Di penelitian Hoque, et al. (2011) dalam Surbakti (2012) diungkapkan
beberapa cara perusahaan melakukan penghindaran pajak, yaitu sebagai berikut:
“a) Menampakkan laba dari aktivitas operasional sebagai laba dari modal
sehingga mengurangi laba bersih dan utang pajak perusahaan tersebut.
b) Mengakui pembelanjaan modal sebagai pembelajaan operasional dan
membebankan yang sama terhadap laba bersih sehingga mengurangi
utang pajak perusahaan.
c) Membebankan biaya personal sebagai biaya bisnis sehingga
mengurangi laba bersih.
d) Membebankan depresiasi produksi yang berlebihan di bawah nilai
penutupan peralatan sehingga mengurangi laba kena pajak.
e) Mencatat pembuangan yang berlebihan dari bahan baku dalam
industri manufaktur sehingga mengurangi laba kena pajak.”
Selain itu, penghindaran pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara
menurut Merks (2007) dalam Prakosa (2014) sebagai berikut: “a) Memindahkan subjek pajak dan/atau objek pajak ke negara-negara
yang memberikan perlakuan pajak khusus atau keringanan pajak (tax
haven country) atas suatu jenis penghasilan (substantive tax planning).
b) Usaha penghindaran pajak dengan mempertahankan substansi
ekonomi dari transaksi melalui pemilihan formal yang memberikan
beban pajak yang paling rendah (formal tax planning).
c) Ketentuan anti avoidance atas transaksi transfer pricing, thin
capitalization, treaty shopping, dan controlled foreign corporation
(Specific Anti Avoidance Rule), serta transaksi yang tidak mempunyai
substansi bisnis (General Anti Avoidance Rule).”
Penghindaran pajak bukannya bebas biaya. Beberapa biaya yang harus
ditanggung yaitu pengorbanan waktu dan tenaga untuk melakukan penghindaran
pajak, dan adanya risiko jika penghindaran pajak terungkap. Risiko ini mulai dari
yang dapat dilihat yaitu bunga dan denda; dan yang tidak terlihat yaitu kehilangan
reputasi perusahaan yang berakibat buruk untuk kelangsungan usaha jangka
panjang perusahaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar