Ada beberapa teori yang berusaha menjelaskan motivasi seseorang
untuk berperilaku altruisme. Diantaranya yakni :
1. Teori pertukaran sosial
Konsep teori ini dikemukakan oleh Foa dan Foa (dalam Taufik, 2012)
dimana teori ini lebih dikenal dengan sebutan sosial exchange theory. Menurut Foa dan Foa, setiap tindakan dilakukan orang dengan
mempertimbangkan untung ruginya. Bukan hanya dalam arti materi
atau financial, melainkan juga dalam bentuk psikologis, seperti
memperoleh informasi, pelayanan status, penghargaan perhatian, kasih
sayang dan sebagainya. Dimaksud dengan keuntungan adalah hasil
yang diperoleh lebih besar dari pada usaha yang dikeluarkan,
sedangkan yang dimaksud dengan rugi ialah jika hasil yang diperoleh
lebih kecil dari usaha yang dikeluarkan.
Perilaku menolong menurut teori ini tidak terlepas dari strategi
minimal, yaitu meminimalkan usaha (cost atau ongkos) dan
memaksimalkan hasil agar diperoleh keuntungan atau laba yang
sebesar-besarnya. Perilaku menolong biasanya mengikuti pola tertentu,
seperti orang lebih suka menolong orang yang menarik dan disukai
penolong sendiri. Pillavin dan Pillavin (Sarwono, dalam Ginintasasi,
2008) orang lebih suka menolong orang lain agar ia sendiri tidak
terganggu dan mendapat kepuasan untuk diri sendiri.
2. Teori Behaviorisme
Menurut pendapat kaum behaviorisme, orang menolong karena
dibiasakan oleh masyarakat untuk menolong dan perbuatan itu
masyarakat menyediakan ganjaran yang positif, jadi orang melakukan
perilaku menolong sesuai dengan teori conditioning classic dari Ivan
Pavlov (Taufik, 2012)
3. Teori norma sosial
Menurut teori ini, orang menolong karena diharuskan oleh normanorma masyarakat. Ada tiga macam norma sosial yang biasanya
dijadikan pedoman untuk berperilaku menolong yaitu :
a. Norma timbal balik (reciprocity norm) intinya adalah pertolongan
harus dibalas dengan pertolongan. Jika sekarang menolong orang lain,
diwaktu lain akan ditolong oleh orang lain atau karena pada masa yang
lalu pernah menolong orang lain, jadi masa sekarang orang lain yang
memberi pertolongan.
b. Norma tanggung jawab sosial (sosial rersponsibility norm) intinya
adalah bahwa orang menolong tanpa mengharapkan balasan apapun di
masa depan. Oleh karena itu, orang mau menolong orang yang buta
menyeberang jalan, menunjukkan jalan pada orang menanyakan jalan.
c. Norma keseimbangan, norma keseimbangan ini beraku di bagian
timur. Intinya adalah bahwa seluruh alam semesta harus berada dalam
keadaan seimbang, serasi dan selaras. Orang harus membantu untuk
mempertahankan keseimbangan antara lain dalam bentuk perilaku
menolong (altruisme). Menurut penelitian pada keluarga-keluarga di
Hongkong yang menerapkan norma keseimbangan ini lebih banyak
pada anak-anak yang altruis (Sarwono, dalam Taufik, 2012).
4. Teori Empati
Menurut Baston (Sarwono, dalam Taufik, 2012) egoisme dan simpati
berfungsi bersama-sama dalam perilaku menolong. Dari segi egoisme,perilaku menolong dapat mengurangi ketegangan diri sendiri.
Sedangkan dari segi simpati, perilaku menolong itu dapat mengurangi
penderitaan orang lain. Gabungan dari egoisme dan simpati ini dapat
menjadi empati, yaitu ikut merasakan penderitaan orang lain sebagai
penderitaannya sendiri. Dalam empati, fokus usaha menolong terletak
pada penderitaan orang lain, bukan pada penderitaan sendiri karena
dengan terbebasnya orang lain dari penderitaan itulah, orang yang
menolong dapat terlepas dari penderitaanya sendiri. Ada juga
hubungan empati yang melihat dari segi hubungan empati warga
negara dan bangsanya, akan timbullah nasionalisme yang
menyebabkan orang mau mengorbankan apa saja dan dirinya demi
kepentingan bangsa. Akan tetapi hubungan empati pada suatu titik
tertentu dapat juga melanggar prinsip moral atau keadilan, yaitu jika
demi empati perbuatan menolong seseorang sampai mengorbankan
hak atau kepentingan orang lain.
5. Teori Evolusi
Teori ini intinya beranggapan bahwa altruisme adalah
demi survival (mempertahankan jenis dalam proses evolusi), dimana
dalam teori evolusi melihat beberapa faktor antara lain :
a. Perlindungan kerabat (kin protection).
Dalam hal ini orang-orang
yang mempunyai hubungan darah selalu merasa bangga terhadap
kerabatnya karena ada yang dapat meneruskan keturunannya sehingga
orang lebih cenderung memberikan pertolongan pada orang-orang yang dianggap mempunyai hubungan kerabat. Perlindungan bukan
hanya dari orang tua ke anak-anaknya, dapat juga sebaliknya. Secara
alamiah orang dapat membantu orang lain yang ada pertalian darah
dan orang yang dekat dengan dirinya sendiri (Sarwono, dalam Taufik,
2012).
b. Timbal balik biologik (biological reciprocity)
sebagaimana halnya
norma sosial, dalam teori evolusi pun ada prinsip timbal balik, yaitu
menolong untuk memperoleh pertolongan kembali. Ini dikemukakan
oleh Robert Trivers (Sarwono, dalam Taufik, 2012). Dalam teori
biologik juga ada prinsip keseimbangan antara altruisme dan egoisme,
pada manusia perwujudan teori ini adalah dalam bentuk pertolongan
yang diberikan kepada orang yang suka membeikan pertolongan.
Orang-orang penghianat, orang yang hanya mementingkan diri sendiri
dan tidak suka berkawan, biasanya tidak diberi pertolongan dikala
membutuhkan bantuan. Menurut Campell (Sarwono, dalam Taufik,
2012) manusia melakukan pertolongan karena cirri khas manusia yaitu
beragam dan beretika sehingga pelakunya tidak semata-mata
dikendalikan oleh naluri bilogik yang mempunyai agentic
disposition dalam dirinya yaitu sifat atau bakat yang terkandung dalam
kepribadiannya yang khusus dutujukan untuk menolong orang lain.
c. Orientasi seksual, ada dalam Taufik 2012) pada kaum homo seksual mempenyai
kecenderungan altruisme dari pada orang-orang heteroseksual, hal ini
karena kaum homoseksual yang selalu merupakan minoritas dalam
masyarakat lebih memerlukan pertoongan dalam mempertahankan
jenisnya (sesama homoseksual).kecenderungan orang-orang untuk
memberikan pertolongan kepada individu lain yang memiliki orientasi
seksual yang sama. dalam penelitian Salai dan Fischer (Sarwono,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar