Jumat, 25 Januari 2019

Upaya Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi (skripsi dan tesis)


Upaya pemberantasan korupsi diantaranya dilakukan oleh pemerintah dengan membuat payung hukum jelas mengenai apa dan bagaimana korupsi itu sendiri, diantaranya dimuat dalam Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 1971 yang diperbarui dengan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, dan yang terbaru UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi. Secara kelembagaan maka pemerintah telah mendirikan berbagai lembaga khusus seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di samping itu, pemerintah melalui Peraturan Presiden RI Nomor 55 Tahun 2012 telah mengeluarkan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) jangka menengah tahun 2012-2014 dan jangka panjang tahun 2012-2025.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan secara jelas bahwa Pelaku tindak pidana korupsi ada 2 (dua) yaitu orang yang melakukan tindak pidana korupsi itu sendiri dan korporasi yang melakukan tindak pidana korupsi. Kejahatan korupsi merupakan kejahatan yang dilakukan secara sistematis dan teroganisir serta dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kedudukan dan peranan penting dalam tatanan sosial masyarakat oleh karena itu kejahatan ini sering dikatakan sebagai white collar crime atau kejahatan kerah putih. Sistem pemidanaan secara umum berbeda dengan pemidanaan dalam pidana khusus. Mengenai pidana pokok, walaupun jenis-jenis pidana dalam hukum pidana korupsi sama dengan hukum pidana umum, tetapi sistem penjatuhan pidananya ada kekhususan jika dibandingkan dengan hukum pidana umum, yaitu sebagai berikut:
a)        Dalam hukum pidana korupsi 2 (dua) jenis pidana pokok yang dijatuhkan bersamaan dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu Penjatuhan 2 (dua) jenis pidana pokok yang bersifat imperatif dan Penjatuhan 2 (dua) jenis pidana pokok serentak yang bersifat imperatif dan fakultatif.
b)        Sistem pemidanaan pada tindak pidana korupsi menetapkan ancaman minimum khusus dan maksimum khusus.
c)        Maksimum khusus pidana penjara yang diancamkan jauh melebihi maksimum umum dalam KUHP 15 (lima belas) tahun.
d)       Dalam hukum pidana korupsi tidaklah mengenai pidana mati sebagai suatu pidana pokok yang diancamkan pada tindak pidana yang berdiri sendiri
Disebutkan juga bahwa Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Sebagai negara hukum, tentu sanksi akan diberikan terhadap setiap orang yang melanggar peraturan, baik sanksi pidana, sanksi sosial, maupun sanksi administratif. Secara umum sanksi yang diberikan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang diatur dalam Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diantaranya adalah : a. Terhadap yang melakukan tindak pidana korupsi 1) Pidana Mati 2) Pidana Penjara. 3) Pidana Tambahan b. Terhadap korporasi yang melakukan tindak pidana korupsi. Tindak pidana korupsi yang dilakukan atas nama korporasi dan pokok yang dapat dijatuhkan adalah pidana denda dengan Ketentuan maksimum ditambah 1/3 (sepertiga). Penjatuhan pidana ini melalui prosedural ketentuan pasal 20 ayat 1-66 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 adalah sebagai berikut:
a.         Dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi atau pengurusnya.
b.         Tindak pidana korupsi dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama.
c.         Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, maka korporasi tersebut diwakili oleh pengurus, kemudian pengurus tersebut dapat diwakilkan kepada orang lain.
d.        Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintahkan supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilan.
e.         Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka pengadilan untuk menghadap dan menyerahkan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor.
Dalam hal lain, pemerintah juga menciptakan sistem pemerintahan yang mendukung minimnya korupsi. Seiring dengan diberlakukannya UU No 22 Tahun 1999 yang diperbaharui dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 yang diperbaharui dengan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, yang merupakan landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah kabupaten dan kota diberikan wewenang yang luas, nyata dan bertanggung jawab dalam mengatur pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. [1]





Tidak ada komentar: