Senin, 15 Februari 2021

Faktor-Faktor Psychological Ownership (skripsi dan tesis)


Menurut Pierce, Kostova, Dirks (2002), aspek-aspek psikological
ownership sebagai berikut:
a. Sense of place (having a place)
Kebutuhan pertama untuk memiliki tempat atau rumah adalah
kebutuhan dasar pada rasa kepemilikan (Dyne & Pierce, 2004).
Menurut Weil (dalam Dyne & Pierce, 2004), memiliki sebuah
tempat atau having a place sangatlah penting bagi kebutuhan jiwa
seseorang. Ardrey, Lorenz dan Leyhausen, porteous (dalam Pierce,
Kostova, Dirks, 2002) menyebutkan bahwa seseorang memiliki
kebutuhan dasar berupa kebutuhan akan wilayah kekuasaan
(unnate territorialy need), kebutuhan akan memiliki suatu ruang
tertentu. Rumah, atau perasan bahwa sebuah ruang adalah milik
seseorang, memberikan kenyamanan, kesenangan dan keamanan
(Heidegger, 1967, dalam Dyne & Pierce, 2004). Menurut Porteous
(dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002), ‘rumah’ bukan hanya
sebidang tanah dengan dinding-dinding, tapi dapat berupa sebuah
pedesaan, senyawa, atau lingkungan. Benda ataupun hal yang
dapat membuat seseorang merasa memiliki suatu wilayah tertentu
akan membuat individu semakin terikat dengan benda tersebut (Porteous, 1976, dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002). Semakin
seseorang merasakan perasaan yang kuat terhadap suatu objek,
maka objek tersebut dapat dipertimbangkan sebagai home atau my
place. Menurut Heidegger, Polanyi, Dreyfus (dalam Pierce,
Kostova, Dirks, 2002), ketika seseorang menghuni sesuatu, maka
sesuatu bukanlah sebuah objek lagi namun telah berubah menjadi
bagian dari seseorang dan akhirnya seseorang akan terikat secara
psikologis terhadap benda tersebut.
b. Efficacy dan effectance
Need of efficacy adalah kebutuhan seseorang untuk merasa
berpengaruh atau memiliki control atas lingkungannya (Pierce,
Kostova, Dirks, 2002), sendangkan effectance motivation adalah
kebutuhan untuk berinteraksi secara efektif agar menghasilkan
hasil yang diinginkan dalam sebuah lingkungan (White, 1959,
dalam Dyne & Pierce, 2004). Menurut Pierce, Kostova, Dirks
(2002), setiap manusia memiliki needs of efficacy dan need of
effectance. Need of efficacy mengarahkan seseorang untuk
memiliki sebuah objek dalam lingkungan. Menurut penelitian
White (dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002), mengontrol sebuah
objek kepemilikan menghasilkan kesenangan dan mengarahkan
persepsi ke personal efficacy. Furby (dalam Pierce, Kostova,
Dirks, 2002) menyatakan bahwa kepemilikan menjadi bagian dari (Porteous, 1976, dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002). Semakin
seseorang merasakan perasaan yang kuat terhadap suatu objek,
maka objek tersebut dapat dipertimbangkan sebagai home atau my
place. Menurut Heidegger, Polanyi, Dreyfus (dalam Pierce,
Kostova, Dirks, 2002), ketika seseorang menghuni sesuatu, maka
sesuatu bukanlah sebuah objek lagi namun telah berubah menjadi
bagian dari seseorang dan akhirnya seseorang akan terikat secara
psikologis terhadap benda tersebut.
b. Efficacy dan effectance
Need of efficacy adalah kebutuhan seseorang untuk merasa
berpengaruh atau memiliki control atas lingkungannya (Pierce,
Kostova, Dirks, 2002), sendangkan effectance motivation adalah
kebutuhan untuk berinteraksi secara efektif agar menghasilkan
hasil yang diinginkan dalam sebuah lingkungan (White, 1959,
dalam Dyne & Pierce, 2004). Menurut Pierce, Kostova, Dirks
(2002), setiap manusia memiliki needs of efficacy dan need of
effectance. Need of efficacy mengarahkan seseorang untuk
memiliki sebuah objek dalam lingkungan. Menurut penelitian
White (dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002), mengontrol sebuah
objek kepemilikan menghasilkan kesenangan dan mengarahkan
persepsi ke personal efficacy. Furby (dalam Pierce, Kostova,
Dirks, 2002) menyatakan bahwa kepemilikan menjadi bagian dari (Porteous, 1976, dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002). Semakin
seseorang merasakan perasaan yang kuat terhadap suatu objek,
maka objek tersebut dapat dipertimbangkan sebagai home atau my
place. Menurut Heidegger, Polanyi, Dreyfus (dalam Pierce,
Kostova, Dirks, 2002), ketika seseorang menghuni sesuatu, maka
sesuatu bukanlah sebuah objek lagi namun telah berubah menjadi
bagian dari seseorang dan akhirnya seseorang akan terikat secara
psikologis terhadap benda tersebut.
b. Efficacy dan effectance
Need of efficacy adalah kebutuhan seseorang untuk merasa
berpengaruh atau memiliki control atas lingkungannya (Pierce,
Kostova, Dirks, 2002), sendangkan effectance motivation adalah
kebutuhan untuk berinteraksi secara efektif agar menghasilkan
hasil yang diinginkan dalam sebuah lingkungan (White, 1959,
dalam Dyne & Pierce, 2004). Menurut Pierce, Kostova, Dirks
(2002), setiap manusia memiliki needs of efficacy dan need of
effectance. Need of efficacy mengarahkan seseorang untuk
memiliki sebuah objek dalam lingkungan. Menurut penelitian
White (dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002), mengontrol sebuah
objek kepemilikan menghasilkan kesenangan dan mengarahkan
persepsi ke personal efficacy. Furby (dalam Pierce, Kostova,
Dirks, 2002) menyatakan bahwa kepemilikan menjadi bagian dari extended self karena kepemilikan mengekspresikan kemampuan
seseorang untuk mengerahkan kontrol langsung kepada
lingkungan sosial dan fisik. Dapat disimpulkan bahwa
psychological ownership muncul karena adanya motivasi untuk
kompeten di dalam lingkungannya. Oleh karena kebutuhan
mendasar tersebut, seseorang terdorong untuk menjajagi dan
memanipulasi lingkungan mereka. Untuk melakukan hal tersebut,
seseorang perlu memiliki kontrol, yang didapatkan dari perasaan
efficacy dan competence pada possessions.
c. Self identity
Self identity adalah kebutuhan uintuk mendapatkan perasaan
yang jelas terhadap diri sendiri (Burke & Reitszes, 1991, dalam
Dyne & Pierce, 2004). Kepemilikan atau possessions dan sense of
‘mine’ membantu seseorang menegtahui dirinya sendiri. Sejumlah
ilmuwan mengemukakan bahwa possession juga menampilkan
ekspresi simbolik dari seseorang dan terdapat hubungan erat
antara possessions, self-identity, dan individualis (Porteous, dalam
Dyne & Pierce, 2004). Psychological ownership membantu
seseorang untuk menyadari self identity, mengekspresikan self
identity pada orang lain, serta memelihara kelangsungan self
identity dari waktu ke waktu. Menurut Pierce Pierce, Kostova,
Dirks (2002), seseorang akan menyadari self identity nya berdasarkan pandangan orang lain. Possession berperan penting
dalam proses ini karena orang lain akan memberikan penilaian
dan evaluasi terhadap seseorang berdasarkan benda-benda yang
dimiliki seseorang (McCracken, dalam Pierce, Kostova, Dirks,
2002). Selain itu, dalam mengekspresikan self identity seseorang.
Selain menambahkan kekuasaan pada orang lain, possession juga
mengkomunikasikan identitas seseorang kepada orang lain,
sehingga mereka mendapatkan pengenalan dan social prestige.
Orang seringkali memperhatikan bagaimana orang lain melihat
mereka dengan berbagai kepemilikan, (possessions) (Munson &
Sprivey, 1980, Pierce, Kostova, Dirks, 2002). Oleh karena itu,
biasanya seseorang akan selalu berusaha untuk mencocokkan
kesan tentang dirinya dengan kesan yang dimiliki oleh produkproduk tertentu (Sirgy, dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002).
Menurut Kamptner, Price, Arnould, Curasi, Rochberg-Halton,
1980, (dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002), possessions secara
psikologis sanat berarti bagi seseorang sebagai suatu hal yang
dapat membuat seseorang memperoleh dan mencapai kontinuitas
dirinya. Possessions membuat seseorang merasa nyaman dan
secara kontinu terhubung dengan masa lalu dan masa kini
seseorang. Cram dan Paton (dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002)
memberi contoh bahwa ketika seseorang bertambah tua, mereka merefleksikan kenangan, foto, buku harian, surat, dan hadiah dari
orang lain menjadi bagian yang sangat penting dalam self identity
mereka. Jika barang-barang tersebut hilang, seseorang akan
mengalami erosi pada sense of self yang dimilikinya (Kamptner,
1989, dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002)

Tidak ada komentar: