Rabu, 29 September 2021

Teori Kepuasan Kerja (skripsi dan tesis)


Wexley & Yukl(As’ad, 2002), memaparkan beberapa teori
kepuasan kerja,yaitu discrepancy theory, equity theory, dan two factor
theory:
a. Discrepancy theory
Porter (As’ad, 2002) memelopori teori ini dan kemudian
dilanjutkan oleh Locke (As’ad, 2002). Untuk mengukur kepuasan kerja,
Porter menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan
yang dirasakan. Locke menjelaskan bahwa kepuasan kerja seseorang
bergantung pada discrepancy antara should be (expectation, needs, atau
values) dengan apa yang menurut perasaannya atau persepsinya telah
diperoleh atau dicapai melalui pekerjaan. Terkait nilai yang dimaksudkan
oleh Locke, Wijono (2012) memperjelasnya, yaitu (1) ketidaksesuaian
yang dipersepsikan antara apa yang diinginkan individu dengan apa yang
dia terima dalam kenyataannya; dan (2) apa pentingnya pekerjaan yang
diinginkan oleh individu tersebut.
Discrepancy bisa positif atau negatif. Discrepancy positif terjadi
karena apa yang didapat lebih besar daripada apa yang diharapkan.
Sedangkan discrepancy negatif terjadi karena kenyataan lebih rendah
daripada harapan. Contohnya, seorang karyawan bergabung dalam suatu
perusahaan dengan harapan setelah 3 tahun bekerja ia akan mendapat
kenaikan jabatan. Ternyata baru 2 tahun bekerja, ia dipromosikan.
Karyawan ini kemudian mengalami discrepancy positif. Atau, ia tidak
mendapat promosi setelah 3 tahun bekerja, sehingga ia mengalami
discrepancy negatif. Jadi, sikap karyawan terhadap pekerjaannya
tergantung pada bagaimana ia merasakan discrepancy. Hal ini dikuatkan
oleh Wanous & Lawler (1972), yang dikutip oleh Wexley & Yukl (As’ad,
2002).
b. Equity theory
Teori ini menekankan bahwa orang akan merasa puas atau tidak
puas, tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak.
Dalam As’ad (2002, h. 105) dikatakan bahwa perasaan equity dan inequity
atas suatu situasi, diperoleh orang dengan cara membandingkan dirinya
dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun di tempat lain.
Wexley & Yukl (As’ad, 2002) memaparkan tiga elemen dari keadilan:
1) Input – Output
Input adalah “anything of value that an employee percieves
that he contributes to his job”. Hal ini menunjukkan bahwa input
berkaitan dengan kontribusi. Kontribusi ini dapat berupa
pendidikan, pengalaman, pendidikan, jumlah jam kerja, dan
sebagainya. Sedangkan outcome adalah “anything of value that the
employee percieves he obtains from the job”. Outcome
menunjukkan hasil. Hasil yang dimaksud di sini dapat berupa
pembayaran, bonus, status, kesempatan untuk berprestai, atau
berekspresi.
2) Comparison person
Individu membandingkan dirinya dengan orang lain. Dalam
As’ad (2002) disebutkan bahwa comparison person ialah kepada
orang lain dengan siapa karyawan membandingkan rasio inputoutputs yang dimilikinya. Dilanjutkan bahwa comparison person
ini bisa berupa seseorang di perusahaan yang sama, atau di tempat
lain, atau bisa pula dengan dirinya sendiri di waktu lampau.
3) Equity – Inequity
As’ad (2002) mengatakan bahwa menurut teori ini setiap
karyawan akan membandingkan ratio input-outcomes dirinya
dengan input-outcomes orang lain. Hal ini berarti perbandingan
yang dianggap adil mengakibatkan kepuasan, dan bila
perbandingan dirasakan tidak adil, baik overcompensation maupun
undercompensation akan menimbulkan ketidapuasan.
c. Teori Dua-Faktor (Two-factor theory)
Herzberg (Tietjen & Myers, 1998) meneliti perasaan karyawan
terhadap pekerjaannya atau sikapnya. Mereka mengajukan tiga
pertanyaan, yaitu (1) How can one specify the attitude of any individual
toward his or her job?; (2) What causes theses attitudes? (3) What are the
consequences of these attitudes?. Berdasarkan penelitian tersebut,
Herzberg (Tietjen & Myers, 1998).mengerucutkan pemahamannya
tentangkepuasan kerja sebagai “the feelings of people toward their work,
or their attitudes” – perasaan orang-orang terhadap pekerjaannya, atau
sikapnya.
Herzberg menemukan adanya beberapa hal yang berkaitan dengan
perasaan atau sikap orang dalam bekerja, dan kemudian membaginya
menjadi dua kelompok. Kelompok pertama, disebut motivator (job
factors), menyebabkan perasaan senang atau sikap yang baik pada
karyawan; kelompok kedua, hygiene factors (extra-job factors),
menyebabkan perasaan tidak senang atau sikap buruk. Kelompok
motivator secara keseluruhan berkaitan secara langsung dengan pekerjaan,
sedangkan hygiene tidak berkaitan secara langsung dengan pekerjaan.
Mendukung hal ini, As’ad (2002) menyatakan bahwa kepuasan kerja dan
ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda, demikian menurut
Herzberg. Ini memiliki makna bahwa kedua variabel tersebut bersifat
kontinyu. Herzberg et al. (Tietjen & Myers, 1998) memaparkan motivator
meliputi recognition, achievement, possibility of growth, advancement,
responsibility, dan work it self, sedangkan hygiene factors meliputi salary,
interpersonal relations-supervisor, interpersonal relations-subordinates,
interpersonal relations-peers, supervision – technical, company policy
and administration, working conditions, status, dan job security.

Tidak ada komentar: