Rabu, 24 Februari 2021

Gaya Kepemimpinan (skripsi dan tesis)


Setiap pemimpin memiliki gayanya sendiri dalam memimpin kerja bawahannya. 

Adapun beberapa gaya kepemimpinan sebagai berikut:

 a. Menurut (Lippits dan K. White:2014 dalam www.academia.edu) terdapat tiga gaya kepemimpinan adalah sebagai berikut:

 1. Gaya kepemimpinan otoriter

 ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Wewenang mutlak berada pada pimpinan b. Keputusan selalu dibuat oleh pimpinan c. Kebijaksanaan selalu dibuat oleh pimpinan d. Komunikasi berlangsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan e. Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para bawahan dilakukan secara ketat f. Prakarsa harus selalu berasal dari pimpinan 15 g. Tidak ada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran, pertimbangan atau pendapat h. Tugas-tugas dari bawahan diberikan secara instruktif i. Lebih banyak kritik daripada pujian j. Pimpinan menuntut prestasi sempurna dari bawahan tanpa syarat k. Pimpinan menuntut kesetiaan tanpa syarat l. Cenderung adanya paksaan, ancaman dan hukuman m. Kasar dalam bersikap n. Tanggung jawab dalam keberhasilan organisasi hanya dipikul oleh pimpinan 

2. Demokratis 

Kepemimpinan gaya demokratis adalah kemampuan dalam mempengaruhi orang lain agar besedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, berbagai kegiatan yang akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan. Gaya kepemimpinan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Wewenang pimpinan tidak mutlak b. Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan c. Keputusan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan d. Komunikasi berlangsung timbal balik e. Pengawasan dilakukan secara wajar f. Prakarsa datang dari bawahan g. Banyak kesempatan dari bawahan untuk menyampaikan saran dan pertimbangan h. Tugas-tugas dari bawahan diberikan dengan lebih bersifat permintaan daripada instruktif i. Pujian dan kritik seimbang j. Pimpinan mendorong prestasi sempurna para bawahan dalam batas masing-masing k. Pimpinan kesetiaan bawahan secara wajar l. Pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak m.Tercipta suasana saling percaya saling hormat menghormati, dan saling menghargai n. Tanggung jawab keberhasilan organisasi ditanggung secara bersama-sama 

2. Liberal atau Laissez Faire 

Kepemimpinan gaya liberal atau Laisssez Faire adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan dengan cara berbagai kegiatan dan pelaksanaanya dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan. Gaya kepemimpinan ini bercirikan sebagai berikut: a. Pemimpin melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahan b. Keputusan lebih banyak dibuat oleh bawahan 16 c. Kebijaksanaan lebih banyak dibuat oleh bawahan d. Pimpinan hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahan e. Hampir tiada pengawasan terhadap tingkah laku f. Prakarsa selalu berasal dari bawahan g. Hampir tiada pengarahan dari pimpinan h. Peranan pimpinan sangat sedikit dalam kegiatan kelompok i. Kepentingan pribadi lebih penting dari kepentingan kelompok j. Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul oleh perseorangan b. Menurut Siagian (2009:75-81), 

Dari berbagai studi tentang kepemimpinan diketahui ada lima gaya/tipe kepemimpinan, lima tipe itu ialah: 

1. Tipe Otoriter

 Ciri-ciri yang menonjol pada tipe ini antara lain sebagai berikut: a. Penonjolan diri yang berlebihan sebagai simbol keberadaan organisasi hingga cenderung bersikap bahwa dirinya dan organisasi adalah identik Napoleon yang berkata bahwa, “Negara adalah aku”, merupakan contoh dari apa yang dimaksud. Dengan demikian, yang bersangkutan memandang dan memperlakukan organiasasi sebagai miliknya. b. Ciri pertama tadi sering diikuti oleh ciri kedua, yaitu kegemarannya menonjolkan diri sebagai “penguasa tunggal” dalam organisasi. Tidak dapat menerima adanya orang lain dalam organisasi yang potensial mampu menyaingi dirinya. Orang yang berpotensi demikian segera disingkarkannya. c. Pemimpin yang otoriter biasanya dihinggapi “penyakit” megalomaniac, dalam arti “gila kehormatan” dan menggemari berbagai upaya ataru seremoni yang menggambarkan “kehebatannya” papda waktu mengenakan “pakaian kebesaran” dengan berbagai atribut simbol-simbol keberhasilannya. d. Tujuan pribadinya identik dengan tujuan organisasi. Ciri ini merupakan “konsekuensi” dari tiga ciri yang disebut terdahulu. Dengan ciri ini timbul persepsi kuat dalam dirinya bahwa para anggota organisasi mengabdi kepadanya. e. Karena pengabdian para karyawan diinterprestasikan sebagai pengabdian yang sifatnya pribadi, loyalitas para bawahan merupakan tuntutan yang sangat kuat. Demikian kuatnya, sehingga “mengalahkan” kriteria kekaryaan yang lain seperti kinerja, kejujuran, serta penerapan norma-norma moral dan etika.  f. Pemimpin yang otoriter menentukan dan menerapkan disiplin organisasi yang “keras” dan menjalakannya dengan sikap yang kaku. Dalam suasana kerja seperti itu tidak ada kesempatan bagi para bawahan untuk bertanya, apalagi untuk mengajukan pendapat atau saran. Tidak usah berbicara tentang kesempatan menyampaikan kritik. Kalau pemimpin yang bersangkutan sudah mengambil keputusan itu dikeluarkan dalam bentuk perintah dan para bawahan tinggal melaksanakannya saja. g. Seorang pemimpin yang otoriter biasanya menyadari bahwa gaya kepemimpinannya yang otoriter itu hanya efektif jika yang bersangkutan menerapkan pengendalian atau pengawasan yang ketat. Karena itu, pemimpin yang demikian selalu berupaya untuk menciptakan instrumen pengawasan sedemikian rupa sehingga dasar ketaatan para bawahan bukan kesadaran, melainkan ketakutan. Efektivitas kepemimpinan yang otoriter akan terlihat hanya selama instrumen pengendalian dan pengawasan “berfungsi dengan baik”. 

2. Tipe Paternalistik

 Berbagai ciri-cirinya yang menonjol adalah sebgai berikut: a. Penonjolan keberadaannya sebagai simbol organisasi. Seorang pemimpin yang paternalistik senang untuk menonjolkan diri sebagai “figurehead”. Misalnya, pernah terdengar lelucon yang dimaksudkan untuk menunjukkan kuatnya peranan sebagai simbol organisasi. b. Sering menonjolkan sikap “paling mengetahui”. Karena itu, dalam praktek tidak jarang menunjukkan gaya “menggurui” dan, bahwa para bawahannya harus melaksanakan apa yang “diajarkannya” itu. Dengan kata lain, dengan ciri ini, seorang pemimpin tidak “membuka pintu” bagi para bawahannya untuk menunjukkan kreativitas dan inovasinya. c. Sifat melindungi. Dalam praktek, misalnya, ciri itu akan tercermin pada sikap manajemen yang tidak mendorong para bawahannya untuk mengambil risiko karena takut akan timbul dampak negatif bagi oranisasi. d. Sentralisasi pengambilan keputusan. Artinya, pemimpinlah yang menjadi pusat pengambilan keputusan. Pelimpahan wewenang untuk mengambil keputusan pada eselon yang lebih rendah dalam organisasi tidak terjadi. e. Melakukan pengawasan yang ketat. 

3. Tipe Laissez Faire 

Ciri-ciri yang menonjol ialah: a. Gaya santai yang berangkat dari pandangan bahwa organisasi tidak menghadapi masalah yang serius dan kalaupun ada, selalu  dapat ditemukan penyelesainnya. Dengan kata lain, pemimpin tipe ini tidak memiliki “sense of crisis”. b. Pemimpin tipe ini tidak senang mengambil risiko dan lebih cenderung pada upaya mempertahankan status quo. c. Tipe ini gemar melimpahkan wewenang kepada para bawahan dan lebih menyenangi situasi bahwa para bawahanlah yang mengambil keputusan dan keberadaannya dalam organisasi lebih bersifat suportif. d. Enggan mengenakan sanksi, apalagi yang keras terhadap bawahan yang menampilkan perilaku disfungsional atau menyimpang, tetapi sebaliknya, senang „mengobral pujian‟. e. Memperlakukan bawahan sebagai „rekan‟ dan karena itu hubungan yang bersifat hierarkis tidak disenanginya. f. Keserasian dalam interaksi organisasional dipandang sebagai etos yang perlu dipertahankan. 

4. Tipe Demokratik 

Ciri- ciri pokoknya antara lain: a. Mengakui harkat dan martabat manusia. Dengan demikian, berupaya untuk selalu memperlakukan para bawahan dengan cara-cara yang manusiawi. b. Menerima pendapat yang mengatakan bahwa sumber daya manusia merupakan unsur yang paling strategik dalam organisasi meskipun sumber daya dan dana lainnya tetap diakui sebagai sumber yang penting, seperti uang atau modal, mesin, materi, metode kerja, waktu dan informasi yang kesemuanya hanya bermakna apabila diolah dan digunakan oleh manusia, misalnya menjadi produk untuk dipasarkan kepada para konsumen yang memerlukannya. c. Para bawahannya adalah insan dengan jati diri yang khas dan karena itu harus diperlakukan dengan mempertimbangkan kekhasannya itu. d. Pemimpin yang demokratik tangguh membaca situasi yang dihadapi dan dapat menyesuaikan gaya kepemimpinannya dengan situasi tersebut. e. Gaya kepemimpinan yang demokratik rela dan mau melimpahkan wewenang pengambilan keputusan kepada para bawahannya sedemikian rupa tanpa kehilangan kendali organisasional dan tetap bertanggung jawab atas tindakan para bawahannya itu. f. Mendorong para bawahan terapkan secara inovatif dalam pelaksanaan berkarya, berupa ide, teknik, dan cara baru.  g. Tidak ragu-ragu membiarkan para bawahan mengambil risiko dengan catatan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh telah diperhitungkan dengan matang.

 5. Tipe Kharismatik

 a. Percaya diri yang besar. Artinya para pemimpin yang kharismatik memiliki keyakinan yang mendalam tentang kemampuannya baik dalam arti berpikir maupun bertindak. b. Mempunyai visi. visi adalah rumusan tentang masa depan yang diinginkan bagi organisasi yang berperan selaku pemberi arah yang akan ditempuh di masa depan. c. Kemampuan untuk mengartikulasikan visi. Hal itu dilakukan melalui proses sosialisasi yang sistemik sehingga terjadi internalisasi dlam diri para anggota organisasi. d. Keyakinan yang kuat tentang tepatnya visi yang dinyatakannya kepada para bawahan

Tidak ada komentar: