Menurut Zorlu (2011: 3016) ada berbagai penelitian yang menunjukkan
bahwa ada hubungan negatif yang berubah pada berbagai tingkat antara role stress,
yang antara variabel utama penelitian. Sedangkan menurut Ling et al (2014: 20)
hubungan antara kepuasan kerja dan tekanan peran telah berkedudukan kuat dalam
literatur sebagai hal yang negatif. Tingkat stress peran tinggi terkait dengan
rendahnya tingkat kepuasan kerja. Menurut Malik et al (2010: 224) teori tradisional
tentang tekanan peran menyatakan bahwa ketidakpuasan kerja, ketidakhadiran, dan
intensitas turnover secara langsung disebabkan oleh stres peran. Selanjutnya
Grandey dan Cropanzano (1999: 351) menyatakan bahwa, teori peran menyatakan
bahwa karyawan yang mengalami ambiguitas peran atau konflik peran akan
menghasilkan situasi yang tidak diinginkan dalam organisasi. Teori peran juga
mencakup bahwa kelebihan peran yang juga dikenal sebagai konflik peran yang
akan menyebabkan konflik pribadi dan menjadi sulit untuk mencapai keberhasilan
pelaksanaan peran. Teori peran memprediksi bahwa lebih banyak konflik pada
peran dan ambiguitas akan menyebabkan lebih banyak tekanan pada karyawan.
Menurut Schuler et al dalam Jackson dan Schuler (1985: 17) secara umum, hasil
menunjukkan bahwa konflik peran dan ambiguitas adalah konstruksi yang valid
29
dalam penelitian perilaku organisasi dan biasanya dikaitkan dengan keadaan
negatif, misalnya ketegangan, ketidakhadiran, kepuasan rendah, rendahnya
keterlibatan kerja, rendahnya harapan dan karakteristik tugas dengan potensi
motivasi rendah.
Saat ini perusahaan-perusahaan berlomba-lomba untuk menarik perhatian
konsumen agar konsumen merasa nyaman dan puas untuk memakai atau membeli
produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan. Segala cara dan upaya dikerahkan
agar konsumen puas dan akan loyal terhadap perusahaan. Perusahaan sejatinya
selalu berusaha memberikan kualitas yang terbaik atas produk dan jasa yang
mereka tawarkan dengan harapan akan tercipta kepuasan konsumen. Sehingga jika
timbul kepuasan pada setiap konsumen maka dapat membentuk sikap loyalitas
pelanggan kepada perusahaan khususnya pada produk-produk yang dimiliki
perusahaan. Hasilnya perusahaan akan mendapatkan keuntungan atas loyalitas
konsumen yang telah terbentuk.
Menurut Griffin (2007: 16), loyalitas adalah pembelian secara terus
menerus atau tidak acak yang diekspresikan dari waktu ke waktu oleh beberapa unit
pengambilan keputusan. Atau dapat diartikan loyalitas lebih mengacu pada wujud
perilaku dari unit-unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara
terus-menerus terhadap barang atau jasa suatu perusahaan. Untuk membentuk
kepuasan konsumen, CV Maskar Jaya (Maskar Grup) yang memiliki enam SPBU
selalu berusaha memuaskan konsumen. Bisa dilihat dari standard operating
procedure (SOP) operator SPBU yang pekerjaannya berhubungan langsung dengan
konsumen, lebih mengedepankan kepuasan pelanggan. Operator SPBU dituntut
untuk berprilaku ramah kepada konsumen. Keramahan pegawai SPBU CV Maskar
Jaya diharapkan akan menjadikan konsumen puas atas layanan yang mereka
sediakan. Tetapi tuntutan atau harapan perusahaan atas peran karyawan yang
tertuang dalan stanndard operating procedure (SOP) nyatanya masih sulit
diterapkan para karyawan khususnya karyawan operator SPBU CV Maskar Jaya.
Kendala dalam penerapan tuntutan peran operator SPBU terdiri dari faktor internal
dan eksternal karyawan. Kendala dari faktor internal karyawan seperti rasa lelah,
30
mood atau perasaan sedang tidak baik, ataupun pribadi karyawan itu sendiri yang
kurang ramah atau pemalu sulit untuk senyum. Sedangkan kendala dari faktor
eksternal adalah tumpahan minyak yang terkena baju seragam mengakibatkan
seragam menjadi kotor, kecemburuan antara operator SPBU mengenai pembagian
pulau pompa, dan lain sebagainya. Hal tersebut menjadikan konflik atau masalah
pada peran karyawan. Disatu sisi karyawan ingin menerapkan tuntutan-tuntutan
atas peran mereka tetapi terdapat kendala-kedala yang menghambat karyawan. Hal
ini menyebabkan terjadinya role stress atau tekanan peran. Menurut Jackson dan
Schuler (1985: 17) ada dua dimensi role stress yaitu role conflict (konflik peran)
dan role ambiguity (ketidakjelasan peran).
Kepuasan kerja merupakan hal yang diinginkan seluruh karyawan. Para
karyawan menginginkan kenyamanan serta kepuasan atas pekerjaan yang mereka
lakukan setiap harinya. Dengan kata lain kepuasan kerja merupakan salah satu
target karyawan dalam bekerja. Salah satu faktor agar kepuasan kerja karyawan
tercapai adalah memenuhi segala kebutuhan karyawan. Tidak dalam hal materi
saja, kebutuhan karyawan itu sangat luas, bahkan aspek kenyamanan dan terlepas
dari tekanan-tekanan yang mengganggu kinerja karyawan adalah merupakan
sebuah kebutuhan karyawan untuk kepuasan kerja. Kursad Zorlu (2011: 3015)
menyatakan dimensi kepuasan kerja ada lima faktor yaitu Pay, promosi, rekan
kerja, pengawasan dan pekerjaan. Role stress atau tekanan peran dapat
mempengaruhi kepuasan kerja. Menurut Schuler et al dalam Jackson dan Schuler
(1985: 17) secara umum, hasil menunjukkan bahwa konflik peran dan ambiguitas
adalah konstruksi yang valid dalam penelitian perilaku organisasi dan biasanya
dikaitkan dengan keadaan negatif, misalnya ketegangan, ketidakhadiran, kepuasan
rendah, rendahnya keterlibatan kerja, rendahnya harapan dan karakteristik tugas
dengan potensi motivasi rendah. Ling et al (2014: 20) menyatakan hubungan antara
kepuasan kerja dan tekanan peran telah berkedudukan kuat dalam literatur sebagai
hal yang negatif. Artinya semakin tinggi role stress atau tekanan peran karyawan
maka akan semakin menurun kepuasan kerja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar