Minggu, 20 Januari 2019

Land rent (skripsi dan tesis)


Land rent merupakan surplus pendapatan di atas pengeluaran biaya untuk lahan yang memungkinkan faktor produksi dapat dimanfaatkan dalam proses produksi (Suparmoko, 2006). Persaingan penggunaan lahan di berbagai sektor menyebabkan terjadinya alokasi lahan ke arah penggunaan lahan yang memiliki rent paling tinggi. Ricardo memberikan konsep teori atas perbedaan kesuburan tanah terutama di sektor pertanian. Asumsinya daerah permukiman baru terdapat sumberdaya lahan yang subur dan berlimpah, lahan yang subur digunakan untuk bercocok tanam dan tidak ada sewa karena penduduknya masih sedikit, sewa akan muncul jika penduduk bertambah sehingga permintaan akan lahan meningkat (Suparmoko, 1997). Teori di atas menegaskan bahwa perbandingan kualitas tanah merupakan faktor penentu nilai tanah pada lahan pertanian.
Hal tersebut dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam penentuan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tanah khususnya tanah pertanian. Terdapat hubungan antara land rent dengan penggunaan lahan (Gambar 2.1). Urutan penggunaan lahan yang memberikan land rent tertinggi sampai terendah adalah lahan yang digunakan untuk keperluan industri atau komersial diikuti penggunaan lahan untuk permukiman, hutan, padang rumput dan rawa (Barlowe, 1972 dalam Sudirman 2011).
Keterangan di atas memberikan gambaran kepada peneliti bahwa jenis-jenis penggunaan lahan akan berpengaruh terhadap nilai tanah dan dinamikanya, kemudian sebagai fungsi ruang penggunaan tanah akan berpengaruh terhadap terbentuknya pola zona nilai tanah. Oleh karena itu faktor jenis penggunaan tanah yang meliputi penggunaan perdagangan, pemukiman, tegalan, dan sawah akan dijadikan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi nilai tanah di lokasi penelitian ini.
Von Thunen (dalam Yunus, 2008) mengemukakan konsep locationrent (sewa lokasi) dengan variabel utama yang dianalisis berupa transportation cost yang dengan sendirinya sangat erat kaitannya dengan variabel jarak dan karakteristik dari komoditas yang diangkut. Selanjutnya Von Thunen (dalam Suparmoko, 2006) menjelaskan bahwa sewa tanah berkaitan dengan perlunya biaya transport dari daerah yang jauh ke pusat pasar. Teori tersebut menjelaskan bahwa salah satu variabel penting yang mempengaruhi nilai tanah yaitu faktor jarak dari pusat produksi (perdesaan) ke pusat input produksi dan pasar produksi (perkotaan). Prinsip tersebut dikemukakan dalam teori land rent yang merupakan surplus pendapatan di atas pengeluaran biaya untuk lahan yang memungkinkan faktor produksi dapat dimanfaatkandalam proses produksi (Suparmoko, 2006). Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa biaya transport tersebut merupakan komponen dari biaya produksi sehingga jarak lokasi produsen ke pusat pelayanan akan memberikan nilai land rent yang berbeda.
Semakin dekat letak tanah dari pusat-pusat penyedia barang dan jasa yang diperlukan masyarakat, maka biaya transportasi untuk memenuhi barangdan jasa tersebut relatif rendah atau murah sehingga faktor jarak jalan tersebut dengan CBD ini menjadi faktor penting yang membentuk nilai tanah.
Pada gambar tersebut harga produksi dan tingkat produksi antara A, B dan C adalah sama, yang membedakannya adalah biaya produksi yang dihasilkan. Perbedaan biaya produksi yang terjadi disebabkan oleh perbedaan jarak A, B, dan C ke pasar, sehingga menyebabkan perbedaan biaya transportasi. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa jarak A ke pasar lebih dekat dari pada B, dan jarak B ke pasar lebih dekat dari pada C, sehingga nilai land rent tertinggi dimiliki oleh A kemudian diikuti B dan yang terakhir adalah C. Teori ini menggambarkan bahwa jarak suatu lokasi tanah terhadap kota merupakan variabel penting yang mempengaruhi nilai tanah.
Burgess (dalam Nasucha, 1995) membahas hubungan antara sewa tanah dengan pencapaian (aksesibilitas) yang diukur dengan jarak dari pusat kota. Pencapaian (aksesibilitas) akan menurun secara bertahap kesemua arah dari pusat kota, sehingga sewa tanah akan berkurang seiring dengan makin jauhnya tempat tersebut dari pusat kota
Teori tersebut menjelaskan bahwa aksesibilitas suatu bidang tanah atau suatu zona nilai tanah dari pusat kota (pusat-pusat kegiatan) ekonomi atau wisata akan mempengaruhi nilai tanah suatu bidang atau suatu zona nilai tanah. Oleh sebab itu faktor aksesibilitas suatu bidang tanah dari pusat kota (ibu kota kabupaten) dan pusat perekonomian lainnya di lokasi penelitian digunakan sebagai salah satu faktor yang diduga mempengaruhi nilai tanah di lokasi penelitian ini.
Selanjutnya menurut Burgess (dalam Nasucha, 1995) dalam kenyataannya, perbedaan aksesibilitas suatu bidnag tanah mencerminkan adanya persaingan berbagai kegiatan di suatu tempat. Misalnya kegiatan A yang mutlak menuntut aksesibilitas yang tinggi, menyisihkan kegiatan lainnya berada di pusat kota (zona A sebagai perwakilan dari zona perdagangan). Kegiatan B, mampu menempati nilai sewa yang tinggi akan menempati zona B sebagai perwakilan dari zona industri. Sedangkan kegiatan C hanya mampu menempati zona C sebagai perwakilan dari zona tempat tinggal. Demikian pula dengan kegiatan D akan menempati zona D sebagai perwakilan dari zona pertanian. Penjelasan tersebut memberikan gambaran kepada peneliti bahwa jenis-jenis penggunaan lahan akan berpengaruh terhadap nilai tanah dan dinamikanya, kemudian sebagai fungsi ruang penggunaan tanah akan berpengaruh terhadap terbentuknya pola zona nilai tanah. Oleh karena itu faktor jenis penggunaan tanah yang meliputi penggunaan perdagangan, pemukiman, tegalan, dan sawah akan dijadikan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi nilai tanah di lokasi penelitian ini.

Tidak ada komentar: