, emosi, berpikir dan lainnya, baik yang dapat diamati secara langsung maupun yang tidak dapat diamati secara langsung.

Kesehatan berasal dari kata sehat mempunyai pengertian yang berbeda pada setiap kalangan.  Bagi masyarakat umu, sehat diartikan sebagai suatu keadaan yang tidak sakit.  Batasan sehat ini juga berbeda pada tingkat strata sosial, tingkat usia, dan tingkat peran yang sedang dijalankan.  WHO mendefinisikan sehat sebagai status kenyamanan menyeluruh dari jasmani, mental dan sosial, dan bukan hanya tidak ada penyakit dan kecacatan.  Identifikasi beraneka aspek dari kesehatan merupakan sesuatu yang sangat bermakna dalam memandang dan meningkatkan kesadaran akan kompleksitasnya konsep sehat.

Pandangan sosiologis dan fisiologis mengajukan gagasan kesehatan sebagai dasar untuk mencapai potensi realistik seseorang sehingga memungkinkan ia melaksanakan potensi yang dimiliki untuk diaplikasikan dalam meningkatkan mutu hidup manusia.  Beberapa aspek kunci yang mewarnai pandangan WHO mengenai kesehatan adalah sehat merupakan keadaan sejauh mana seseorang individu atau suatu kelompok, pada satu sisi mampu merealisasi aspirasi dan memenuhi kebutuhan, dan pada sisi yang lain mengubah atau mengatasi persoalan dengan lingkungan.  Oleh karena itu sehat dilihat sebagai sumber untuk kehidupan sehari-hari, bukan tujuan dari penghidupan.

Berdasarkan uraian di atas, perilaku kesehatan merupakan respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan (Notoadmodjo, 1993).  Perilaku kesehatan yang diharapkan dari individu, keluarga, dan masyarakat adalah selalu memelihara dan meningkatkan status kesehatan, mencegah timbulnya penyakit, dan perilaku untuk mencari pertolongan kesehatan bila anggota keluarga sakit, serta memiliki respon positif terhadap keadaan lingkungan yang menjadi determinan keadaan kesehatan manusia.

 

Faktor Pembentukan Sikap (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Selain itu pembentukan sikap juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :

  1. Pengalaman pribadi Untuk dapat menjadi dasar pembentukkan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama berbekas.
  2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berapiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting.
  3. Pengaruh kebudayaan Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila kita hidup dalam budaya sosial yang sangat mengutamakan kehidupan berkelompok, maka sangat mungkin kita akan mempunyai sikap negatif terhadap kehidupan individualisme yang mengutamakan kepentingan perorangan.
  4. Media massa. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain. Mempunyai pengaruh besar dalam pembentukkan opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.
  5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukkan sikap dikarenakan keduanya meletakan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari Pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.
  6. Pengaruh faktor emosional Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego (Azwar, 2005).

Fungsi Sikap (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Sikap mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan sehari-hari, yakni fungsi instrumental, fungsi penyesuaian, atau fungsi manfaat, pertahanan ego, pernyataan nilai, pengetahuan, dan fungsi penyesuaian.

  1. Fungsi instrumental, fungsi penyesuaian atau fungsi manfaat yakni fungsi yang menyatakan bahwa individu dengan sikapnya berusaha untuk memaksimalkan hal-hal yang diinginkan dan meminimalkan hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan demikian, individu akan membentuk sikap positif terhadap hal-hal yang dirasakannya akan mendatangkan keuntungan dan membentuk sikap negatif terhadap hal-hal yang dirasanya akan merugikan dirinya.
  2. Fungsi pertahanan ego yakni sewaktu individu mengalami hal yang tidak menyenangkan dan dirasa mengancam egonya maka sikapnya dapat berfungsi sebagai mekanisme pertahanan ego yang akan melindunginya.
  3. Fungsi pernyataan nilai , yakni sikap akan mengekspresikan nilai yang ada dalam diri individu.
  4. Fungsi pengetahuan, yakni sikap berfungsi sebagai suatu skema, yaitu suatu cara strukturisasi agar dunia di sekitar tampak logis dan masuk akal. Sikap digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap fenomena luar yang ada (Azwar, 2007).

Ciri-Ciri Serta Komponen Sikap (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Sikap mempunyai beberapa ciri-ciri yaitu :

  1. Sikap bukan di bawa sejak lahir, melainkan di bentuk atau di pelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objek.
  2. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat di pelajari dan karena itu pula sifat dapat berubah-ubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap orang itu.
  3. Sikap tidak berdiri sendiri, senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek.
  4. Objek sikap itu merupakan suatu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari data-data tersebut.
  5. Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan.

Selain itu, Allport (2008) menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 komponen pokok, antara lain :

  1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
  2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
  3. Ke cenderungan untuk bertindak. Ketiga komponan ini secara bersama–sama membentuk sikap yang utuh(total attitude).

Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan,dan emosi memegang peranan penting (Notoadmojo, 2007). Seperti halnya pengetahuan, sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan yaitu :

  1. Menerima (receiving)

Diartikan bahwa orang mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.

  1. Merespon(responding)

Memberikan jawaban bila di tanya,mengerjakan atau menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap

  1. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi tingkat tiga.

  1. Bertanggung jawab (responsibility)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala resiko adalah sikap yang paling tinggi.

 

Pengertian Sikap (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan, sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable), maupun perasaan tidak mendukung (unfavorable) atau tidak memihak Berkowitz 1972 (cit. Azwar 2006).  Sedangkan Allport (cit. Sears, Freedman dan Peplau, 2009) mengemukakan bahwa sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya.  Definisi sikap ini dipengaruhi oleh tradisi tentang belajar, juga ditekankan bagaimana pengalaman masa lalu membentuk sikap, dengan kata lain sikap digambarkan sebagai kesiapan untuk selalu menanggapi dengan cara tertentu dan menekankan implikasi perilakunya.

Menurut Atkinson, Atkinson dan Hilgard (2009), sikap meliputi rasa suka dan tidak suka, mendekati atau menghindari situasi, benda, orang, kelompok dan aspek lingkungan yang dapat dikenal lainnya termasuk gagasan abstrak dan kebijakan sosial.  Di lain pihak Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.

Sedangkan menurut Sarwono (2007) sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk berespon (secara positif atau negatif) terhadap orang, onbjek atau situasi tertentu.  Sikap mengandung suatu penilaian emosional (senang, benci, sedih) disamping komponen pengetahuan tentang objek serta aspek kecenderungan bertindak.  Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut, melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya.

Menurut Robbins 1989 (cit. Muchlas, 2007) sikap merupakan suatu yang komplek, yang bisa didefinisikan sebagai pernyataan-pernyatan evaluatif, baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan atau penilaian-penilaian mengenai objek tata nilai, peristiwa dan sebagainya.

Cara Memperoleh Pengetahuan (skripsi, tesis, dan disertasi)

Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasaldari sumber, misalnya media massa, media cetak, media elektronik, petugaskesehatan, media poster, kerabat dekat, dan sebagainya.Menurut Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa banyak yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan, namun sepanjang sejarah caramendapatkan pengetahuan dikelompokkan menjadi 2 antara lain :

  1. Cara tradisional

Cara tradisional terdiri dari 4 cara, yaitu :

  • Trial and error.

Cara ini dipakai sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelumadanya peradaban. Pada waktu itu bila seseorang menghadapi persoalanatau masalah, upaya yang dilakukan hanya dengan mencoba- coba saja. Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan itu tidak berhasil makadicoba kemungkinan yang lain sampai berhasil. Oleh karena itu, cara ini disebut dengan metode Trial (mencoba) dan Error (gagal/salah) ataumetode coba salah/coba-coba. Metode ini telah banyak jasanya, terutama dalam meletakkan dasar-dasar menemukan teori-teori dalam berbagaiilmu pengetahuan. Hal ini juga merupakan pencerminan dari upayamemperoleh pengetahuan, walaupun dalam taraf yang masih primitif. Disamping itu, pengalaman yang diperoleh melalui penggunakan metode ini banyak membantu perkembangan berpikir dalam kebudayaan manusia ke arah yang lebih sempurna.

  • .Kekuasaan atau Otoritas

Dalam kehidupan manusia sehari-hari banyak sekali kebiasaan dantradisi yang dilakukan oleh orang tanpa melalui perantara, apakah yangdilakukan itu baik/tidak. Kebiasaan ini tidak hanya terjadi pada masyarakat tradisional saja melainkan juga terjadi pada masyarakat modern. Kebiasaan-kebiasaan ini seolah-olah diterma oleh sumbernya berbagai kebenaran yang mutlak. Sumber pengetahuan dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal maupun non formal, ahli agama, pemegang pemerintah dan sebagainya. Dengan kata lain pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan pada otoritas/kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemimpin agama, maupun ahli pengetahuan (Notoatmodjo, 2010).

 Pengertian Perilaku Kesehatan (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.  Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia atau seseorang yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.  Sebagian besar pengetahuan manusia itu diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmojo, 2007).

Pengetahuan merupakan hasil dari usaha manusia untuk tahu. Sidi Gazalba, mengungkapkan bahwa pengetahuan ialah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, insaf, mengerti, dan pandai (Salam. 2008).

Pengertian Kepatuhan (Teori Kepatuhan) (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah atau aturan. Sedangkan kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin. Seseorang dikatakan patuh berobat bila mau datang ke petugas kesehatan yang telah ditentukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan serta mau melaksanakan apa yang dianjurkan oleh petugas (Virawan, 2012).

Kepatuhan adalah bentuk dari pengaruh sosial dimana kegiatan atau tindakan individu merupakan respon dari perintah langsung individu lain sebagai figur otoritas (Mc Leod,2007). Kepatuhan terjadi saat seseorang yang memiliki otoritas memerintahkan untuk melakukan sesuatu. Ketaatan melibatkan hirarki kekuasaan atau status. Oleh karena itu, orang yang memberikan perintah memiliki status lebih tinggi dari orang yang menerima pesanan.

Menurut Ulum dan Wulandari (2013) faktor yang mempengaruhi kepatuhan pada percobaan yang dilakukan Milgram adalah sebagai berikut.

  1. Status Lokasi

Menurut Shaw (1979) kepatuhan berhubungan dengan prestige  seseorang di mata orang lain. Demikian juga dengan lokasi. Apabila seseorang percaya bahwa lembaga yang menyelenggarakan penelitian adalah lembaga yang memiliki status keabsahan, prestise, dan kehormatan, maka lembaga atau organisasi tersebut akan dipatuhi oleh anggota organisasi. Prestige adalah reputasi atau pengaruh yang timbul dari keberhasilan, prestasi, pangkat, atau atribut lain yang menguntungkan. Perbedaan atau reputasi yang melekat pada seseorang atau sesuatu dan dengan demikian memiliki cap untuk orang lain atau untuk masyarakat.

  1. Tanggung Jawab Personal.

Bertanggung jawab menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah berkewajiban menanggung, memikul jawab, menanggung segala sesuatunya, atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya. Manusia yang bertanggung jawab adalah manusia yang dapat menyatakan diri sendiri bahwa tindakannya itu baik dalam arti menurut norma umum, sebab baik menurut seseorang belum tentu baik menurut pendapat orang lain. Dengan kata lain, tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja.

  1. Legitimasi Figur Otoritas (Keabsahan Figur Otoritas).

Legitimasi dapat diartikan seberapa jauh masyarakat mau menerima dan mengakui kewenangan, keputusan atau kebijakan yang diambil oleh seorang pemimpin. Faktor penting yang dapat menimbulkan kepatuhan sukarela adalah penerimaan seseorang akan ideologi yang mengabsahkan kekuasaan orang yang berkuasa dan membenarkan intruksinya.

  1. Status Figur Otoritas.

Status adalah tingkatan dalam sebuah kelompok. Status sosial adalah kedudukan sosial seseorang dalam kelompok masyarakat (meliputi keseluruhan posisi sosial yang terdapat dalam kelompok masyarakat). Status dibagi menjadi 3 yaitu : Ascribed Status, Achieved Status, Assigned Status. Seseorang yang memiliki status dan kekusaan sosial lebih tinggi akan lebih dipatuhi daripada seseorang dengan status sosial yang sama.

  1. Dukungan Sesama Rekan.

Seseorang cenderung berperilaku sama dengan rekan atau sesama dalam lingkungan sosialnya. Orang cenderung bersama sesuai dengan kelompok sosialnya misalnya umur, jenis kelamin, ras, agama, hobi, pekerjaan cenderung bertindak dan berperilaku seperti anggota dari kelompok tersebut. Salah satu faktor penyebab ketidakpatuhan adalah kehadiran atau keberadaan rekan yang menolak untuk patuh (Encina, 2004).

Jika seseorang memiliki dukungan sosial dari teman mereka yang tidak patuh, maka kepatuhan juga cenderung berkurang. Lingkungan yang tidak patuh akan memudahkan seseorang untuk berbuat ketidakpatuhan sehingga sama dengan lingkungannya meskipun kepatuhan adalah sesuatu yang penting (Fernald, 2007).

  1. Kedekatan Figur Otoritas.

Bila seorang figur otoritas meninggalkan ruangan dan memberikan intruksinya lewat telepon, kepatuhan akan. Lebih mudah untuk melawan perintah dari figur otoritas jika mereka tidak dekat (Dewey, 2007). Sebaliknya, ketika sosok otoritas dekat maka ketaatan adalah cenderung lebih tinggi. Dengan kehadiran figur otoritas, maka dapat mengawasi secara langsung dan memberikan instuksi langsung mengenai prosedur dan juga arahan mengenai apa yang harus dilakukan.

Konsep Mengenai Safe Surgery (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Kesalahan dalam komunikasi adalah alasan umum untuk kesalahan di ruang operasi, serta selama perawatan pra dan pasca operasi. Jenis kegagalan komunikasi termasuk kegagalan untuk mendengarkan atau mengumpulkan informasi dari pasien, keluarga dan dokter lain serta kegagalan untuk menyampaikan informasi yang relevan untuk status pasien. Hasilnya bisa membahayakan atau bahkan berakibat kematian kepada pasien. Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan semacam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra bedah yang distandarisasi. Jika saja diterapkan secara disiplin maka kecelakaan kerja, kegagalan operasi dan permasalahaan lain yang menyangkut keselamatan pasien niscaya dapat dikurangi (Imanto, Jati& Mawarni, 2014).

WHO telah melakukan inisiatif untuk upaya keselamatan pasien (patient safety). Aliansi dunia untuk keselamatan pasien mulai bekerja pada Januari 2007 dan WHO mengidentifikasi tiga fase operasi yaitu sebelum induksi anestesi ("sign in"), sebelum sayatan kulit ("time out"), dan sebelum pasien meninggalkan ruang operasi ("sign out").

  1. Sign in

Sign In, merupakan verifikasi pertama sesaat pasien tiba di ruang penerimaan atau ruang persiapan atau fase sebelum induksi anestesi koordinator secara verbal memeriksa apakah identitas pasien telah dikonfirmasi, prosedur dan sisi operasi sudah benar, sisi yang akan dioperasi telah ditandai, persetujuan untuk operasi telah diberikan, oksimeter pulse pada pasien berfungsi. Koordinator dengan profesional anestesi mengkonfirmasi risiko pasien apakah pasien ada risiko kehilangan darah, kesulitan jalan nafas, reaksi alergi

  1. Time out

Fase Time Out adalah fase setiap anggota tim operasi memperkenalkan diri dan peran masing-masing. Tim operasi memastikan bahwa semua orang di ruang operasi saling kenal. Sebelum melakukan sayatan pertama pada kulit tim mengkonfirmasi dengan suara yang keras mereka melakukan operasi yang benar, pada pasien yang benar. Mereka juga mengkonfirmasi bahwa antibiotik profilaksis telah diberikan dalam 60 menit sebelumnya..

  1. Sign out

Fase Sign Out adalah fase tim bedah akan meninjau operasi yang telah dilakukan. Dilakukan pengecekan kelengkapan spons, penghitungan instrumen, pemberian label pada spesimen, kerusakan alat atau masalah lain yang perlu ditangani. Langkah akhir yang dilakukan tim bedah adalah rencana kunci dan memusatkan perhatian pada manajemen post operasi serta pemulihan sebelum memindahkan pasien dari kamar operasi (Surgery & Lives, 2008).

Ketiga tahapan tersebut di atas dikenal dengan istilah "Surgical safety check list" sebagai alat untuk melakukan program Safe Surgery Save Lives tahun 2005. Pengertian dari surgical safety check list itu sendiri merupakan proses pengisian data pasien hasil dari pengkajian yang dilakukan oleh tim bedah sebelum pasien masuk ke kamar operasi, sebelum insisi dan setelah operasi pada form "surgical safety check list” (Imanto, Jati & Mawarni, 2014). Sedangkan menurut Safety & Compliance (2012) Surgical Safety Checklist adalah sebuah daftar periksa untuk memberikan pembedahan yang aman dan berkualitas pada pasien. Surgical safety checklist merupakan alat komunikasi untuk keselamatan pasien yang digunakan oleh tim profesional di ruang operasi. Tim profesional terdiri dari perawat, dokter bedah, anestesi dan lainnya. Tim bedah harus konsisten melakukan setiap item yang dilakukan dalam pembedahan mulai dari the briefing phase, the time out phase, the debriefing phase sehingga dapat meminimalkan setiap risiko yang tidak diinginkan

Konsep Mengenai Patient Safety (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Keselamatan pasien (patient safety) adalah prinsip fundamental pada pelayanan kesehatan. Setiap titik dalam proses pelayanan memiliki tingkatan ketidakamanan tertentu. Efek samping (adverse effect) dapat terjadi akibat masalah dalam praktek , produk , prosedur atau sistem. Perbaikan keselamatan pasien menuntut upaya kompleks seluruh sistem melibatkan berbagai tindakan dalam peningkatan kinerja, keamanan lingkungan dan manajemen risiko, termasuk pengendalian infeksi, keamanan penggunaan obat-obatan, keamanan penggunaan peralatan, praktek klinis yang aman dan lingkungan perawatan yang aman. (WHO, 2014).

Patient Safety terdiri dari 3 komponen, yaitu prinsip-prinsip dasar, pengetahuan, dan peralatan. Prinsip-prinsip tersebut adalah kecenderungan untuk terjadinya ketidakberesan adalah alami dan normal, bukan menjadi kesempatan untuk menemukan seseorang untuk dipersalahkan; keselamatan dapat ditingkatkan dengan menganalisis kesalahan dari kejadian penting, daripada berpura-pura tidak terjadi; dan manusia , mesin dan peralatan adalah bagian dari sistem, bagian-bagian komponen tersebut berinteraksi untuk membuat sistem aman atau tidak aman. Pengetahuansebagian besar mencontoh bidang-bidang berteknologi tinggi seperti transportasi massal dan instalasi tenaga nuklir, dan termasuk pemahaman tentang bagaimana kecelakaan terjadi dan bagaimana mencegahnya. Peralatan termasuk pelaporan kasus kritis,checklist, desain sistem yang aman, protokol komunikasi dan analisis sistematis risiko (Mellin-Olsen et al., 2010).

Patient Safety juga merupakan salah satu dimensi mutu yang saat ini menjadi pusat perhatian para praktisi pelayanan kesehatan dalam skala nasional maupun global. World Health Organization (WHO) memperkirakan sedikitnya ada setengah juta kematian akibat pembedahan yang sebenarnya bisa dicegah. Program Safe Surgery Saves Lives memperkenalkan dan melakukan uji coba surgical safety checklist sebagai upaya untuk keselamatan pasien dan mengurangi jumlah angka kematian di seluruh dunia. Tujuan utama dari surgical safety checklist untuk menurunkan Kejadian Tidak Diharapkan di kamar operasi (Siagian, 2011).

Kebijakan di Indonesia belum ada yang khusus mengenai keselamatan pasien, walaupun sudah ada beberapa upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk menjaga pelayanan kesehatan pada umumnya yang juga memberikan efek dalam menjaga keselamatan pasien, sepertitelah dikeluarkan UU Kesehatan No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, walaupun isinya masih general namun memberikan arahan agar pelayanan kesehatan kepada masyarakat harus prima.

Kemudian UU No 44 tahun 2009 mengenai Rumah Sakit yang didalamnya sudah mengatur mengenai keselamatan pasien yaitu pada pasal 2 yang berisi Rumah Sakit menekankan nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial. Kemudian pada pasal 13 juga menuntut bahwa setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi,standar pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien. Kemudian pada pasal 43yang secara khusus menekankan peran rumah sakit dalam keselamatan pasien.

Selain itu ada pula Kepmen nomor 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit,yang tujuan utamanya adalah untuk tercapainya pelayanan medis prima dirumah sakit yang jauh dari medical error dan memberikan keselamatan bagi pasien. Sedangkan dalam Undang-Undang No 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial, juga memperlihatkan pentingnya untuk menjaga keselamatan manusia secara umum.

Penyelenggaraan kesejahteraan sosial bertujuan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup; memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian. Kemudianupaya kesejahteraan sosial diantaranya dengan rehabilitasi sosial yang bertujuan memulihkan dan mengembangkan kemampuanseseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.

Upaya-upaya konkrit lainnya yang khusus mengatur mengenai keselamatan pasien sudah dilakukan oleh organisasi profesi/perkumpulan yaitu Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) yang telah membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS), kemudian komite ini telah menyusun Panduan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien bagi staf RS untuk mengimplementasikan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Kemudian KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit) Depatemen Kesehatan RI telah menyusun Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang akan menjadi salah satu Standar Akreditasi Rumah Sakit. Hal ini mendorong rumah sakit untuk lebih memfokuskan ada keselamatan pasien itu sendiri, selama pasien itu masih menerima pelayanan kesehatan. Namun bagi pasien, peraturan mengenai keselamatan pasien bukan menjadi prioritas untuk diketahui. Kesembuhan dari penyakit yang dideritanya menjadi tujuan utama bagi pasien, maka dari itu pelayanan yang diharapkan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memberikan kesembuhan bagi pasien. Maka peraturan yang sudah disusun oleh pemerintah seharusnya dapat disosialisasikan secara operasional seperti peraturan di rumah sakit atau klinik yang telah disusun oleh KKP-RS (Apsari, Nulhaqim & Pancasilawan, 2010).

Program sasaran keselamatan pasien wajib dikomunikasikan dan diinformasikan untuk tercapainya hal-hal sebagai berikut:

  1. ketepatan identifikasi pasien,
  2. peningkatan komunikasi yang efektif,
  3. peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai,
  4. kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi,
  5. pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan,
  6. pengurangan risiko pasien jatuh (Kars, 2011, JCI, 2010).

Kesalahan yang terjadi di kamar bedah yaitu salah lokasi operasi, salah prosedur operasi, salah pasien operasi, akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antar anggota tim bedah. Kurang melibatkan pasien dalam penandaan area operasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk memverifikasi lokasi operasi, asesmen pasien tidak adekuat, telaah catatan medis juga tidak adekuat (Sumadi, 2013).

Etiologi Skizofrenia (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Menurut Stuart (2007) etiologi skizofrenia dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:

  1. Faktor predisposisi

 Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Faktor predisposisi ini terdiri dari:

  1. Biologi

      Berdasarkan beberapa penelitian yang terkait dengan pencitraan otak dan penelitian mengenai biokimia dari otak, dapat dipahami bahwa kondisi abnormalitas otak mungkin akan menyebabkan respon neurobiologis yang maladaftif. Penelitian menunjukkan bahwa skizofrenia terjadi karena keterlibatan lesi pada area frontal, temporal dan limbic, sedangkan telah ditemukan juga bahwa beberapa zat kimia otak mempunyai peran pada penyakit Skizofrenia (Stuart dan Sundeen, 1995).

  1. Psikologi

      Faktor predisposisi lain terjadinya Skizofrenia adalah faktor psikologi. Hanya saja teori psikodinamika terjadinya respons neurobiologis yang maladaftif belum cukup didukung oleh penelitian-penelitian yang ada. Meskipun begitu, teori psikologis terdahulu menempatkan keluarga sebagai penyebab terjadinya gangguan ini. Penempatan keluarga sebagai penyebab terjadinya Skizofrenia ini menyebabkan kepercayaan keluarga terhadap tenaga kesehatan jiwa professional menurun.

 

 

  1. Psikososial

      Faktor predisposisi ketiga dari terjadinya skizofrenia adalah faktor psikososial. Stres psikososial adalah setiap kejadian  atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan individu, sehingga individu tersebut terpaksa mengadakan penyesuaian diri (adaptasi) untuk menanggulangi stresor (tekanan mental) yang timbul.

  1. Faktor presipitasi

      Faktor presipitasi adalah stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk mengatasi ancaman atau tuntutan. Adanya rangsangan lingkungan yang sering yaitu partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang ada di lingkungan dan juga suasana sepi atau isolasi sering dianggap sebagai pencetus dari terjadinya skizofrenia.

Faktor presipitasi meliputi :

  1. Biologi

      Menurut dari beberapa hasil penelitian pencitraan otak mulai menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Kerusakan  pada otak misalnya: terdapat lesi pada area frontal, temporal dan pada system limbik serta adanya ketidakseimbangan kimiawi pada pada otak.

  1. Lingkungan

      Lingkungan merupakan faktor presipitasi yang kedua dimana ambang toleransi terhadap stress berinteraksi dengan stresor lingkungan dan interaksi ini yang akan menentukan bagaimana gangguan perilaku terjadi.

  1. Pemicu gejala

      Presipitasi merupakan stresor dan stimulus yang sering menimbulkan episode baru timbulnya suatu penyakit. Pemicu yang biasanya terdapat pada respons neurobiologis maladaptif ini adalah pemicu yang berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap, dan perilaku individu.

  1. Penilaian terhadap stresor

      Penilaian terhadap stresor dijelaskan melalui model diathesis stress yang menyebutkan bahwa gejala skizofrenia muncul berdasarkan hubungan antara beratnya stress yang dialami individu dan ambang toleransi terhadap internal stress. Model ini penting karena mengintegrasikan faktor biologis, psikologis, dan sosial budaya dalam menjelaskan perkembangan terjadinya skizofrenia (Stuart, 2006).

  1. Sumber koping

      Koping adalah proses yang dilalui oleh individu dalam menyelesaikan situasi yang mengancam baik fisik maupun psikologik. Seseorang yang mengalami stress atau ketegangan psikologis dalam menghadapi masalah kehidupan sehari-hari memerlukan kemampuan pribadi maupun dukungan dari lingkungan, agar dapat mengurangi stress dan kemampuan itulah yang disebut dengan koping. Sumber koping dapat diartikan sebagai semua kemampuan pribadi maupun dukungan dari lingkungan yang dipergunakan untuk mengurangi stress. Jenis-jenis koping misalnya: kompensasi, mengingkari, mengalihkan proyeksi, rasionalisasi, regresi dan sebagainya.

 (kehilangan nafsu)

Pengertian Skizofrenia (skripsi, tesis, dan disertasi)

menggambarkan suatu kondisi psikotik yang kadang-kadang ditandai dengan apatis, tidak mempunyai hasrat, asosial, afek tumpul, dan alogia. Klien mengalami gangguan-gangguan pada pikiran, persepsi, dan perilaku. Pengalaman subjektif dari pikiran yang terganggu dimanifestasikan dalam  gangguan berbentuk konsep yang sewaktu-waktu dapat mengarah kepada keadaan salah mengartikan kenyataan, delusi (biasanya delusi pengaruh dan ide referensi), dan halusinasi. Perubahan alam perasaan pada kondisi skizofrenia ini antara lain adalah pasien mengalami ambivalen dalam bersikap, perasaan konstriksi atau tidak sesuai, dan hilangnya rasa empati pada orang lain. Perilaku pada kondisi skizophrenia ini dapat berupa menarik diri, regresif, atau aneh (Shader, 1994).

Dalam pengertian lain maka disebutkan bahwa Skizofrenia merupakan penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkrit, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah (Stuart, 2007). Menurut Rusdi Maslim, (1997) Skizofrenia adalah suatu diskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya.

Jenis-Jenis Layanan Kesehatan Jiwa (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

  1. Layanan Kesehatan Ilmiah

Kedokteran ilmiah mulai timbul waktu mulai dipakainya methoda ilmiah dalam memahami , mengobati dan mencegah penyakit, serta  mulai tersusunnya taxonomi penyakit dengan model biomedis sebagai dasarnya. Ilmu berikhtiar menemukan yang mungkin  dan mengkonfrontasinya dengan yang nyata. Ilmu bereksperimen dengan alam, mengurangi  masalah dan mencoba menjawabnya satu persatu, lalu menyusun jawaban yang umum (F. Jacob, 1977)

        Kedokteran ilmiah mencoba  menerangkan penyakit dengan model biomedis. Analysis dilakukan untuk menemukan penyimpangan-penyimpangan dari norma biologis dan tindakan-tindakan korektif yang harus diambil untuk mengembalikan keadaan semula. Makin lama makin mendetail soa-soal yang diselidiki hingga sampai  kepada system  hayat yang terendah , sel. Bahkan  diteruskan lagi sampai ke tingkat molekul. Dengan melakukan  synthesis  kemudian dicoba memahami keseluruhan. Keadaan ini, yang telah berlaku  lebih setengah abad,   banyak menimbulkan   persoalan, kekurangan  dan perdebatan , oleh karena yang diperhatikan hanya setengah manusia, yaitu dari individu kebawah sebagai satu system yang terdiri  atas komponen-komponen. Tetapi aspek supraindividual terlupakan, yaitu individu  sebagai system dalam suprasystem  diatasnya. Akibatnya kedokteran ilmiah sering dianggap kurang holistik.

        Kedokteran ilmiah sebagai sistem tertutup sukar menerima hal-hal yang tidak berasal dari ilmu pengetahuan, meskipun ada yang diterimanya. Obat-obat yang diambil kedokteran dari pedukunan, umumnya sesudah diuji secara ilmiah. Memang banyak dokter yang membaca doa dalam prakteknya, tetapi kedokteran ilmiah pada dasarnya tidak mudah menyesuaikan diri dengan cara-cara yang tidak ilmiah. Diagnosis dianggap lebih penting untuk menentukan langkah-langkah lebih lanjut.         

        Kedokteran ilmiah merupakan profesi, yang mempunyai ciri-ciri khas yaitu : autoregulasi, ia mengatur dirinya  sendiri  dengan autonomi kerja yang luas, misalnya dalam  soal mutu karya, isi dan methoda kerja ; mengatur  pendidikan formal dan sertifikasi, jadi jenjang  dan standar pendidikan dikelola sendiri; mempunyai kode etik dan lambang karya, seperti Imhotep, Hippokrates, Deklarasi Helsinki, Aesculapius, caduceus ; mengatur imbalan untuk  jasa, tapi berorientasi pada jasa bukan pada laba. Dari ciri-ciri profesi tersebut diatas para ahli menganggap autoregulasi yang terpenting, oleh karena itu dapat kita bayangkan reaksi profesi terhadap usaha dari luar untuk mengatur syarat-syarat pendidikan, pasaran (hubungan antara penawaran dan kebutuhan) dan imbalan.

        Daya mengatur diri dan autonomi profesional  tadi diperoleh kedokteran dari kewiraswastaannya, yaitu kebebasan seseorang yang mempekerjakan diri sendiri, dan charismanya. Charismanya diperoleh dari sifat tugasnya, yang seolah-olah menentukan  hidup mati seseorang , bertindak sebagai pengobat, pengajar, penasehat dan pelindung dalam keresahan manusia, serta kesediaannya melibatkan diri dalam kesulitan  pribadi seseorang, kesulitan yang umum dirasa oleh setiap manusia  dalam hidupnya.

  1. Rumah Sakit

Rumah sakit sebagai salah satu bentuk fasilitas pelayanan kesehatan harus memberikan pelayanan yang baik dan berkualitas. Manajemen rumah sakit harus berupaya memuaskan pasiennya, dalam hal ini masyarakat dengan berbagai tingkat kebutuhannya. Sebuah rumah sakit didirikan dan dijalankan dengan tujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam bentuk perawatan, pemeriksaan, pengobatan, tindakan medis atau non medis, dan tindakan diagnosis lainnya yang dibutuhkan oleh masing-masing pasien dalam batas-batas kemampuan teknologi dan sarana yang disediakan di rumah sakit (Wijono, 1999).

Disamping itu rumah sakit harus dapat memberikan pelayanan kesehatan yang cepat, akurat, dan sesuai dengan kemajuan teknologi kedokteran sehingga dapat berfungsi sebagai rujukan rumah sakit sesuai dengan tingkat rumah sakitnya. Pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah kegiatan pelayanan berupa pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap, pelayanan administrasi, pelayanan gawat darurat yang mencakup pelayanan medik dan penunjang medik.

Sedangkan untuk dapat disebut sebagai bentuk pelayanan kesehatan, baik dari jenis pelayanan kesehatan kedokteran maupun dari jenis pelayanan kesehatan masyarakat harus memiliki berbagai syarat pokok. Syarat pokok yang dimaksud adalah:

  • Tersedia dan berkesinambungan

Syarat yang pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat serta bersifat berkesinambungan.

  • Dapat diterima dan wajar

Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah dapat diterima oleh masyarakat serta bersifat wajar. Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.

 

  • Mudah dicapai

Syarat pokok yang ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah mudah dicapai oleh masyarakat (dari sudut lokasi).

  • Mudah dijangkau

Syarat pokok keempat pelayanan kesehatan yang baik adalah mudah dijangkau oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan yang dimaksud disini termasuk dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini harus dapat diupayakan pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.

  • Bermutu

Syarat pokok pelayanan kesehatan yang baik adalah bermutu. Pengertian yang dimaksud disini adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan dipihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.

Dalam upaya pelayanan di rumah sakit, maka pasien yang memperoleh jasa pelayanan memiliki harapan tertentu. Bila jasa rumah sakit yang diterimanya dapat memenuhi bahkan melebihi dari apa yang diharapkan dalam waktu ke waktu tumbuh pemikiran dalam diri pasien bahwa inilah suatu jasa pelayanan rumah sakit yang efektif dan memiliki mutu.

 

  1. Puskesmas

Pelayanan kesehatan pada umumnya dibedakan menjadi dua jenis yaitu pelayanan kesehatan personal (personal healthcare service) atau juga disebut sebagai pelayanan kedokteran (medical care services), serta pelayanan kesehatan lingkungan (envirounmental health care services) atau pelayanan kesehatan masyarakat (public healthcare services) (Azwar, 1996).

Puskesmas merupakan jenis pelayanan kesehatan masyarakat. Kegiatan pokok Puskesmas berdasarkan Buku Pedoman Kerja Puskesmas yang terbaru ada 18 usaha pokok kesehatan yang dapat dilakukan oleh puskesmas. Di dalam pelaksanaannya tergantung pada faktor tenaga, sarana dan prasarana serta biaya yang tersedia berikut kemampuan manajemen dari tiap-tiap Puskesmas (Effendy, 1995). Selain kurangnya dukungan logistik dan biaya operasional, mutu pelayanan Puskesmas juga banyak tergantung dari kinerja petugas kesehatan.

  1. Dukun dan Pengobatan Alternatif

Pedukunan memang  merupakan sistem perobatan yang informal  dalam masyarakat tradisional. Cara menjelaskan tentang penyakit mudah dipahami oleh penderita karena istilah-istilahnya sudah lama dikenal, demikian pula cara penyembuhannya.  Ego dan pribadi penderita sangat diperhatikan dalam pedukunan sedangkan penyebab atau etioligi penyakit selalu ditimpakan pada kekuatan supernatural. Pedukunan sangat terbuka karena sangat mudah menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan. Orang kota banyak kedukun karena tidak puas dengan pelayanan kedokteran yang terlalu formal, lurus, ketat, memerlukan tulisan dan catatan, jam dan alat-alat canggih sebagai pengukur.

        Tiap-tiap kebudayaan mempunyai institusi yang berhubungan dengan penyakit dan pengobatan . Pada bagian awal sejarah manusia institusi  ini  disebut kedukunan . Kedukunan  berdasarkan mistik, supernaturalisma, dan kepercayaan . Seperti  ilmu, mistik juga suatu system penjelasan  (explanatory  system) , yang mencoba menerangkan peristiwa-peristiwa alam secara  koheren dan terpadu . Mistik atau magic bahkan sangat koheren  : argumen yang sama dipakai untuk menjelaskan  berbagai  hal (F. Jacob, 1977). Dalam kedukunan kita lihat diagnosis ditentukan dengan satu cara dan etiologi akhirnya hanya satu saja, yaitu tenaga gaib tertentu.

        Kedukunan pada umumnya terdapat sekarang dalam masyarakat tradisional. Kedukunan umumnya memakai system tatap (personal encounter system), seorang pasien berhadapan dengan seorang dukun dan mempunyai derajat kewiraswastaan (entrepreneurship) yang tinggi. Hanya pada waktu-waktu tertentu  ada dukun-dukun yang mempraktekkan  kedukunan masyarakat atau kedukunan komunitas, misalnya untuk mengusir wabah, memelihara kesejahteraan  desa, menolak bala atau ritual-ritual lain. Kegiatan  demikian biasanya dilakukan atas permintaan masyarakat atau pemimpinnya, kecuali kalau pemimpin itu adalah dukun juga . Wabah dan penyakit sering  dipakai sebagai alat kontrol sosial oleh kedukunan, misalnya wabah cholera diturunkan dewa karena masyarakat kurang disiplin, seorang pemuka menderita parah karena kurang jujur.  Kedukunan preventif juga dapat dijumpai dalam masyarakat, misalnya dengan  mempergunakan azimat, dan takhayul. Placebo dipakai dengan extensif oleh kedukunan. Obat yang sukar dicari atau yang sangat mahal dipakai untuk menimbulkan keadaan psikofisiologis tertentu untuk membantu daya tahan pasien.

Hingga kini praktek dukun hidup subur dan bahkan makin marak di mana-mana diseluruh pelosok tanah air, meskipun hampir 100 % penduduk telah mengenyam pendidikan walaupun hanya pendidikan  dasar, juga radio dan TV telah masuk desa. Hal ini harus dapat dimengerti karena masyarakat masih merupakan masyarakat tradisonal yang sebagian masih selalu mendambakan kegaiban dan keajaiban, meskipun dalam kenyataannya mereka hidup dalam masyarakat industri moderen. Faktor lain yang menyebabkan banyak orang mencari pertolongan dukun adalah masih banyaknya penyakit khronis dengan prognosis yang buruk dan dokter yang merawatnya tidak memberikan informasi yang memuaskan pasien. Hal lain adalah banyaknya penyakit yang membatasi diri, sehingga tidak diberi obatpun akan baik sendiri.  Banyak pula penyakit yang dikatakan tak dapat sembuh, mempunyai siklus sembuh dan kambuh ( remisi dan eksaserbasi), sehingga dukun yang berpengalaman dapat memanfaatkannya untuk kepentingannya sendiri. Bahkan dengan pengalamannya itu banyak dukun yang membuat pernyataan atau claim bahwa mereka dapat menyembuhkan berbagai penyakit baik mental, fisik maupun spiritual (Trichel, 2003)

Dalam prakteknya di masyrakat terdapat berbagai macam dukun. Dalam tulisan Prawirohardjo (1978) dikemukakan macam-macam dukun sebagai berikut:

  1. Dukun yang berorientasi agama (religius): dukun kiai atau dukun santri
  2. Dukun mistik atau magis yang berorientasi pada kekuatan supernatural : dukun perewangan, dukun susuk, dukun tenung.
  3. Dukun yang berorientasi pada alam (natural): dukun jampi, dukun pijat, dukun bayi , shinshe, ahli tusuk jarum
  4. Dukun campuran (natural dan supernatural): terkun dan trikun.

           

Menurut Ngoma et al (2003) dukun digolongkan dalam 4 krlompok sebagai berikut:

  1. Diviners: these include traditional diagnosticians (wapiga ramli), diviners (ramli) and spiritualist (a mashetani, midzimu) these healers consult with spirits who may identify the type and cause of the illness. Diviners may treat accordingly or refer on to herbalists. They will differentiate between normal health problems (magonjiwa ya kawaida) such as cancer, diabetes or acquired immune deficiency syndrome (aids) and traditional health problems (magonjiwa ya kienyeji) that involve the control or removal of spirits.
  2. Herbalists: these use plants and roots as medicine typically applied through scarification,. Steam baths, and mineral, and animal extracts.
  3. Herbalists-ritualists: these use both ritual and herbal medicines to diagnose and treat , in addition healing the specific spirits deemed responsible for a patient’s problem.
  4. Faith healers: these use Koranic phrases (for example, kombe – a phrse from the Koran written on a pice of paper and given to a patient for treatment or protection from specific and non specific misfortunes), or recite texts from the Bible for healing purposes. These group sometimes uses herbal medicines as well.

 

Selain kelompok tersebut diatas ada pula dukun yang dalam upaya melakukan penyembuhan hanya menggunakan air saja ( Rinne, 2001).     

Dari beberapa kelompok dukun tersebut maka pengetahuan yang dimiliki oleh setiap dukun sangat berbeda-beda tergantung dari tempat dan caranya mendapatkan pengetahuan serta caranya belajar menjadi dukun (Miranda et al., 2002).  Disamping itu beberapa dukun bekerja secara sembunyi-sembunyi dan hanya muncul bila memang sangat diperlukan kehadirannya di tengah-tengah masyarakat.