Sabtu, 10 April 2021

faktor work-family conflict (skripsi dan tesis)

 Michel et al. (2011) mengungkapkan beberapa faktor yang melatarbelakangi work-family conflict, yaitu : 

1) Faktor Pekerjaan Faktor pekerjaan menunjukkan bagaimana masing-masing karyawan memiliki peran yang berbeda tergantung pada pekerjaannya, peran pekerjaan tertanam dalam suatu keadaan atau kondisi yang sudah melekat pada pekerjaan tersebut. (a) Stresor peran (role stressors) Stresor pada pekerjaan dan keluarga merupakan hasil daripada tekanan yang dimiliki peran pada masing-masing domain. Konflik peran, ambiguitas peran, peran yang berlebihan dan komitmen waktu kerja secara umum dipandang sebagai sumber utama stres dalam kerangka stresor (Kahn et al., 1964). Banyak individu yang akhirnya menyerah pada tekanan yang ada dalam usahanya untuk memenuhi beragam ekspektasi dari masing-masing peran. Salah satu penyebabnya adalah ketika tekanan peran yang ada dalam kerangka stressor (konflik peran, ambiguitas peran, kelebihan peran dan tuntutan waktu) dihadapi, tenaga individu akan lebih banyak terkuras. Manusia memiliki energy serta waktu yang terbatas, sehingga ketika stressor peran pada salah satu domain mengalami peningkatan akan menghasilkan konflik yang lebih besar.  (b) Keterlibatan peran (role involvement) Keterlibatan kerja dan keluarga mengacu pada tingkat keterikatan psikologis atau kaitan terhadap peran di pekerjaan dan keluarga (Frone, 2003). Individu yang memiliki keterikatan peran tinggi memiliki ketertarikan kognitif terhadap peran tertentu. Ketertarikan peran yang tinggi membuat sesorang melihat peran tersebut sebagai hal terpenting dan pusat dari kehidupannya. Tingginya keterlibatan psikologis terhadap suatu peran tertentu dapat membuat sulit untuk terikat dalam kegiatan peran saingannya, misalnya keterlibatan pada pekerjaan dapat membuat keterikatan pada perannya di keluarga berkurang. Teori peran menjelaskan bahwa individu dapat terlibat secara psikologis dengan perannya di pekerjaan dan di rumah sebagai usaha untuk memenuhi ekspektasi dari masing-masing peran. Seandainya ketidakpuasan ditemui dalam salah satu peran, individu dapat menyesuaikan waktu, perhatian dan energi yang dimiliki. Teori kompensasi menjelaskan bahwa terdapat hubungan terbalik antara domain pekerjaan dan keluarga, di mana ketidakpuasan pada satu domain akan diimbangi melalui kepuasan atau keterlibatan yang lebih besar dalam domain lain (Edwards & Rothbard, 2000 dalam Michel, 2011). (c) Dukungan sosial (social support) Dukungan sosial merujuk pada bantuan peran, kekhawatiran emosional, informasi dan penilaian fungsi lain yang berfungsi untuk meningkatkan perasaan penting dalam diri seseorang (Carlson & Perrewe,   1999). Dukungan sosial dari domain pekerjaan dapat datang dari beberapa sumber seperti rekan kerja, supervisor dan organisasi itu sendiri. Dukungan sosial untuk domain keluarga dapat datang dari pasangan atau seluruh keluarga. Seperti yang dikemukankan oleh Stoner, dkk (2011) yaitu dukungan dari keluarga dapat mempengaruhi tinggi rendahnya workfamily conflict yang dialami oleh seseorang. Dukungan sosial yang didapatkan dari salah satu domain dapat memimpin kepada berkurangnya waktu, perhatian dan energi yang dibutuhkan untuk menjalankan peran tersebut. (d) Karakteristik kerja (work characteristic) Karakteristik kerja terdiri dari beberapa hal dalam domain yang dapat mempengaruhi pelaksanaan peran (Morgenson & Campion, 2003). Beberapa hal tersebut antara lain durasi peran (pekerjaan dan kepemilikan organisasi), karakteristik peran (tipe pekerjaan, autonomi pekerjaan, variansi tugas, dan gaji), serta pengaruh organisasional terhadap peran tersebut (alternatif jadwal kerja dan seberapa jauh organisasi tersebut responsive terhadap keluarga). Tingginya status dalam pekerjaan serta gaji yang semakin tinggi mengindikasikan tanggung jawab yang lebih besar, stress yang lebih besar sehingga menyulitkan untuk menjaga keseimbangan dalam kedua peran yang dimiliki baik di rumah ataupun pekerjaan. Karakter yang dimiliki oleh pekerjaan dan organisasi mempengaruhi bagaimana individu dapat menjalankan perannya dan seberapa besar tanggung jawab dan waktu yang dibutuhkan. Karakteristik  pekerjaan yang menuntut tanggung jawab serta perhatian yang besar dapat mempengaruhi bagaimana individu menjalankan perannya di rumah. 2) Faktor Individu Faktor individu yang dimaksudkan mempengaruhi work-family conflict adalah kepribadian seseorang. Kepribadian menurut Allport dalam Schultz & Schultz (2013) merujuk pada dinamika struktur mental dan proses mental yang terkoordinasi yang menentukan penyesuaian emosional dan perilaku individu terhadap lingkungannya. Salah satu bagian dari kepribadian yang berpengaruh terhadap work family conflict adalah internal locus of control dan efektifitas negatif serta neurotisme. Internal locus of control secara umum didefinsikan sebagai sejauh mana seseorang melihat hasil yang ada disebabkan oleh dirinya sendiri (internal) dan bukan semata-mata karena kesempatan (eksternal) (Rotter, 1966). Efektifitas negatif dan neurotisme secara umum didefinsikan sebagai tingkatan stres yang lebih tinggi yang didasarkan pada sifat psikologis, kecemasan, dan ketidakpuasan secara umum (Costa & McCrae, 1992). Kemampuan dari dalam diri individu sendiri merupakan salah satu cara untuk menyeimbangkan kedua peran yang dimiliki, dan aspek-aspek dalam kerpibadian mempengaruhi individu dalam menghadapi tekanan yang didapat dari kedua peran yang akan mempengaruhi kemungkinan munculnya konflik antara kedua peran

Tidak ada komentar: