Beberapa penelitian psikologi sosial melihat bahwa pemberian
bantuan dapat dipengaruhi oleh factor-faktor sebagai berikut
(Sarwono, 1999) :
1. Kehadiran orang lain
Menurut Sarwono (1999), factor utama dan pertama yang
berpengaruh pada perilaku menolong atau tidak menolong adalah
orang lain yang kebetulan ada di tempat kejadian. Latane dan
Darley (dalam Sears et.al., 1985) mengemukakan bahwa kehadiran
penonton yang begitu banyak mungkin memungkinkan tidak
adanya usaha untuk memberikan pertolongan. Semakin banyak oranglain, makin kecil kemungkinan orang untuk menolong.
Latane dan Nida (dalam Sarwono, 1999) orang-orang yang
menyaksikan suatu kejadian seperti peristiwa pembunuhan,
kecelakaan, perampokan dan peristiwa-peristiwa lainnya mungkin
menduga bahwa sudah ada orang lain yang menghubungi pihak
berwajib sehingga kurang mempunyai tanggung jawab pribadi
untuk turun tangan. Mengapa kehadiran orang lain kadang
menghambat usaha untuk menolong. Analisis pengambilan
keputusan tentang perilaku sosial memberikan beberapa
penjelasan. Baumiter (dalam Sears et.al., 1985) adalah penyebaran
tanggung jawab yang timbul karena kehadiran orang lain.bila
hanya satu orang yang menyaksikan korban yang mengalami
kesulitan maka orang itu mempunyai tanggung jawab penuh untuk
memberikan reaksi tersebut dan akan menimbulkan rasa salah dan
sesal bila tidak bertindak.
Bila orang lain juga hadir, pertolongan juga bisa muncul dari
beberapa orang. Kedua tentang efek penonton menyangkut
ambiguitas dalam mengintepretasi situasi. Analisis pengambilan
keputusan menyatakan bahwa kadang-kadang penolong tidak yakin
apakah situasi tertentu dapat benar-benar merupakan situasi
darurat. Perilaku penontonyang lain dapat mempengaruhi
bagaimana reaksi seseorang.
2. Kondisi lingkungan
Keadaan fisik juga mempengaruhi orang untuk memberi bantuan.
Sejumlah penelitian membuktikan pengaruh kondisi lingkungan
seperti cuaca, ukuran kota, dan derajat kebisingan terhadap
pemberian bantuan. Efek cuaca terhadap pemberian bantuan diteliti
dalam dua penelitian lapangan yang dilakukan oleh Conmingham
(dalam Sears et.al., 1985). Dalam penelitian pertama, para pejalan
kaki dihampiri diluar rumah dan diminta untuk membantu peneliti
dengan mengisi kuisioner. Orang lebih cenderung membantu bila
hari cerah dan bila suhu udara relative menyenangkan relative
hangat di musim dingin dan relative sejuk di musim panas.
Dalam penelitian kedua yang mengamati bahwa para pelanggan
memberi tip yang lebih banyak bila hari cukup cerah. Menurut
Ahmed (dalam Sears, et.al., 1985), bahwa orang lebih cenderung
menolong pengendara motor yang mogok dalam cuaca cerah
daripada dalam cuacamendung dalam siang hari. Factor lingkungan
lainnya yang dapat mempengaruhi tindakan menolong adalah
kebisingan. Methews dan canon (dalam Sears, et.al., 1985), bahwa
suara bising yang keras menyebabkan orang lain mengabaikan
orang lain di sekitarnya dan memotivasi mereka untuk
meinggalkan situasi tersebut secepatnya sehingga menciptakan
penonton yang tidak begitu suka menolong
3. Tekanan waktu
Menyatakan bahwa orang kadang berada dalam keadaan tergesagesa untuk menolong. Orang yang sibuk cenderung untuk tidak
menolong sedangkan orang yang santai lebih besar
kemungkinannya untuk memberikan pertolongan pada yang
memerlukannya. Bukti nyata efek ini berasal dari eksperimen yang
dilakukan oleh Darley dan Botson (dalam Aears, et.al., 1985)
dimana ditemukan 10 % subyek yang diberikan tekanan waktu
memberikan bantuan dan 63 % subyek yang tidak diberikan
tekanan waktu dapat memberikan pertolongan. Dari hasil tersebut
peneliti menyatakan bahwa tekanan waktu menyebabkan seseorang
dapat mengabaikan kebutuhan korban sehingga tindakan
pertolongan tidak terjadi.
4. Faktor kepribadian
Tampaknya cirri kepribadian tertentu mendorong orang untuk
memberikan pertolongan dalam beberapa jenis situasi yang lain.
Satow (dalam Sears, et.al., 1985), mengamati bahwa orang yang
mempunyai tingkat kebutuhan tinggi untuk diterima secara sosial
lebih cenderung untuk menyumbangkan uang bagi kepentingan
amal daripada orang yang mempunyai tingkat yang rendah untuk
diterima secara sosia, tetapi hanya bila orang menyaksikannya.
Orang yang mempunyai tingkat kebutuhan tinggi untuk diterima
secara sosial, tetapi hanya bila orang menyaksikannya. Orang yang mempunyai tingkat kebutuhan tinggi untuk diterima secara sosial
dimotivasi oleh keinginan untuk memperoleh pujian dari orang lain
sehingga bertindak lebih prososial agar mereka lebih diperhatikan.
5. Suasana hati
Ada sejumlah bukti bahwa orang cenderung untuk memeberikan
bantuan bila mereka ada dalam Susana yang baik hati. Suasana
perasaan positif yang hangat meningkatkan kesediaan untuk
membantu. Efek suasana hati tidak berlangsung lama hanya 20
menit, suasana hati yang positif bisa menurunkan kesediaan untuk
menolong bila pemberian bantuan akan mengurangi suasana hati
yang baik (Sears, et.al., 1985). Rupanya orang yang berada dalam
suasana hati yang baik ingin mempertahankan perasaan mereka.
Efek suasana hati yang buruk, seperti depresi. Suasana hati yang
buruk menurut Thompson (dalam Seart, et.al., 1985),
menyebabkan individu memusatkan perhatian pada diri individu
sendiri dan kebutuhan diri sendiri maka suasana ini akan
mengurangi suasana untuk membantu orang lain. Di lain pihak,
bila individu berpikir bahwa menolong orang lain bisa membuat
individu merasa lebih baik sehingga mengurangi suasana hati yang
buruk, maka individu akan mudah memberikan bantuan.
6. Distress diri dan rasa empatik
Distress diri (personal distress) adalah reaksi pribadi terhadap
penderitaan orang lain, perasaan terkejut, takut, cemas, prihatin tidak berdaya atau perasaan apapun yang dialami. Sebaliknya yang
dimaksud rasa atau empatik (emphatic concern) adalah perasaan
simpati dan perhatian terhadap orang lain, khususnya untuk
berbagai pengalaman atau secara secara tidak langsung merasakan
penderitaan orang lain. Perbedaan utamanya adalah bahwa
penderitaan diri terfokus pada diri sendiri, sedangkan rasa empatik
terfokus pada orang lain.
Distress diri memotivasi seseorang untuk mengurangi kegelisahan
yang dialami. Orang bisa melakukan dengan membantu orang yang
membutuhkan, tetapi orang juga dapat melakukannya dengan
menghindari situasi tersebut atau mengabaikan penderitaan di
sekitarnya. Sebaliknya, rasa empatik hanya dapat dikurangi dengan
membantu orang yang berada dalam kesulitan. Tujuannya adalah
meningkatkan kesejahteraan orang lain, jelas bahwa rasa empatik
merupakan sumber altruistic (Sears et.al., 1985). Meskipun orangorang kadang merasa terganggu, sedih dan marah oleh cacat atau
kekurangan umat manusia, namun individu mangalami ikatan
perasaan yang mendalam bagi sesamanya. Konsekwensinya adalah
mereka memiliki hasrat yang tulus untuk membantu sesamanya.
7. Menolong orang yang disukai
Rasa suka pada oramg lain dipengaruhi oleh beberapa factor
seperti daya tarik fisik dan kesamaan. Penelitian tentang perilaku
sosial menyimpulkan bahwa kerakteristik yang sama juga mempengaruhi pemberian bantuan. Menurut Feldman (1985),
kesedian untuk membantu akan lebih besar terhadap orang yang
berasal dari daerah yang sama daripada terhadap orang lai. Bar-Tal
(dalam Sears et.al., 1985) mengemukakan bahwa perilaku
membantu dipengaruhi oleh jenis hubungan antar orang lain,
seperti terlihat jelas dalam kehidupan sehari-hari. Tidak peduli
apakah karena merasa suka, kewajiban sosial, kepentingan diri,
orang lebih suka menolong teman dekat daripada orang asing
8. Menolong orang yang pantas di tolong
Apakah seseorang akan mendapatkan bantuan atau tidak sebagian
bergantung pada manfaat kasus tersebut. Beberapa penelitian yang
menunjukkan bahwa factor sebab akibat yang utama adalah
pengendalian diri, individu lebih cenderung menolong bila individu
yakin bahwa penyebab timbulnya masalah berada di luar kendali
orang tersebut. Mungkin seseorang merasa simpati dan prihatin
terhadap mereka yang mengalami penderitaan karena kesalahan
mereka sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar