Selasa, 29 September 2020

Di penelitian Hoque, et al. (2011) dalam Surbakti (2012) diungkapkan beberapa cara perusahaan melakukan penghindaran pajak, yaitu sebagai berikut: “a) Menampakkan laba dari aktivitas operasional sebagai laba dari modal sehingga mengurangi laba bersih dan utang pajak perusahaan tersebut. b) Mengakui pembelanjaan modal sebagai pembelajaan operasional dan membebankan yang sama terhadap laba bersih sehingga mengurangi utang pajak perusahaan. c) Membebankan biaya personal sebagai biaya bisnis sehingga mengurangi laba bersih. d) Membebankan depresiasi produksi yang berlebihan di bawah nilai penutupan peralatan sehingga mengurangi laba kena pajak. e) Mencatat pembuangan yang berlebihan dari bahan baku dalam industri manufaktur sehingga mengurangi laba kena pajak.” Selain itu, penghindaran pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara menurut Merks (2007) dalam Prakosa (2014) sebagai berikut:  “a) Memindahkan subjek pajak dan/atau objek pajak ke negara-negara yang memberikan perlakuan pajak khusus atau keringanan pajak (tax haven country) atas suatu jenis penghasilan (substantive tax planning). b) Usaha penghindaran pajak dengan mempertahankan substansi ekonomi dari transaksi melalui pemilihan formal yang memberikan beban pajak yang paling rendah (formal tax planning). c) Ketentuan anti avoidance atas transaksi transfer pricing, thin capitalization, treaty shopping, dan controlled foreign corporation (Specific Anti Avoidance Rule), serta transaksi yang tidak mempunyai substansi bisnis (General Anti Avoidance Rule).” Penghindaran pajak bukannya bebas biaya. Beberapa biaya yang harus ditanggung yaitu pengorbanan waktu dan tenaga untuk melakukan penghindaran pajak, dan adanya risiko jika penghindaran pajak terungkap. Risiko ini mulai dari yang dapat dilihat yaitu bunga dan denda; dan yang tidak terlihat yaitu kehilangan reputasi perusahaan yang berakibat buruk untuk kelangsungan usaha jangka panjang perusahaan

Tidak ada komentar: