Land
rent merupakan surplus
pendapatan di atas pengeluaran biaya untuk lahan yang memungkinkan faktor
produksi dapat dimanfaatkan dalam proses produksi (Suparmoko, 2006).
Persaingan penggunaan lahan di berbagai sektor menyebabkan terjadinya alokasi
lahan ke arah penggunaan lahan yang memiliki rent paling tinggi. Ricardo
memberikan konsep teori atas perbedaan kesuburan tanah terutama di sektor
pertanian. Asumsinya daerah permukiman baru terdapat sumberdaya lahan yang
subur dan berlimpah, lahan yang subur digunakan untuk bercocok tanam dan tidak
ada sewa karena penduduknya masih sedikit, sewa akan muncul jika penduduk
bertambah sehingga permintaan akan lahan meningkat (Suparmoko, 1997). Teori di
atas menegaskan bahwa perbandingan kualitas tanah merupakan faktor penentu
nilai tanah pada lahan pertanian.
Hal tersebut
dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam penentuan faktor-faktor
yang mempengaruhi nilai tanah khususnya tanah pertanian. Terdapat hubungan antara land rent dengan
penggunaan lahan (Gambar 2.1). Urutan penggunaan lahan yang memberikan land
rent tertinggi sampai terendah adalah lahan yang digunakan untuk keperluan industri
atau komersial diikuti penggunaan lahan untuk permukiman, hutan, padang rumput
dan rawa (Barlowe, 1972 dalam Sudirman 2011).
Keterangan di atas memberikan
gambaran kepada peneliti bahwa jenis-jenis penggunaan lahan akan berpengaruh
terhadap nilai tanah dan dinamikanya, kemudian sebagai fungsi ruang penggunaan
tanah akan berpengaruh terhadap terbentuknya pola zona nilai tanah. Oleh karena
itu faktor jenis penggunaan tanah yang meliputi penggunaan perdagangan,
pemukiman, tegalan, dan sawah akan dijadikan faktor-faktor yang diduga
mempengaruhi nilai tanah di lokasi penelitian ini.
Von Thunen (dalam
Yunus, 2008) mengemukakan konsep locationrent
(sewa lokasi) dengan variabel utama yang dianalisis berupa transportation cost yang dengan sendirinya sangat erat kaitannya
dengan variabel jarak dan karakteristik dari komoditas yang diangkut.
Selanjutnya Von Thunen (dalam Suparmoko, 2006) menjelaskan bahwa sewa tanah
berkaitan dengan perlunya biaya transport dari daerah yang jauh ke pusat pasar.
Teori tersebut menjelaskan bahwa salah satu variabel penting yang
mempengaruhi nilai tanah yaitu faktor jarak dari pusat produksi (perdesaan) ke
pusat input produksi dan pasar produksi (perkotaan). Prinsip tersebut dikemukakan dalam teori land rent yang merupakan surplus
pendapatan di atas pengeluaran biaya untuk lahan yang memungkinkan faktor
produksi dapat dimanfaatkandalam proses produksi (Suparmoko, 2006). Berdasarkan
hal tersebut dapat disimpulkan bahwa biaya transport tersebut merupakan
komponen dari biaya produksi sehingga jarak lokasi produsen ke pusat pelayanan
akan memberikan nilai land rent yang
berbeda.
Semakin dekat
letak tanah dari pusat-pusat penyedia barang dan jasa yang diperlukan
masyarakat, maka biaya transportasi untuk memenuhi barangdan jasa tersebut
relatif rendah atau murah sehingga faktor jarak jalan tersebut dengan CBD ini
menjadi faktor penting yang membentuk nilai tanah.
Pada gambar
tersebut harga produksi dan tingkat produksi antara A, B dan C adalah sama, yang membedakannya adalah biaya produksi yang
dihasilkan. Perbedaan biaya produksi yang terjadi disebabkan oleh perbedaan
jarak A, B, dan C ke pasar, sehingga menyebabkan perbedaan biaya transportasi.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa jarak A ke pasar lebih dekat
dari pada B, dan jarak B ke pasar lebih dekat dari pada C, sehingga nilai land rent tertinggi dimiliki oleh A
kemudian diikuti B dan yang terakhir adalah C. Teori ini menggambarkan bahwa
jarak suatu lokasi tanah terhadap kota merupakan variabel penting yang
mempengaruhi nilai tanah.
Burgess (dalam
Nasucha, 1995) membahas hubungan antara sewa tanah dengan pencapaian
(aksesibilitas) yang diukur dengan jarak dari pusat kota. Pencapaian
(aksesibilitas) akan menurun secara bertahap kesemua arah dari pusat kota,
sehingga sewa tanah akan berkurang seiring dengan makin jauhnya tempat tersebut
dari pusat kota
Teori
tersebut menjelaskan bahwa aksesibilitas suatu bidang tanah atau suatu zona
nilai tanah dari pusat kota (pusat-pusat kegiatan) ekonomi atau wisata akan
mempengaruhi nilai tanah suatu bidang atau suatu zona nilai tanah. Oleh sebab
itu faktor aksesibilitas suatu bidang tanah dari pusat kota (ibu kota
kabupaten) dan pusat perekonomian lainnya di lokasi penelitian digunakan
sebagai salah satu faktor yang diduga mempengaruhi nilai tanah di lokasi
penelitian ini.
Selanjutnya
menurut Burgess (dalam Nasucha, 1995) dalam kenyataannya, perbedaan
aksesibilitas suatu bidnag tanah mencerminkan
adanya persaingan berbagai kegiatan di suatu tempat. Misalnya kegiatan A yang
mutlak menuntut aksesibilitas yang tinggi, menyisihkan kegiatan lainnya berada
di pusat kota (zona A sebagai perwakilan dari zona perdagangan). Kegiatan B,
mampu menempati nilai sewa yang tinggi akan menempati zona B sebagai perwakilan
dari zona industri. Sedangkan kegiatan C hanya mampu menempati zona C sebagai
perwakilan dari zona tempat tinggal. Demikian pula dengan kegiatan D akan
menempati zona D sebagai perwakilan dari zona pertanian. Penjelasan
tersebut memberikan gambaran kepada
peneliti bahwa jenis-jenis penggunaan lahan akan berpengaruh terhadap nilai
tanah dan dinamikanya, kemudian sebagai fungsi ruang penggunaan tanah akan
berpengaruh terhadap terbentuknya pola zona nilai tanah. Oleh karena itu faktor
jenis penggunaan tanah yang meliputi penggunaan perdagangan, pemukiman,
tegalan, dan sawah akan dijadikan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi nilai
tanah di lokasi penelitian ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar