Teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang membuat
sebagian orang lebih puas terhadap suatu pekerjaan daripada beberapa lainnya.
Teori ini juga mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan
kerja. Menurut Mangkunegara (2013: 120), teori-teori kepuasan kerja adalah
sebagai berikut:
1. Teori Keseimbangan (Equity Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Adam (1963). Adapun komponen dari teori ini
adalah input, outcome, dan comparison person. Input adalah semua nilai yang
diterima pegawai yang dapat menunjang pelaksanaan kerja. Outcome adalah semua
nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai. Menurut teori Comparison Person ini
adalah puas atau tidak puasnya pegawai merupakan hasil dari membandingkan
antara input-outcome dirinya dengan perbandingan input-outcome pegawai lain
(comparison person). Jadi, jika perbandingan tersebut dirasakan seimbang (equity)
maka pegawai tersebut akan merasa puas. Tetapi, apabila terjadi tidak seimbang
(inequity) dapat menyebabkan dua kemungkinan, yaitu over compensation inequity
(ketidakseimbangan yang menguntungkan dirinya) dan sebaliknya, under compensation inequity (ketidakseimbangan yang menguntungkan pegawai lain
yang menjadi pembanding atau comparison person).
2. Teori Perbedaan (Discrepancy Theory)
Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter. Ia berpendapat bahwa
mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara apa
yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan pegawai.
3. Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment Theory)
Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bergantung pada terpenuhi atau
tidaknya kebutuhan pegawai.
4. Teori Pandangan Kelompok (Social Reference Group Theory)
Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bukanlah bergantung pada
pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat bergantung pada pandangan dan pendapat
kelompok yang oleh pegawai dianggap sebagai kelompok acuan. Kelompok acuan
tersebut oleh pegawai dijadikan tolak ukur untuk menilai dirinya maupun
lingkungannya. Jadi, pegawai akan merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai
dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok acuan.
5. Teori Dua Faktor dari Herzberg
Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg. Ia menggunakan
teori Abraham Maslow sebagai titik acuannya. Dua faktor yang dapat menyebabkan
timbulnya rasa puas atau tidak puas menurut Herzberg, yaitu pemeliharaan
(maintenance factors) dan faktor pemotivasian (motivational factors). Faktor
pemeliharaan disebut pula dissatisfier, hygiene factors, job context, extrinsic factors
yang meliputi administrasi dan kebijakan perusahaan, kualitas pengawasan,
hubungan dengan pengawas, hubungan dengan subordinate, upah, keamanan kerja,
kondisi kerja dan status. Sedangkan faktor pemotivasian disebut pula satisfier,
motivators, job content, intrinsic factors yang meliputi dorongan berprestasi,
pengenalan, kemajuan (advancement), work it self, kesempatan berkembang dan
tanggung jawab.
6. Teori Pengharapan (Exceptancy Theory)
Teori pengharapan dikembangkan oleh Victor H. Vroom. Kemudian teori
ini diperluas oleh Porter dan Lawler.Vroom menjelaskan bahwa motivasi
merupakan suatu produk dari bagaimana seseorang menginginkan sesuatu, dan
penaksiran seseorang memungkinkan aksi tertentu yang akan menuntutnya.
Pengharapan merupakan kekuatan keyakinan pada suatu perlakuan yang diikuti
dengan hasil khusus. Hal ini menggambarkan bahwa keputusan pegawai yang
memungkinkan mencapai suatu hasil dapat menuntun hasil lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar