Rabu, 30 September 2020

Prinsip- Prinsip Moral Dasar (skripsi dan tesis)

 Untuk mengukur tindakan manusia secara moral, Tolak ukurnya adalah Prinsip-Prinsip Moral Dasar, berikut ini adalah prinsip-prinsip dari moral dasar tersebut : Prinsip Sikap Baik Sikap yang dituntut dari kita sebagai dasar dalam hubungan dengan siapa saja adalah sikap positif dan baik. Seperti halnya dalam prinsip  utilitarisme, bahwa kita harus mengusahakan akibat-akibat baik sebanyak mungkin dan mengusahakan untuk sedapat-dapatnya mencegah akibat-akibat buruk dari tindakan kita, kecuali ada alasan khusus, tentunya kita harus bersikap baik terhadap orang lain. Prinsip moral dasar pertama disebut prinsip sikap baik. Prinsip ini mendahului dan mendasari semua prinsip moral lain. Prinsip ini mempunyai arti yang amat besar bagi kehidupan manusia.Sebagai prinsip dasar etika, prinsip sikap baik menyangkut sikap dasar manusia yang harus memahami segala sifat konkret, tindakan dan kelakuannya. Prinsip ini mengatakan bahwa pada dasarnya, kecuali ada alasan khusus, kita harus mendekati siapa saja dan apa saja dengan positif, dengan menghendaki yang baik bagi dia. Artinya, bukan semata-mata perbuatan baik dalam arti sempit, melainkan sikap hati positif terhadap orang lain, kemauan baik terhadapnya. Bersikap baik berarti, memandang seseorang dan sesuatu tidak hanya sejauh berguna bagi dirinya, melainkan menghendaki, menyetujui, membenarkan, mendukung, membela, membiarkan, dan menunjang perkembangannya (Suseno, 1989). Bagaimana sifat baik itu harus dinyatakan secara konkret, tergantung pada apa yang baik dalam situasi konkret itu. Maka prinsip ini menuntut suatu pengetahuan tepat tentang realitas, supaya dapat diketahui apa yang masingmasing baik bagi yang bersangkutan. Prinsip sikap baik mendasari semua  norma moral, karena hanya atas dasar prinsip itu, maka akan masuk akal bahwa kita harus bersikap adil, atau jujur, atau setia kepada orang lain. Prinsip Keadilan Masih ada prinsip lain yang tidak termuat dalam utilitarisme, yaitu prinsip keadilan. Bahwa keadilan tidak sama dengan sikap baik, dapat kita pahami pada sebuah contoh : untuk memberikan makanan kepada seorang ibu gelandangan yang menggendong anak, apakah saya boleh mengambil sebuah kotak susu dari sepermarket tanpa membayar, dengan pertimbangan bahwa kerugian itu amat kecil, sedangkan bagi ibu gelandangan itu sebuah kotak susu dapat berarti banyak baginya. Tetapi kecuali kalau betul-betul sama sekali tidak ada jalan lain untuk menjamin bahwa anak ibu itu dapat makan, kiranya kita harus mengatakan bahwa dengan segala maksud baik itu kita tetap tidak boleh mencuri. Mencuri melanggar hak milik pribadi dan dengan demikian keadilan. Berbuat baik dengan melanggar hak pihak ketiga tidak dibenarkan. Hal yang sama dapat juga dirumuskan dengan lebih teoritis : Prinsip kebaikan hanya menegaskan agar kita bersikap baik terhadap siapa saja. Tetapi kemampuan manusia untuk bersikap baik secara hakiki terbatas, itu tidak hanya berlaku pada benda-benda materiil yang dibutuhkan orang : uang yang telah diberikannya kepada seseorang pengemis tidak dapat dibelanjakan bagi anak-anaknya sendiri; melainkan juga dalam hal perhatian dan cinta kasih : kemampuan untuk memberikan hati kita juga terbatas! Maka secara   logis dibutuhkan prinsip tambahan yang menentukan bagaimana kebaikan yang merupakan barang langka itu harus dibagi. Prinsip itu prinsip keadilan. Adil pada hakekatnya berarti bahwa kita memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya. Dan karena pada hakekatnya semua orang sama nilainya sebagai manusia, maka tuntutan paling dasariah keadilan ialah perlakuan yang sama terhadap semua orang, tentu dalam situasi yang sama. Jadi prinsip keadilan mengungkapkan kewajiban untuk memberikan perlakuan yang sama dan untuk menghormati hak semua pihak yang bersangkutan. Suatu perlakuan yang tidak sama adalah tidak adil, kecuali dapat diperlihatkan mengapa ketidak samaan dapat dibenarkan (misalnya karena orang itu tidak membutuhkan bantuan). Suatu perlakuan tidak sama selalu perlu dibenarkan secara khusus, sedangkan perlakuan yang sama dengan sendirinya betul kecuali terdapat alasan-alasan khusus. Secara singkat keadilan menuntut agar kita jangan mau mencapai tujuan-tujuan, termasuk yang baik, dengan melanggar hak seseorang. Prinsip Hormat Terhadap Diri Sendiri Prinsip ini mengatakan bahwa kita wajib untuk selalu memperlakukan diri sebagai suatu yang bernilai pada dirinya sendiri. Prinsip ini berdasarkan faham bahwa manusia adalah person, pusat berpengertian dan berkehendak yang memiliki kebebasan dan suara hati, makhluk berakal budi. Oleh karena itu manusia tidak pernah boleh dianggap sebagai sarana semata-mata demi suatu tujuan yang lebih lanjut. Ia adalah tujuan yang bernilai pada dirinya sendiri, jadi nilainya bukan sekedar sebagai sarana untuk mencapai suatu  maksud atau tujuan yang lebih jauh. Hal itu juga berlaku bagi kita sendiri. Maka manusia juga wajib untuk memperlakukan dirinya sendiri dengan hormat. Kita wajib menghormati martabat kita sendiri. Prinsip ini mempunyai dua arah. Pertama dituntut agar kita tidak membiarkan diri diperas, diperalat, diperkosa atau diperbudak. Perlakuan semacam itu tidak wajar untuk kedua belah pihak, maka yang diperlakukan demikian jangan membiarkannya berlangsung begitu saja apabila ia dapat melawan. Kita mempunyai harga diri. Dipaksa untuk melakukan atau menyerahkan sesuatu tidak pernah wajar, karena berarti bahwa kehendak dan kebebasan eksistensial kita dianggap sepi. Kita diperlakukan sama seperti batu atau binatang. Hal itu juga berlaku apabila hubungan-hubungan pemerasan dan perbudakan dilakukan atas nama cinta kasih, oleh orang yang dekat dengan kita, seperti oleh orang tua atau suami. Kita berhak untuk menolak hubungan pemerasan, paksaan, pemerkosaan yang tidak pantas. Misalnya ada orang yang didatangi orang yang mengancam bahwa ia akan membunuh diri apabila dia itu tidak mau kawin dengannya, maka menurut hemat saya sebaiknya diberi jawaban “silahkan!” dengan resiko bahwa ia memang akan melalukannya (secara psikologis itu sangar tidak perlu dikhawatirkan; orang yang sungguh-sungguh untuk membunuh diri biasanya tidak agresif). Adalah tidak wajar dan secara moral tidak tepat untuk membiarkan dia diperas, juga kalau kita mau diperas atas nama kebaikan kita sendiri.  Yang kedua, kita jangan sampai membiarkan diri terlantar, kita mempunyai kewajiban bukan hanya terhadap orang lain, melainkan juga terhadap diri kita sendiri. Kita wajib untuk mengembangkan diri. Membiarkan diri terlantar berarti bahwa kita menyia-nyiakan bakat-bakat dan kemampuan-kemampuan yang dipercayakan kepada kita. Sekaligus kita dengan demikian menolak untuk memberikan sumbangan kepada masyarakat yang boleh diharapkannya dari kita

Penilaian Etis (Ethical Judgements) (skripsi dan tesis)

Menurut Hunt dan Vitell (1986), penilaian etika adalah proses mempertimbangkan beberapa alternatif dan memilih alternatif yang paling etis. Sedangkan menurut Rest (1986), penilaian etika adalah proses dimana seorang individu menentukan bahwa salah satu alternatif yang secara moral benar dan alternatif lain adalah salah secara moral. Teori etika normatif diklasifikasikan ke dalam dua kategori: teori deontologis dan teleologis (Murphy & Laczniak, 1981). Teori deontologis berfokus pada perilaku dan tindakan pembuat keputusan, sedangkan teori teleologis fokus pada konsekuensi dari perilaku atau tindakan tersebut (Chang,  Chen, Chen & 2008). Kedua model memberikan individu kesempatan untuk membandingkan berbagai macam alternatif dan merasakan kemungkinan konsekuensi yang terjadi dari setiap alternatif untuk stakeholders. Dalam kedua model diatas, pembuat keputusan sendiri memiliki lebih dari satu pilihan untuk dipilih. Meskipun kedua model memeliliki kemiripan, namun tetap ada perbedaan dari kedua model tersebut. Model Hunt-Vitell membutuhkan pengambil keputusan untuk membandingkan berbagai alternatif, sedangkan model empat komponen Rest memungkinkan perbandingan alternatif tetapi tidak memerlukan itu. Dalam model Hunt-Vitell, konsep 'etika' dapat ditimbang. Pembuat keputusan perlu mempertimbangkan berbagai alternatif dan memilih yang paling etis. Di sisi lain, model empat komponen Rest itu menganggap konsep etika sebagai konstruk kategoris. Dalam model ini, suatu tindakan atau perilaku yang baik secara moral benar (etika) atau salah secara moral (etis)

Ideologi Etika (Ethical Ideology) (skripsi dan tesis)

Menurut Forsyth (1980) dan Barnet et al. (1998) ideologi etika merupakan factor utama yang menjelaskan perbedaan-perbedan individu dalam melakukan penilaian etis. Forsyth (1980:175) mengatakan bahwa ideologi etika dikendalikan oleh dua karakteristik, yaitu:
 1. Idealisme Idealisme mengacu pada suatu hal yang dipercaya oleh individu dengan konsekuensi yang dimiliki dan diinginkannya tidak melanggar nilai-nilai moral. Atau dapat dikatakan dalam setiap tindakan yang dilakukan harus berpijak pada nilai-nilai moral yang berlaku dan tidak sedikitpun keluar dari nilai-nilai tersebut (mutlak). 
2. Relativisme Relativisme adalah suatu sikap penolakan terhadap nilai-nilai moral yang absolut dalam mengarahkan perilaku. Dalam hal ini individu masih mempertimbangkan beberapa nilai dari dalam dirinya maupun lingkungan sekitar. Meski terbagi atas dua karakteristik, akan tetapi konsep idealisme dan relativisme bukan merupakan hal yang bertolak belakang, tetapi lebih merupakan dua skala yang terpisah, yang terkadang masih saling mempengaruhi di dalam diri setiap individu. Kemudian Forsyth (1998) memberikan kategori ideologi etika ke dalam empat klasifikasi menggunakan matrik 2 x 2 (tabel 2.1) yang dapat dikategorikan menjadi empat klasifikasi ideologi etika : (1) Situasionis, mendukung analisis individual terhadap 16 tindakan dalam setiap situasi (2) Absolutis, menganggap bahwa hasil terbaik suatu tindakan bisa selalu dicapai dengan mengikuti aturan moral universal (3) Subyektivis, penilaian tindakan berdasarkan nilai-nilai dan perspektif pribadi dan (4) Eksepsionis, aturan moral universal memandu pertimbangan dalam bertindak, tetapi secara pragmatis terbuka pengecualian
Lebih lanjut Forsyth (1980) menunjukkan bahwa individu memiliki pendirian tertentu atas etika dan posisi yang mereka ambil tersebut akan memengaruhi dalam proses judgment yang mereka lakukan. Forsyth (1980) berargumen bahwa perbedaan-perbedaan di dalam filosofi klasik dapat secara sederhana direpresentasikan dalam dua dimensi yaitu, relativisme dan idealisme. Sebagai contoh, teleology dan deontology yang bersifat nonrelativistis dan mengembangkan prinsip moral universal. Teleologi didasarkan pada analisis atas kosekuensi-konsekuensi yang akan ditimbulkan dan deontology didasarkan pada kebenaran yang tidak bisa dipisahkan pada 17 tindakan-tindakan berdasar pada hukum alam. Berbagai cabang dari skeptisisme etis bersifat relativistis, yang secara umum menolak prinsipprinsip moral yang universal (Forsyth, 1980). Deontology adalah filosofi idealistis yang tidak hanya memperhatikan perilaku dan tindakan, namun lebih pada bagaimana orang melakukan usaha dengan sebaik-baiknya dan mendasarkan pada nilai-nilai kebenaran untuk mencapai tujuannya. Teleology, sebaliknya, pragmatis secara alami, mempertimbangkan kemungkinan bahwa sebagian tindakan-tindakan pelanggaran dapat dianggap merupakan hal yang etis, jika tindakan tersebut menghasilkan hasil-hasil yang positif lebih besar dari pada hal negatif (Forsyth, 1980). Pemikiran teleology menekankan dalam maksimalisasi yang bermanfaat untuk masyarakat atau sebanyak-banyak orang

Etika (skripsi dan tesis)

Kata etika sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos yang memiliki arti karakter, Sedangkan menurut kamus besar bahasa indonesia (KBBI) terbitan Kemendikbud (2008) kata etika memiliki 3 pengertian diantaranya (1) ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral; (2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; dan (3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Menurut Martin (dalam Isnanto, 2009), etika didefinisikan sebagai “the discipline which can act as the performance index or reference for our control system”. Dengan demikian, etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode etik. Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri.

Teori Perkembangan Moral (Theory of Moral Development) (skripsi dan tesis)

Teori perkembangan moral Lawrence Kohlberg merupakan pengembangan teori struktural-kognitif yang telah dilakukan Piaget sebelumnya. Di atas bangunan teori Piaget itu, Lawrence Kohlberg mengusulkan suatu teori perkembangan pemikiran moral (theory of moral development). Teori ini menyatakan bahwa setiap individu melalui sebuah "urutan berbagai tahapan" (invariant sequence of stages) moral. Tiap-tiap tahap ditandai oleh struktur mental khusus (distinctive) yang diekspresikan dalam bentuk khusus penalaran moral (Kneller,1984: 110). Ada enam tingkatan dalam Teori Kohlberg seperti yang dijelaskan McLeod (2011), Tingkatan tersebut terbagi ke dalam tiga bagian:
 a. Taraf Pra-Konvensional Bagian pertama disebut dengan Pre-conventional, dalam bagian ini pembuatan keputusan moral didasarkan pada imbalan dan hukuman. Pada taraf ini terdiri dari dua tahapan yaitu : 
 1. Obedience and Punishment Orientation 
Akibat-akibat fisik dari tindakan menentukan baik buruknya tindakan tersebut menghindari hukuman dan taat secara buta pada yang berkuasa diangga bernilai pada dirinya sendiri. 
2. Individualism and Exchange Akibat dalam tahap ini beranggapan bahwa tindakan yang benar adalah tindakan yang dapat menjadi alat untuk memuaskan kebutuhannya sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang lain. Hubungan antar manusia dianggap sebagai hubungan jual beli di pasar.
 b. Taraf Konvensional 
Bagian kedua disebut Conventional, dalam bagian ini pembuatan keputusan moral didasarkan pada aturan-aturan sosial dan kebutuhan sesama. Pada taraf ini mengusahakan terwujudnya harapan-harapan keluarga atau bangsa bernilai pada dirinya sendiri. Dua tahap dalam taraf ini adalah : 
1. Good Interpersonal Relationships atau “good boy-nice girl” orientation Individu berusaha membuat dirinya wajar seperti pada umumnya individu lain bertingkah laku. Intensi tingkah laku walaupun kadangkadang berbeda dari pelaksanaanya sudah diperhitungkan, misalnya individu-individu yang mencuri buat anaknya yang hampir mati dianggap berintensi baik. 
 2. Maintaining the Social Order 
Otoritas peraturan-peraturan yang sudah ditetapkan dan pemeliharaan ketertiban sosial dijunjung tinggi dalam tahap ini. Tingkah laku disebut benar, bila orang melakukan kewajibannya, menghormati otoritas dan memelihara ketertiban sosial. 
c. Taraf Pos-Konvensional Bagian ketiga disebut dengan post-conventional, dalam bagian ini pembuatan keputusan moral didasarkan pada pemikiran moral dimana kebaikan bagi masyarakat telah diperhitungkan. Pada taraf ini seorang individu berusaha mendapatkan perumusan nilai-nilai moral dan berusaha merumuskan prinsip- prinsip yang sah (valid) dan yang dapat diterapkan entah prinsip itu berasal dari otoritas orang atau kelompok yang mana. Tahapannya adalah : 1. Social Contract and Individual Rights 
Dalam tahap ini orang mengartikan benar-salahnya suatu tindakan atas hak-hak individu dan norma-norma yang sudah teruji di masyarakat. Disadari bahwa nilai-nilai yang bersifat relatif, maka perlu ada usaha untuk mencapai suatu konsensus bersama.  
2. Universal Principles
 Benar salahnya tindakan ditentukan oleh keputusan suara nurani hati. Sesuai dengan prinsip-prinsip etis yang dianut oleh orang yang bersangkutan, prinsip prinsip etis itu bersifat abstrak. Pada intinya prinsip etis itu adalah prinsip keadilan, kesamaan hak, hak asasi, hormat pada harkat( nilai) manusia sebagai pribadi. Asumsi-asumsi yang digunakan Kohlberg (dalam Falah, 2007), cara untuk mengembangkan teorinya sebagai berikut: (a) bahwa kunci untuk dapat memahami tingkah laku moral seseorang adalah dengan memahami filsafat moralnya, yakni dengan memahami alasan-alasan yang melatarbelakangi perbuatannya, (b) tingkat perkembangan tersusun sebagai suatu keseluruhan cara berpikir. Setiap orang akan konsisten dalam tingkat pertimbangan moralnya, (c) konsep tingkat perkembangan moral menyatakan rangkaian urutan perkembangan yang bersifat universal, dalam berbagai kondisi budaya. Sesuai dengan asumsi-asumsi tersebut, konsep perkembangan moral menurut teori Kohlberg memiliki empat ciri utama. Pertama, tingkat perkembangan itu terjadi dalam rangkaian yang sama pada semua orang. Seseorang tidak pernah melompati suatu tingkat. Perkembangannya selalu ke arah tingkat yang lebih tinggi. Kedua, tingkat perkembangan itu selalu tersusun berurutan secara bertingkat. Dengan demikian, seseorang yang membuat pertimbangan moral pada tingkat yang lebih tinggi, dengan mudah dapat memahami pertimbangan moral tingkat yang lebih rendah. Ketiga, tingkat perkembangan itu terstruktur sebagai suatu keseluruhan. Artinya, seseorang konsisten pada tahapan pertimbangan moralnya. Keempat, tingkat perkembangan ini memberi penekanan pada struktur pertimbangan moral, bukan pada isi pertimbangannya (Falah, 2007).

Selasa, 29 September 2020

Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Penghindaran Pajak (skripsi dan tesis)

Menurut Zuesty, Aisha (2016) desakan dari para investor kepada pihak manajemen untuk melakukan tindakan penghindaran pajak demi memaksimalkan laba perusahaan dipengaruhi oleh adanya investor institusional didalamnya. Investor institusional pada dasarnya ingin memperoleh keuntungan sebesar-besarnya yang membuat pihak manajemen melakukan penghindaran pajak dengan mengurangi jumlah beban pajak yang harus dibayar oleh perusahaan demi kepentingan dan kesejahteraan investor insitusional (Zuesty, Aisha, 2016). Dalam penelitian Ngadiman dan Puspitasari, Chistiany (2014), Fiandri, Khairul A. (2015) serta Zuesty, Aisha (2016) menjelaskan bahwa kepemilikan institusional memiliki pengaruh terhadap penghindaran pajak

Pengaruh Sales Growth terhadap Penghindaran Pajak (skripsi dan tesis)

Perusahaan dapat meramalkan berapa banyak keuntungan yang akan diperoleh dengan melihat besarnya jumlah pertumbuhan penjualan. Menurut Dewinta, Ida Ayu R. dan Setiawan, Putu Ery (2016) pertumbuhan penjualan pada suatu perusahaan menunjukkan bahwa semakin besar volume penjualan maka laba yang dihasilkan pun akan meningkat. Dengan peningkatan pertumbuhan penjualan, perusahaan juga akan mendapat peningkatan laba. Oleh karena itu peningkatan pertumbuhan memungkinkan perusahaan dapat lebih meningkatkan kapasitas operasinya. Apabila sales growth meningkat, perusahaan cenderung akan mendapatkan keuntungan yang besar dan berakibat pada kenaikan beban pajak perusahaan, maka dari itu perusahaan akan mengarah pada praktik penghindaran pajak demi mengurangi jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh perusahaan.   Hasil penelitian Setiawan, Putu E. dan Dewinta, Ida A. (2016) dan juga Hidayat, Wastam Wahyu (2018) menjelaskan jika sales growth berpengaruh terhadap penghindaran pajak

Pengaruh Solvabilitas terhadap Penghindaran Pajak (skripsi dan tesis)

 Demi memenuhi kebutuhan investasi dan operasional perusahaan, perusahaan dimungkinkan menggunakan hutang. Namun, hutang akan Total saham institusional Kepemilikan institusional = Total saham yang beredar 19 menimbulkan beban tetap berupa bunga. Karena besarnya insentif pajak atas bunga hutang, maka semakin besar hutang membuat laba kena pajak menjadi lebih kecil. Hal tersebut menunjukkan timbulnya keterkaitan mengenai meningkatnya penggunaan hutang bagi perusahaan (Zuesty, Aisha, 2016). Semakin besar jumlah hutang yang dimiliki perusahaan maka semakin besar beban bunga yang muncul akibat hutang tersebut. Beban bunga yang semakin besar akan berdampak pada berkurangnya beban pajak perusahaan. Penelitian Kim, Jeong Ho (2017) menunjukkan bahwa solvabilitas memiliki pengaruh terhadap penghindaran pajak

Kepemilikan Institusional (skripsi dan tesis)

Ngadiman dan Puspitasari, Christianty (2014) menyatakan bahwa “kepemilikan institusional ialah proporsi kepemilikan saham oleh pihak institusi. Institusi dapat berupa yayasan, bank, perusahaan berbentuk perseroan (PT), perusahaan investasi, perusahaan asuransi, dana pensiun, juga institusi lainnya”. Peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen akan didorong oleh adanya kepemilikan institusional dalam sebuah perusahaan. Penjualan tahun ini – Penjualan tahun lalu Sales growth = Penjualan tahun lalu   Besaran investasi yang dimiliki oleh investor institusional akan berpengaruh pada pengawasan yang dilakukan. Semakin besar pihak institusional mendominasi saham daripada pemegang saham lain, maka pengawasan dapat dilakukan terhadap kebijakan manajemen yang lebih besar pula, sehingga membuat pihak manajemen perusahaan menjauhi sikap yang mungkin merugikan para pemegang saham (Ngadiman dan Puspitasari, Christianty, 2014). Zuesty, Aisha (2016) mengatakan jika pemilik institusional memiliki fungsi yang penting dalam memantau, mendisiplinkan, dan mempengaruhi manajer. Pemilik institusional menganggap dapat mengendalikan manajer untuk menghindari perilaku mementingkan diri sendiri dan fokus pada kinerja ekonomi berdasarkan hak suara yang dimiliki. Keberadaan investor institusional juga menunjukkan adanya desakan dari para investor institusional terhadap pihak manajemen untuk menjalankan praktik penghindaran pajak dalam rangka memperoleh keuntungan semaksimal mungkin untuk investor institusional (Dewi, Ni Nyoman Kristiana dan Jati, I Ketut, 2014)

Sales Growth (skripsi dan tesis)

Penjualan memiliki pengaruh yang strategis terhadap perusahaan. Sales growth menunjukkan perkembangan tingkat penjualan setiap tahun. Kapasitas operasi perusahaan dapat meningkat apabila pertumbuhan perusahaan juga lebih ditingkatkan. Sebaliknya bila pertumbuhannya menurun, perusahaan akan memiliki kendala dalam peningkatan kapasitas operasi perusahaan (Andriyanto, Hermawan Noor, 2015). Menurut Andriyanto, Hermawan Noor (2015) perusahaan dengan penjualan yang cenderung stabil menanggung beban tetap yang lebih tinggi juga lebih aman dalam memperoleh lebih banyak pinjaman bila dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil. Pertumbuhan penjualan perusahaan dapat dilihat melalui peluang bisnis yang ada dipasar. 
 Total hutang Debt to asset ratio = Total aset  Menurut Fahmi, I. (2014) “sales growth merupakan rasio antara penjualan tahun ini dikurangi penjualan tahun sebelumnya kemudian dibagi dengan penjualan tahun sebelumnya, sales growth mempunyai peran strategis didalam manajemen modal kerja sebuah perusahaan”. Menurut Dewinta, Ida Ayu R. dan Setiawan, Putu Ery (2016) sales growth menunjukkan bahwa semakin besar volume penjualan maka laba yang akan dihasilkan pun akan meningkat, hal ini diikuti dengan kenaikan beban pajak perusahaan. Kemungkinan perusahaan dapat lebih meningkatkan kapasitas operasinya dapat dipengaruhi oleh pertumbuhan penjualan yang juga meningkat, karena dengan pertumbuhan penjualan yang meningkat, perusahaan akan memperoleh profit yang meningkat pula. Secara logika, apabila pertumbuhan penjualan meningkat, perusahaan cenderung akan mendapatkan profit yang besar, maka dari itu perusahaan akan mengarah pada tindakan penghindaran pajak karena profit yang besar akan menimbulkan beban pajak yang besar pula sedangkan perusahaan berkeinginan untuk membayar pajak seminimal mungkin

Solvabilitas (skripsi dan tesis)

“Solvabilitas ialah kemampuan perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajiban perusahaan baik itu hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang, baik perusahaan yang masih berjalan maupun dalam keadaan yang sudah dilikuidasi” (Sunyoto, 2014:101). Menurut Kasmir (2014:150-153) solvabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk menghitung sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang. Tujuan dari rasio solvabilitas adalah untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban yang bersifat tetap seperti bunga dan angsuran pinjaman, serta menilai berapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan hutang jangka panjang. Solvabilitas yakni suatu perbandingan yang mencerminkan besarnya hutang yang digunakan untuk pembiayaan dalam menjalankan aktivitas operasional perusahaan. Semakin besar penggunaan hutang oleh perusahaan, Pembayaran pajak Cash effective tax rate = Laba sebelum pajak 16 maka semakin banyak jumlah beban bunga yang dikeluarkan oleh perusahaan, sehingga dapat mengurangi laba sebelum kena pajak perusahaan yang selanjutnya akan dapat mengurangi besaran pajak yang nantinya harus dibayarkan oleh perusahaan (Arianandini, Putu Winning dan Ramantha, I Wayan, 2018). Dalam penelitian ini rasio solvabilitas yang digunakan adalah debt to asset ratio. Menurut Kasmir (2014:156) debt to asset ratio adalah rasio hutang yang digunakan untuk menghitung perbandingan antara total hutang dengan total aktiva. Dengan kata lain seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang perusahaan

Penghindaran Pajak (skripsi dan tesis)

 “Penghindaran pajak ialah teknik pengendalian tindakan supaya terhindar dari akibat pengenaan pajak yang tidak diinginkan. Dalam hal ini usaha yang dilakukan supaya terhindar dari pengenaan pajak yakni dengan mengendalikan segala macam tindakan yang menghindari aplikasi pengenaan pajak sedemikian rupa, sehingga tidak terdapat satupun pelanggaran hukum yang dilakukan” (Zain, Muhammad, 2008:49). Menurut Pohan, Chairil Anwar (2014:41) “tax avoidance merupakan teknik pemanfaatan kelemahan peraturan perpajakan serta undang-undang demi memperkecil jumlah pajak yang terhutang dan dilakukan secara aman dan legal oleh wajib pajak juga tidak bertentangan dengan ketentuan perpajakan yang berlaku”. Menurut Suandy, Erly (2001:8) Penghindaran pajak merupakan rekayasa perpajakan yang masih berada dalam bingkai ketentuan perpajakan. Dari pengertian penghindaran pajak tersebut, menunjukkan bahwa penghindaran pajak merupakan upaya perusahaan untuk mengurangi pembayaran pajak dengan cara mencari celah dalam peraturan perundang-undangan perpajakan secara legal. Penghindaran pajak dalam penelitian ini diproksikan menggunakan cash effective tax rate. Cash effective tax rate adalah jumlah kas yang dibayarkan untuk biaya pajak dibagi dengan laba sebelum pajak (Dewinta, Ida Ayu R. dan Setiawan, Putu Ery, 2016). Pengukuran ini digunakan karena dapat lebih  menggambarkan adanya aktivitas penghindaran pajak. Menurut Dyreng, S., dkk. (2010) cash effective tax rate baik digunakan untuk menggambarkan adanya kegiatan penghindaran pajak karena cash effective tax rate tidak berpengaruh dengan adanya perubahan estimasi seperti adanya perlindungan pajak. Semakin tinggi tingkat presentase cash effective tax rate mengindikasikan bahwa semakin rendah tingkat penghindaran pajak perusahaan, sebaliknya semakin rendah tingkat presentase cash effective tax rate mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat penghindaran pajak oleh perusahaan.

Pajak (skripsi dan tesis)

 Menurut Waluyo (2011:2) pajak merupakan iuran yang dapat dipaksakan dan wajib dibayar guna untuk membiayai pengeluaran yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan tidak mendapat imbalan secara langsung. Suandy, Erly (2001:5) mengemukakan definisi pajak oleh James dan Nobes (1985) bahwa pajak digunakan untuk penyediaan barang dan jasa publik yang berasal dari pungutan berdasarkan undang-undang pemerintah. Berdasarkan pengertian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa pajak ialah iuran yang bersifat wajib kepada negara berdasarkan peraturan perundang- undangan dengan tidak mendapatkan imbal jasa secara langsung guna untuk memenuhi pengeluaran negara. Ada dua fungsi dalam pajak yaitu fungsi budgetair dimana pajak sebagai sumber dana untuk pembiayaan pengeluaran pemerintah, dan fungsi kedua adalah regulerend dimana pajak sebagai alat ukur untuk mengatur kebijakan di bidang ekonomi maupun sosial (Waluyo, 2010:6).

Teori Pemegang Saham (skripsi dan tesis)

 Menurut Sutedi, Andrian (2011) “Teori pemegang saham menyatakan bahwa tanggung jawab yang paling mendasar dari direksi adalah bertindak untuk kepentingan meningkatkan nilai dari pemegang saham. Jika perusahaan memperhatikan kepentingan pemasok, pelanggan, karyawan, dan lingkungannya, maka nilai yang didapatkan oleh pemegang saham semakin sedikit, sehingga berjalannya pengurusan oleh direksi harus mempertimbangkan kepentingan pemegang saham untuk memastikan kesehatan perusahaan dalam jangka panjang, termasuk peningkatan nilai pemegang saham”. Teori yang menjelaskan hubungan antara manajemen perusahaan dan pemegang saham ini memiliki tujuan untuk membantu manajemen perusahaan dalam meningkatkan penciptaan nilai sebagai dampak dari aktivitas-aktivitas yang dilakukan dan meminimalkan kerugian yang mungkin muncul bagi para pemegang saham. Dalam penciptaan nilai perusahaan, manajemen perusahaan harus dapat mengelola seluruh sumber daya yang dimiliki perusahaan, baik karyawan (human capital), aset fisik (physical capital) maupun structural capital. Apabila seluruh sumber daya yang dimiliki perusahaan dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik maka akan menciptakan nilai tambah bagi perusahaan sehingga dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Segala tindakan tersebut dilakukan demi kepentingan para pemegang saham (Sutedi, Andrian, 2011)

Teori Trade-off (skripsi dan tesis)

Menurut Bringham dan Houston (2006) “Teori trade-off menjelaskan bahwa perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress). Biaya kesulitan keuangan ialah biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) dan biaya keagenan (agency costs) yang meningkat akibat dari turunnya kredibilitas suatu perusahaan”. Teori trade-off dalam menentukan struktur modal yang optimal memasukkan beberapa faktor antara lain pajak, biaya keagenan dan biaya kesulitan keuangan, tetapi tetap mempertahankan asumsi efisiensi pasar dan symmetric information sebagai imbangan dan manfaat penggunaan hutang. Tingkat hutang yang optimal tercapai ketika penghematan pajak mencapai jumlah yang maksimal terhadap biaya kesulitan keuangan. Trade-off theory mempunyai implikasi bahwa manajer akan berpikir antara penghematan pajak dan biaya kesulitan keuangan dalam penentuan struktur modal. Perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi tentu akan berusaha mengurangi pajaknya dengan cara meningkatkan rasio hutangnya, sehingga tambahan hutang tersebut akan mengurangi pajak (Bringham dan Houston, 2006).

Teori Agensi (skripsi dan tesis)

“Teori agensi merupakan teori yang menjelaskan hubungan atau kontak antara prinsipal dan agen. Prinsipal mempekerjakan agen untuk melakukan tugas demi kepentingannya termasuk pendelegasian otorisasi pengambilan keputusan dari prinsipal kepada agen. Pada perusahaan yang modalnya terdiri atas saham, pemegang saham bertindak sebagai prinsipal, dan CEO (Chief Executive Officer) bertindak sebagai agen. Agen dipekerjakan untuk bertindak sesuai dengan kepentingan principal” (Anthony dan Govindarajan, 2011).  Teori keagenan mulai berlaku ketika terjadi hubungan kontraktual antara prinsipal dan agen. Pihak manajemen sebagai agen bertanggung jawab secara moral dan profesional untuk menjalankan perusahaan sebaik mungkin dan mengoptimalkan operasi serta laba perusahaan. Sebagai imbalannya manajer sebagai agen akan memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak yang ada. Sementara pihak prinsipal melakukan kontrol terhadap kinerja agen untuk memastikan modal yang dimiliki dikelola dengan baik, agar modal yang telah ditanam berkembang dengan optimal (Sukandar dan Rahardja, 2014). Prinsipal akan memberikan kewajiban kepada agen untuk melaporkan kondisi perusahaan sesuai dengan keadaaan yang sebenarnya. Laporan yang diberikan tersebut dapat berupa pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Hal tersebut dilakukan sebagai sarana prinsipal untuk mengawasi kinerja agen dan memastikan modal yang ditanam berkembang dengan baik. Apabila kinerja agen tidak dapat memuaskan prinsipal maka prinsipal dapat mengambil tindakan sesuai dengan kontrak yang telah disepakati sebelumnya. Adanya permasalah tersebut membuat para agen berusaha untuk memberikan informasi sesuai dengan keinginan para prinsipal. Sukandar dan Rahardja (2014) mengatakan perbedaan kepentingan antara agen dan prinsipal disebut dengan agency problem. Salah satu penyebab agency problem adalah asymmetric information. Asymmetric information adalah ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh prinsipal dan agen. Agen memiliki lebih banyak informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja dan perusahaan secara   keseluruhan sedangkan prinsipal tidak memiliki informasi yang cukup tentang kinerja agen. 

Pengaruh Kompensasi Eksekutif terhadap Tax Avoidance (skripsi dan tesis)


Pajak menjadi masalah bagi perusahaan karena membayar pajak akan
menurunkan laba bersih perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan akan
melakukan tax avoidance. Untuk itu eksekutif sebagai pemimpin
perusahaan akan membuat kebijakan yang dapat meminimalkan pajak.
Harapan dari tindakan tersebut adalah eksekutif akan mendapatkan
keuntungan. Umumnya para eksekutif mengharapkan kinerja mereka
berdampak positif pada kinerja perusahaan sehingga eksekutif yang telah
mencapai prestasi tertentu akan mendapatkan kompensasi tertentu pula.
Menurut Desai dan Dharmapala (2006) dalam Hanafi dan Puji (2014)
kompensasi tinggi yang diberikan kepada eksekutif mampu menaikkan
tingkat penghindaran pajak perusahaan yang dipimpin menjadi lebih besar
pula. Penelitian mengenai kompensasi eksekutif dilakukan Hanafi dan Puji
Harto (2014). Dalam penelitiannya, ditemukan bukti bahwa kompensasi
yang diberikan kepada eksekutif memiliki pengaruh positif terhadap
pengindaran pajak perusahaan.

Pengaruh Preferensi Risiko Eksekutif terhadap Tax Avoidance (skripsi dan tesis)


Hanafi dan Puji Harto (2014) menemukan bukti bahwa eksekutif yang
memiliki preferensi risk taker berpengaruh positif dan signifikan terhadap
penghindaraan pajak perusahaan. Coles at al (2004) dalam Budiman (2012)
menyebutkan bahwa risiko perusahaan (corporate risk) merupakan
cerminan dari policy yang diambil oleh pemimpin perusahaan. Policy yang
diambil pemimpin perusahaan bisa mengindikasikan apakah mereka
memiliki karakter risk taking atau risk averse.
Berdasarkan teori tindakan beralasan dengan asumsi bahwa manusia
berperilaku dengan cara yang sadar, bahwa mereka mempertimbangkan
informasi yang tersedia, dan secara implisit dan eksplisit juga
mempertimbangkan akibat dari tindakan yang dilakukan tersebut, eksekutif
menentukan keputusan berdasarkan informasi yang ada. Selain itu, adanya
alternatif pilihan serta kendali yang dimiliki eksekutif dalam proses
pengambilan keputusan membuat teori tindakan beralasan semakin
menjelaskan alasan preferensi risiko eksekutif.
Eksekutif yang memiliki sifat risk taker akan lebih berani mengambil
keputusan walupun keputusan itu beresiko tinggi. Eksekutif yang risk taker
juga dituntut untuk dapat mengasilkan cash flow yang lebih tinggi. Ini
merupakan konsekuensi yang harus dilakukan oleh eksekutif yang memiliki
sifat risk taker. Diantara keputusan tersebut terdapat keputusan tax avoidance

Leverage (skripsi dan tesis)


Leverage menunjukkan penggunaan utang untuk membiayai investasi
(Sartono, 2002). Leverage merupakan rasio yang mengukur seberapa jauh
perusahaan menggunakan utang. Leverage menggambar kan hubungan
antara total assets dengan modal saham biasa atau menunjukkan
penggunaan utang untuk meningkatkan laba (Husnan, 2002). Maka dari itu,
semakin besar tingkat hutang yang dimilki perusahaan maka semakin besar
resiko yang ditanggung. Leverage biasanya diukur menggunakan rasio debt
to equity ratio (DER). DER menggambarkan perbandingan antara total
utang dengan total ekuitas perusahaan yang digunakan sebagai sumber
pendanaan usaha. Jika rasio ini semakin besar, maka dapat dijelaskan bahwa
struktur modal yang paling besar berasal dari komposisi hutang.
Perusahaan yang menggunakan hutang pada komposisi pembiayaan,
maka akan menimbulkan adanya bunga yang harus dibayar. Peraturan
perpajakan pasal 6 ayat 1 huruf angka 3 UU nomor 36 tahun 2008 tentang
PPh menyebutkan bahwa bunga pinjaman merupakan biaya yang dapat
dikurangkan (deductible expense) terhadap penghasilan kena pajak. Beban
bunga tersebut akan menyebabkan laba kena pajak perusahaan menjadi
berkurang dan pada akhirnya akan mengurangi jumlah pajak yang harus
dibayarkan perusahaan. Apabila komposisi pembiayaan perusahaan menggunakan equity financing, maka harus membayarkan dividen yang
tidak dapat dijadikan pengurang penghasilan kena pajak

Kompensasi Eksekutif (skripsi dan tesis)


Garry Dessler (1997) mendefinisikan kompensasi sebagai segala
bentuk pembayaran atau imbalan yang diberikan kepada karyawan oleh
perusahaan sebagai balas jasa atas kontribusi mereka kepada perusahaan.
Imbalan yang diberikan karyawan biasanya dalam bentuk kompensasi
finansial dan non-finansial. Sedangkan kompensasi eksekutif biasanya
berupa gaji pokok, bonus tahunan, opsi atau saham. Pemberian kompensasi
tersebut merupakan bentuk penghargaan kinerja jangka panjang dan
tunjangan bagi eksekutif.
Sistem yang dipakai dalam pemberian kompensasi adalah reward
system bukan salary system. Kompensasi diberikan berdasarkan pencapaian
kinerja yang telah dilakukan oleh manajemen dengan keahlian profesional
yang dimilikinya. Secara umum kompensasi bagi eksekutif dan jajaran
pengambil keputusan dapat dibedakan menjadi dua yaitu berbentuk finansial
maupun non-finansial. Dalam bentuk finansial kompensasi dapat berupa
gaji, bonus tahunan, opsi saham dan intensif jangka panjang dalam berbagai
bentuk, baik stock plans maupun bonus. Sedangkan dalam bentuk nonfinansial
kompensasi dapat berbentuk tugas-tugas yang menarik, fasilitas kerja yang mewah dan memadai, posisi kerja, pengakuan, pencapaian
tujuan, serta lingkungan kerja yang mendukung.

Preferensi Risiko Eksekutif (skripsi dan tesis)


Preferensi risiko eksekutif adalah suatu keadaan dimana para eksekutif
memilih untuk mengambil risiko atau lebih memilih untuk risiko yang lebih
kecil. Risiko dapat diartikan sebagai peluang terjadinya kerugian yang
artinya memiliki risiko yang tinggi. Secara luas resiko berarti kemungkinan
terjadinya hasil yang tidak diinginkan atau berlawanan dari yang diinginkan.
Keterkaitan senjangan tax avoidance dengan preferensi risiko terjadi karena
eksekutif dalam membuat keputusan cenderung bertindak hati-hati.
Low (2006) dalam Budiman dan Setiyono (2012), menyebutkan bahwa
dalam menjalankan tugasnya sebagai pimpinan perusahaan eksekutif
memiliki dua karakter yakni sebagai risk taker dan risk averse. Risk taker
adalah seseorang yang tidak takut oleh ketidakpastian dan tenang dalam
situasi yang spekulatif. Sedangkan risk averse adalah seseorang yang
berfikir resiko itu adalah sekedar kata resiko.
Eksekutif yang memiliki karakter risk taker adalah eksekutif yang lebih
berani dalam mengambil keputusan bisnis dan bisnisnya memilki dorongan
kuat untuk memiliki penghasilan, posisi, kesejahteraan, dan kewenangan
yang lebih tinggi, (Maccrimon dan Wehrung, 1990 dalam Budiman dan
Setiyono, 2012). Eksekutif yang memiliki sifat risk taker tidak akan raguragu
untuk melakukan pembiayaan dari hutang, hal ini dilakukan dengan
tujuan untuk mempercepat pertumbuhan perusahaan.
Eksekutif yang memiliki karakter risk averse adalah eksekutif yang
tidak menyukai resiko sehingga dia kurang berani dalam pengambilan keputusan. Eksekutif risk averse jika mendapatkan peluang maka dia akan
memilih resiko yang lebih rendah, keputusan-keputusan yang diambil
adalah keputusan yang tidak mengakibatkan resiko yang besar. Eksekutif
risk averse biasanya memiliki usia yang lebih tua, sudah lama memegang
jabatan, dan memiliki ketergantungan dengan perusahaan.

Karakter Eksekutif (skripsi dan tesis)

Anthony dan Govindarajan (2005) dalam Pranata (2013) menyatakan
bahwa Organisasi dipimpin oleh suatu hierarki manajer, dengan chief
executive officer (CEO) pada posisi puncak, dan para manajer unit bisnis,
departemen, bagian (section), dan subunit lainnya berada dibawah CEO
dalam bagan organisasi. Pemimpin tersebut memiliki karakter-karakter
tertentu untuk memimpin dan menjalankan perusahaannya menuju tujuan
yang ingin dicapai oleh perusahaan. Adapun eksekutif yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah dewan komisaris dan direksi.
Karakter eksekutif dapat dilihat dari berbagai segi, diantaranya
kompensasi kerugian, preferensi risiko, kepemilikan saham oleh eksekutif,
usia, pendidikan atau latar belakang pendidikan eksekutif, lamanya masa
jabatan eksekutif dan lain-lain. Pada penelitian ini karakter eksekutif yang
digunakan adalah preferensi risiko dan kompensasi eksekutif.

Tax avoidance (skripsi dan tesis)


Pajak dapat diartikan sebagai beban atau sesuatu yang dapat
mengurangi kemampuan atau daya beli masyarakat. Dalam hal ini, pajak dipandang sebagai hal atau sesuatu yang tidak menguntungkan. Sesuatu
yang tidak menguntungkan biasanya akan mendorong upaya untuk
menghindarinya atau paling tidak meminimalisasinya. Meminimalisasi
beban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari
memanfaatkan celah-celah perpajakan yang diperbolehkan sampai dengan
upaya yang melanggar peraturan perpajakan. Upaya untuk meminimalisasi
beban pajak adalah dengan tax planning (perencanaan pajak).
Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia adalah Self
Assesment System diamana suatu sistem pemungutan yang memberi
wewenang sepenuhnya kepada Wajib Pajak untuk menghitung,
memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang
terutang (Mardiasmo, 2011:7). Tujuan dari Self Assesment System adalah
mengharapkan Wajib Pajak memiliki kesadaran wajib pajak, kejujuran
wajib pajak, tax mindedness wajib pajak atau hasrat untuk membayar pajak,
serta tax discipline wajib pajak terhadap pelaksanaan peraturan perpajakan
(Rahayu, 2011) Akan tetapi, Self Assesment System merupakan sistem
perpajakan yang rentan akan penyelewengan dan pelanggaran. Sehingga
pengusaha akan meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar, dengan
melakukan tax planning, baik secara legal (tax avoidance) maupun ilegal
(tax evasion).
Kegiatan penggelapan (evasion) adalah kegiatan yang nyata melawan
peraturan yang berlaku, sedangkan penghindaraan (avoidance) tidak
melanggar peraturan, namun melanggar maksud yang sebenarnya dari peraturan tersebut. Sri Utami (2011) yang menyatakan bahwa Tax
avoidance adalah suatu skema transaksi yang ditujukan untuk
meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan kelemahan-kelamahan
(loophole) ketentuan perpajakan suatu negara sehingga ahli pajak
menyatakan legal karena tidak melanggar peraturan perpajakan.
Tax avoidance bukan pelanggaran undang-undang perpajakan karena
usaha wajib untuk mengurangi, menghindari, meminimumkan atau
meringankan beban pajak dilakukan dengan cara yang dimungkinkan oleh
Undang-Undang Pajak. Adapun cara tersebut menurut Merks (2007) dalam
Kurniasih dan Maria (2013) adalah a) memindahkan subjek pajak dan/atau
objek pajak ke negara-negara yang memberikan perlakuan pajak khusus
atau keringanan pajak (tax haven country) atas suatu jenis penghasilan
(substantive tax planning), b) usaha penghindaran pajak dengan
mempertahankan substansi ekonomi dari transaksi melalui pemilihan formal
yang memberikan beban pajak yang paling rendah (Formal tax planning),
c) ketentuan Anti Avoidance atas transaksi transfer pricing, thin
capitalization, treaty shopping, dan controlled foreign corporation (Specific
Anti Avoidance Rule); serta transaksi yang tidak mempunyai substansi bisnis
(General Anti Avoidance Rule).
Penghindaraan pajak (Tax avoidance) merupakan rekayasa tax affairs
yang masih berada dalam kelompok peraturan perpajakan. Penghindaraan
pajak (tax avoidance) dapat terjadi di dalam bunyi ketentuan atau tertulis di
undang-undang dan berada dalam jiwa dari undang-undang atau dapat juga terjadi dalam bunyi ketentuan undang-undang tetapi berlawanan dengan
jiwa undang-undang (Suandy, 2008). Strategi-strategi atau cara-cara yang
legal sesuai dengan aturan undang-undang yang berlaku, biasanya dilakukan
dengan memanfaatkan hal-hal yang sifatnya ambigu dalam undang-undang
sehingga dalam hal ini Wajib Pajak memanfaatkan celah-celah yang
ditimbulkan oleh adanya ambiguitas dalam undang-undang perpajakan
(Suandy, 2008).
Aktivitas tax avoidance merupakan alternatif pilihan dalam
perencanaan pajak yang dapat menghemat besarnya pajak yang dibayarkan
oleh perusahaan. Sekat yang membatasi legal dan ilegalnya suatu tindakan
penghematan pajak dalam upaya tax planning masih sulit untuk dibedakan
(Bovi, 2005 dalam Annisa dan Lulus, 2012), dengan begitu diharapkan
perusahaan mematuhi peraturan perpajakan yang berlaku dan tidak
memanfaatkan celah dari peraturan perpajakan yang ada untuk
meningkatkan laba perusahaan di masa yang akan datang. Sebab, pajak
yang dibayarkan oleh perusahaan kepada negara akan digunakan untuk
memfasilitasi masyarakat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Indonesia.

Teori Tindakan Beralasan (Theory of Reasoned Action) (skripsi dan tesis)


Teori tindakan beralasan pertama kali dikembangkan oleh Icek Ajzen
dan Martin Fishbein. Teori ini menghubungkan antara keyakinan (belief),
sikap (attitude), kehendak (intention) dan perilaku (behavior).Menurut theory of reasoned action, niat merupakan suatu fungsi dari
dua penentu dasar, yaitu berhubungan dengan faktor pribadi dan
berhubungan dengan pengaruh sosial. Penentu yang berhubungan dengan
faktor pribadi adalah sikap terhadap perilaku individual. Sikap adalah
evaluasi kepercayaan (belief) atau perasaan (affect) positif atau negatif dari
individu jika harus melakukan perilaku tertentu yang dikehendaki
(Jogiyanto, 2008 dalam Yuliana, 2012).
Praktik atau perilaku menurut Theory of Reasoned Action (TRA)
menurut Jogiyanto (2008) dalam Yuliana (2012) dipengaruhi oleh niat,
sedangkan niat dipengaruhi oleh sikap dan norma subyektif. Sikap sendiri
dipengaruhi oleh keyakinan akan hasil dari tindakan yang telah lalu. Norma
subyektif dipengaruhi oleh keyakinan akan pendapat orang lain serta
motivasi untuk menaati pendapat tersebut. Secara lebih sederhana, teori ini
mengatakan bahwa seseorang akan melakukan suatu perbuatan apabila ia
memandang perbuatan itu positif dan berpikir orang lain akan menilainya
jika dia melakukan perilaku tersebut. Asumsi theory of reasoned action
adalah manusia berperilaku dengan cara yang sadar, bahwa mereka
mempertimbangkan informasi yang tersedia, dan secara implisit dan
eksplisit juga mempertimbangkan akibat dari tindakan yang dilakukan
tersebut.

Teori Keagenan (Agency Theory) (skripsi dan tesis)


Teori keagenan yang menjelaskan hubungan antara pihak yang
mendelegasi pengambil keputusan (pemegang saham) dengan pihak yang
menerima (agen) dalam bentuk kontrak kerja sama. Dalam kerja sama
tersebut pihak pemilik mendelegasikan kepada pihak agen untuk mengelola
sumber daya secara efisien untuk mendapatkan keuntungan paling
maksimal.
Teori keagenan mengasumsikan, setiap individu berperilaku untuk
kepentingan sendiri. Pemilik menginginkan pengembalian yang besar dan
cepat atas investasi yang dilakukan, sedangkan agen menginginkan
pemberian remunerasi yang sebesar-besarnya atas kinerja yang telah
dilakukan. Seringkali pemilik menilai kinerja agen berdasarkan atas laba
yang dihasilkan perusahaan sehingga alokasi untuk dividen pun akan
semakin besar. Sehingga, agen dianggap telah berkinerja baik dan layak
mendapatkan intensif yang tinggi.

Pengaruh Profitabilitas, Leverage, dan Financial Distress Terhadap Agresivitas PajakProfitabilitas, Leverage, dan Financial Distress Terhadap Agresivitas Pajak (skripsi dan tesis)

 Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan. Profitabilitas merupakan indicator kinerja yang dilakukan manajemen dalam mengelola kekayaan perusahaan yang ditunjukkan dengan laba yang dihasilkan. Laba dijadikan indicator oleh stakeholder untuk menilai sejauh mana kinerja manajemen mengelola perusahaan. Perusahaan yang mempunyai tingkat profitabilitas tinggi dapat menarik investor untuk menanamkan modal karena manajemen perusahaan dianggap berhasil menjalankan operasional perusahaan. Sebaliknya jika perusahaan memiliki tingkat profitabilitas rendah maka investor cenderung tidak tertarik menanamkan modalnya (Yoehana, 2013). Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan atau laba (Wiagustini, 2010:76). Kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba sangat dipengaruhi oleh konsumen, karena itu perusahaan tidak hanya perlu meningkatkan kualitas produk untuk bisa menarik minat konsumen, tetapi juga perlu untuk meningkatkan kualitas pelayanan terhadap konsumen. Sama halnya dengantanggung jawab perusahaan dalam membayar pajak. Perusahaan yang membayar pajak dengan jujur sesuai dengan besarnya laba perusahaan, secara tidak langsung telah berkontribusi terhadap kepentingan umum, yang juga secara tidak langsung telah berkontribusi terhadap kepentingan kosumen. Leverage adalah rasio yang mengukur kemampuan hutang baik jangka panjang maupun jangka pendek untuk membiayai aktiva perusahaan. Leverage ini menjadi sumber pendanaan perusahaan dari eksternal dari hutang. Hutang yang dimaksud adalah hutang jangka panjang. Beban bunga secara jangka panjang akan mengurangi beban pajak yang ada. Variabel leverage diukur dengan membagi total kewajiban jangka panjang dengan total asset perusahaan (Kurniasih dan Sari, 2013). Leverage mencerminkan kompleksitas transaksi keuangan perusahaan. Sehingga perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi memiliki kemampuan yang lebih untuk menghindari pajak melalui transaksi–transaksi keuangan (Dunbar, 2011). 
Financial distress (kesulitan keuangan) merupakan masalah yang penting dalam suatu perusahaan, karena kondisi keuangan adalah bagian yang sangat pokok dari keberlangsungan kegiatan operasional perusahaan. Financial distress adalah kondisi kesulitan keuangan atau ketidakmampuan perusahaan membayar hutang jangka pendek yang sudah jatuh tempo disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor pertama bisa dikarenakan perusahaan sedang tidak memiliki dana sama sekali atau faktor kedua, perusahaan memiliki dana, namun pada saat jatuh tempo perusahaan tidak memiliki dana sehingga harus menunggu untuk mencairkan aktiva (Kasmir, 2015). 35 Laporan keuangan perusahaan secara umum diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perusahaan tersebut. Pihak manajemen terpaksa memperbaiki atau memanipulasi laporan keuangan agar terlihat baik dimata pihak luar disebabkan adanyan kondisi buruk perusahaan. Sehingga perusahaan yang sedang mengalami kondisi keuangan buruk akan tertutupi dengan kecurangan yang dilakukan. Selain termotivasi karena adanya keadaan keuangan perusahaan yang buruk, kecurangan laporan keuangan juga dapat memperlihatkan bahwa pengendalian intern perusahaan tersebut sangat lemah (Ansar, 2014).

Pengaruh Financial Distress Terhadap Agresivitas Pajak

 Pada saat perusahaan mengalami kondisi kesulitan keuangan (financial distress) maka tindakan yang dapat diambil oleh pihak perusahaan adalah dengan meminimalkan beban pajak melalui agresivitas pajak. Faktanya bahwa apabila suatu perusahaan sedang mengalami potensi kebangkrutan yang cukup besar, maka perusahaan akan terdorong untuk melakukan tindakan agresivitas pajak, terlepas dari risiko akan diaudit oleh otoritas pajak (Brondolo, 2009). Penelitian sebelumnya juga telah dilakukan oleh beberapa peneliti, yang menunjukan bahwa perusahaan yang termasuk dalam kondisi kesulitan keuangan akan lebih meningkatkan aktivitas agresivitas pajak dan kemungkinan tindakan tersebut akan lebih ditingkatkan apabila diluar perusahaan terjadi kondisi kesulitan keuangan global. Bagaimanapun juga keuntungan dari dilakukanya tindakan agresivitas pajak akan meningkat dalam kondisi kesulitan keuangan perusahaan (financial distress), hal ini juga didukung oleh perilaku pergeseran risiko yang dialami pemegang saham dan manajemen (Edwards et al., 2013).Penelitian Ema Noviandiharini (2016) bertujuan menguji Financial Distress Terhadap Agresivitas pajak. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Financial Distress berpengaruh terhadap agresivitas pajak

pengaruh Leverage Terhadap Agresivitas Pajak (skripsi dan tesis)

Leverage merupakan rasio yang menandakan besarnya modal eksternal yang digunakan perusahaan untuk melakukan aktivitas operasinya. Hasil perhitungan rasio leverage menandakan seberapa besar aset yang dimiliki perusahaan berasal dari modal pinjaman perusahaan tersebut. Apabila perusahaan memiliki sumber dana pinjaman tinggi, maka perusahaan akan membayar beban bunga tinggi kepada kreditur. Beban bunga akan mengurangi laba, sehingga dengan berkurangnya laba maka mengurangi beban pajak dalam satu periode berjalan. Peraturan Pajak Penghasilan (PPh) badan di Indonesia, mengatur bahwa bunga pinjaman dapat dikurangkan sebagai biaya (tax deductible) sesuai pasal 6 ayat (1) huruf a UU Nomor 36 Tahun 2008. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nugraha dan Meiranto (2015) membuktikan bahwa leverage berpengaruh negatif signifikan terhadap agresivitas pajak. Namun, hasil penelitian berbeda yang 32 diperoleh Putri (2015) yang menemukan bahwa leverage berpengaruh positif signifikan terhadap Tarif Pajak Efektif. Penelitian yang dilakukan Tiaras dan Wijaya (2015) menyatakan Leverage berpengaruh siginifikan terhadap agresivitas pajak

Pengaruh Profitabilitas Terhadap Agresivitas Pajak (skripsi dan tesis)

Profitabilitas merupakan faktor penentu beban pajak, karena perusahaan dengan laba yang lebih besar akan membayar pajak yang lebih besar pula. Sebaliknya, perusahaan dengan tingkat laba yang rendah maka akan membayar pajak yang lebih rendah atau bahkan tidak membayar pajak jika mengalami kerugian (Nugraha dan Meiranto, 2015). Hasil penelitian yang diperoleh Nugraha dan Meiranto (2015) menemukan bahwa profitabilitas berpengaruh positif tidak signifikan terhadap Agresivitas Pajak. Namun, hasil penelitian berbeda diperoleh Prakosa (2014) yang menemukan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif 31 signifikan terhadap agresivitas pajak, dan Ardyansyah dan Zulaikha (2014) menemukan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap Effective Tax Rate (ETR). Penelitian Prasista dan Setiawan (2016) bertujuan untuk menguji dan memberikan bukti empiris pengaruh antara profitabilitas terhadap tindakan agresivitas Pajak. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa profitabilitas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tindakan Agresivitas Pajak

Kajian Pajak Dalam Islam (skripsi dan tesis)

Dalam istilah bahasa Arab, pajak dikenal dengan nama Al-Usyr atau AlMax, atau biasa juga disebut dengan Adh-dharibah, yang artinya adalah pemungutan yang ditarik dari rakyat oleh para penarik pajak. Sedangkan para pemungutan disebut Shahibul Maks atau Al-Asysyar. Alasan kaum muslim menunaikan pajak yang ditetapkan Negara, disamping penunaian kewajiban zakat, antara lain solidaritas dan tolong menolong. Sesama kaum muslim dan sesama umat manusia dalam kebaikan dan taqwa merupakan kewajiban yang harus terpenuhi. Hal ini dijelaskan pada AlQuran Surat Al-Baqarah Ayat 267, yang berbunyi : “Hai orang-orang yang beriman, nafkah kanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu, dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya. Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya 27 melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji” (QS Al-Baqarah : 267). Dalam islam telah dijelaskan dalil-dalil baik secara umum atau khusus masalah pajak itu sendiri, adapun dalil secara umum sebagai mana firman Allah dalam Surat At-Taubah Ayat 29 “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (Yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam Keadaan tunduk” (QS At-Taubah :29). Jizyah ialah sumbangan per kepala yang dipungut oleh pemerintah islam dari orang-orang yang bukan islam, sebagai imbalan bagi keamanan diri mereka

Financial Distress (Kesulitan Keuangan) (skripsi dan tesis)

 
Keuangan merupakan bagian yang sangat penting dalam keberlangsungan dalam aktivitas perusahaan. Sudah merupakan hal yang biasa ketika sebuah perusahaan mengalami kesulitan dalam keuangan. Hal ini dapat diperngaruhi oleh berbagai macam faktor, kerugian merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan suatu perusahaan mengalami kesulitan keuangan. Financial distress (kesulitan keuangan) merupakan masalah yang penting dalam suatu perusahaan, karena kondisi keuangan adalah bagian yang sangat pokok dari keberlangsungan kegiatan operasional perusahaan. Financial distress adalah kondisi kesulitan keuangan atau ketidakmampuan perusahaan membayar hutang jangka pendek yang sudah jatuh tempo disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor pertama bisa dikarenakan perusahaan sedang tidak memiliki dana sama sekali atau faktor kedua, perusahaan memiliki dana, namun pada saat jatuh tempo perusahaan tidak memiliki dana sehingga harus menunggu untuk mencairkan aktiva (Kasmir, 2015: 128). Financial distress ini harus dihindari karena keadaan semacam ini akan menyusahkan perusahaan untuk mendapatkan sumber dana tambahan, baik dari investor maupun kreditor. Financial Distress termasuk dalam golongan sebuah 26 tekanan yang dialami oleh perusahaan. Kondisi yang seperti ini dapat mendorong bagi pihak manajemen untuk melakukan sebuah kecurangan dalam pelaporan keuangan. Kecurangan yang dilaporkan oleh perusahaan yaitu perusahaan melaporkan bahwa kondisi keuangan perusahaan dalam kondisi yang baik. Namun pada kenyataannya perusahaan tersebut tengah dalam kondisi yang kritis. Perilaku yang semacam ini dilakukan dengan tujuan agar pihak luar perusahaan memberikan penilaian yang bagus terhadap perusahaan tersebut (Ansar, 2014).

Leverage (skripsi dan tesis)

Leverage dalam pengertian bisnis mengacu pada penggunaan asset dan sumber dana oleh perusahaan dimana dalam penggunaan aset atau dana tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan keuntungan potensial bagi para pemangku kepentingan (stakeholder) perusahaan (Gunawan dan Waluyo, 2015: 29). Leverage adalah rasio yang mengukur kemampuan hutang baik jangka panjang maupun jangka pendek untuk membiayai aktiva perusahaan. Leverage ini menjadi sumber pendanaan perusahaan dari eksternal dari hutang. Hutang yang dimaksud adalah hutang jangka panjang. Beban bunga secara jangka panjang akan mengurangi beban pajak yang ada. Variabel leverage diukur dengan membagi total kewajiban jangka panjang dengan total asset perusahaan (Kurniasih dan Sari, 2013: 63).
 Dari definisi-definisi di atas maka leverage adalah penggunaan dana dari pihak eksternal berupa hutang untuk membiayai investasi dan asset perusahaan. Pembiayaan melalui hutang terutama hutang jangka panjang akan menimbulkan beban bunga yang akan mengurangi beban pajak yang harus dibayar oleh perusahaan. Adapun jenis-jenis rasio leverage diantaranya (Kasmir, 2010: 112): 
1. Debt to Assets Ratio (Debt Ratio) merupakan rasio utang yang digunakan untuk mengukur seberapa besar aset perusahaan dibiayai utang atau seberapa besar utang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aset. Caranya adalah dengan membandingkan antara total utang sebagai total aset.
 2. Debt to Equity Ratio, merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan equitas. Untuk mencari rasio ini dengan cara membandangkan antara seluruh utang, termasuk utang lancer dengan seluruh equitasnya. Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan peminjam (kreditor) dengan pemilik perusahaan. Dengan kta lain, rasio ini untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan untuk jaminan utang. 
3. Long Term Debt to Equity Ratio, merupakan rasio antara utang jangka panjang dengan modal sendiri. Tujuannya adalah untuk mengukur berapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan utang jangka panjang dengan cara membandingkan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri yang disediakan oleh perusahaan. 
4. Time Interest Earned, merupakan ratio untuk mencari jumlah kali perolehan bunga. Rasio ini juga kemampuan perusahaan untuk membayar biaya bunga. 
5. Fixed Charge Coverage, atau lingkup biaya tetap merupakan rasio yang menyerupai rasio Time Interest Earned. Hanya saja bedanya dengan rasio ini dilakukan apabila perusahaan memperoleh hutang jangka panjang atau menyewa aset berdasarkan kontrak sewa (lease contract). Biaya tetap merupakan biaya bunga ditambah kewajiban sewa tahunan atau jangka panjang

Profitabilitas (skripsi dan tesis)

Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan. Profitabilitas merupakan indicator kinerja yang dilakukan manajemen dalam mengelola kekayaan perusahaan yang ditunjukkan dengan laba yang dihasilkan. Laba dijadikan indicator oleh stakeholder untuk menilai sejauh mana kinerja manajemen mengelola perusahaan. Perusahaan yang mempunyai tingkat profitabilitas tinggi dapat menarik investor untuk menanamkan modal karena manajemen perusahaan dianggap berhasil menjalankan operasional perusahaan. Sebaliknya jika perusahaan memiliki tingkat profitabilitas rendah maka investor cenderung tidak tertarik menanamkan modalnya (Yoehana 2013). Profitabilitas merupakan faktor penentu beban pajak, karena perusahaan dengan laba yang lebih besar akan membayar pajak yang lebih besar pula. Sebaliknya, perusahaan dengan tingkat laba yang rendah maka akan membayar pajak yang lebih rendah atau bahkan tidak membayar pajak jika mengalami kerugian. Dengan sistem kompensasi pajak, kerugian dapat mengurangi besarnya pajak yang harus ditanggung pada tahun berikutnya (Rodriguez dan Arias, 2012).
 Salah satu rasio profitabilitas adalah Return On Asset (ROA). Dalam analisis laporan keuangan, ROA dianggap dapat menunjukkan keberhasilan perusahaan menghasilkan keuntungan. ROA dapat mengukur keuntungan perusahaan dari aktivitas masa lalu dan diproyeksikan ke masa depan. Aset yang dihitung adalah keseluruhan asset yang diperoleh dari modal pribadi maupun modal asing yang telah diubah menjadi asset perusahaan dan digunakan untuk aktivitas operasi perusahaan (Pradnyadari, 2015). 
Dalam akuntansi dikenal beberapa rasio profitabilitas (Darmadi, 2013: 56): 
1. Rasio Margin Laba (Profit Margin – PM). Meningkatnya Profit Margin mengindikasikan bahwa perusahaan mampu menghasilkan laba bersih yang lebih tinggi dari aktivitas penjualannya.
 2. Rasio Kemampuan Dasar Menghasilkan Laba (Basic Earning Power Ratio/Operating Return On Asset (OROA)). Earning Before Interest and Tax (EBIT) merupakan laba murni perusahaan yang belum dipengaruhi keputusan keuangan (utang) dan pajak. 
3. Rasio Tingkat Pengembalian Total Aktiva (Return On Asset - ROA) Rasio Return On Asset (ROA) digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba yang berasal dari aktivitas operasi.
 4. Rasio Tingkat Pengembalian Total Ekuitas (Return On Equity - ROE) Rasio Return On Equity (ROE) merupakan alat ukur terakhir untuk mengukur profitabilitas perusahaan. ROE menggambarkan keberhasilan perusahaan menghasilkan laba untuk para pemegang saham. Penelitian ini menggunakan proksi ROA untuk mengukur profitabilitas karena ROA dapat menunjukkan kemampuan perusahaan memperoleh keuntungan dari penggunaan asset perusahaan. Semakin tinggi rasio ROA, maka semakin tinggi profitabilitas dalam perusahaan. Kenaikan ROA mengakibatkan kenaikan ETR sehingga ROA berpengaruh positif terhadap ETR. Akan tetapi seiring perkembangan jaman dan perubahan kebijakan perpajakan, hubungan ROA dan ETR menjadi negative (Nugraha, 2015)

Keuntungan dan Kerugian Melakukan tindakan Agresivitas pajak (skripsi dan tesis)

 Dalam penelitian Hidayanti (2013) Sebelum memutuskan untuk melakukan suatu tindakan pajak agresif, pembuat keputusan (manajer) akan memperhitungkan keuntungan dan kerugian dari tindakan yang akan dilakukan. Ada tiga keuntungan tindakan pajak agresif : 1. Keuntungan berupa penghematan pajak yang akan dibayarkan perusahaan kepada negara, sehingga jumlah kas yang dinikmati pemilik/pemegang saham dalam perusahaan menjadi lebih besar. 2. Keuntungan bagi manajer (baik langsung maupun tidak langsung) yang mendapatkan kompensasi dari pemilik/pemegang saham perusahaan atas tindakan pajak agresif yang dilakukannya. 3. Keuntungan bagi manajer adalah mempunyai kesempatan untuk melakukan rent extraction (Chen et al. 2010). 21 Sedangkan kerugian dari tidakan pajak agresif diantaranya adalah : 1. Kemungkinan perusahaan mendapatkan sanksi/penalti dari fiskus pajak, dan turunnya harga saham perusahaan (Sari dan Martani, 2010). 2. Rusaknya reputasi perusahaan akibat audit dari fiskus pajak. 3. Penurunan harga saham dikarenakan pemegang saham lainnya mengetahui tindakan pajak agresif yang dijalankan manajer dilakukan dalam rangka rent extraction (Okta dan Heru, 2012)

 Tax Aggressiveness (Agresivitas pajak) (skripsi dan tesis)


Agresivitas pajak merupakan bagian dari manajemen pajak dalam hal
perencanaan pajak (Tax Planning). Dimana jika dikaitkan dengan penghindaran
atau penggelapan pajak, perencanaan agresivitas pajak lebih mengarah pada
penghindaran pajak yang termasuk dalam tindakan legal dalam upaya untuk
mengurangi pajak yang harus dibayarkan perusahaan. Namun terdapat pembeda antara penghindaran pajak dan agresivitas pajak yaitu dalam kegiatan agresivitaspajak kegiatan perencanaan untuk mengurangi pajak terhutang dilakukan dengan lebih agresif (Jessica dan Agus, 2014).
Jenis- jenis tindakan agresivitas pajak yaitu :
1. Perencanaan Pajak (Tax Planning).
Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak. pada
tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan
perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang
akan dilakukan Suandy (2008: 6). Tujuannya adalah agar dapat dipilih
jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya
penekanan perencanaan pajak (Tax Planning) adalah untuk
meminimalisasi kewajiban pajak. perencanaan pajak adalah suatu langkah
yang tepat untuk perusahaan, dalam melakukan penghematan pajak atau
tax saving sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan pajak,
yaitu :
a. Tidak melanggar ketentuan perpajakan
 b. Secara bisnis masuk akal, dan
c. Bukti pendukung memadai.
2. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)
Pada umumnya, ukuran kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan,
biasanya diukur dan dibandingkan dengan besar kecilnya penghematan
pajak (tax saving), penghindaran pajak (tax avoidance) dan penyelundupan
pajak (tax evasion) yang kesemuanya itu bertujuan untuk meminimalkan
beban pajak, melalui beberapa cara antara lain melaui pengecualianpengecualian, pengurangan-pengurangan, insentif pajak, penghasilan yang
bukan objek pajak, penangguhan pengenaan pajak, pajak ditanggung
negara sampai kepada kerja sama dengan apara perpajakan, suap-menyuap
dan pemalsuan (Zain, 2008: 49).
Penghindaran pajak adalah upaya penghindaran pajak yang dilakukan
secara legal dan aman bagi wajib pajak karena tidak bertentangan dengan
ketentuan perpajakan, dimana metode dan tehnik yang digunakan
cenderung memanfaatkan kelemahan-kelemahan (grey area) yang terdapat
dalam undang-undang dan peraturan perpajakan itu sendiri untuk
memperkecil jumlah pajak yang terutang (Pohan, 2013: 24).
Penghindaran pajak merupakan salah satu upaya meminimalisasi
beban pajak yang sering dilakukan oleh perusahaan, karena masih berada
dalam bingkai peraturan perpajakan yang berlaku. Meski penghindaran
pajak bersifat legal, dari pihak pemerintah tetap tidak menginginkan hal
tersebut. Fenomena penghindaran pajak di Indonesia dapat dilihat dari
rasio pajak (tax ratio) negara Indonesia. Rasio pajak menunjukkan
kemampuan pemerintah dalam mengumpulkan pendapatan pajak atau
menyerap kembali PDB dari masyarakat dalam bentuk pajak. Semakin
tinggi rasio pajak suatu negara, maka semakin baik kinerja pemungutan
pajak negara tersebut (Darmawan dan sukartha, 2014).
3. Penggelapan pajak (Tax Evasion)
Penggelapan pajak merupakan pengurangan pajak yang dilakukan
dengan melanggar peraturan perpajakan seperti member data-data palsu
atau menyembunyikan data. Dengan demikian, penggelapan pajak dapat
dikenakan sanksi pidana. Semakin banyak celah kelemahan-kelemahan
dalam aturan pajak yang berlaku, maka perusahaan akan menjadi semakin
melakukan tindakan agresivitas pajak (Erly Suandy, 2014: 16).

Sistem Pemungutan Pajak (skripsi dan tesis)


Sistem pemungutan pajak menurut Waluyo (2010: 17) dapat dibagi
menjadi tiga berikut ini:
a. Sistem official assessment
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang member
wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menetukan besarnya pajak
yang terutang.
Cirri-ciri official assessment adalah:
1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada fiskus.
2. Wajib pajak bersifat pasif.
3. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketepatan pajak oleh
fiskus.
b. Sistem self assessment
Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang member wewenang,
kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung,
memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak
yang harus dibayar.
c. Sistem withholding
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut
besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak

Pengelompokkan Pajak (skripsi dan tesis)


Pengelompokan pajak menurut Mardiasmo, (2011: 5).
a. Menurut Golongannya
1. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib
Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang
lain.
Contoh: Pajak Penghasilan
2. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh: Pajak pertambahan nilai.
b. Menurut Sifatnya
1. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak
Contoh: Pajak penghasilan.
2. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri wajib pajak
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah
c. Menurut Lembaga Pemungutnya
1. Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara
Contoh: Pajak Penghasilan.
2. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak daerah terdiri atas:
1) Pajak Propinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor.
2) Pajak kabupaten/kota, contoh: Pajak Hotel

Pengaruh Pertumbuhan Penjualan (Sales Growth) Terhadap Tax Avoidance

Perusahaan dapat memprediksi seberapa besar profit yang akan diperoleh dengan besarnya pertumbuhan penjualan. Menurut Perdana (2013), pertumbuhan penjualan pada suatu perusahaan menunjukkan bahwa semakin besar volume penjualan maka laba yang akan dihasilkan pun akan meningkat. Pertumbuhan yang meningkat memungkinkan perusahaan akan lebih dapat meningkatkan kapasitas operasi perusahaan karena dengan pertumbuhan penjualan yang 62 meningkat, perusahaan akan memperoleh profit yang meningkat pula. Secara logika, apabila pertumbuhan penjualan meningkat, perusahaan cenderung akan mendapatkan profit yang besar, maka dari itu perusahaan akan cenderung untuk melakukan praktik tax avoidance karena profit besar akan menimbulkan beban pajak yang besar pula. Menurut penelitian Tjondro dan Butje (2014), menyatakan bahwa sales growth memiliki pengaruh terhadap penghindaran pajak karena peningkatan pertumbuhan penjualan secara tidak langsung akan meningkatkan laba. Perusahaan dengan laba yang besar cenderung akan melakukan perencanaan pajak dengan semaksimal mungkin sehingga dapat mengurangi pembayaran pajak kepada pemerintah. Menurut Budiman dan Setiyono (2012), Sales Growth menunjukkan perkembangan tingkat penjualan dari tahun ke tahun. Pertumbuhan yang meningkat memungkinkan perusahaan akan lebih dapat meningkatkan kapasitas operasi perusahaan. Sebaliknya bila pertumbuhannya menurun perusahaan akan menemui kendala dalam rangka meningkatkan kapasitas operasinya. Net operating loss (NOL) adalah kondisi rugi operasi perusahaan, dalam kondisi ini perusahaan akan mendapatkan insentif pajak yakni tidak memiliki kewajiban untukmembayarpajak. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jaya dkk (2013) yang menyatakan bahwa growth sales berpengaruh Positif terhadap tax avoidance.

Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Tax Avoidance (skripsi dan tesis)

Menurut Nicodeme (2007) dalam Darmadi (2013), Ukuran perusahaan menunjukkan kestabilan dan kemampuan perusahaan untuk melakukan aktivitas ekonominya. Perusahaan yang besar tentu memiliki banyak sumber daya manusia yang ahli dalam pengelolaan beban pajaknya jika di bandingkan dengan perusahaan kecil. Perusahaan berskala kecil tidak dapat optimal dalam mengelola beban pajaknya dikarenakan kekurangan ahli dalam perpajakan. Banyaknya sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan berskala besar maka akan semakin besar biaya pajak yang dapat dikelola oleh perusahaan. Raemona Tuah Munandar (2015) menyatakan bahwa ukuran perusahaan menunjukkan kestabilan dan kemampuan perusahaan untuk melakukan aktivitas ekonominya. Semakin besar ukuran suatu perusahaan makan semakin menjadi pusat perhatian dari pemerintah dan akan menimbulkan kecenderungan bagi para manajer perusahaan untuk berlaku patuh atau agresif dalam perpajakan. Semakin besar aset yang dimiliki perusahaan maka semakin besar ukuran perusahaan. Perusahaan dapat mengelola total aset perusahaan untuk mengurangi penghasilan kena pajak yaitu dengan memanfaatkan beban penyusutan dan amortisasi yang timbul dari pengeluaran untuk memperoleh aset tersebut karena beban penyusutan dan amortisasi dapat digunakan sebagai pengurangan penghasilan kena pajak perusahaan. 
 Menurut Hasibuan (2009) dalam Surbakti (2013), ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecil perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total asset, log size, penjualan dan kapitalisasi pasar, dan lain-lain. Semakin besar perusahaan maka semakin besar total aset yang dimilikinya. Dalam melakukan tax planning untuk upaya menekan beban pajak seminimal mungkin, perusahaan dapat mengelola total aset perusahaan untuk mengurangi penghasilan kena pajak yaitu dengan memanfaatkan beban penyusutan dan amortisasi yang timbul dari pengeluaran untuk memperoleh aset tersebut Karena beban penyusutan dan amortisasi dapat digunakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak perusahaan. Data Hasil penelitian Rinaldi & Charoline Cheisviyanny (2015), Eva Musyarofah (2016) dan Laila Marfu’ah (2015) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap tax avoidance. Hasil penelitian Tommy Kurniasih & Maria Ratna Sari (2013) menunjukkan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance. Ukuran perusahaan berhubungan dengan aset, semakin besar perusahaan cenderung mempunyai aset yang besar, aset yang besar ini setiap tahunnya akan mengalami penyusutan dan mengurangi laba bersih perusahaan, sehingga dapat memperkecil beban pajak yang dibayarkan
Di penelitian Hoque, et al. (2011) dalam Surbakti (2012) diungkapkan beberapa cara perusahaan melakukan penghindaran pajak, yaitu sebagai berikut: “a) Menampakkan laba dari aktivitas operasional sebagai laba dari modal sehingga mengurangi laba bersih dan utang pajak perusahaan tersebut. b) Mengakui pembelanjaan modal sebagai pembelajaan operasional dan membebankan yang sama terhadap laba bersih sehingga mengurangi utang pajak perusahaan. c) Membebankan biaya personal sebagai biaya bisnis sehingga mengurangi laba bersih. d) Membebankan depresiasi produksi yang berlebihan di bawah nilai penutupan peralatan sehingga mengurangi laba kena pajak. e) Mencatat pembuangan yang berlebihan dari bahan baku dalam industri manufaktur sehingga mengurangi laba kena pajak.” Selain itu, penghindaran pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara menurut Merks (2007) dalam Prakosa (2014) sebagai berikut:  “a) Memindahkan subjek pajak dan/atau objek pajak ke negara-negara yang memberikan perlakuan pajak khusus atau keringanan pajak (tax haven country) atas suatu jenis penghasilan (substantive tax planning). b) Usaha penghindaran pajak dengan mempertahankan substansi ekonomi dari transaksi melalui pemilihan formal yang memberikan beban pajak yang paling rendah (formal tax planning). c) Ketentuan anti avoidance atas transaksi transfer pricing, thin capitalization, treaty shopping, dan controlled foreign corporation (Specific Anti Avoidance Rule), serta transaksi yang tidak mempunyai substansi bisnis (General Anti Avoidance Rule).” Penghindaran pajak bukannya bebas biaya. Beberapa biaya yang harus ditanggung yaitu pengorbanan waktu dan tenaga untuk melakukan penghindaran pajak, dan adanya risiko jika penghindaran pajak terungkap. Risiko ini mulai dari yang dapat dilihat yaitu bunga dan denda; dan yang tidak terlihat yaitu kehilangan reputasi perusahaan yang berakibat buruk untuk kelangsungan usaha jangka panjang perusahaan

Definisi Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) (skripsi dan tesis)

Menurut Brown (2012:1), Tax Avoidance adalah : “arrangement of a transaction in order to obtain a tax advantage, benefit or reduction in a manner unintended by the tax law”. Menurut Harry Graham Balter dalam Iman Santoso dan Ning Rahayu (2013:3) penghindaran pajak (tax avoidance) adalah sebagai berikut: “ Penghindaran pajak mengandung arti sebagai usaha yang dilakukan oleh wajib pajak – apakah berhasil atau tidak – untuk mengurangi atau sama sekali menghapus utang pajak yang tidak melanggar ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan”. Menurut Dyreng, 2010 dalam Budiman dan Setiyono, 2015 Penghindaran pajak adalah sebagai berikut: Penghindaran pajak merupakan usaha untuk mengurangi, atau bahkan meniadakan hutang pajak yang harus dibayar perusahaan dengan tidak melanggar undang-undang yang ada.
Menurut N.A. Barr, S.R James, A.R. Prest dalam Iman Santoso dan Ning Rahayu (2013:4) penghindaran pajak (tax avoidance) adalah sebagai berikut: “Penghindaran pajak diartikan sebagai manipulasi penghasilan secara legal yang masih sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang”. Menurut Robert H. Anderson dalam Iman Santoso dan Ning Rahayu (2013:4) penghindaran pajak (tax avoidance) adalah sebagai berikut: “Penghindaran pajak adalah cara mengurangi pajak yang masih dalam batas ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan dapat dibenarkan, terutama melalui perencanaan pajak”. Menurut Suandy (2011:7), Penghindaran Pajak adalah sebagai berikut: “rekayasa ‘tax affairs’ yang masih tetap berada dalam bingkai ketentuan perpajakan. Penghindaran pajak dapat terjadi di dalam bunyi ketentuan atau tertulis di undang-undang dan berada dalam jiwa dari undangundang tetapi berlawanan dengan jiwa undnag-undang”. Menurut Pohan (2016:23), tax avoidance merupakan: “Upaya penghindaran pajak yang dilakukan secara legal dan aman bagi wajib pajak karena tidak bertentangan dengan ketentuan perpajakan, di mana metode dan teknik yang digunakan cenderung memanfaatkan kelemahan-kelemahan (grey area) yang terdapat dalam undang-undang dan peraturan perpajakan itu sendiri, untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang”. Dari penjelasan mengenai tax avoidance diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tax avoidance merupakan upaya penghindaran pajak yang memberikan efek terhadap kewajiban pajak yang dilakukan dengan cara masih tetap dalam bingkai ketentuan perpajakan. Metode dan teknik dilakukan dengan 50 memanfaatkan kelemahan-kelemahan dalam undang-undang dan peraturan perpajakan untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang. Menurut Komite urusan fiskal dari Organization for Economic Cooperation (OECD) (Coancil of Executive Secretaries of Tax Organization (1991) dalam Suandy (2011:7) terdapat tiga karakter dari tax avoidance sebagai berikut: 1. “Adanya unsur artifical arrangement, dimana berbagai pengaturan seolah-olah terdapat didalamnya padahal tidak, dan ini dilakukan karena ketiadaan faktor pajak. 2. Skema semacam ini sering memanfaatkan loopholes (celah) dari undang-undang atau menerapkan ketentuan-ketentuan legal berbagai tujuan, yang berlawanan dari isi undang-undang sebenarnya. 3. Kerahasiaan juga sebagai bentuk dari skema ini dimana umumnya para konsultan menunjukkan alat atau cara untuk melakukan penghindaran pajak dengan syarat wajib pajak menjaga serahasia mungkin”. 

Hambatan Pemungutan Pajak (skripsi dan tesis)

Menurut Agus Sambodo (2015:8) Perlawanan terhadap pajak tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut: “
A. Perlawanan Pasif Perlawanan pajak secara pasif berupa hambatan yang mempersulit pemungutan ajak dan mempunyai hubungan dengan struktur ekonomi suatu negara, perkembangan intelektual dan moral penduduk dan teknik pemungutan pajak itu sendiri.
 B. Perlawanan Aktif Perlawanan aktif secara nyata terlihat pada semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada pemerintah dengan tujuan untuk menghindari pajak.

Senin, 28 September 2020

Tata Cara Pemungutan Pajak (skripsi dan tesis)

 
Ada beberapa tata cara pemungutan pajak menurut Resmi (2014: 8), diantaranya : “1. Stelsel Pajak Pemungutan pajak dapat dilakukan dengan tiga stelsel, yaitu: a. Stelsel Nyata (Riil). Stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada objek yang sesungguhnya terjadi (untuk PPh maka objeknya adalah penghasilan). Oleh karena itu, pemungutan pajaknya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yaitu setelah semua penghasilan yang sesungguhnya dalam suatu tahun pajak diketahui. Kelebihan stelsel nyata adalah penghitungan pajak didasarkan pada penghasilan yang sesungguhnya sehingga lebih akurat dan realistis. b. Stelsel Anggapan (Fiktif). Stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undangundang. Sebagai contoh, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan penghasilan tahun sebelumnya, sehingga pajak yang terutang pada suatu tahun juga dianggap sama dengan yang terutang tahun sebelumnya. Dengan stelsel ini, berarti besarnya pajak yang terutang pada tahun berjalan sudah dapat ditetapkan atau diketahui pada awal tahun yang bersangkutan. c. Stelsel Campuran. Stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak dihitug berdasar keadaan yang sesungguhnya. Jika besarnya pajak berdasar keadaan sesungguhnya lebih besar daripada besarnya pajak menurut anggapan, Wajib Pajak harus membayar kekurangan tersebut. Sebaliknya, jika besarnya pajak sesungguhnya lebih kecil daripada besarnya pajak menurut anggapan, kelebihan tersebut dapat diminta kembali (restitusi) ataupun kompensasikan pada tahun-tahun berikutnya, setelah diperhitungkan dengan utang pajak yang lain. 2. Asas Pemungutan Pajak Terdapat tiga asas pemungutan pajak, yaitu: a. Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal) 45 Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atau seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Setiap Wajib Pajak yang berdomisili atau bertempat tinggal di wilayah Indonesia (Wajib Pajak dalam Negeri) dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperolehnya baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. b. Asas Sumber Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memerhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. Setiap orang yang memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenakan pajak atas penghasilan yang diperolehnya tadi. c. Asas Kebangsaan Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Misalnya, pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan atas setiap orang asing yang bukan berkebangsaan Indonsia, tetapi bertempat tinggal di Indonesia. 3. Sistem Pemungutan Pajak Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan, yaitu: a. Official Assesment System Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan para aparatur perpajakan. Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada aparatur perpajakan (peranan dominan ada pada aparatur perpajakan). b. Self Assesment System Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai degan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan Wajib Pajak. Wajib Pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami undang-undang perpajakan yang sedang berlaku, dan 46 mempunyai kejujuran yang tinggi, serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak. c. With Holding System Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku. Penunjukan pihak ketiga ini dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan, keputusan presiden, dan peraturan lainnya untuk memotong serta memungut pajak, menyetor, dan mempertanggungjawabkan melalui sarana perpajkan yang tersedia. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada pihak ketiga yang ditunjuk

Jenis-Jenis Pajak (skripsi dan tesis)

Dalam Agoes dan Estralita Trisnawati (2013:7), pajak dapat dibagi menjadi beberapa menurut golongannya, sifatnya, dan lembaga pemungutnya, antara lain: 1. Munurut sifatnya, pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut: a) Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan oleh pihak lain dan menjadi beban langsung Wajib Pajak (WP) yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh). b) Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). 2. Menurut sasaran/objeknya, pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut: a) Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang dilanjutkan dengan mencari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan diri WP. Contoh: PPh. b) Pajak objektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objek tanpa memperhatikan keadaan diri WP. Contohnya : PPN, PPnBM, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Bea Materai (BM). 3. Menurut pemungutnya, pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut: a) Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga pemerintah pusat. Contohnya : PPh, PPN, PPnBM, PBB, dan BM. Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga pemerintah daerah. Contohnya : Pajak Reklame, Pajak Hiburan, Pajak Hotel dan Restoran, dan Pajak Kendaraan Bermotor.

Fungsi Pajak (skripsi dan tesis)

Pajak mempunyai peranan penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Terdapat dua fungsi pajak menurut Resmi (2014: 3) yaitu: “a.Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara) Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan lain-lain. b. Fungsi Regularend (Pengatur) Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan”

Definisi Pertumbuhan Penjualan (Sales Growth) (skripsi dan tesis)

Definisi sales growth menurut Subramanyam (2014:487) adalah sebagai berikut: “Analysis of trends in sales by segments is useful in assessing profitability. Sales growth is often the result of one or more factors, including (1) price changes, (2) volume changes, (3) acquisitions/divestitures, and (4) changes in exchange rates. A company’s Management’s Discussion and Analysis section usually offers insights into the causes of sales growth.” Definisi pertumbuhan penjualan menurut Kasmir (2012:107) adalah sebagai berikut: “Pertumbuhan penjualan menunjukan sejauh mana perusahaan dapat meningkatkan penjualannya dibandingkan dengan total penjualan secara keseluruhan”. Definisi sales growth menurut Widarjo dan Setiawan (2009) adalah sebagai berikut: “Pertumbuhan penjualan (sales growth) mencerminkan kemampuan perusahaan dari waktu ke waktu. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan penjualan suatu perusahaan maka perusahaan tersebut berhasil menjalankan strateginya. ” Definisi sales growth menurut Carvalho and Costa (2014) adalah sebagai berikut:   “Sales growth: refers to the increased sales and services between the current and previous year in percentage”. Berdasarkan definisi di atas sampai pada pemahaman penulis bahwa sales growth menggambarkan peningkatan penjualan dari tahun ke tahun. Tingginya tingkat sales growth menunjukan semakin baik suatu perusahaan dalam menjalankan operasinya. Pertumbuhan Penjualan sering menggambarkan keberhasilan suatu perusahaan. Pertumbuhan penjualan sering mencerminkan keberhasilan suatu perusahaan. Menurut Baumgartner, Hatami, et al. (2016:116), pertumbuhan penjualan mencerminkan kemampuan perusahaan untuk mendapatkan profit atau kas. Variabel pertumbuhan penjualan didasarkan pada argumen bahwa pertumbuhan penjualan mencerminkan tingkat produktivitas terpasang yang siap beroperasi serta mencerminkan kapasitas saat ini yang dapat diserap pasar dan mencerminkan daya saing perusahaan dalam pasar. Pertumbuhan perusahaan menjadi sebuah indikator untuk daya saing perusahaan dalam industri. Pertumbuhan perusahaan akan mempengaruhi kemampuan untuk mendapatkan untung dan mempertahankan untung untuk mendanai investasi di masa yang akan datang. Apabila pertumbuhan penjualan meningkat berarti kinerja yang dilakukan oleh perusahaanmenjadi lebih baik.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penjualan (skripsi dan tesis)

Menurut Basu Swastha (2015:129) faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan penjualan yaitu“Faktor yang mempengaruhi penjualan antara lain kondisi dan kemampuan penjual, kondisi pasar, modal, kondisi organisasi perusahaan, dan faktor lain.” Berikut ini faktor-faktor yang mempengaruhi penjualan: a. Kondisi dan Kemampuan Penjual Transaksi jual beli atau pemindahan hak milik secara komersial atas barang dan jasa itu pada prinsipnya melibatkan dua pihak, yaitu penjual sebagai pihak pertama dan pembeli sebagai pihak kedua. Disini penjual harus dapat meyakinkan kepada pembelinya, agar dapat berhasil mencapai sasaran penjualan yang diharapkan, untuk maksud tersebut harus memahami beberapa masalah penting yang sangat berkaitan, yakni: Jenis dan karakteristik yang ditawarkan, Harga produk, Syarat penjualan seperti pembayaran, penghantaran, pelayanan purma jual, garansi dan sebagainya. b. Kondisi Pasar Pasar sebagai kelompok pembeli atau pihak yang menjadi sasaran dalam penjualan, dapat pula mempengaruhi kegiatan penjualannya. Adapun faktor-faktor kondisi pasar yang perlu diperhatikan adalah: 1. Jenis pasarnya, apakah pasar konsumen, pasar industri, pasar penjual, pasar pemerintah atau pasar internasional. 2. Kelompok pembeli atau segmen pasar. 3. Daya beli. 4. Frekuensi pembelinya. 5. Keinginan dan kebutuhannya. 38 c. Modal Untuk memperkenalkan barangnya kepada pembeli atau konsumen diperlukan adanya usaha promosi, alat transportasi, tempat peragaan baik dalam perusahaan maupun diluar perusahaan dan sebagainya. Semua ini hanya dapat dilakukan apabila penjual memiliki sejumlah modal yang diperlukan untuk itu. d. Kondisi organisasi perusahaan Pada perusahaan besar, biasanya masalah penjualan ini ditangani oleh bagian tersendiri (bagian penjualan) yang dipegang oleh orangorang tertentu atau ahli di bidang penjualan. Lain halnya dengan perusahaan kecil, dimana masalah penjualan ditangani oleh orang yang juga melakukan fungsi-fungsi lain. Hal ini disebabkan karena jumlah tenaga kerjanya sedikit, sistem organisasinya lebih sederhana, masalah-masalah yang dihadapi, serta sarana yang dimilikinya tidak sekomplek perusahaan-perusahaan besar. Biasanya, masalah penjualan ini ditangani sendiri oleh pimpinan dan tidak diberikan kepada orang lain. e. Faktor Lain Faktor-faktor lain seperti periklanan, peragaan, kampanye, pemberian hadiah, sering mempengaruhi penjualan. Ada pengusaha yang berpegang pada satu prinsip bahwa paling penting membuat barang yang baik. Bilamana prinsip tersebut dilaksanakan maka 39 diharapkan pembeli akan membeli lagi barang yang sama. Oleh karena itu perusahaan melakukan upaya agar para pembeli tertarik pada produknya