Tampilkan postingan dengan label notariat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label notariat. Tampilkan semua postingan

Jumat, 16 Desember 2022

Hubungan Notaris Dengan Para Pihak Penghadap (skripsi, tesis, disertasi)


Ketika penghadap datang ke notaris agar tindakan atau
perbuatannya diformulasikan kedalam akta otentik sesuai dengan
kewenangan Notaris, dan kemudian notaris membuatkan akta atas
permintaan atau keinginan para penghadap tersebut, maka dalam hal ini
memberikan landasan kepada notaris dan para penghadap telah terjadi
hubungan hukum antara keduanya Notaris sendiri harus memberikan pelayanan terbaik kepada para
penghadap atau masyarakat, namun notaris dapat menolak untuk
memberikan pelayanan kepada para penghadap atau masyarakat dengan
alasan-alasan tertentu hal ini diatur dalam pasal 16 ayat (1) huruf e
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 jo Undang-Undang nomor 2
Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Alasan yang dimaksud dalam pasal
ini adalah alasan yang mengakibatkan notaris berpihak, seperti adanya
hubungan darah atau semenda dengan notaris sendiri atau dengan
suami/istrinya, salah satu pihak tidak mempunyai kemampuan untuk
berbuat sesuatu, atau hal-hal lain yang tidak diperbolehkan oleh undangundang. Dengan hubungan hukum seperti itu, maka perlu ditentukan
kedudukan hubungan hukum tersebut yang merupakan awal dari
tanggung gugat notaris.28 Untuk memberikan landasan kepada hubungan
hukum seperti tersebut di atas, perlu ditentukan tanggung gugat notaris
apakah dapat berlandaskan kepada wanprestasi atau perbuatan melawan
hukum (onrechtmatigedaad) atau mewakili orang lain tanpa kuasa
(zaakwaarneming) atau pemberian kuasa (lastgeving), perjanjian untuk
melakukan pekerjaan tertentu ataupun persetujuan perburuhan.29
Subjek hukum yang datang menghadap notaris didasari adanya
sesuatu keperluan dan keinginan sendiri, notaris tidak mungkin
melakukan suatu pekerjaan atau membuat akta tanpa ada permintaan dari
para penghadap, dengan demikian menurut notaris dalam bentuk mewakili orang lain tanpa kuasa (zaakwaarneming) tidak mungkin
terjadi berdasarkan pasal 1354 KUHPerdata.30
Hubungan hukum yang terjadi antara notaris dengan para pihak
penghadap tidak dapat dikontruksikan, dipastikan atau ditentukan, sejak
awal ke dalam bentuk adanya atau terjadi wansprestasi atau perbuatan
melawan hukum (onrechtmatigedaad) atau persetujuan untuk melakukan
pekerjaan-pekerjaan tertentu atau mewakili orang lain tanpa kuasa
(zaakwaarneming) yang dapat dijadikan dasar untuk menuntut notaris
berupa penggantian biaya, ganti rugi atau bunga kontruksi seperti tidak
dapat diterapkan secara langsung terhadap notaris karena tidak adanya
syarat yang dipenuhi seperti :
a) Tidak ada perjanjian secara tertulis atau kuasa atau untuk melakukan
perjanjian tertentu;
b) Tidak ada hak-hak para pihak atau para penghadap yang dilanggar
oleh notaris;
c) Notaris tidak mempunyai alasan untuk menerima perintah melakukan
suatu pekerjaan; dan
d) Tidak ada kesukarelaan dari notaris untuk membuat akta, tanpa ada
permintaan dari para pihak.31
Dengan demikian hubungan hukum antara notaris dan para
penghadap merupakan hubungan hukum yang khas, dengan karakter a) Tidak perlu dibuat suatu perjanjian baik lisan maupun tertulis dalam
bentuk pemberian kuasa untuk membuat akta atau untuk melakukan
pekerjaan-pekerjaan tertentu;
b) Mereka yang datang kehadapan notaris, dengan anggapan bahwa
notaris mempunyai kemampuan untuk membantu memformulasikan
keinginan para pihak secara tertulis dalam bentuk akta otentik;
c) Hasil akhir dari tindakan notaris berdasarkan kewenangan notaris
yang berasal dari permintaan atau keinginan para pihak sendiri; dan
d) Notaris bukan pihak dalam akta yang bersangkutan. 32
Pada dasarnya notaris hanya membuat akta atas permintaan para
penghadap, disini notaris harus menerjemahkan pasal-pasal, kalimatkalimat, ayat-ayat, sehingga selaras dan memperoleh kekuatan hukum.
Jika para pihak datang ke notaris dan akan mengadakan suatu perjanjian
maka notaris akan mengatur syarat-syarat perjanjian tersebut dengan
sedemikian rupa sehingga para pihak mendapat perlindungan yang
seimbang dari notaris. Dalam menjalankan tugas serta jabatanya notaris
harus berpegangan dengan UUJN dan Kode Etik Notaris agar ketika
menjalankan tugasnya notaris selalu prosedural seperti apa yang
semestinya yang tertuang dalam Undang-Undang jabatan notaris dan
Kode Etik. Banyak orang yang ingin menjatuhkan atau mencari
keuntungan dengan melihat celah yang ada dalam notaris menjalankan
jabatan yang tidak prosedural seperti apa yang seharusnya oleh karena itu  dalm menjalankan tugasnya notaris harus menggunakan prinsip kehatihatian agar terhindar dari masalah dikemudian hari.
Notaris harus berupaya mengetahui identitas para pihak dan
keterangan yang sebenar-benarnya dari para pihak penghadap. Notaris
dapat memperoleh keterangan identitas dari ktp para pihak yang
bersangkutan, paspor, sim dan atau surat-surat lain dari para pihak yang
ingin melakukan perbutan hukum. Apabila keterangan yang diberikan
para pihak ini tidak sesuai atau tidak benar notaris dapat membatalkan
perjanjian atau perbuatan hukum yang ingin dilakukan para pihak

Kode Etik Notaris (skripsi, tesis, disertasi)


dalam menjalakan tugas ataupun jabatanya seorang notaris itu
harus berpegang teguh pada Kode Etik Notaris, dalam Kode Etik Notaris
sendiri ditetapkan beberapa kaidah yang harus dipegang oleh notaris
diantaranya adalah :
a. Kepribadian Notaris, hal ini dijabarkan kepada;
1) Dalam melaksanakan tugasnya dijiwai pancasila, sadar dan taat
kepada hukum peraturan jabatan notaris, sumpah jabatan, kode etik
notaris dan berbahasa indonesia yang baik;
2) Memiliki perilaku profesional dan ikut serta dalam pembangunan
nasional terutama sekali dibidang hukum;
3) Berkepribadian baik dan menjujung tinggi martabat dan
kehormatan notaris, baik didalam maupun diluar tugas
jabatannya. 
b. Dalam menjalankan tugas, notaris harus: Hubungan notaris dengan klien harus berlandaskan :
1) Notaris memberikan pelayanan kepada masyarakat yang
memerlukan jasanya dengan sebaik-baiknya;
2) Notaris memberikan penyuluhan hukum untuk mencapai kesadaran
hukum yang tinggi agar anggota masyarakat menyadari hak dan
kewajibanya;
3) Notaris memberikan pelayanan kepada anggota masyarakat yang
kurang mampu.25
Dalam Pasal 4 Kode Etik Notaris diatur mengenai pelanggaranpelanggaran yang dapat dilakukan oleh angggota notaris, selain disebut
dalam Pasal 1 dan pada umumnya dapat dikenakan sanksi, pelanggaran
yang secara umum disebut pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris,
meliputi pelanggaran terhadap :
a) Ketentuan-ketentuan dalam jabatan notaris;
b) Apa yang oleh setiap anggota diucapkan pada waktu mengangkat
sumpah jabatanya;
c) Hal-hal yang menurut anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
harus/wajib dilakukan oleh anggota, antara lain membayar iuran dan
lain sebagainya dan/atau hal-hal yang menurut anggaran dasar serta
anggaran rumah tangga ini (ikatan notaris indonesia) tidak boleh
dilakukan
1) Menyadari kewajibanya, bekerja mendiri, jujur tidak berpihak dan
dengan penuh rasa tanggung jawab;
2) Menggunakan satu kantor sesuai dengan yang ditetapkan oleh
undang-undang dan tidak membuka kantor cabang dan perwakilan
dan tidak menggunakan perantara;
3) Tidak menggunakan media massa yang bersifat promosi

Pemberhentian Notaris (skripsi, tesis, disertasi)


Sesuai dengan kedudukan notaris, notaris diangkat oleh Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dalam hal ini sudah di atur dalam
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor :
M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan dan
Pemberhentian anggota, sususan organisasi, tata kerja dan tata cara
pemeriksaan majelis pengawas notaris Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Pasal 8 ayat (1)
bahwa ada beberapa alasan atau faktor pemberhentian Notaris dari
jabatannya yakni sebagai berikut:
20
1) Notaris berhenti atau diberhentikan dari jabatannya dengan hormat
karena:
a) meninggal dunia;
b) telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun;
c) permintaan sendiri;
d) tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan
tugas jabatan Notaris secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun;
atau
e) merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g.
2) Ketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat
diperpanjang sampai berumur 67 (enam puluh tujuh) tahun dengan
mempertimbangkan kesehatan yang bersangkutan.
21
Dalam kaitannya dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) diatas, maka
notaris dapat diberhentikan sementara dari jabatanya karena :
a) Dalam proses pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang;
b) Berada dibawah pengampuan;
c) Melakukan perbuatan tercela; dan
d) Melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan jabatan.2 

Pengangkatan Notaris (skripsi, tesis, disertasi)


Notaris diangkat oleh menteri, yang lebih jelasnya yaitu
Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Untuk bisa menjadi Notaris
yaitu harus menyelesaikan Sarjana Strata-1 bidang hukum dan telah
selesai menempuh Magister Kenotariatan dalam jenjang strata-2. Itu
merupakan kewajiban yang harus ditempuh oleh notaris. Dalam UndangUndang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 Jo Undang- Undang
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris
pengangkatan notaris sendiri berada dalam Pasal 2.
Untuk melaksanakan Tugas Jabatan Notaris, maka selanjutnya
harus menempuh tahap-tahap berikut ini :1 1) Mengajukan permintaan ke departemen Hukum dan HAM untuk
pengangkatan sebagai Notaris, dengan melampirkan :
a) Nama Notaris yang akan dipakai;
b) Ijazah-ijazah yang diperlukan;
c) Surat pernyataan tidak memiliki jabatan rangkap.
Apabila semua dokumen tersebut sudah lengkap dan telah diterima
oleh departemen Hukum dan HAM, maka si calon notaris menunggu
turunnya surat keputusan menteri Hukum dan HAM. Baru setelah
surat keputusannya turun, si calon notaris akan ditempatkan di
wilayah tertentu.
2) Notaris harus bersedia disumpah sebagaimana disebutkan dalam pasal
4 dalam waktu maksimal 2 bulan sejak tanggal surat keputusan
pengangkatan sebagai notaris. Notaris mengucapkan sumpah sesuai
dengan agamanya masing-masing dihadapan menteri atau pejabat
yang ditunjuk.
3) Sumpah jabatan yaitu: Melaksanakan jabatan dengan amanah, jujur,
saksama, mandiri dan tidak berpihak. Kelima sifat ini adalah dasar
karakter seorang pejabat notaris. Pada saat disumpah, notaris sudah
menyiapkan segala suatu untuk melaksanakan jabatannya seperti
kantor, pegawai, saksi, protokol notaris, plang nama, dll. Setelah
disumpah, notaris hendaknya menyampaikan alamat kantor, nama  kantor notarisnya, cap, paraf, tanda tangan dll kepada meteri Hukum
dan HAM, organisasi notaris dan majelis pengawas.
Menurut G. H. S Lumban Tobing, isi sumpah dan janji jabatan
notaris dapat dibadi menjadi 2 bagian yaitu :19
a) Belovende: pada bagian ini notaris bersumpah akan patuh setia kepada
Negara Republik Indonesia dan Undang-Undang dasarnya, serta
menghormati semua pembesar-pembesar hakim pengadilan dan
pembesar-pembesar lainnya. Bagian ini dimanakan politieke eed.
b) Zuiveringsed: pada bagian ini notaris berjanji menjalankan tugasnya
dengan jujur, seksama dan tidak berpihak serta akan menaati dengan
seteliti-telitinya semua peraturan-peraturan jabatan notaris yang
sedang berlaku atau yang akan diadakan dan merahasiakan serapatrapatnya isi akta-akta selaras dengan ketentuan-ketentuan peraturanperaturan itu. Bagian ini dinamakan beroepseed (sumpah jabatan). 

Tugas dan Wewenang Notaris (skripsi, tesis, disertasi)

 
Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Jo UndangUndang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris, menyatakan
secara tegas bahwa notaris adalah satu-satunya pejabat umum yang
berwenang untuk membuat akta otentik, kecuali jika undang-undang ada
yang menentukan lain. Tugas dan wewenang notaris bila dilihat dari
Undang-Undang Jabatan Notaris hanyalah membuat akta, melegalisasi
akta di bawah tangan dan membuat grosse akta serta berhak
mengeluarkan salinan atau turunan akta kepada para pihak yang
berkepentingan membuatnya. Padahal sesungguhnya dalam praktek tugas
dan wewenang notaris lebih luas dari apa yang ada dan diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Dalam prakteknya notaris mampu
menjadi ahli penemuan hukum dan penasehat hukum.
Tugas notaris adalah mengontrol hubungan hukum antara para
pihak dalam bentuk tertulis dan format tertentu, sehingga merupakan
suatu akta otentik dia dapat membuat dokumen yang kuat dalam suatu
proses hukum.
12 Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 15 ayat (1) UndangUndang Nomor 30 Tahun 2004 tentang jabatan notaris, kewenangan
notaris adalah membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangundangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan
akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,
semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan
dan dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan
oleh undang-undang.13
Selain kewenangannya untuk membuat akta otentik dalam arti
“verlijden” (menyusun, membacakan dan menanda-tangani), akan tetapi
juga berdasarkan dalam Pasal 16 huruf d Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 Jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris Notaris wajib untuk membuatnya, kecuali terdapat alasan yang
mempunyai dasar untuk menolak pembuatannya.
14
Tanggung jawab notaris sendiri jika di telaah dari Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 Jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Jabatan Notaris adalah sangat erat kaitannya dengan tugas dan pekerjaan
notaris. Dengan demikian oleh karena selain untuk membuat akta otentik,
notaris juga ditugaskan dan bertanggung jawab untuk melakukan
mengesahkan dan pendaftaran(legalisasi dan waarmerken) surat-surat /
akta-akta yang dibuat di bawah tangan oleh para pihak.
Berkaitan dengan wewenang yang harus dimiliki oleh Notaris
hanya diperkenankan untuk menjalankan jabatannya di daerah yang telah
ditentukan dan ditetapkan dalam UUJN dan di dalam daerah hukum
tersebut Notaris mempunyai wewenang. Apabila ketentuan itu tidak
diindahkan, akta yang dibuat oleh Notaris menjadi tidak sah. Adapun
wewenang yang dimiliki oleh Notaris meliputi empat (4) hal yaitu
sebagai berikut :
1) Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang
dibuat itu;
2) Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang, untuk
kepentingan siapa akta itu dibuat;
3) Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, dimana akta itu
dibuat; 4) Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta
itu.
Beberapa kewenangan Notaris selain yang ada dalam Pasal 15 ayat
(1) dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris,
dijelaskan dalam Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris yang menerangkan bahwa notaris juga
memiliki wewenang untuk :
a) mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di
bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
penjelasan :
ketentuan ini merupakan legalisasi terhadap akta dibawah tangan yang
dibuat sendiri oleh orang perseorangan atau oleh para pihak diatas
kertas yang bermaterai cukup dengan jalan pendaftaran dalam buku
khusus yang disediakan oleh notaris.
b)membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam
buku khusus;
c) membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan
yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam
surat yang bersangkutan;
d)melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
e) memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; f) membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan dan membuat akta
risalah lelang.16
Berdasarkan kewenangan notaris diatas dapat melihat salah satu
kewenangan notaris yaitu melakukan legalisasi atau dalam bahasa hukum
nya mempunyai arti mengesahkan akta dibawah tangan. Akta dibawah
tangan sendiri sudah sangat lazim dalam kehidupan bemasyarakat, tidak
sedikit dari mereka meminta jasa notaris untuk melegalisasi atau
mengesahkan akta dibawah tangan ini dengan tujuan agar apabila
dikemudian hari terdapat persengketaan dapat menambah kekuatan
pembuktian terhadap akta dibawah tangan tersebut.
Legalisasi dan waarmeking diatur secara khusus dalam Pasal 15
ayat (2) huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 jo
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Sendiri juga mengatur legalisasi
hal ini termuat dalam pasal 1874 KUHPerdata yang menyatakan :
“ sebagai tulisan-tulisan dibawah tangan dianggap akta-akta yang
ditandatangani dibawah tangan surta-surat, register-register, surat-surat
urusan rumah tangga dan lain-lain tulisan yang dibuat tanpa peraturan
seorang pegawai umum. Dengan penandatanganan sepucuk tulisan
dibawah tangan dipersamakan suatu cap jempol, dibubuhi dengan suatu
pernyataan yang bertanggal dari seorang notaris atau seorang pegawai
lain yang diitunjuk oleh undang-undang dimana ternyata bahwa ia
mengenal si pembubuh cap jempol atau bahwa orang ini telah
diperkenalkan kepadanya, bahwa isinya akta telah dijelaskan kepada orang itu dan bahwa setelah itu cap jempol tersebut dibubuhkan
dihadapan pegawai umum. Pegawai itu harus membukukan tulisan
tersebut dengan undang-undang dapat diadakan aturan-aturan lebih lanjut
tentang pernyataan dan pembukuan termaksud. “
Legalisasi merupakan bentuk pengesahan akta dibawah tangan
yang mana penandatanganan akta tersebut dilakukan para pihak
dihadapan notaris, dan pada saat itu juga notaris akan memberikan
kepastian terhadap tanggal terhadap akta tersebut. Sebelumnya dalam
melakukan legalisasi notaris diharuskan memastikan siapa saja pihak
yang berwenang hadir dan setelah itu menjelaskan serta membacakan
akta yang akan dilegalisasi. Para pihak sendiri juga harus mengenal
notaris sebelum melakukan penandatangan. Hal ini mempunyai
perbedaan mendasar dengan waarmerking, ketika melakukan
waarmerking kepada notaris akta tersebut telah ditandatangani oleh para
pihak sebelumnya, diluar sepengetahuan atau dihadapan noataris. Notaris
tidak mengetahui kapan akta itu di tandatangani oleh para pihak
sebelumnya, ini diluar sepengetahuan notaris. Dalam waarmerking
notaris hanya bertugas untuk membuat nomor pendaftarannya saja
kemudian akan didaftarkan dalam buku khusus yang disediakan oleh
notaris, dalam waarmerking tidak ada kepastian mengenai tanggal dan
tanda tangan para pihak. Yang di maksud dengan legalisasi dan
waarmerking adalah :
a) Legalisasi adalah pengesahan dari surat-surat yang dibuat dibawah
tangan dalam mana semua pihak yang membuat surat tersebut datang
dihadapan notaris, dan notaris membacakan dan menjelaskan isi surat
tersebut untuk selanjutnya surat tersebut di beri tanggal dan di
tandatangani oleh para pihak dan akhirnya baru di legalisasi oleh
notaris;
b) Waarmerking adalah pendaftaran dengan membubuhkan cap dan
kemudian mendaftarkannya dalam buku pendaftaran yang disediakan
untuk itu.

Larangan Menjadi Seorang Notaris (skripsi, tesis, disertasi)


Notaris dalam melakukan atau menjalankan Tugas dan jabatanya
diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Notaris Nomor 30 Tahun 2004 Jo
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris yaitu
mengenai larangan menjadi seorang Notaris. Jika notaris melanggar
larangan, maka Notaris akan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 85 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Jo Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris.
Pasal 17 Undang-Udang Nomor 30 Tahun 2004 Jo UndangUndang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, melarang Notaris
Untuk :
1) Menjalankan jabatan diluar wilayah jabatannya;
2) meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja
berturut-turut tanpa alasan yang sah;
3) merangkap sebagai pegawai negeri;
4) merangkap jabatan sebagai pejabat negara;
5) merangkap jabatan sebagai advokat;
6) merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik
negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;
7) merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau
Pejabat Lelang Kelas II di luar tempat kedudukan Notaris;
8) menjadi Notaris Pengganti; atau
9) melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama,
kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan
martabat jabatan Notaris.
10
Di dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Jo
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang jabatan notaris disebutkan
bahwa notaris tidak diperbolehkan meninggalkan tempat kedudukanya  lebih dari 7 hari kerja berturut-turut, hal ini dapat dikaitkan dengan Pasal
19 ayat (2) UUJN yang menyebutkan bahwa notaris tidak berwenang
secara teratur dalam menjalankan tugas jabatanya diluar tempat/wilayah
kedudukannya. Jika hal ini terjadi maka notaris mendapatkan sanksi yang
didasarkan ketentuan pasal 1868 dan 1869 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, yaitu dinilai tidak berwenangnya notaris yang
bersangkutan yang berkaitan dengan tempat dimana akta dibuat, maka
akta yang dibuat tidak diperlakukan sebagai akta otentik tapi mempunyai
kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan, jika ditandatangani
para pihak.1

Syarat-syarat menjadi Notaris (skripsi, tesis, disertasi)


Notaris selaku pejabat umum, oleh penguasa yang berwenang
untuk kepentingan setiap warga Negara diangkat secara sah, diberikan
wewenang untuk memberikan otentisitas kepada tulisan-tulisannya
mengenai perbuatan-perbuatan, persetujuan-persetujuan, dan ketetapanketetapan dari orang-orang yang menghadap kepadanya.7 Untuk
menjalankan jebatannya Notaris harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Jo
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, yang
mengatur tentang syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi Notaris,
beberapa syarat harus dipenuhi adalah :
1) Warga Negara Indonesia;
2) Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
3) Berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun;
4) Sehat jasmani dan rohani;
5) Berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang dua (S-2) Kenotariatan;
6) Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai
karyawan Notaris dalam waktu paling singkat 24 (dua puluh empat)
bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau atas
rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan;
7) Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, jabatan negara, advokat, atau
tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh Undang-Undang
dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris.
8) Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan
tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau
lebih.8
Menurut Ira Koesoemawati & Yunirman Rijan, masih ada beberapa
beberapa persyaratan untuk menjadi notaris di Indonesia, yaitu: 1) Secara umum, syarat menjadi calon notaris adalah orang yang
berkewarganegaraan Indonesia;
2) Memiliki kedewasaan yang matang. Dengan kemampuan hukum yang
mumpuni dan kedewasaan mental yang baik, maka keputusankeputusan yang diambil merupakan keputusan yang berkualitas;
3) Tidak memiliki catatan kriminal. Terbebas dari catatan kriminal
merupakan salah satu cara untuk mendapatkan kepercayaan
masyarakat. Ada kekhawatiran bahwa jika seseorang pernah berbuat
kriminal maka di masa depan ia tidak segan untuk mengulanginya
kembali. Meskipun tidak ada jaminan bahwa mereka yang bersih dari
catatan kriminal akan selamanya bersih, tetapi persyaratan ini akan
menyaring calon yang tidak baik;
4) Pengetahuan hukum yang baik. Sebagai wakil negara dalam membuat
akta autentik yang sah dan mendidik masyarakat awam terkait
masalah pembuatan, pengadaan, serta hal lainnya seputar akta 

Pengertian Notaris (skripsi, tesis, disertasi)


Notaris berasal dari kata natae, yang artinya tulisan rahasia, jadi
pejabat itu semacam penulis stero.
3 Dalam pengertian harian notaris
adalah orang yang diangkat oleh pemerintah untuk membuat akta otentik
atau akta resmi. Notaris adalah pejabat umum, seorang menjadi pejabat
umum apabila ia diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah dan diberi
wewenang dan kewajiban untuk melayani publik dalam hal-hal tertentu.4
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang jabatan notaris menyebutkan bahwa “Notaris adalah pejabat
umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan
lainya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini”. Selanjutnya
dalam penjelasan UUJN dinyatakan bahwa notaris adalah pejabat umum
yang berwenang untuk membuat akta otentik sejauh pembuatan akta
otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat lainnya.
Salah satu unsur penting dari pengertian notaris adalah notaris
sebagai “pejabat umum”. Hal ini berarti bahwa kepada notaris diberikan
dan dilengkapi dengan kewenangan atau kekuasaan umum yang menjangkau publik (openbaar gezag). Sebagai pejabat umum notaris
diangkat oleh Negara / Pemerintah dan bekerja untuk pelayanan
kepentingan umum, walaupun notaris bukan merupakan pegawai negeri
yang menerima gaji dari Negara / Pemerintah, Notaris di pensiunkan oleh
Negara / Pemerintah tanpa mendapat pensiunan dari pemerintah.6
Dalam Pasal 1868 KUHPerdata sendiri tidak menjelaskan secara
rinci penjelasan tentang notaris, hanya dijelaskan apa yang dimaksud
akta otentik saja. Sehingga dengan fenomena ini pembuat UndangUndang harus membuat peraturan perundang-undangan untuk mengatur
hal ini. Akhirnya Pemerintah mampu membuat Undang-Undang yang
mengatur secara jelas Notaris sebagai pejabat umum yaitu PJN
(pengaturan jabatan notaris) dan UUJN (Undang-Undang Jabatan
Notaris) dimana peraturan yang dibuat pemerintah ini untuk memenuhi
peraturan pelaksaan dari pasal 1868 KUHPerdata

Status akta lama (skripsi, tesis, disertasi)


Dalam rangka menelusuri eksistensi akta lama terhadap akta baru dalam tulisan ini.
Maka lebih jauh Penulis akan membahas kedua mekanisme keluarnya akta baik akta lama
dan akta baru, hal ini dimaksudkan untuk dicarinya kebenaran hukum yaitu apakah akta lama
yang memiliki hukum atau digantikan kedudukannya dengan akta baru sebagai berikut.
a. Proses keluarnya akta lama
1. Para pihak datang ke kantor Notaris untuk membuat akta, para pihak bawa saksi
kurang lebih 2 saksi
2. Perjanjian antara para pihak untuk membuat akta yang di inginkan
3. notaris menyaksikan
4. Para pihak pulang
5. Notaris menyimpan akta tetapi lupa untuk mencatatkan nomor akta ke reportorium
b. Mekanisme Keluranya Akta Baru
Berdasarkan hasil penelitian melalaui metode wawancara di beberapa kota setelah
terjadinya kelalaian sebagaimana di sebutkan di aats (proses keluarnya akta lama),
notaris selanjutnya Notaris memanggil kembali para pihak kembali kekantor, dengan
cara melihat nomor kontak di buku kontak kantor. untuk mencatat nomor akta dan
membuat akta baru sesudah membuat berita acara
Melihat kedua mekanisme diatas yaitu baik proses keluarnya akta lama maupun akta
baru maka pertanyaan yang munul adalah bagaimanakah eksistensi dan kedudukan dari pada
akta lama. Apakah akta baru menggantikan akta lama?
Akta baru berdasarkan Undang-Undang hadir sebagai pengganti akta lama. Hal ini adalah
mutatis mutandis dengan eksistensi kewajiban notaris yaitu melakukan pencatatan nomor
akta di reportorium. Artinya ketika akta lama tidak dicatatkan dibuku (Reportorium) tersebut
(nomornya) dan oleh Notaris para pihak dipanggil kembali dan mereka sepakat untuk
melakukan pembuatan akta kembali demi pencatatan akta baru. Maka secara hukum berarti
bahwa akta lama secara consensus dan legal digantikan kedudukannya dengan akata yang
baru. Akta lama tidak lagih berkekuatan hukum melainkan digantikan oleh akta baru.
Selanjutnya jika terjadi kelalaian yang bertentangan dengan Undang-Undang Jabatan
Notaris ataupun Kode Etik Notris maka Notaris hendaklah bertanggung jawab atas segala hal
yang disebabkan olehnya, maka sanksi Notaris jika tidak di catat penomeran dalam buku
(Reportorium) Notaris menurut Notaris tersebut bahwa sanksi terhadap Notaris tidak ada,
namun aka ada pemeriksaan dari MPD sehingga akan ada sanksi administratif Notaris dari
MPD sehingga akan adanya peneguran langsung terhadap Notaris mengenai hal tersebut.
Di smping itu ada juga cara tanggung jawab Notaris memanggil kembali para pihak
dalam pembuatan akta untuk membuat akta baru dengan kembali mencatatnya dalam buku
(Repertorium). Hal ini dikarenakan (Repertorium) merupakan buku pertanggung jawaban
dari Notaris dan merupakan kumpulan dokumen yang merupakan arsip Negara yang harus
disimpan dan dipelihara oleh Notaris

Minggu, 02 Mei 2021

Sumpah Jabatan Notaris (skripsi dan tesis)


Menurut ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dinyatakan bahwa sebelum menjalankan jabatannya, notaris wajib mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya di hadapan Menteri atau pejabat yang diunjuk. Adapun sumpah/janji tersebut berbunyi sebagai berikut: “Saya bersumpah/berjanji: Bahwa saya akan patuh dan setiap kepada Negara Republik Indonesia, Pancasila, dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 46 Undang-Undang tentang Jabatan Notaris serta peraturan perundang-undangan lainnya. Bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan amanah, jujur, saksama, mendiri dan tidak berpihak. Bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Notaris. Bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya. Bahwa saya untuk dapat diangkat dalam jabatan ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan nama atau dalih apapun, tidak pernah dan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapapun”. Pengucapan sumpah/janji jabatan notaris tersebut di atas dilakukan dalam waktu paling lambat 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal keputusan pengangkatan sebagai notaris.Dalam hal pengucapan sumpah/janji tidak dilakukan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan, maka keputusan pengangkatan notaris dapat dibatalkan oleh menteri. Selanjutnya menurut Pasal 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 dinyatakan bahwa dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pengambilan sumpah/janji jabatan notaris, yang bersangkutan wajib: 1. Menjalankan jabatannya dengan nyata; 2. Menyampaikan berita acara sumpah/janji jabatan notaris kepada menteri, organisasi notaris dan majelis pengawas daerah; dan 3. Menyampaikan alamat kantor, contoh tanda tangan dan paraf, serta teraan cap/stempel jabatan notaris berwarna merah kepada menteri dan pejabat lain yang bertanggung jawab di bidang agraria pertanahan, organisasi notaris, ketua pengadilan negeri, majelis pengawas daerah, serta bupati atau walikota di tempat notaris diangkat. Dalam sumpah jabatan notaris yang bersangkutan ditetapkan, bahwa notaris berjanji di bawah sumpah untuk merahasiakan serapat-rapatnya isi akta- 47 akta selaras dengan ketentuan-ketentuan peraturan-peraturan itu. Dalam pada itu, apabila secara teliti dibaca isi sumpah jabatan tersebut, maka di dalamnya hanya dikatakan “isi akta-akta selaras dengan ketentuan-ketentuan peraturan-peraturan tadi”, dengan peraturan-peraturan mana tentunya dimaksudkan peraturanperaturan dalam P.J.N., khususnya Pasal 40 yang berisikan larangan bagi para notaris untuk memberikan grosee, salinan atau kutipan atau memperlihatkan atau memberitahukan isi akta-aktanya selain kepada orang-orang yang langsung berkepentingan pada akta itu, para ahli waris dan para penerima hak mereka, kecuali dalam hal-hal yang diatur dalam peraturan-peraturan umum, dengan ancaman dikenakan denda uang sebesar Rp. 100,- sampai Rp. 200,- dan dalam hal pelanggaran itu terulang, dengan ancaman dipecat dari jabatannya selama tiga sampai enam bulan, semuanya dengan tidak mengurangi kewajiban membayar biaya, kerugian dan bunga. Sebagaimana dikatakan di atas, di dalam sumpah jabatan itu hanya dikatakan “isi akta-akta“ dan oleh karena undang-undang tidak menyebutkan tentang kewajiban merahasiakan semua apa yang tidak dicantumkan dalam akta, maka timbul pertanyaan, apakah hal ini berarti bahwa tidak ada kewajiban bagi notaris untuk merahasiakan apa yang tidak tercantum dalam akta, yang diberitahukan kepadanya selaku notaris oleh kliennya. Ada beberapa penulis yang berpendapat, bahwa tidak ada kewajiban bagi para notaris untuk merahasiakan apa yang tidak tercantum dalam akta, yang diberitahukan kepadanya selaku notaris oleh kliennya, dengan menunjuk kepada Pasal 40 P.J.N., di dalam pasal mana hanya dikatakan isi akta-akta. 48 Akan tetapi sebagian terbesar dari para penulis berpendapat bahwa sekalipun hal itu tidak dinyatakan secara tegas dalam sumpah jabatan notaris yang diatur dalam Pasal 17 dan dalam Pasal 40 P.J.N., namun tidaklah berarti bahwa notaris dan para pembantunya tidak diwajibkan untuk merahasiakan apa yang dibicarakan atau yang terjadi di kantor notaris, yang tidak dicantumkan dalam akta. Dalam hubungan dengan yang dikemukakan di atas, Melis mengatakan bahwa baik sifat dari jabatan notaris itu sendiri maupun “de eer en de waardigheid” dari jabatan notaris itu, demikian juga “de zorgvuldigheid, welke in het maatschappelijk” verkeer betaamt ten aanzien van eens anders persoon of goed”.12, sebagai suatu perjanjian yang tidak diungkapkan (stilzwijgend) yang diadakan mengenai itu dengan kliennya, mengharuskan juga dalam hal itu kewajiban merahasiakan serapat-rapatnya. GHS Lumban Tobing13 tidak sependapat dengan mereka yang mengatakan, bahwa oleh karena di dalam sumpah jabatan notaris, demikian juga di dalam Pasal 40 P.J.N., hanya disebutkan isi akta-akta, maka tidak ada kewajiban bagi para notaris untuk merahasiakan apa yang diberitahukan kepadanya selaku notaris oleh kliennya. Dikatakan demikian, oleh karena di dalam praktek adalah merupakan kenyataan, bahwa sebelum dibuat sesuatu akta oleh notaris, senantiasa diadakan pembicaraan terlebih dahulu mengenai segala sesuatu yang diinginkan oleh klien dan yang juga perlu diketahui oleh notaris untuk kemudian dituangkan dalam suatu akta, yang mana justru pada umumnya lebih banyak dan lebih luas dari pada apa yang kemudian dicantumkan dalam akta itu dan yang mana semuanya itu pada hakekatnya sangat erat hubungannya dengan isi akta itu. Apabila notaris membocorkan apa yang tidak tercantum dalam akta, yang mana seperti dikatakan di atas pada hakekatnya sangat erat hubungannya dengan apa yang tercantum dalam akta ini, maka kiranya tidak dapat disangkal, bahwa sebenarnya notaris dalam hal itu telah pula membocorkan isi akta itu sendiri, kalaupun tidak seluruhnya, sekurang-kurangnya sebagian dari isi akta itu. Walaupun diakui, bahwa baik Pasal 17 maupun Pasal 40 P.J.N., adalah kurang sempurna, akan tetapi hal itu kiranya tidaklah dapat dijadikan alasan untuk mengambil kesimpulan, bahwa seorang notaris dengan mendasarkannya kepada kata-kata dari sumpah jabatan itu dapat secara bebas, tanpa dapat dihukum, untuk memberitahukan setiap rahasia yang dipercayakan kepadanya selaku notaris oleh kliennya, yang tidak dicantumkan dalam akta. Jabatan yang dipanggu notaris adalah jabatan kepercayaan (vertrouwensambt) dan justru oleh karena itu seseorang bersedia mempercayakan sesuatu kepadanya. Sebagai seorang kepercayaan, notaris berkewajiban untuk merahasiakan semua apa yang diberitahukan kepadanya selaku notaris, sekalipun ada sebagian tidak dicantumkan dalam akta. Notaris tidaklah bebas untuk memberitahukan apa yang diberitahukan kepadanya selaku notaris oleh kliennya pada waktu diadakan pembicaraan-pembicaraan sebagai persiapan untuk pembuatan sesuatu akta, sekalipun tidak semuanya dicantumkan dalam akta. Kewajiban untuk merahasiakannya, selain diharuskan oleh undang-undang, juga oleh kepentingan notaris itu sendiri. Seorang notaris yang tidak dapat membatasi dirinya akanmengalami akibatnya di dalam praktek, ia akan segera kehilangan 50 kepercayaan publik dan ia tidak lagi dianggap sebagai orang kepercayaan (vertrouwenspersoon). Dalam hubungannya mengenai janji di bawah sumpah untuk merahasiakan isi akta serapat-rapatnya, Bertling mengatakan14 sesuai dengan Pasal 1, yang menyebutkan notaris sebagai pejabat yang membuatakta, maka Pasal 18 (Pasal 17 P.J.N) mewajibkan notaris untuk bersumpahmerahasiakan isi akta-akta. Ketidaksempurnaan dari Pasal 1 juga menimpa Pasal 18. Akan tetapi ketidaksempurnaan itu tidak mempunyai akibat bahwa notaris diperkenankan untuk memberitahukan semua apa yang diberitahukan kepadanya dalam jabatannya tersebut. Sebaliknya jabatan yang dipangkunya, sebagaimana juga jabatan pengacara, dokter dan petugas-petugas agama, adalah jabatan kepercayaan. Sebagai orang kepercayaan, notaris wajib untuk merahasiakan semua apa yang diberitahukan kepadanya dalam jabatannya tersebut. Kewajiban untuk merahasiakan itu ada, tidak menjadi soal apakah itu oleh mereka terhadap siapa itu ditentukan atau dibebankan secara tegas atau tidak.Jabatan notaris sebagai jabatan kepercayaan dengan sendirinya melahirkan kewajiban itu. Kewajiban itu akan berakhir, apabila pada umumnya ada suatu kewajiban menurut hukum untuk bicara, yakni apabila seseorang dipanggil sebagai saksi. Sekalipun demikian, notaris masih dapat merahasiakannya dengan mempergunakan hak yang diberikan kepadanya dalam Pasal 1946 ayat (3) (Pasal 1909 ayat (3) KUH Perdata) dan Pasal 148 KUH Pidana (Pasal 146 ayat (3) HIR) untuk mengundurkan diri sebagai saksi.Kewajiban untuk memberikan kesaksian baginya

Kedudukan Notaris Sebagai Pejabat Umum (skripsi dan tesis)

 .

 Istilah notarius oleh masyarakat romawi diberikan kepada mereka yang melakukan pekerjaan menulis, dimana fungsi dari notarius sendiri pada zaman tersebut tidaklah sama dengan fungsi notaris pada saat ini.5 Sedangkan istilah Pejabat Umum di dalam Burgelijk Wetboek diterjemakan oleh Subekti dan Tjitrosudibio sebagai Pejabat Umum. 6Ambtenaren jika diterjemahkan adalah pejabat7 , sedangkan Openbare adalah umum atau publik8 , dengan dengan demikian Openbare Ambtenaren dapat dikatakan sebagai Pejabat Umum. Lantas apa maksud dari pejabat umum. Jika dilihat dari segi etimologi bahasa, maka dapat diartikan bahwa Pejabat Umum adalah pejabat yang diangkat oleh pemerintah serta memiliki kewenangan tertentu dalam suatu lingkungan pekerjaan yang tetap (karena memangku suatu jabatan) yang berkaitan dengan pelayanan terhadap masyarakat. Apakah sama dengan Pegawai Negeri karena sama-sama diangkat oleh pemerintah. Hal tersebut tidak membuat Jabatan Notaris sama dengan Pegawai Negeri, karena selain diatur atau tunduk pada peraturan yang berbeda juga karakteristik notaris bersifat mandiri (autonomous), tidak memihak siapapun (impartial), tidak bergantung pada siapapun (independent), yang berarti dalam menjalankan tugas jabatannya tidak dapat dcampuri oleh pihak lain termasuk pihak yang mengangkatnya.   Di Indonesia, asal mula diaturnya mengenai notarius itu pada Ordonnantie Stb. 1860 Nomor 3 dengan judul “Reglement Op Het Notaris Ambt in Indonesia”, yang mulai berlakunya pada tanggal 1 Juli 1860 (di Indonesia lebih dikenal dengan Undang-undang Jabatan Notaris). Pada Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris diberikan definisi mengenai notaris sebagai berikut: Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta autentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain. Berdasarkan pengertian notaris di atas maka dapat dikemukakan beberapa unsur didalamnya, yakni: 1. Notaris adalah pejabat umum 2. Notaris merupakan satu-satunya pejabat yang berwenang untuk membuat akta autentik 3. Akta-akta yang berkaitan dengan perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau dikehendaki oleh yang berkepentingan supaya dinyatakan dalam suatu akta autentik 4. Adanya kewajiban untuk menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan akta, memberikan groose, salinan dan kutipannya 5. Terhadap pembuatan akta-akta itu tidak juga ditegaskan atau dikecualikan oleh suatu peraturan umum kepada pejabat atau orang lain.  Profesi notaris merupakan suatu pekerjaan dengan keahlian khusus yang menuntut pengetahuan luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani kepentingan umum dan inti tugas notaris adalah mengatur secara tertulis dan otentik hubungan-hubungan hukum antara para pihak yang secara mufakat meminta jasa notaris. Notaris perlu memperhatikan apa yang disebut sebagai perilaku profesi yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut:10 1. Memiliki integritas moral yang mantap; 2. Harus jujur terhadap klien maupun diri sendiri; 3. Sadar akan batas-batas kewenangannya; 4. Tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan uang. Notaris tidak boleh membuat akta kalau tidak diminta.Akta Notaris harus ditulis dan dapat dibaca serta harus memenuhi ketentuan dari undang-undang yang berlaku. Bahkan untuk melindungi agar akta notaris tidak mudah dipalsukan dalam rangka untuk menjamin kepastian hukum maka bentuk dari akta notaris telah ditentukan secara tegas sebagaimana diatur pada Pasal 42, 43, 48, 49 dan 50 UUJN. Dalam penjelasan UUJN diterangkan pentingnya profesi notaris yakni terkait dengan pembuatan akta autentik. Pembuatan akta autentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum.Selain akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris, dijumpai juga karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian ketertiban dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan. Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa meski sebenarnya hanya diperuntukkan bagi golongan Eropa, masyarakat Indonesia secara umum pun dapat membuat suatu perjanjian yang dilakukan dihadapan notaris. Hal ini menjadikan lembaga notariat sangat dibutuhkan keberadaannya di tengah-tengah masyarakat. Kemudian dalam perkembangannya, lembaga notariat yang mulamula muncul pada zaman Romawi, diadopsi menjadi Hukum Indonesia, yaitu Hukum Notariat Indonesia dan berlaku untuk semua golongan. Kedudukan notaris sebagai pejabat umum memberikan wewenang kepada notaris untuk dapat membuat akta-akta autentik. Sebelum menjalankan jabatannya, notaris harus disumpah terlebih dahulu. Hal ini sebagai konsekuensi bahwa dalam menjalankan jabatannya, notaris sebagai pejabat umum harus senantiasa menghayati sumpah jabatannya yang termuat dalam Pasal 4 UUJN. Sebagaimana dikatakan oleh Liliana Tedjosaputro bahwa:11 Pada asasnya jabatan notaris ini juga seharusnya memberikan keadilan yang menuju kepada keselarasan, keserasian, keseimbangan, tidak memihak kepada para pihak dan juga bebas dari kekuasaan eksekutif. Hal ini sebenarnya menegaskan bahwa jabatan sebagai notaris haruslah independen, dalam arti kata tidak memihak kepada pihak-pihak tertentu, sehingga notaris menjadi jabatan kepercayaan. Selain sebagai jabatan kepercayaan, notaris juga berperan sebagai pelayan kepentingan umum serta mengatur secara tertulis

Kedudukan Notaris Sebagai Pejabat Umum (skripsi dan tesis)

 

Istilah notarius oleh masyarakat romawi diberikan kepada mereka yang melakukan pekerjaan menulis, dimana fungsi dari notarius sendiri pada zaman tersebut tidaklah sama dengan fungsi notaris pada saat ini. Sedangkan istilah Pejabat Umum di dalam Burgelijk Wetboek diterjemakan oleh Subekti dan Tjitrosudibio sebagai Pejabat Umum.  Ambtenaren jika diterjemahkan adalah pejabat  , sedangkan Openbare adalah umum atau publik  , dengan dengan demikian Openbare Ambtenaren dapat dikatakan sebagai Pejabat Umum. Lantas apa maksud dari pejabat umum. Jika dilihat dari segi etimologi bahasa, maka dapat diartikan bahwa Pejabat Umum adalah pejabat yang diangkat oleh pemerintah serta memiliki kewenangan tertentu dalam suatu lingkungan pekerjaan yang tetap (karena memangku suatu jabatan) yang berkaitan dengan pelayanan terhadap masyarakat. Apakah sama dengan Pegawai Negeri karena sama-sama diangkat oleh pemerintah. Hal tersebut tidak membuat Jabatan Notaris sama dengan Pegawai Negeri, karena selain diatur atau tunduk pada peraturan yang berbeda juga karakteristik notaris bersifat mandiri (autonomous), tidak memihak siapapun (impartial), tidak bergantung pada siapapun (independent), yang berarti yang dibuat oleh notaris tersebut tidak autentik dan hanya mempunyai kekuatan sebagaimana akta di bawah tangan

Pengertian dan Wewenang Notaris (skripsi dan tesis)


 Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang nomor 30 Tahun 2004 Jabatan Notaris (UUJN), notaris didefinisikan sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UUJN. Definisi yang diberikan oleh UUJN ini merujuk pada tugas dan wewenang yang dijalankan oleh notaris. Artinya notaris memiliki tugas sebagai pejabat umum dan memiliki wewenang untuk membuat akta autentik serta kewenangan lainnya yang diatur oleh UUJN.1 Mengenai kewenangan notaris dapat dijumpai pada Pasal 15 ayat (1) UUJN. Pada ketentuan tersebut disebutkan notaris berwenang membuat akta autentik mengenai perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Selanjutnya dapat dilihat kewenangan Notaris selain membuat akta autentik yaitu menurut Pasal 15 ayat (2) UUJN, Notaris juga memiliki wewenang untuk : 1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; 2. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; 3. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; 4. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; 5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; 6. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau 7. Membuat akta risalah lelang. Sedangkan Pasal 15 ayat (3) menyatakan bahwa selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Berbeda dengan rumusan UUJN yang baru tersebut Peraturan Jabatan Notaris yang lama (PJN, Ordonansi Staatsblad 1860 Nomor 3) mendefinisikan notaris sebagai pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta autentik, menjamin kepastian tanggalnya, 36 menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semua sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Pengertian notaris sebagai pejabat umum satu-satunya yang berwenang membuat akta dalam rumusan PJN tidak lagi digunakan dalam UUJN. Penggunaan kata satu-satunya (uitsluitend) dimaksudkan untuk memberikan penegasan bahwa notaris adalah satu-satunya yang mempunyai wewenang umum itu, tidak turut pejabat lainnya. Semua pejabat lainnya hanya mempunyai wewenang tertentu yang artinya wewenang mereka tidak meliputi lebih daripada pembuatan akta autentik yang secara tegas ditugaskan kepada mereka oleh undang-undang. Perkataan uitsluitend dengan dihubungkan dengan bagian kalimat terakhir PJN mempunyai arti dengan mengecualikan setiap orang lain. Dengan perkataan lain, wewenang notaris bersifat umum sedang wewenang para pejabat lainnya adalah pengecualian. Itulah sebabnya bahwa apabila di dalam peraturan perundang-undangan untuk suatu perbuatan hukum diharuskan adanya akta autentik, maka hal itu hanya dapat dilakukan dengan suatu akta notaris, terkecuali peraturan perundang-undangan ada yang menyatakan dengan tagas, atau sebagia yang satu-satunya berwenang untuk itu.2 Dalam hal demikian berlaku asas lex specialis derogate legi generali yakni notaris sebagai pejabat yang berwenang untuk membuat akta disimpangi oleh adanya pejabat lain yang berwenang untuk membuat akta pengecualian ini dengan didasarkan pada peraturan perundangundangan (khusus) lainnya  Dalam UUJN terminologi satu-satunya (uitsluitend) tidak lagi dicantumkan. Meskipun demikian pengertian notaris tidak berubah secara radikal. Hal ini dikarenakan terminologi uitsluitend telah tercakup dalam penjelasan UUJN yang menyatakan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik sejauh pembuatan akta autentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Selanjutnya dalam penjelasan UUJN diterangkan pentingnya profesi notaris yakni terkait dengan pembuatan akta autentik. Pembuatan akta autentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundangundangan dalam rangka kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum. Selain akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan. Pembuatan akta tersebut harus berdasarkan aturan hukum yang erkaitan dengan prosedur pembuatan akta notaris, sehingga jabatan notaris sebagai pejabat umum tidak perlu lagi diberi sebutan lain yang berkaitan dengan kewenangan notaris, seperti notaris sebagai pembuat akta koperasi berdasarkan Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia nomor 98/KEP/M.KUKN/IX/2004, tanggal 24 September 2004 tentang Notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta Koperasi, kemudian Notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf(PPAIW) berdasarkan pasal 37 ayat (3) dan (4) Peraturn Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang 38 No 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Pemberian sebutan lain kepada Notaris seperti tersebut diatas telah mencederai makna Pejabat Umum. Seakan-akan Notaris akan mempunyai kewenangan tertentu jika disebutkan dalam suatu aturan hukum dari instansi Pemerintah.3 Melalui pengertian notaris tersebut terlihat bahwa tugas seorang notaris adalah menjadi pejabat umum, sedangkan wewenangnya adalah membuat akta autentik. Sedangkan akta autentik adalah suatu akta yang bentuknya ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya. Akta notaris sebagai akta autentik dibuat menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan oleh UUJN. Rumusan UUJN dan PJN menyatakan bahwa notaris adalah pejabat umum (openbaar ambtenaar). Seseorang menjadi pejabat umum, apabila ia diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah dan diberi wewenang dan kewajiban untuk melayani publik dalam hal-hal tertentu. Karena itu notaris sebagai pejabat umum ikut serta melaksanakan kewibawaan (gezag) dari pemerintah. Notaris disebut sebagai pejabat umum dikarenakan kewenangannya untuk membuat akta autentik. Meskipun disebut sebagai pejabat umum namun notaris bukanlah pegawai negeri sebagaimana dimaksud oleh peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kepegawaian. Notaris merupakan swasta yang terikat dengan peraturan jabatannya dan selanjutnya notaris bebas dalam menjalankan profesinya. Notaris diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah, namun notaris tidak menerima gaji dan pensiun dari pemerintah. Pendapatan notaris diperoleh dari honorarium kliennya. Arti penting dari profesi notaris disebabkan karena notaris oleh undangundang diberi wewenang untuk menciptakan alat pembuktian yang mutlak, dalam pengertian bahwa apa yang disebut dalam akta autentik itu pada pokoknya dianggap benar. Hal ini sangat penting untuk mereka yang membutuhkan alat pembuktian untuk sesuatu keperluan, baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan suatu usaha. Untuk kepentingan pribadi misalnya adalah untuk membuat testament, mengakui anak yang dilahirkan di luar pernikahan, menerima dan menerima hibah, mengadakan pembagian warisan dan lain sebagainya. Sedangkan untuk kepentingan suatu usaha misalnya adalah akta-akta dalam mendirikan suatu PT (Perseroan Terbatas), Firma, CV (Comanditer Vennotschap) dan lain-lain serta akta-akta yang mengenai transaksi dalam bidang usaha dan perdagangan, pemborongan pekerjaan, perjanjian kredit dan lain sebagainya.4 Sehubungan dengan wewenang notaris dalam menjalankan tugas jabatannya, notaris hanya diperbolehkan untuk melakukan jabatannya di dalam daerah tempat kedudukannya. Dengan demikian, notaris wajib mempunyai hanya satu kantor dan dengan hanya mempunyai satu kantor, berarti notaris dilarang mempunyai kantor cabang, perwakilan, dan/atau bentuk lainnya. Selain itu notaris tidak berwenang secara teratur menjalankan jabatannya di luar tempat kedudukannya. Artinya akta notaris sedapat-dapatnya dilangsungkan di kantor notaris kecuali pembuatan akta-akta tertentu. Apabila hal ini dilanggar, maka akta yang dibuat oleh notaris tersebut tidak autentik dan hanya mempunyai kekuatan sebagaimana akta di bawah tangan