Tampilkan postingan dengan label Psikologi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Psikologi. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 12 Oktober 2024

Pengertian Konflik kerja-keluarga (work family conflict)


Konflik kerja-keluarga merupakan hal yang perlu diperhatikan, mengingat
semakin meningkatnya partisipasi wanita dalam angkatan kerja di beberapa dekade
terakhir ini. Keterlibatan wanita dalam dunia kerja menyebabkan ketidakseimbangan
individu antara tuntutan peran di pekerjaan, dengan tuntutan peran dikeluarga.
Ketidakseimbangan ini akan berujung menjadi konflik kerja-keluarga yang tentunya
akan berdampak pada individu dan juga organisasi. Dengan demikian, respon dan
perhatian yang tepat sangat di perlukan untuk mempertahankan individu untuk tetap
tinggal di dalam organisasi.
Greenhaus & Beutell (1985) mendefinisikan Konflik kerja-keluarga sebagai
bentuk konflik peran dimana tuntutan peran dan pekerjaan tidak dapat di sejajarkan,
dimana waktu dan perhatian dihabiskan pada satu peran saja dan mengabaikan
tuntutan peran lainnya. Hal ini menyebabkan individu tidak dapat optimal dengan
satu peran yang telah diabaikan.
Pendapat lain juga dikemukakan oleh Stoner, Hatman, dan Anora (2000) yang
mendefinisikan Konflik kerja- keluarga (Work family conflict) sebagai situasi yang
terjadi saat individu mengalami kesulitan dalam menyeimbangkan peran antara
pekerjaan dengan peran keluarga, dan juga sebaliknya dimana waktu dan perhatian
dihabiskan pada satu peran saja. Ahmad (2008) menambahkan Konflik kerja-keluarga
sebagai bentuk konflik antar peran, dimana tuntutan dari keluarga dan pekerjaan
saling bertentangan dalam beberapa hal. Banyak karyawan pria maupun wanita
melaporkan terjadinya konflik yang terjadi di kehidupan keluarganya yang
dipengaruhi oleh pekerjaan, munculnya stress yang berlebihan yang diakibatkan oleh
jenis pekerjaan dan kondisi kerja.
Greenhaus & Beutell (1985) mengungkapkan ada tiga tipe Konflik kerja-
keluarga, yaitu 1) konflik berdasarkan waktu (time –based conflict) dimana konflik
muncul karena waktu yang digunakan untuk melakukan peran pada salah satu domain
(pekerjaan atau keluarga) menghalangi waktu yang digunakan untuk melakukan
peran domain yang lain (keluarga atau pekerjaan). 2) konflik berdasarkan ketegangan
(strain-based conflict), yaitu konflik yang terjadi karena ketegangan pada salah satu
peran mempersulit seseorang untuk melakukan peran lainnya. 3) konflik berdasarkan
perilaku (behavior-based conflict), yaitu konflik yang terjadi karena adanya
ketidaksesuaian pola perilaku yang diharapkan pada kedua domain.
Konflik kerja-keluarga adalah sebagai bentuk interole conflict, dimana tuntutan
peran di dalam pekerjaan dan keluarga akan saling mempengaruhi. Dengan demikian
ada dua dimensi: pertama, konflik pekerjaan terhadap keluarga (Work-family conflict)
yaitu pemenuhan peran dalam pekerjaan dapat menimbulkan kesulitan pemenuhan
peran dalam keluarga. Kedua, konflik keluarga terhadap pekerjaan (Family-work
conflict), yaitu pemenuhan peran dalam keluarga dapat menimbulkan kesulitan
pemenuhan peran dalam pekerjaan (Christine & Oktorina, 2010).
Individu yang bekerja sulit untuk terlepas dari kemungkinan terjadinya Konflik
kerja-keluarga karena tuntutan peran yang harus dilakukan dalam waktu bersamaan
sebagai pekerja dan anggota keluarga. Konflik yang terus menerus terjadi akan
berdampak pada organisasi, keluarga, maupun indiividu itu sendiri. Maka perlu
disadari oleh individu untuk dapat berupaya menjalankan kedua peran dengan
seimbang demi mengatasi terjadinya konflik yang terus berkelanjutan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Konflik kerja-keluarga
merupakan konflik peran dimana tuntutan peran pekerjaan dan keluarga secara
mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal. Konflik ini terjadi ketika
seseorang berusaha memenuhi tuntutan peran dalam pekerjaan dan usaha tersebut
dipengaruhi oleh kemampuan individu yang bersangkutan untuk memenuhi tuntutan
keluarganya.

Definisi Kinerja Karyawan

Kinerja karyawan memiliki peranan yang sangat penting.
Karyawan yang berkinerja baik dapat menjadi pilar kesuksesan
suatu perusahaan. Kinerja karyawan bukan sekadar tentang
penyelesaian tugas dan tanggung jawab yang diberikan. Lebih dari
itu, kinerja yang unggul melibatkan komitmen, keterampilan, dan
motivasi yang tinggi. Karyawan yang berkinerja baik memiliki
dedikasi untuk memberikan hasil yang luar biasa, memperhatikan
detail, dan mendorong inovasi serta perbaikan berkelanjutan.
Namun, kinerja karyawan tidak tercipta secara instan.
Diperlukan upaya bersama antara manajemen dan karyawan itu
sendiri. Manajemen harus menciptakan lingkungan kerja yang
mendukung, memberikan pengarahan yang jelas, memberikan
pelatihan dan pengembangan yang tepat, serta memberikan
penghargaan dan pengakuan yang pantas. Di sisi lain, karyawan
harus memperkuat kompetensi mereka, berupaya untuk terus belajar
dan tumbuh, serta memiliki motivasi yang tinggi untuk memberikan
yang terbaik.
Kinerja karyawan merupakan hasil kualitas dan kuantitas
yang dicapai oleh karyawan dalam melaksanakan tugas perusahaan
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan perusahaan
(Mangkunegara, 2017). Sehingga kinerja adalah hasil kerja dan
perilaku karyawan yang telah dicapai dalam menyelesaikan
tanggung jawabnya yang diberikan perusahaan dalam suatu periode.
Bagi karyawan yang telah mencapai standart perusahaan maka
kinerjanya dapat dikatakan baik dan sebaliknya jika karyawan tidak
mecapai standart yang diberikan perusahaan maka dapat dikatakan
tidak baik (Kasmir, 2016).
Kinerja karyawan dapat diartikan sebagai hasil dari
pencapaian karyawan dalam perusahaan sesuai dengan wewenang
dan tanggung jawabnya guna mencapai tujuan perusahaan tersebut
(Arianty N, 2016). Sehingga kinerja dapat menjadikan fungsi dari
motivasi dan kemampuan sekaligus ketersediaan karyawan untuk
melakukan suatu kegiatan serta menyempurnakan yang mengacu
pada tanggung jawab karyawan

Indikator motivasi karyawan


Motivasi yang tinggi dapat memiliki beberapa efek positif pada
kinerja karyawan. Motivasi karyawan adalah kunci untuk mencapai
kinerja dan hasil yang baik dalam suatu perusahaan. Tanpa adanya
motivasi maka perusahaan tidak bisa berkembang dengan baik.
Indikator motivasi karyawan menurut Halim Jesslyn (2017), sebagai
berikut;
a. Perilaku karyawan, bagaimana karyawan perusahaan memilih
cara berperilaku dalam bekerja.
b. Usaha karyawan, usaha-usaha yang dilakukan oleh karyawan
selama bekerja.
c. Kegigihan karyawan, kemauan karyawan untuk terus bekerja
walaupun adanya rintangan dalam perusahaan.
d. Semangat kerja karyawan, karyawan memiliki semangat kerja
baik akan menimbulkan kesenangan yang mendorong karyawan
untuk bekerja lebih giat.
Dengan pernyataan para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
indikator motivasi karyawan, Indikator-indikator ini memberikan
gambaran tentang faktor-faktor yang dapat memicu dan
mempertahankan motivasi karyawan di lingkungan kerja. Perilaku
karyawan merupakan salah satu indikator penting yang
mempengaruhi motivasi. Bagaimana karyawan memilih dan
mengarahkan perilaku mereka dalam bekerja dapat memberikan
dampak signifikan terhadap tingkat motivasi yang mereka miliki.
Usaha karyawan juga menjadi faktor yang mempengaruhi motivasi,
karena semakin keras dan semangat karyawan dalam mengusahakan
hasil yang baik, semakin tinggi motivasi yang mereka rasakan.
Selain itu, kegigihan karyawan dan semangat kerja yang dimiliki
juga merupakan indikator motivasi yang berperan penting. Kemauan
karyawan untuk terus bekerja meskipun menghadapi rintangan atau
hambatan di perusahaan merupakan indikator kegigihan yang dapat
mempengaruhi motivasi mereka. Semangat kerja yang tinggi akan
menumbuhkan kegairahan dan kesenangan dalam bekerja, yang
pada gilirannya akan meningkatkan motivasi karyawan.
Dalam rangka menciptakan lingkungan kerja yang memotivasi,
perusahaan perlu memperhatikan indikator-indikator motivasi ini.
Dengan memahami kebutuhan dan keinginan karyawan,
memberikan pengakuan, mendukung pertumbuhan dan
pengembangan pribadi, serta menciptakan kondisi kerja yang
nyaman dan mendukung, perusahaan dapat meningkatkan motivasi
karyawan dan mendorong mereka untuk mencapai prestasi yang
lebih tinggi. Dalam hal ini, kombinasi antara faktor internal dan
eksternal dalam mempengaruhi motivasi karyawan sangatlah
penting untuk diperhatikan dan diimplementasikan secara seimbang

Faktor faktor yang mempengaruhi motivasi karyawan


Motivasi karyawan adalah kunci untuk mencapai kinerja dan
hasil yang baik dalam suatu perusahaan. Tanpa adanya motivasi
maka perusahaan tidak bisa berkembang dengan baik. Motivasi
sangat lah berpengaruh bagi perusahaan. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi motivasi karyawan menurut Yusuf (2015) sebagai
berikut;
a. Prestasi kerja, melakukan tugas-tugas yang dipercayakan kepada
karyawan.
b. Promosi jabatan, kemajuan karyawan dengan meningkatkan
tugas dalam pekerjaannya.
c. Pengakuan, memberikan pengakuan kepada karyawan atas
kinerja karyawan dalam meningkatkan harga diri karyawan.
d. Pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab karyawan atas dasar
pengembangan karir pada karyawan.
e. Penghargaan, karyawan perusahaan telah berhasil dalam
menyelesaikan tugas yang diberikan perusahaan dengan baik
sehingga karyawan cocok untuk diberi penghargaan.
f. Tanggung jawab, setiap karyawan wajib bersungguh-sungguh
dalam bekerja sehingga karyawan memiliki rasa tanggung jawab
yang tinggi.
g. Keberhasilan dalam bekerja, ketika karyawan minat dengan
pekerjaan yang dilakukannya saat ini maka keberhasilan dalam
bekerja akan tercapai.
h. Pertumbuhan dan perkembangan pribadi, setiap karyawan
perusahaan diwajibkan untuk mengasah skill yang ada sehingga
karyawan dapat bertumbuh dan berkembang untuk kemajuan
perusahaan.
Faktor yang mempengaruhi motivasi karyawan menurut Sutrisno
Edy (2009) ada 2 yakni faktor internal dan eksternal sebagai berikut;

Dampak keinginan berhenti kerja (intention to quit)


Menurut Mobley et al (1978) tinggi rendahnya intention to quit akan
berdampak pada karyawan maupun organisasi, antara lain:
a. Beban kerja, yaitu jika intention to quit karyawan tinggi, beban kerja untuk
karyawan bertambah karena jumlah karyawan berkurang. Semakin tinggi
karyawan untuk meninggalkan perusahaan, maka semakin tinggi pula beban
karyawan selama itu.
b. Biaya penarikan karyawan yaitu menyangkut waktu dan fasilitas untuk
wawancara dalam proses seleksi karyawan, penarikan dan penggantian
karyawan yang mengundurkan diri.
c. Biaya latihan, yaitu menyangkut waktu pengawas, departemen personalia dan
karyawan yang telah dilatih. Pelatihan ini diberikan untuk karyawan baru. Jika
intention to quit tinggi dan banyak karyawan yang keluar dari perusahaan,
maka akan mengakibakan peningkatan pada biaya pelatihan karyawan.
d. Adanya produksi yang hilang selama masa pergantian karyawan. Dalam hal
ini, berkurangnya jumlah karyawan akan mengurangi jumlah produksi atau
pencapaian target penjualan. Ini akibat dari tingginya intention to quit.
Terlebih bila karyawan yang keluar adalah karyawan yang memiliki tingkat
produktivitas yang tinggi.
e. Banyak pemborosan karena adanya karyawan baru. Imbas dari tingginya
intention to quit, karyawan membuat perusahaan mengeluarkan biaya-biaya
yang sebenarnya bisa dihindari jika dapat mengelola Sumber Daya Manusia
(SDM) dengan baik agar karyawan dapat bertahan lama di perusahaan.
f. Memicu stress karyawan, yaitu stres karyawan dapat terjadi karena karyawan
lama harus beradaptasi dengan karyawan baru. Dampak yang paling buruk
adalah memicu karyawan yang tinggal untuk berkeinginan keluar dari
perusahan

Definisi Motivasi Karyawan


Perusahaan perlu menciptakan lingkungan kerja yang
memfasilitasi dan mendorong motivasi karyawan, sehingga
melibatkan pemberian pengakuan yang tepat, memberikan peluang
pengembangan karir, memberikan umpan balik yang konstruktif,
mendukung kerja tim yang kolaboratif, dan memberikan insentif
yang sesuai. Motivasi merupakan hal yang sangat penting bagi
perusahaan, yang dimana tanpa adanya motivasi dari setiap
karyawan itu sangat berpengaruh pada kemajuan dalam setiap
perusahaan. Motivasi ini sebagai suatu hal yang sangat di butuh kan
bagi perusahaan yang bisa meningkatkan keunggulan perusahaan
dalam memajukan kualitas perusahaan nya. Menurut Sardiman
(2006) motivasi karyawan adalah perubahan energi dalam diri
karyawan ditandai dengan munculnya perasaan dan dimulai dengan
tanggapan terhadap adanya tujuan.
Hal tersebut harus mendapatkan perhatian lebih karena
mampu memberikan dampak terhadap produktivitas perusahaan.
Motivasi karyawan juga merupakan salah satu faktor yang
mendorong keberhasilan karyawan dalam memenuhi target
perusahaan (Manurung, Syarif, & Sari, 2019). Motivasi kerja yang
tepat akan mendorong untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai
demgan keterampilan karyawan yang dimiliki. Sehingga keadaan
internal yang mengarah pada usaha yang dikeluarkan karyawan
untuk tujuan dan aktivitas yang dilakukan mendorong karyawan
menyelesaikan pekerjaan dalam perusahaan (Dubrin, 2015). Ketika
karyawan memiliki motivasi kinerja yang tinggi terhadap
perusahaan, maka karyawan akan terdorong untuk menyelesaikan
pekerjaannya dengan baik. Sebaliknya, ketika karyawan perusahaan
tidak memiliki motivasi yang baik maka akan menurunkan
produktivitas dalam bekerja

Faktor-faktor yang mempengaruhi Keinginan Berhenti Kerja


Mobley et al (1978) menyebutkan beberapa faktor yang menjadi penyebab
keinginan berhenti kerja (intention to quit) adalah sebagai berikut (halaman
berikutnya):
a. Karakteristik individu
Organisasi adalah wadah yang memiliki tujuan yang ditentukan secara
bersama oleh orang-orang yang terlibat didalamnya. Untuk mencapai tujuan
tersebut, diperlukan adanya interaksi yang berkesinambungan dari unsur-
unsur organisasi. Karakter individu yang mempengaruhi keinginan berhenti
kerja antara lain seperti umur, pendidikan, dan status perkawinan.
b. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja dapat meliputi lingkungan fisik maupun sosial.
Lingkungan fisik meliputi keadaan suhu, cuaca, kontruksi bangunan, dan
lokasi pekerjaan. Sedangkan lingkungan sosial meliputi sosial budaya di
lingkungan kerja, dan kualitas kehidupan kerja.
c. Kepuasan kerja
Kepuasan merupakan variabel psikologi yang paling sering diteliti dalam
suatu model intention to quit. Aspek kepuasan yang ditemukan berhubungan
dengan keinginan individu untuk meninggalkan organisasi meliputi kepuasan
seperti gaji dan promosi, kepuasan atas atasan di tempat kerja, kepuasan
dengan rekan kerja, dan kepuasan akan pekerjaan itu sendiri.
d. Komitmen organisasi
Perkembangan selanjutnya dalam studi intention to quit memasukkan
konstruk komitmen organisasional sebagai konsep yang turut menjelaskan
proses tersebut sebagai bentuk perilaku, komitmen organisasional dapat
dibedakan dari kepuasan kerja. Komitmen mengacu pada respon emosional
(affective) individu kepada keseluruhan organisasi, sedangkan kepuasan
mengarah pada respon emosional atas aspek khusus dari pekerjaan

Indikator kompensasi karyawan


Kompensasi yang baik dapat memberikan beberapa dampak
positif pada kinerja karyawan. Namun kompesasi ini sangat di
butuhkan dan di inginkan bagi setiap karyawan. Dengan demikian
kompesasi ini mempunyai banyak pengaruh bagi perusahaan dan
karyawan. Beberapa indikator kompensasi karyawan menurut
Simamora Henry (2015) sebagai berikut;
a. Insentif, pemasukan yang diberikan oleh perusahaan kepada
karyawan yang bersifat tidak pasti.
b. Tunjangan, dana yang diberikan oleh perusahaan seecara berkala
dan sifatnya tetap.
c. Gaji, balas jasa yang diberikan perusahaan kepada karyawan.
d. Fasilitas, pemberian fasilitas yang berupa barang/fisik/tempat
agar karyawan jaminan mengenai terpenuhinya kebutuhan
sehari-hari karyawan.
Dengan pernyataan para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
indikator kompensasi karyawan, berupa upah dan gaji menjadi
indikator utama dalam kompensasi karyawan, yang mencerminkan
balas jasa yang diberikan perusahaan atas pekerjaan yang dilakukan.
Insentif, tunjangan, dan bonus juga menjadi faktor penting yang
mempengaruhi kompensasi karyawan. Insentif merupakan
pemasukan yang tidak pasti yang diberikan oleh perusahaan kepada
karyawan, sementara tunjangan adalah dana yang diberikan secara
berkala dengan sifat tetap. Bonus, di sisi lain, diberikan sebagai
bentuk penghargaan apabila karyawan mencapai atau melebihi
target tertentu.
Fasilitas seperti pemberian barang, fisik, atau tempat juga
menjadi indikator yang mempengaruhi kompensasi karyawan.
Fasilitas ini memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan sehari-
hari karyawan, sehingga dapat meningkatkan kepuasan dan motivasi
mereka dalam bekerja. Pentingnya perusahaan memperhatikan
indikator-indikator kompensasi ini, karena dapat merancang
program kompensasi yang sesuai untuk menarik dan
mempertahankan karyawan yang berkualitas, meningkatkan
motivasi dan kinerja mereka, serta menciptakan lingkungan kerja
yang produktif dan memadai

Faktor faktor yang mempengaruhi kompensasi karyawan


Kompensasi karyawan merupakan elemen penting dalam
menjaga kepuasan karyawan. Kompensasi ini bisa meningkatkan
kualitas dan semangat untuk setiap karyawan. Dengan demikian
kompensasi ini adalah hal yang penting bagi setiap karyawan. Ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kompensasi karyawan
menurut Kadarisman, (2013) sebagai berikut;
a. Berat Ringannya suatu Pekerjaan, apabila pekerjaan
mengandung resiko maka berhak mendapatkan kompensasi
yang sesuai dengan tingkat resiko yang diberikan oleh
perusahaan.
b. Kemampuan Kerja dari Karyawan, perusahaan wajib
memberikan kompensasi yang layak sesuai dengan kemampuan
karyawan.
c. Jabatan, apabila karywan memperoleh pangkat atau jabatan
yang tinggi maka kompensasi yang diberikan juga tinggi sesuai
dengan jabatan karyawan di perusahaan tersebut.
d. Pendidikan, perusahaan wajib memberikan kompensasi sesuai
dengan tingkat pendidikan karyawan.
e. Lama Bekerja, ketika karyawan setia dalam bekerja di
perusahaan yang mereka kerjakan maka kompensasi mampu
meningkatkan semangat karyawan.
f. Kemampuan Perusahaan, perusahaan besar menyalurkan
kompensasi yang lebih besar, namun perusahaan yang relatif
kecil tidak menyalurkan kompensasi sebesar perusahaan besar.
Faktor kompensasi menurut Badriyah (2015) sebagai berikut;
a. Gaji, balas jasa yang dibayar secara periodik kepada karyawan.
b. Insentif, balas jasa yang diberikan kepada karyawan tertentu.
c. Bonus, balas jasa yang diberikan apabila karyawan bekerja
melebihi target
d. Tunjangan, menciptakan rasa nyaman dan aman dalam bekerja.
e. Fasilitas, guna mempermudah karyawan dalam bekerja.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kompensasi karyawan menurut
Saydam Gouzali (2014) sebagai berikut;
a. Tingkat biaya hidup yang berlaku di perusahaan
b. Tingkat kemampuan perusahaan
c. Jenis pekerjaan dan besar kecilnya tanggung jawab
d. Peraturan perundang-undangan yang berlaku
e. Peranan serikat pekerja

Aspek-aspek Keinginan Berhenti Kerja (intention to quit)


Menurut Mobley et al (1978) indikator pengukuran intention to quit terdiri atas:
a. Memikirkan untuk keluar (thinking of quitting), yaitu mencerminkan individu
untuk berpikir keluar dari pekerjaan atau tetap berada di lingkungan
pekerjaan. Diawali dengan ketidakpuasan kerja yang dirasakan oleh individu,
kemudian individu berfikir untuk keluar dari tempat kerjanya saat ini.
b. Niat untuk keluar (intention to quit), yaitu mencerminkan individu yang
berniat keluar. Individu yang berniat keluar apabila telah mendapatkan
pekerjaan yang lebih baik dan nantinya akan diakhiri dengan keputusan
karyawan tersebut untuk tetap tinggal atau keluar dari pekerjaanya.
c. Pencarian alternatif pekerjaan (intention to search for alternative), yaitu
mencerminkan individu berkeinginan untuk mencari pekerjaan untuk
organisasi lain. Jika individu sudah mulai berfikir untuk keluar dari
pekerjaannya, individu tersebut akan mencoba mencari pekerjaan di luar
perusahaanya yang dirasa lebih baik

Definisi Kompensasi Karyawan

Kompensasi bermanfaat terhadap kinerja karyawan, penting
bagi perusahaan untuk melakukan analisis pasar yang baik untuk
menentukan tingkat kompensasi yang kompetitif. Selain itu,
perusahaan juga perlu mempertimbangkan program penghargaan
dan insentif yang sesuai untuk mendorong kinerja yang lebih tinggi
dan menjaga karyawan tetap termotivasi.
Kompensasi sangat di butuhkan bagi setiap karyawan dari
setiap perusahaan, guna mencapai target perusahaan dan menunjang
kehidupan karyawan. Kompesasi juga merupakan suatu
pertimbangan bagi karyawan yang ingin melamar pekerjaan pada
suatu perusahaan tertentu. Kompensasi sangat berpengaruh pada
pendapatan yang berbentuk barang atau uang, baik secara langsung
maupun secara tidak langsung yang diberikan oleh perusahaan
kepada para karyawan sebagai bentuk imbalan yang diberikan oleh
perusahaan (Arifin, 2017; Dessler, 2016). Kompensasi dapat
diartikan sebagai sesuatu yang diterima oleh karyawan sebagai balas
jasa kerja di perusahaan yang bersangkutan (Handoko, 2014). Oleh
karena itu pemberikan kompensasi kepada karyawan dapat
meningkatkan kinerja dan motivasi karyawan. Sehingga perusahaan
wajib memberikan perhatian terhadap suatu pengaturan kompensasi
secara adil dan rasional. Program kompensasi penting direncanakan
karena mencerminkan upaya perusahaan untuk mempertahankan
sumber daya manusia. Jika karyawan melihat kompensasi yang
diberikan perusahaan tidak sesuai maka perstasi dan kepuasan kerja
karyawan akan menurun.

Indikator loyalitas karyawan


Loyalitas yang tinggi dapat memiliki beberapa efek positif
terhadap kinerja karyawan. Loyalitas ini pun sangat bernilai tinggi
bagi setiap perusahaan. Dengan demikian Loyalitas ini sangat
berpengaruh tinggi bagi setiap perusahaan yang dapat menunjang
kemajuan untuk setiap perusahaan. Adapun indikator loyalitas
karyawan menurut Gozaly dan Wibawa (2018) sebagai berikut;
a. Keinginan untuk tetatp menjadi karyawan perusahaan
b. Keinginian dan bersedia mematuhi peraturan yang ada di
perusahaan
c. Bersedia melaksanakan kegiatan yang konsisten dengan
perusahaan
Dengan pernyataan para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
indikator loyalitas karyawan berpengaruh terhadap perusahaan.
Indikator-indikator tersebut mencakup aspek-aspek yang
mencerminkan sikap dan perilaku karyawan terhadap perusahaan.
indikator-indikator ini menyoroti pentingnya faktor-faktor seperti
ketaatan, tanggung jawab, kerja sama, rasa memiliki, kesukaan
terhadap pekerjaan, keinginan untuk tetap bekerja, penerimaan nilai
dan tujuan perusahaan, serta konsistensi dalam melaksanakan
kegiatan perusahaan dalam membentuk dan memperkuat loyalitas
karyawan. Dengan memahami dan mengelola indikator-indikator
ini, perusahaan dapat menciptakan lingkungan yang mendukung
loyalitas karyawan. Sehingga dapat meningkatkan retensi tenaga
kerja, produktivitas, dan keberhasilan jangka panjang

Pengertian Keinginan Berhenti Kerja (intention to quit)


Keinginan berhenti kerja (intention to quit) dalam dekade terakhir ini
merupakan permasalahan yang cukup serius bagi sebagian besar perusahaan atau
organisasi. Menurut Shields & Ward (2011) keinginan berhenti kerja memiliki makna
yang sama dengan keinginan berpindah kerja (turnover intention). Menurut Mobley
et al (1978) keinginan berpindah kerja adalah kecendrungan atau niat karyawan untuk
berhenti dari pekerjaan nya secara sukarela atau pindah dari suatu tempat kerja
ketempat kerja yang lain menurut pilihan nya sendiri. Mobley et al (1978)
mengatakan keinginan berpindah kerja dapat dijadikan gejala awal terjadinya
turnover dalam sebuah perusahan.
Dalam perkembangannya, Mobley et al (1978) mendefinisikan keinginan untuk
berhenti sebagai pemberhentian keterikatan individu pada suatu organisasi dan
menerima kompensasi dari organisasi tersebut. Keinginan untuk berhenti juga dapat
diartikan sebagai pergerakan tenaga kerja keluar dari organisasi. Keinginan untuk
berhenti mengarah pada kenyataan akhir yang dihadapi organisasi berupa sejumlah
karyawan yang meninggalkan organisasi pada periode tertentu, sedangkan keinginan
untuk berpindah (turnover) mengacu pada hasil evaluasi individu mengenai
kelanjutan hubungan dengan organisasi yang belum diwujudkan dengan tindakan
pasti meninggalkan organisasi. Turnover dapat berupa pengunduran diri, perpindahan
keluar dari organisasi, atau pemberhentian anggota di suatu organisasi.
Keinginan (intention) adalah niat yang timbul pada individu untuk melakukan
sesuatu. Sementara turnover adalah berhentinya seseorang karyawan dari tempat
kerjanya secara sukarela atau pindah dari suatu tempat kerja ketempat kerja yang lain.
Dengan demikian Turnover intention adalah kecendrungan atau niat karyawan untuk
berhenti bekerja dari pekerjaan nya (Zeffane, 1994). Sejalan dengan pendapat
McCarthy et al (2007) yang mendefinisikan keinginan berhenti kerja sebagai
perkiraan subjektif individu untuk meninggalkan organisasi dalam waktu dekat.
Greenberg (2011) juga mendefinisikan keinginan berhenti kerja sebagai keputusan
individu untuk meninggalkan organisasi yang disebabkan oleh berbagai macam faktor
yang pada akhirnya lebih memilih untuk keluar dari organisasi tersebut.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa keinginan berhenti kerja
adalah keinginan individu untuk keluar dari organisasi atau perusahaan yang
disebabkan oleh berbagai faktor dan mencari alternatif pekerjaan lain yang dirasa
lebih baik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas karyawan


Loyalitas karyawan merupakan hal yang penting bagi
keberhasilan suatu perusahaan. Loyalitas adalah hal yang sangat
sulit untuk di cari karena tidak semua orang memiliki tingkat
Loyalitas yang tinggi. Dengan demikian Loyalitas sangat berperan
penting bagi setiap perusahaan. Ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi loyalitas karyawan menurut Sutrisno (2015) sebagai
berikut;
a. Motivasi, energi yang menggerakkan seorang karyawan untuk
mencapai tujuan perusahaan.
b. Disiplin kerja, kesadaran & kesediaan karyawan menaati
peraturan perusahaan.
c. Kepuasan kerja, peryataan emosional menyenangkan sebagai
hasil dari penilaian terhadap pekerjaan karyawan.
d. Lingkungan kerja, segala sesuatu yang berada di sekitar
karyawan yang dapat mempengaruhi dalam menjalankan tugas-
tugas yang dikerjakan.
e. Krakteristik pekerjaan, tugas yang terdiri dari tanggung jawab,
karakter pekerjaan, san tingkat kepuasan yang dirasakan
karyawan.
f. Keselamatan dan kesehatan kerja, usaha dan upaya menciptakan
perlindungan dan keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya
fisik, mental, dan emosional karyawan.
g. Budaya organisasi, pola dasar bersama yang dipelajari oleh
kelompok dalam suatu perusahaan sebagai alat untuk
memeecahkan masalah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas karyawan menurut
Chaerudin A (2020) sebagai berikut;
a. Keamanan, mencakup jabatan karyawan, gaji, keselamatan
dalam belajar, dan jaminan sosial.
b. Kenyamanan, mencakup lingkungan kerja yang baik, fasilitas,
sisitem kerja, kempimpinan yang dapa memotivasi
karyawannya.
c. Tantangan, mecakup jenjang karir yang dirasakan oleh seluruh
Sesuai dengan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan
bahwa perusahaan perlu memperhatikan faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi loyalitas karyawan seperti usia, masa
kerja kepribadian, pengalaman, emosional, keamanaan,
kenyamanan dan lain sebagainya. Dengan memperhatikan
faktor-faktor tersebut, karyawan dapat meningkatkan tingkat
loyalitasnya terhadap perusahaan

Hubungan Antara Komitmen Organisasi dan Ketidakamanan Kerja Dengan Intensi Turnover


Persoalan yang seringkali terjadi di suatu perusahaan biasanya ditimbulkan karena
perilaku karyawan atau SDM itu sendiri. Salah satu bentuk perilaku karyawan tersebut adalah
intensi turnover. intensi turnovermerupakan sinyal awal terjadinya berganti pekerjaan pada
karyawan di dalam organisasi (Mobley, 1986).
Tingkat Turnover yang tinggi akan menimbulkan dampak negatif bagi organisasi,hal
ini seperti menciptakan ketidakstabilan dan ketidakpastian terhadap kondisi tenagakerja dan
peningkatan biaya sumber daya manusia yakni yang berupa biaya pelatihan yangsudah
diinvestasikan pada karyawan sampai biaya rekrutmen dan pelatihan kembali.Turnover yang
tinggi juga mengakibatkan organisasi tidak efektif karena perusahaankehilangan karyawan
yang berpengalaman dan perlu melatih kembali karyawan baru.Tingkat Turnover karyawan
yang tinggi merupakan ukuran yang sering digunakan sebagaiindikasi adanya masalah yang
mendasar pada organisasi.Tingginya turnover mengindikasikan rendahnya komitmen pada
karyawan (Yunanti & Prabowo, 2014).
Handaru (2012) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa intensi
turnoverdipengaruhi oleh komitmen organisasi.Setiap karyawan memiliki dasar dan perilaku
yang berbeda tergantung padakomitmen organisasi yang dimilikinya. Karyawan yang memiliki
komitmen organisasidengan dasar afektif memiliki tingkah laku yang berbeda dengan karyawan
yangmemiliki komitmen organisasi dengan dasar continuance. Karyawan yang ingin
menjadianggota akan memiliki keinginan untuk menggunakan usaha yang sesuai dengan
tujuanorganisasi. Sebaliknya karyawan yang terpaksa menjadi anggota akan menghindarikerugian
financial dan kerugian lain, sehingga karyawan tersebut hanya melakukanusaha yang tidak
maksimal. Sementara itu, komitmen normatif yang berkembang sebagai hasil daripengalaman
sosialisasi bergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimilikikaryawan. Komitmen
normatif menimbulkan perasaan kewajiban pada karyawan untukmemberi balasan atas apa yang
telah diterima dari organisasi (Rohman, 2009).
Komitmen seseorang terhadap organisasi/perusahaan sering kali menjadi isu yang
sangat penting didalam dunia kerja.Begitu pentingnya hal tersebut, sampai-sampai beberapa
organisasi berani memasukkan unsur komitmen sebagai salah satu syarat untuk memegang
suatu jabatan/posisi yang ditawarkan dalam iklan-iklan lowongan pekerjaan. Meskipun hal
tersebut sudah sangat umum namun tidak jarang pengusaha maupun karyawan belum
memahami arti komitmen secara sungguh-sungguh. Komitmen karyawan terhadap
organisasiakan membuat karyawan setia pada organisasi dan bekerja dengan baik
untukkepentingan organisasi, jika komitmen karyawan rendah maka akan mengakibatkan
munculnya intensi turnover ( Hendrayani, 2013).
Intensi turnover karyawan juga dipengaruhi oleh ketidakamanan kerja.
Ketidakamanan kerjayang terus-menerus akan mempengaruhi kondisi psikologis karyawan
sehingga mendorong munculnya intensi turnover untuk mendapatkan pekerjaan yang dapat
memberikan rasa aman.Ketidakamanan kerja ditunjukkan dengan ketakutan akan kehilangan
pekerjaan, ketakutan akan kehilangan status sosial, dan rasa tidak berdaya.Karena
ketidakamanan kerjamencerminkanserangkaian pandangan individu mengenai kemungkinan
terjadinya peristiwanegatif pada pekerjaan, maka sangat mungkin perasaan ini akan
membawa akibatnegatif pada kepuasan kerja sebagai respon emosional utama pada
pekerjaan.Timbulnya ketidakamanan kerjamencerminkan pandangan individu bahwa
organisasisudah melalaikan kontrak tersebut dalam hubungannya dengan aspek kerjatertentu,
akibatnya loyalitas akan terpengaruh secara negatif. Loyalitas yangmenurun memudahkan
individu atau karyawan mencari alternatif-alternatifpekerjaan di luar organisasi dimana ia
berada saat ini. Komponen yangdiasumsikan mendasari munculnyaketidakamanan kerja
diantaranya adalah ancamanterhadap hilangnya pekerjaandan ancaman terhadaphilangnya
dimensi-dimensi yang menyertai suatu pekerjaan.
Ketika bekerja, karyawan memiliki suatu harapan terpenuhinya semua kebutuhannya
melalui aktivitas bekerja. Apabila hal tersebut tercapai akan menimbulkan rasa puas dan
bahagia, sehingga niat turnover rendah karena karyawan akan takut kehilangan pekerjaan.
Harapan dari karyawan yang bekerja adalah terpenuhinya kebutuhan hidup dirinya dan
keluarga melalui upah atau gaji yang diperolehnya. Apabila upah atau gaji yang diperoleh
kurang mampu memenuhi kebutuhan hidup, maka hal tersebut akan menimbulkan kecemasan
dan ketakutan. Kondisi itulah yang mendorong karyawan untuk mencari pekerjaan lain yang
dianggapnya dapat memberikan upah atau gaji yang lebih tinggi.
Karyawanmembutuhkan tempat bekerja dimana dirinya bisa mengaktualisasikan
dirinya.Banyak juga karyawan yang bekerja tidak sesuai dengan latar belakang
pendidikannya, karyawan juga mengharapkan lingkungan kerja yang kondusif, baik secara
fisik maupun psikis.Karyawan ketika bekerja mengharapkan pekerjaan yang dimilikinya
dapat berlangsung selamanya. Namun adanya sistem kontrak menurunkan keberlangsungan
hidup karyawan dalam bekerja sehingga menimbulkan rasa takut kehilangan pekerjaan, status
sosial turun, dan rasa tidak berdaya karena nasibnya ditentukan oleh orang lain. Kondisi
demikianlah yang mendorong karyawan akhirnya memiliki niat untuk mencari pekerjaan lain
yang dapat memberikan jaminan untuk menjadi karyawan tetap perusahaan.kondisi yang
demikian akan membuat karyawan berpikir ulang untuk mencari pekerjaan lain yang
dianggap lebih dapat memberikan rasa aman. Hal tersebutlah yang kemudian meningkatkan
munculnya intensi turnover(Agustian, 2011).
Dalam penelitiannya Hendrayani (2013) menunjukkan bahwa komitmen organisasi
dan ketidakamanan kerja secara bersana-sama berpengaruh signifikan terhadap intensi
turnover.

Definisi Loyalitas Karyawan


Loyalitas terhadap kinerja karyawan merujuk pada tingkat
dedikasi, komitmen, dan keberlanjutan yang ditunjukkan oleh
seorang karyawan terhadap pekerjaannya dan perusahaan tempat
mereka bekerja. Loyalitas karyawan melibatkan sikap positif,
keterikatan emosional, dan kesetiaan terhadap perusahaan, yang
tercermin dalam upaya karyawan untuk memberikan kontribusi
yang maksimal agar mencapai kinerja yang baik.
Kesetiaan sangat penting bagi setiap perusahaan, dengan
demikian kesetian sangat di butuh kan bagi setiap perusahaan, tidak
hanya di dalam perusahaan dagang tapi perusahaan jasa juga sangat
memerlukan kesetiaan yang sangat tinggi. Loyalitas merupakan
kesetiaan karyawan pada perusahaan (Dewi L, 2019). Menurut
Poewadaminta (2013) loyalitas merupakan kepercayaan,
pengabdian, dan kesetiaan karyawan yang ditunjukkan melalui rasa
cinta serta tanggung jawab terhadap perusahaan. Maka dari itu,
loyalitas karyawan dapat dilihat dari salah satu unsur yakni kesetiaan
terhadap pekerjaan dan jabatan yang dimiliki (Hasibuan, 2016).
Loyalitas sangat berpengaruh penting bagi kemajuan setiap
perusahaan. Tanpa adanya loyalitas perusahaan tidak akan bisa
berkembang dengan baik. Loyalitas karyawan bukan sekedar
karyawan bekerja di perusahaan, melainkan karyawan harus
memiliki rasa sebagai bagian dari perusahaan supaya karyawan
mengoptimalkan hasil kerja di perusahaan tersebut (Kurniawan,
2019). Ketika karyawan memiliki loyalitas yang tinggi terhadap
perusahaan, maka karyawan pasti memiliki kesetiaan, kepatuhan,
serta ketaatan tehadap perusahaan. Sebaliknya, ketika karyawan
perusahaan tidak loyal maka akan menurunkan produktivitas dalam
bekerja, bahkan karyawan tidak akan belajar hal baru dan sering
menunda pekerjaan yang sedang dijalankan

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Iklim Organisasi


Higgins (Silviani, 2020) mengemukakan beberapa faktor yang
mempengaruhi Iklim organisasi, diantaranya yaitu:

  1. Manajer atau Pimpinan.
    Pada dasarnya setiap tindakan yang diambil oleh pimpinan atau
    manajer mempengaruhi iklim dalam beberapa hal. Seperti
    aturan-aturan, kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur
    organisasi terutama masalah-masalah yang berhubungan
    dengan masalah personalia, distribusi imbalan, gaya
    komunikasi, cara-cara yang digunakan untuk memotivasi,
    teknik-teknik dan tindakan pendisplinan, interaksi antara
    manajemen dan kelompok, interaksi antar kelompok, perhatian
    pada permasalahan yang dimiliki anggota dari waktu-ke waktu,
    serta kebutuhan akan kepuasan dan kesejahteraan anggota.
  2. Tingkah laku karyawan.
    Tingkah laku karyawan mempengaruhi iklim melalui kepribadian
    mereka, terutama kebutuhan mereka dan tindakan-tindakan
    yang mereka lakukan untuk memuaskan kebutuhan tersebut.
    Komunikasi anggota memainkan bagian penting dalam
    membentuk iklim. Cara seseorang berkomunikasi menentukan
    tingkat suksesnya atau gagalnya hubungan antar manusia.
  3. Tingkah laku kelompok kerja.
    Terdapat kebutuhan tertentu pada banyak orang dalam
    hubungan persahabatan, suatu kebutuhan yang seringkali
    dipuaskan oleh kelompok dalam organisasi. Kelompok-
    kelompok berkembang dalam organisasi dengan dua cara, yaitu
    secara formal, utamanya pada kelompok kerja; dan informal,
    sebagai kelompok persahabatan atau kesamaan umat.
  4. Faktor eksternal organisasi.
    Sejumlah faktor eksternal organisasi mempengaruhi iklim pada
    organisasi tersebut. Keadaan ekonomi adalah faktor utama
    yang mempengaruhi iklim. Contohnya dalam perekonomian
    dengan inflasi yang tinggi, organisasi berada dalam tekanan
    untuk memberikan peningkatan keuntungan sekurang-
    kurangnya sama dengan tingkat inflasi. Seandainya pemerintah
    telah menetapkan aturan tentang pemberian upah dan harga
    yang dapat membatasi peningkatan keuntungan, karyawan
    mungkin tidak senang dan bisa keluar untuk mendapatkan
    pekerjaan pada organisasi lain.
    Ibrahim (Hasim, 2019) mengungkapkan tujuh faktor yang
    mempengaruhi iklim organisasi karyawan diantaranya ialah:
  5. Fleksibilitas
    Fleksibilitas merupakan kondisi dimana perusahaan atau
    organisasi memberikan kelaluasan bertindak bagi karyawan dan
    memberi kebebasan melakukan penyesuaian diri terhadap
    tugas yang diberikan.
  6. Tanggung jawab
    Tanggung jawab merupakan perasaan karyawan tentang
    pelaksanaan tugas perusahaan yang diemban dengan rasa
    tanggung jawab atas hasil yang dicapai. Tanggung jawab
    merupakan kemandirian dalam penyelesaian pekerjaan. Setiap
    anggota dalam organisasi atau karyawan memiliki tanggung
    jawab masing-masing untuk mewujudkan tujuan perusahaan.
    Setiap karyawan harus memikul tanggung jawab terhadap
    keputusan yang telah mereka ambil.
  7. Standar
    Standar adalah perasaan karyawan tentang kondisi perusahaan
    dimana manajemen memberikan perhatian kepada tugas yang
    dilaksanakan dengan baik, tujuan yang telah ditentukan serta
    toleransi terhadap kesalahan atau hal-hal yang kurang sesuai
    atau kurang baik.
  8. Umpan balik
    Umpan balik berkaitan dengan perasaan karyawan tentang
    penghargaan dan pengakuan atas pekerjaan yang baik.
    Imbalan pemberian hadiah dan penghargaan yang pantas
    sudah selayaknya diterima oleh para karyawan.
  9. Kejelasan
    Kejelasan dalam hal ini terkait dengan perasaan karyawan
    bahwa mereka mengetahui apa yang diharapkan dari mereka
    terkait dengan pekerjaan, peranan, dan tujuan perusahaan.
  10. Komitmen
    Komitmen berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai
    perasaan bangga mereka memiliki perusahaan dan kesediaan
    untuk berusaha lebih baik lagi saat dibutuhkan.
  11. Struktur
    Struktur merefleksikan peran dan tanggung jawab karyawan.
    Struktur meliputi posisi karyawan dalam perusahaan atau
    organisasi. Kondisi dimana karyawan dalam melaksanakan
    tugasnya bertumpu pada aturan-aturan yang dikenakan
    terhadap anggota organisasi, sehingga karyawan dapat bekerja
    sesuai dengan prosedur serta struktur organisasi

Dampak Ketidakamanan Kerja


Greenhalg dan Rosenblat (1984) mengkonseptualisasikan ketidakamanan kerjasebagai
suatu sumber stress yang melibatkan ketakutan, kehilangan potensi, dan kecemasan. Salah
satu akibat dari stress adalah dalam bentuk permasalahan somatik, seperti tidak bisa tidur,
dan kehilangan selera makan. Taber, Walsh, dan Cooke (Ashford dkk, 1989) menyatakan
bahwa perasaan ketidakamanan kerjadapat meningkatkan permasalahan somatik dan
hipertensi. Sementara menurut Anoraga (2009) mengatakan bila seseorang merasa dirinya
tidak aman, maka timbul reaksi-reaksi kejiwaan seperti cemas, takut tanpa alasan. Kadang-
kadang bila rasa aman ini sudah berkurang sekali, timbullah reaksi-reaksi yang bersifat
jasmaniah seperti kepala pusing, demam, sakit perut atau psiko-somatis lainnya

Aspek-Aspek Iklim Organisasi


Menurut Patterson (Kusumaputri, 2018) menjelaskan terdapat
beberapa aspek dalam iklim organisasi diantaranya yaitu:

  1. Struktur
    Hal ini mengacu pada bagaimana karyawan merasakan batasan-
    batasan organisasi dan aturan-aturannya.
  2. Tanggung Jawab
    Aspek ini
    concern dengan bagaimana anggota merasa mampu
    membuat keputusan tanpa harus meminta konfirmasi dengan
    atasan langsung. Kondisi ini melibatkan pengetahuan mengenai
    peran seseorang dan memastikan setiap pekerjaan dapat
    dikerjakan.
  3. Imbalan
    Aspek ini berfokus pada bagaimana anggota memahami
    penghargaan untuk apa yang telah mereka kerjakan.
  4. Resiko
    Aspek ini menggambarkan risiko atau tantangan yang dikaitkan
    dengan pekerjaan tertentu.
  5. Kehangatan
    Fokus pada aspek ini adalah perasaan keakraban antara satu
    karyawan dengan karyawan lainnya dalam kelompok maupun
    organisasi secara keseluruhan.
  6. Dukungan
    Tujuannya adalah untuk mengukur bagaimana pemahaman
    pada kesediaan pengelola dan kolega untuk saling memberikan
    dukungan dan bantuan pada kesulitan yang dihadapi.
  7. Konflik
    Hal ini mempresentasikan keberadaan pengelola dan karyawan
    untuk terbuka mendiskusikan permasalahan-permasalahan dari
    pada mengabaikan permasalahan.
  8. Identitas
    Aspek identitas mengukur sejauh mana anggota merasa bernilai
    dalam kelompok sebagai bagian organisasi.
    Miner (Sahir, dkk., 2019) juga mengemukakan mengenai aspek
    iklim organisasi yaitu:
  9. Iklim organisasi berkaitan dengan unit yang besar mengandung
    ciri karakteristik tertentu.
  10. Iklim organisasi lebih mendeskripsikan suatu unit organisasi dari
    pada menilainya.
  11. Iklim organisasi berasal dari praktik organisasi.
  12. Iklim organisasi memengaruhi perilaku dan sikap anggotanya.

Definisi Iklim Organisasi


Iklim organisasi adalah persepsi individu yang diartikan setiap
karyawan dapat memiliki persepsi yang berbeda-beda mengenai iklim
organisasinya (Rusmana, 2019). Perbedaan persepsi ini dapat terlihat pula
pada karyawan dari tiap-tiap generasi yang berbeda. Kemudian menurut
Patterson (Kusumaputri, 2018) iklim organisasi diartikan sebagai suatu
lingkungan sosial yang secara umum mengambarkan sejumlah aspek
tertentu. Lanjut, Iklim Organisasi sering disebut sebagai lingkungan
manusia, dimana pekerja dalam suatu organisasi melakukan kegiatannya
(Murfat, 2021). Hal ini dapat menunjuk kepada suatu bagian dari
organisasi, cabang atau bahkan keseluruhan organisasi itu sendiri. Iklim
organisasi juga diartikan sebagai serangkaian sifat lingkungan kerja yang
dinilai langsung atau tidak langsung oleh karyawan yang menjadi
kekuatan utama dalam memengaruhi perilaku karyawan (Sagala, 2016).
Sejalan dengan itu, menurut Ashforth (Idulfilastri, 2019) mengatakan
bahwa iklim organisasi menggambarkan persepsi karyawan mengenai
aspek-aspek dari lingkungan pekerjaan secara psikologis. Sebagian adalah
hasil dari perilaku-perilaku yang dihargai, didukung dan kemudian
diharapkan oleh organisasi.
Adapun pendapat ahli lain menurut Steers (Sahir, dkk., 2020) iklim
organisasi adalah sifat atau ciri yang terdapat dalam lingkungan kerja dan
timbul karena kegiatan organisasi, yang dilakukan secara sadar atau tidak,
yang memengaruhi aktivitas organisasi. Lanjut, menurut Scheneider
(Idulfilastri, 2019) menyatakan bahwa Iklim organisasi adalah kumpulan
dari persepsi karyawan terhadap kebijakan-kebijakan, praktik-
praktik/kebiasaan-kebiasaan, serta tindakan-tindakan yang diperhatikan,
didukung, dan diberikan penghargaan di sebuah lingkungan kerja.
Menurut Hoy & Miskel (Sagala, 2016) mengatakan bahwa iklim organisasi
adalah suatu kualitas masukan yang relatif dari lingkungan organisasi
yang merupakan pengalaman yang dialami anggota organisasi
memengaruhi tingkah laku mereka merefleksikan nilai-nilai dan sistem
keyakinan pada organisasi.
Menurut Hillrieger & Slocum (Silviani, 2020) iklim organisasi
merupakan suatu set atribut organisasi dan subsistemnya yang dapat
dirasakan oleh anggota organisasi yang mungkin disebabkan oleh anggota
organisasi, yang mungkin disebabkan oleh cara-cara organisasi terhadap
anggota dan lingkungannya. Menurut Hellreigel (Murfat, 2021)
mendefinisikan iklim organisasi sebagai “suatu perangkat atribut yang
dapat diamati, tentang kondisi organisasi dan sub sistemnya, yang berasal
dari bagaimana organisasi dan atau sub sistemnya, bersikap terhadap
anggota dan lingkungannya. Lebih lanjut menurut Davis (Sahir, dkk.,
2020) menyatakan iklim organisasi adalah lingkungan manusia yang di
dalamnya terdapat anggota organisasi yang melakukan pekerjaannya