a. Komitmen afektif mengarah pada the employee's emotional attachment
to, identification with, and involvement in the organization. Ini berarti,
komitmen afektif berkaitan dengan keterikatan emosional karyawan,
identifikasi karyawan pada, dan keterlibatan karyawan pada organisasi.
Dengan demikian, karyawan yang memiliki komitmen afektif yang
kuat akan terus bekerja dalam organisasi karena mereka memang ingin
(want to) melakukan hal tersebut.
b. Komitmen kontinuans berkaitan dengan an awareness of the costs
associated with leaving the organization. Hal ini menunjukkan adanya
pertimbangan untung rugi dalam diri karyawan berkaitan dengan
keinginan untuk tetap bekerja atau justru meninggalkan organisasi.
Komitmen kontinuans sejalan dengan pendapat Becker yaitu bahwa
komitmen kontinuans adalah kesadaran akan ketidakmungkinan
memilih identitas sosial lain ataupun alternatif tingkah laku lain karena
adanya ancaman kerugian besar. Karyawan yang terutama bekerja
berdasarkan komitmen ini bertahan dalam organisasi karena butuh
(need to) melakukan hal tersebut karena tidak adanya pilihan lain.
c. Komitmen normatif merefleksikan a feeling of obligation to continue
employment. Dengan kata lain, komitmen normatif berkaitan dengan perasaan wajib untuk tetap bekerja dalam organisasi. Ini berarti,
karyawan yang memiliki komitmen normatif yang tinggi merasa
bahwa mereka wajib (ought to) bertahan dalam organisasi. Komponen
komitmen organisasional ini sebagai tekanan normatif yang
terinternalisasi secara keseluruhan untuk bertingkah laku tertentu
sehingga memenuhi tujuan dan minat organisasi. Oleh karena itu,
tingkah laku karyawan didasari pada adanya keyakinan tentang “apa
yang benar” serta berkaitan dengan masalah moral (Seniati, 2006: 90).
Luthans (2006 : 135) menyatakan karyawan yang memiliki
komitmen tinggi pada organisasi akan lebih termotivasi untuk hadir dalam
organisai dan berusaha mencapai tujuan organisasi. Karyawan yang
memiliki komitmen yang tinggi pada organisasi cenderung lebih stabil
dan produktif sehingga lebih menguntungkan organisasi.
Sesuai dengan konteks pemberdayaan sumber daya manusia, agar
menghasilkan karyawan yang profesional dengan integritas yang tinggi,
diperlukan adanya acuan baku yang diberlakukan oleh suatu perusahaan.
Acuan baku tersebut adalah budaya organisasi yang secara sistematis
menuntun karyawan untuk meningkatkan komitmen kerjanya bagi
perusahaan. Organisasi yang memiliki budaya yang kuat dapat
mempunyai pengaruh yang bermakna bagi perilaku dan sikap anggotanya.
Nilai inti organisasi itu akan dipegang secara insentif dan dianut secara
meluas dalam suatu budaya yang kuat. Suatu budaya kuat
memperlihatkan kesepakatan yang tinggi di kalangan anggota tentang apa yang harus dipertahankan oleh organisasi tersebut. Kebulatan maksud
semacam ini akan membina kohesifitas, kesetiaan dan komitmen
organisasional. Kualitas ini selanjutnya akan mengurangi kecenderungan
karyawan untuk meninggalkan organisasi. Suatu organisasi untuk
mencapai keberhasilan perlu meningkatkan faktor kinerja organisasi
dengan membentuk dan mengembangkan suatu budaya organisasi yang
mendukung terciptanya komitmen karyawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar