Pemimpin yang efektif digerakkan oleh tujuan-tujuan jangka panjang dan
ia memiliki cita-cita yang tinggi jika dibandingkan dengan orang-orang disekitarnya. Kepemimpinan banyak berpengaruh terhadap keberhasilan seseorang dalam
pemimpin dan mempengaruhi perilaku pengikut-pengikutnya (karyawan). Begitu
juga dengan kepemimpinan saat ini di perusahaan akan sangat berperan penting
baik terhadap lingkungan maupun kinerja karyawannya. Menurut Mangkunegara (2013) yang dikemukakan dalam teori sifat bahwa
seseorang telah memiliki sifat kepemimpinan akan tetapi tergantung bagaimana
seseorang tersebut dapat mengelolanya. Adapun sifat-sifat tersebut dapat tumbuh
dengan adanya tingkat pencapaian melalui pendidikan dan pelatihan. Beberapa
sifat yang dimiliki seseorang pimpinan antara lain taqwa, sehat, cakap, jujur,
sabar, tegas, setia, cerdik, berani, disiplin, berwawasan luas, komunikatif,
berkemauan keras, tanggung jawab dan sifat positif lainnya.
Menurut Tjihardjadi (2007) bakat kepemimpinan adalah seorang pemimpin harus memiliki sifat kerendahan hati dan integritas. Dalam kepemimpinan, diri sendiri itulah yang akan terlihat bagaimana seseorang dianggap
mampu memimpin orang lain. Intropeksi merupakan jalan yang tepat untuk
mengetahui apakah seseorang tersebut memiiliki bakat kepemimpinan dan bisa
memimpin orang lain. Dengan instropeksi, seseorang tidak akan mudah menyalahkan orang lain, dan bakat itulah yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Dengan bakat kerendahan hati seorang pemimpin diharapkan para pengikutnya menyadari bahwa mereka memang bertugas sebagai suruhan pemimpin
tersebut tanpa harus menggunakan paksaan untuk menggerakkan mereka.
Menurut Karim (2010) pemimpin yang berkomitmen tinggi adalah
pemimpin yang banyak berkorban untuk terwujudnya sebuah visi misi.
Pengorbanan itu dilakukan karena para pemimpin itu mencintai visi dan misi
organisasi. Selain dua perilaku di atas, terdapat juga perilaku yang lain seperti
bervisi jelas, tekun, pekerja keras, konsisten dalam ucapannya, menanamkan rasa
hormat kepada karyawannya, membangkitkan kebanggaan, serta menumbuhkan kepercayaan pada para pengikutnya. Selain itu pola pikir seorang pemimpin seharusnya lebih memiliki sifat keterbukaan atau transparan, terutama dalam memandang posisi sumber daya manusia yang ada.
Berdasarkan penjelasan menurut Mangkunegara (2013), Tjihardjaji (2007)
dan karim (2010) mengenai sifat-sifat kepemimpin, maka dalam penelitian ini
mengadopsi indikator kepimpinan yang disesuaikan dengan kepemimpinan sebenarnya adalah:
a) Kerendahan hati
b) Kejujuran, Keadilan dan dapat dipercaya
c) Berkomitmen
d) Kesabaran
e) Transparan
Tampilkan postingan dengan label Judul Sosiologi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Judul Sosiologi. Tampilkan semua postingan
Kamis, 10 November 2022
Indikator kepemimpinan (skripsi, tesis, disertasi)
Teori-teori Kepemimpinan (skripsi, tesis, disertasi)
Teori kepemimpinan membicarakan bagaimana seseorang menjadi pemimpin, atau bagaimana timbulnya seorang pemimpin. Teori-teori kepemimpinan
menurut Thoha (2003):
1. Teori sifat (trait theory).
Teori ini menyatakan bahwa sesungguhnya tidak ada korelasi sebab
akibat antara sifat dan keberhasilan manajer, pendapatnya itu merujuk pada hasil penelitian Keith Davis yang menyimpulkan ada empat sifat umum yang
berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, yaitu :
a) Kecerdasan, pada umumnya membuktikan bahwa pemimpin mempunyai
tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin.
Namun demikian pemimpin tidak bisa melampaui terlalu banyak dari
kecerdasan pengikutnya.
b) Kedewasaan dan keleluasaan hubungan sosial, para pemimpin cenderung
menjadi matang dan mempunyai emosi yang stabil, serta mempunyai
perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas sosial. Dia mempunyai
keinginan menghargai dan dihargai.
c) Motivasi dan dorongan prestasi, para pemimpin secara relatif mempunyai
dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi. Mereka berusaha
mendapatkan penghargaan yang instrinsik dibandingkan dari yang
ekstrinsik.
d) Sikap-sikap hubungan kemanusiaan, para pemimpin yang berhasil mau
mengakui harga diri dan kehormatan para pengikutnya dan mampu berpihak
kepadanya, dalam istilah penelitian Universitas Ohio, pemimpin itu
mempunyai perhatian, dan kalau mengikuti istilah penemuan Michigan,
pemimpin itu berorientasi pada karyawan bukan berorientasi pada produksi.
Menurut Mangkunegara (2013) seseorang yang dilahirkan sebagai
pimpinan karena memiliki sifat-sifat sebagai pimpinan. Namun pada dalam
teori ini juga tidak memungkiri bahwa sifat-sifat sebagai pimpinan tidak
seluruhnya dilahirkan, tetapi ada yang dicapai melalui pendidikan dan
14
pelatihan. Peran penganut teori sifat ini berusaha menggeneralisasikan sifatsifat umum yang dimiliki oleh pemimpinnya, seperti sifat fisik, mental dan
kepribadian. Dengan asumsi pemikiran, bahwa keberhasilan seseorang sebagai
pemimpin ditentukan oleh kualitas sifat atau karakteristik tertentu yang
dimiliki dalam diri pimpinan tersebut, baik berhubungan dengan fisik, mental,
psikologis, personalitas, dan intelektual. Beberapa sifat yang dimiliki seseorang
pimpinan antara lain taqwa, sehat, cakap, jujur, tegas, setia, cerdik, berani,
disiplin, berwawasan luas, komunikatif, berkemauan keras, tanggung jawab
dan sifat positif lainnya.
2. Teori kelompok.
Teori ini beranggapan bahwa, supaya kelompok bisa mencapai tujuannya, maka harus terdapat suatu pertukaran yang positif di antara pemimpin dan
pengikut-pengikutnya. Teori kelompok ini dasar perkembangannya pada
psikologi sosial. Menurut Mangkunegara (2013) sering disebut dengan teori
perilaku dimana teori ini dilandasi pemikiran, bahwa kepemimpinan merupakan interaksi antar pemimpin dengan pengikut, dan dalam interkasi
tersebut pengikutlah yang melakukan menganalisis dan mempersepsikan
apakah menerima atau menolak kepemimpinannya. Pendekatan perilaku
menghasilkan dua orientasi yaitu perilaku pimpinan yang berorientasi pada
tugas atau yang mengutamakan penyelesaian tugas dan perilaku pemimpin
yang berorientas pada orang yang mengutamakan penciptaan hubunganhubungan manusiawi.
15
3. Teori situasional
Teori ini menyatakan bahwa beberapa variabel situasional mempunyai
pengaruh terhadap peranan kepemimpinan, kecakapan, dan pelakunya
termasuk pelaksanaan kerja dan kepuasan para pengikutnya. Beberapa variabel
situasional diidentifikasikan, tetapi tidak semua ditarik oleh situasional ini.
Menurut Rivai, Veithzal, Darmansyah, Ramly (2014) suatu pendekatan
terhadap kepemimpinan yang menyatakan bahwa pemimpin memahami
perilakunya, sifat-sifat bawahannya, dan situasi sebelum menggunakan suatu
gaya kepemimpinan tertentu. Pendekatan ini mensyaratkan pemimpin untuk
memiliki ketrampilan diagnostik dalam perilaku manusia.
4. Teori kepemimpinan kontijensi
Model kepemimpinan yang dikemukakan oleh Fielder sebagai hasil
pengujian hipotesa yang telah dirumuskan dari penelitiannya terdahulu. Model
ini berisi tentang hubungan antara gaya kepemimpinan dengan situasi yang
menyenangkan dalam hubungannya dengan dimensi-dimensi empiris berikut
ini:
a) Hubungan pimpinan anggota, variable ini sebagai hal yang paling menentukan dalam menciptakan situasi yang menyenangkan.
b) Derajat dari struktur tugas. Dimensi ini merupakan urutan kedua dalam
menciptakan situasi yang menyenangkan.
c) Posisi kekuasaan pemimpin yang dicapai lewat otoritas formal. Dimensi ini
merupakan urutan ketiga dalam menciptakan situasi yang menyenangkan.
16
5. Teori jalan tujuan (Path-Goal theory).
Teori ini mula-mula dikembangkan oleh Geogepoulos dan kawankawannya di Universitas Michigan. Pengembangan teori ini selanjutnya
dilakukan oleh Martin Evans dan Robert House. Secara pokok, teori path-goal
dipergunakan untuk menganalisis dan menjelaskan pengaruh perilaku pemimpin terhadap motivasi, kepuasan, dan pelaksanaan kerja bawahan. Ada dua
factor situasional yang telah diidentifikasikan yaitu sifat personal para
bawahan, dan tekanan lingkungan dengan tuntutan-tuntutan yang dihadapi oleh
para bawahan. Untuk situasi pertama teori path-goal memberikan penilaian
bahwa perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan
melihat perilaku tersebut merupakan sumber yang segera bisa memberikan
kepuasan, atau sebagai suatu instrument bagi kepuasan masa depan. Adapun
faktor situasional kedua, path-goal, menyatakan bahwa perilaku pemimpin
akan bisa menjadi factor motivasi terhadap para bawahan, yang diperlukan
untuk mengefektifkan pelaksanaan kerja.
Gaya kepemimpinan (skripsi, tesis, disertasi)
Menurut Priansa dan Suwatno (2011), gaya kepemimpinan dibagi menjadi
empat jenis yaitu:
1) Gaya Kepemimpinan Transaksional. Kepemimpinan ini berfokus pada transaksi antar pribadi, antara manajemen dan karyawan, dua karakteristik yang
melandasi kepemimpinan transaksional yaitu : a) Para pemimpin menggunakan penghargaan kontigensi untuk motivasi para
karyawan.
b) Para pemimpin melaksanakan tindakan korektif hanya ketika para bawahan
gagal mencapai tujuan kinerja.
2) Kepemimpinan Kharismatik. Kepemimpinan ini menekankan perilaku pemimpin yang simbolis, pesan-pesan mengenai visi dan memberikan inspirasi,
komunikasi non verbal, daya tarik terhadap nilai-nilai ideologis, stimulasi
intelektual terhadap para pengikut oleh pimpinan, penampilan kepercayaan diri
sendiri dan untuk kinerja yang melampaui panggilan tugas.
3) Kepemimpinan Visioner. Kepemimpinan ini merupakan kemampuan untuk
menciptakan dan mengartikulasikan suatu visi yang realitas, dapat dipercaya,
atraktif dengan masa depan suatu organisasi atau unit organisasi yang terus
tumbuh dan mengikat.
4) Kepemimpinan Tim. Menjadi pemimpin efektif harus mempelajari keterampilan seperti kesabaran untuk membagi informasi, percaya pada orang
lain, menghentikan otoritas dan memahami kapan harus melakukan intervensi
Pengertian Kepemimpinan (skripsi, tesis, disertasi)
Kepemimpinan merupakan faktor yang menentukan dalam suatu
perusahaan. Berhasil atau gagal perusahaan dalam mencapai suatu tujuan dipengaruhi oleh cara seorang pimpinan. Sosok pemimpin dalam perusahaan dapat
menjadi efektif apabila pemimpin tersebut mampu mengelola perusahaannya dan
mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja sama dalam mencapai tujuan
perusahaan. Adapun pengertian kepemimpinan menurut Hasibuan (2009) kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku para
bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai
tujuan perusahaan. Menurut Siagian yang dikutip Sutrisno (2009) kepemimpinan
adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain, dalam hal ini para
bawahannya sedemikian rupa sehingga para bawahannya mau melakukan kehendak pimpinan meskipun secara pribadi hal itu tidak disenanginya.
Menurut Rivai, Darmasyah, Mansyur dan Ramly (2014) kepemimpinan
secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi,
memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk
memperbaiki kelompok dan budayanya. Kepemimpinan terkadang dipahami sebagai kekuatan untuk menggerakan dan mempengaruhi orang. Kepemimpinan sebagai sebuah alat, sarana atau proses untuk membujuk orang agar bersedia melakukan sesuatu secara sukarela. Terdapat tiga implikasi penting yang terkandung dalam kepemimpinan adalah:
a) Kepemimpinan melibatkan orang lain baik itu dari bawahan maupun pengikut.
b) Kepemimpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan
anggota kelompok secara seimbang, karena anggota kelompoknya bukanlah
tanpa daya.
c) Adanya kemampuan untuk menggunakan bentuk kekuasaan yang berbeda
untuk mempengaruhi tingkah laku pengikutnya melakukan berbagai cara.
Dalam esensinya, kepemimpinan merupakan upaya pencapaian tujuan
dengan melalui orang-orang. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi bawahan atau kelompok
untuk bekerja sama mencapai tujuan organisasi atau kelompok. Pengertian
kepemimpinan yang dikemukakan oleh beberapa ahli diatas, dapat disimpulkan
bahwa kepemimpinan adalah cara seorang pimpinan dalam mempengaruhi
perilaku dan mendayagunakan para bawahannya agar mau bekerja sama dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawab untuk mencapai suatu tujuan perusahaan
Bank Sampah (skripsi, tesis, disertasi)
Bank sampah dapat dikatakatan sebagai tempat transaksi dalam
meningkatkan pendapatan. Menurut pendapat Bambang Suwerda bank sampah
adalah suatu tempat dimana terdapat kegiatan pelayanan terhadap penabung
sampah yang dilakukan oleh teller bank sampah (Suwerda, 2012).
Tujuan utama bank sampah didirikan yaitu untuk membantu menangani
pengelolaan sampah dan demi menyadarkan akan lingkungan hidup sehat, rapi
dan bersih disertai mengubah sampah menjadi sesuatu yang lebih berguna
dalam masyarakat, misalnya untuk kerajinan dan pupuk yang memiliki nilai
ekonomis.
Bank sampah tidak dapat berdiri sendiri jika ingin mendapatkan manfaat
secara ekonomi dari sampah. Jadi bank sampah harus diintegrasi dengan
gerakan reduce, reuse, dan recycle sehingga manfaat yang didapatkan dari bank
sampah tidak hanya pada ekonomi namun pembangunan lingkungan yang
bersih dan sehat. Bank sampah mempunyai beberapa manfaat bagi manusia dan
lingkungan sekitarnya seperti halnya, lingkungan lebih bersih, menyadarkan
masyarakat akan pentingnya kebersihan, dan membuat sampah menjadi barang
ekonomis. Manfaat bagi masyarakat adalah dapat menambah penghasilan
masyarakat sebab ketika masyarakat menukarkan sampah akan mendapatkan
imbalan berupa tabungan uang dalam rekeningnya masing-masing (Wintoko,
2013).
Bank sampah berperan dalam mengurangi dampak kerusakan lingkungan
akibat sampah. Dengan sistem ini maka masyarakat selain menjadi disiplin
dalam mengelola sampah juga mendapatkan tambahan pemasukan pendapatan
dari sampah-sampah yang dikumpulkan
Sampah (skripsi, tesis, disertasi)
Menurut WHO sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai,
tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiata manusia
dan tidak terjadi dengan sendirinya. Sementara di dalam UU No.18 Tahun 2008
Tentang Pengelolaan Sampah, disebut sampah adalah sisa kegiatan sehari hari
atau proses alam yang berbentuk padat atau semi padat berupa zat organik
maupun anorganik yang dapat terurai atau tidak dapat terurai yang sudah
dianggap tidak berguna lagi dan dibuang ke lingkungan.
Sampah berasal dari berbagai tempat seperti sampah yang berasal dari
pemukiman penduduk, sampah yang dihasilkan oleh suatu kelurga yang tinggal
di suatu bangunan atau asrama. Jenis sampah yang dihasilkan organik atau
sampah yang berasal dari sisa buah, sayur, makananan dan sampah anorganik
seperti plastik pembungkus makanan.
a. Jenis-Jenis Sampah Berdasarkan Sifatnya
i. Jenis-Jenis Sampah
Menurut Daniel (2009) sampah dibedakan menjadi 3 jenis diantaranya:
1. Sampah Organik
Sampah organik merupakan sampah yang terdiri dari bahan bahan
yang mudah terurai secara alami/biologis seperti sisa makanan dan
guguran daun. Sampah jenis ini juga biasa disebut sampah basah.
2. Sampah Anorganik
Sampah yang terdiri dari bahan-bahan yang sulit terurai secara
biologis. Proses penghancurannya membutuhkan penanganan yang
lebih lanjut di tempat khusus, misalnya plastik, kaleng. Sampah jenis
ini disebut sampah kering.
3. Sampah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
Sampah ini adalah limbah dari bahan bahan berbahaya dan beracun
seperti limbah rumah sakit, limbah pabrik.
b. Jenis-Jenis Sampah Berdasarkan Sumbernya
Berdasarkan sumbernya sampah dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu:
1) Sampah dari pemukiman atau rumah tangga.
2) Sampah dari non pemukiman.
Sampah dari kedua jenis ini dikenenal sebagai sampah domestik. Sedangkan
sampah non domestik adalah limbah yang berasal dari industri.
c. Pengaruh sampah terhadap manusia dan lingkungan
Pengaruh sampah di suatu daerah akan membawa pengaruh bagi masyarakat
maupun lingkungan daerah itu sendiri. Pengaruhnya ada yang positif dan
negatif.
i. Pengaruh yang positif
Pengelolaan sampah yang baik akan memberikan pengaruh yang positif
terhadap masyarakat dan lingkungannya seperti berikut:
a) Sampah dapat dimanfaatkan untuk menimbun lahan semcam rawarawa dan dataran rendah.
b) Sampah dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kompos dan sangat baik
untuk meyuburkan tanah.
ii. Pengaruh yang negatif
Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat memberikan pengaruh
negatif bagi kesehatan seperti berikut :
a) Pengelolaan sampah yang kurang baik akan menjadikan sampah
sebagai tempet perkembang biakan vektor penyakit seperti lalat dan
tikus.
b) Kejadian penyakit demam berdarah akan meningkat karena vektor
penyakit dapat hidup dan berkembang biak di dalam kaleng bekas,
ban bekas yang tergenang oleh air.
c) Gangguan psikomatif, misalnya sesak nafas insomnia, stres dan
sebagainya.
Tahap-Tahap Pemberdayaan (skripsi, tesis, disertasi)
Menurut Sumodiningrat pemberdayaan tidak bersifat selamanya,
melainkan sampai target masyarakat mampu untuk mandiri, dan kemudian
dilepas untuk mandiri, meski dari jauh dijaga agar tidak jauh lagi. Dilihat dari
pendapat tersebut berarti pemberdayaan melalui suatu masa proses belajar,
hingga mencapai status mandiri. Meskipun demikian dalam rangka menjaga
kemandirian tersebut tetap dilakukan pemeliharaan semangat, kondisi, dan
kemampuan secara terus-menerus supaya tidak mengalami kemunduran lagi
(Ambar, 2017).
Adapun tahap-tahap pemberdayaan yang harus dilalui adalah meliputi :
1) Tahap penyadaran dan pembentukan prilaku menuju prilaku sadar dan
peduli sehinggga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri.
2) Tahap tranformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan
sampai keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan
dasar sehingga dapat mengambil peran didalam pembangunan.
3) Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan sampai
keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk
mengantarkan pada kemandirian.
Tujuan Pemberdayaan Masyarakat (skripsi, tesis, disertasi)
Kegiatan pemberdayaan masyarakat adalah suatu kegiatan yang
memiliki tujuan yang jelas dan harus dicapai, oleh sebab itu, setiap pelaksanaan
pemberdayaan masyarakat perlu dilandasi dengan strategi kerja tertentu demi
keberhasilannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Totok, 2015).
Pemberdayaan ditujukan untuk mengubah perilaku masyarakat agar
mampu berdaya sehingga ia dapat meningkatkan kualitas hidup dan
kesejahteraannya. Namun keberhasilan pemberdayaan tidak sekedar menekan
pada hasil, tetapi juga pada prosesnya melalui tingkat partisipasi yang tinggi,
yang berbasis kepada kebutuhan dan potensi masyarakat.
Menurut Dilla (2019), disebutkan bahwa dalam melaksanakan
pemberdayaan perlu dilakukan melalui berbagai pendekatan. Menurut Suharto,
penerapan pendekatan pemberdayaan dapat dilakukan melalui 5P yaitu:
pemungkinan, penguatan, perlindungan, penyokongan dan pemeliharaan,
dengan penjelasan sebagai berikut:
1) Pemungkinan : menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan
potensi masyarakat berkembang secara optimal.
2) Penguatan : memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki
masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhankebutuhannya.
3) Perlindungan : melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok
lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya
persaingan yang tidak seimbang (apalagi tidak sehat ) antara yang kuat dan
lemah, dan mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap
kelompok lemah.
4) Penyokongan : memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat
mampu menjalankan perannya dan tugas-tugas kehidupannya.
5) Pemeliharaan : memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi
keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam
masyarakat
Strategi pemberdayaan, hakikatnya merupakan gerakan dari, oleh, dan
untuk masyarakat. Menurut Suyono, gerakan masyarakat berbeda dengan
membuat model percontohan secara ideal, selanjutnya setelah teruji baru
disebarluaskan. Berbeda dengan strategi gerakan masyarakat, ditempuh melalui
jangkauan kepada masyarakat seluas-luasnya atau sebanyak-banyaknya. Benih
pemberdayaan ditebar kepada berbagai lapisan masyarakat. Masyarakatnya
akhirnya akan beradaptasi, melakukan penyempurnaan dan pembenahan yang
disesuaikan dengan potensi, permasalahan dan kebutuhan, serta
cara/pendekatan mereka. Dengan demikian model atau strategi pemberdayaan
akan beragam, menyesuaikan dengan kondisi masyarakat lokal (M. Anwas,
2013).
Konsep Pemberdayaan Masyarakat (skripsi, tesis, disertasi)
Pemberdayaan (empowerment) merupakan konsep yang berkaitan
dengan kekuasaan (power). Istilah kekuasaan seringkali identik dengan
kemampuan individu untuk membuat dirinya atau pihak lain melakukan apa
yang diinginkan. Kemampuan tersebut baik untuk mengatur dirinya, mengatur
orang lain sebagai individu atau kelompok/ organisasi, terlepas dari kebutuhan,
potensi, atau keinginan orang lain, kekuasaan menjadikan orang lain sebagai
objek dari pengaruh atau keinginan dirinya (M. Anwas, 2013).
Menurut Moelijarto bahwa setiap manusia dan masyarakat memiliki
potensi yang dapat dikembangkan. Sehingga pemberdayaan merupakan upaya
untuk membangun potensi, memberikan motivasi, membangkitkan kesadaran
akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya
(Moelijarto, 1996).
Pemberdayaan pada dasarnya berusaha untuk membangun potensi yang
ada pada diri seseorang dengan memberikan motivasi, membangkitkan
kesadaran akan potensi yang dimiliki dan berupaya untuk mengembangkan
potensi yang ada seperti; Pertama, pemberdayaan merupakan proses perubahan
pribadi karena masing-masing pribadi mengambil tindakan atas nama diri
mereka sendiri dan kemudian mempertegas kembali pemahaman terhadap dunia
tempat mereka tinggal. Kedua, pemberdayaan diartikan sebagai proses belajar
mengajar yang merupakan usaha yang terencana dan sistematis. Dilaksanakan
secara berkesinambungan baik itu individu maupun kolektif guna
mengembangkan potensi dan kemampuannya yang terdapat dari dalam individu
dan kelompok masyarakat, sehingga mampu melakukan transformasi sosial.
Kehidupan masyarakat perlu dikondisikan sebagai sebuah wadah, dimana setiap
anggotanya melalui aktivitas sehari-hari saling belajar dan mengajar. Dengan
demikian diharapkan akan terjadi proses interaksi dalam wujud dialog dan
komunikasi informasi antara sesama anggota masyarakat yang saling
mendorong guna mencapai pemenuhan hidup manusia mulai dari kebutuhan
fisik sampai pada aktualisasi diri. Ketiga, pemberdayaan dapat dilihat dari setiap
manusia dan masyarakat yang memiliki potensi yang dapat dikembangkan.
Sehingga pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya untuk membangun
potensi dengan memberikan motivasi dan membangkitkan kesadaran akan
potensi yang dimiliki serta upaya untuk mengembangkannya (Moelijarto, 1996).
Pengertian Pemberdayaan (skripsi, tesis, disertasi)
Mengacu pada kamus Besar Bahasa Indonesia, pemberdayaan
secara etimologis berasal dari kata daya yang berarti kemampuan untuk
melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak. Mendapat awalan bermenjadi ‘berdaya’ artinya berkekuatan, berkemampuan, bertenaga,
mempunyai akal untuk mengatasi suatu masalah. Mendapat awalan dan
akhiran pe-an sehingga menjadi pemberdayaan yang dapat diartikan
sebagai usaha, proses menjadikan untuk mampu membuat, dapat
bertindak atau melakukan sesuatu untuk diarahkan menuju kearah yang
lebih baik.
Pemberdayaan merupakan sebuah proses yang dilakukan sebuah
lembaga untuk menciptakan suasana masyrakat yang lebih baik.
Pemberdayaan sendiri dapat diartikan sebagai upaya untuk
memberikan daya (Empowerment) atau penguatan (Strengthening)
kepada masyarakat. Menurut Sukino (2013) Empowerment artinya
merupakan suatu peningkatan kemampuan yang sesungguhnya
potensinya ada. Dimulai dari status kurang berdaya menjadi lebih
berdaya, sehingga lebih bertanggung jawab. Karena empowerment
asalnya dari kata “power” yang artinya “control, authority, diminion”.
Awalan “emp” artinya “on put to” atau “to cover with” jelasnya “more
power” jadi empowering artinya “is passing on authority and
responsibility” yaitu Attention: lebih berdaya dari sebelumnya dalam arti
wewenang dan tanggung jawabnya termasuk kemampuan individual
yang dimilikinya. Dari pengertian tersebut pemberdayaan merupakan
20
sebuah metode yang dilakukan untuk meningkatkan sebuah daya atau
potensi yang dimiliki masyarakat secara individu maupun kelompok.
Winarmi dalam Suryana (2010:18) mengungkapkan bahwa “Inti
dari pemberdayaan adalah meliputi tiga hal yaitu pengembangan
(enabling), memperkuat daya (empowering), dan terciptanya
kemandirian”.Oleh karena itu, umumnya sasaran dari pemberdayaan
biasanya masyarakat yang tergolong masih atau belum berdaya secara
material maupun non material agar dapat mengembangkan segala potensi
yang dimiliki hingga masyarakat menjadi mandiri. Keberdayaan
masyarakat oleh Sumodiningrat diartikan sebagai kemampuan
individu yang bersenyawa dengan masyarakat dalam membangun
keberdayaan masyarakat yang bersangkutan.
Secara konsep pemberdayaan lahir sebagai antitesis terhadap model
Model pengembangan dan industrialisasi yang kurang populer dalam
kebanyakan kasus, konsep ini dikemukakan oleh Mardikanto dan
Poerwako serta didasarkan pada kerangka logis sebagai berikut:
1. Proses pemusatan tenaga dibangun dari pemusatan tenaga faktorfaktor produksi.
2. Pemusatan kekuatan faktor produksi akan menciptakan masyarakat
pekerja dan orang-orang yang merupakan pengusaha di daerah
sekitarnya.
3. Kekuasaan membangun sistem pengetahuan, membangun sistem
sistem politik, hukum dan ideologi operasional untuk memperkuat
pembenaran.
4. Pelaksanaan sistem pengetahuan, sistem politik, sistem hukum dan
idiologi secara sistematik akan menciptakan dua kelompok
masyarakat, yaitu masyarakat berbudaya dan masyarakat tuna-daya.
Akhirnya yang terjadi ialah dikotonom, yaitu masyarakat yang
berkuasa dan masyarakat yang dikuasai. Untuk membebaskan situasi
menguasai dan dikuasai, maka harus dilakukan pemberdayaan melalui
21
proses pemberdayaan bagi yang lemah (empowerment of the
powerles).
Dalam proses pemberdayaan, ada tahapan-tahapan yang perlu
dilakukan. Menurut Wrihatnolo dan Dwidjowijoto, pemberdayaan
memiliki tiga fase. Pertama adalah penyadaran, proses tersebut
merupakan keberdayaan yang membuat masyarakat sadar bahwa setiap
manusia memiliki potensi untuk dikerahkan. Kedua adalah
pengkapasitasan, merupakan tahapan-tahapan dimana dapat dicapai
ketika masyarakat sudah pernah mendapatkan pengalaman penggunaan
potensi yang dimiliki. Ketiga adalah pendayaan, tahapan tersebut
merupakan proses pemberian berupa kewenangan (otoritas) atau
kesempatan untuk mengembangkan potensi untuk mencapai manusia
yang mandiri (Endah, 2020).
Pemberdayaan merupakan sebuah konsepan yang mengarah
keproses perkembangan individu maupun kelompok kestatus hidup yang
lebih baik dari sebelumnya. Taylor da Mc Kenzie mengatakan bahwa
tujuan filosofisnya adalah untuk memberikan motivasi atau dorongan
kepada masyarakat dan individu agar menggali potensi yang ada pada
dirinya untuk ditingkatkan kualitasnya, sehingga akhirnya mampu
mandiri.
Sedangkan menurut Soeharto (2010) Tujuan utama pemberdayaan
adalah untuk memperkuat kekuasaan Masyarakat, terutama kelompok
lemah, karena keadaan internal (persepsi mereka sendiri) dan oleh
kondisi eksternal (ditekan oleh struktur sosial yang tidak berlaku adil).
Untuk sepenuhnya memahami tentang Pemberdayaan perlu diketahui
tentang konsep kelompok lemah dan penyebab ketidakberdayaannya.
Secara klasifikasi kelompok lemah atau tidak berdaya dapat
diindikasikan sebagai berikut :
Pertama, masyarakat yang lemah secara struktural. Masyarakat tersebut
seringkali merupakan kelompok minoritas karena rentan secara sosial
22
ekonomi, gender dan etnis, dan diskriminatif dalam berbagai aspek yang
dapat disalahgunakan, dan seringkali berujung pada ketidakadilan.
Kedua, Lemah secara khusus. Merupakan yang sangat rentan adalah
mereka yang sering terpinggirkan, seperti orang tua, anak-anak, remaja,
kaum gay dan lesbian, serta penyandang disabilitas.
Ketiga, Lemah secara personal. Rentan secara pribadi adalah masyarakat
dengan masalah di bidang individu atau keluarga (Hamid., 2018).
Selanjutnya bagian dari tujuan pemberdayaan merujuk pada
keadaan atau hasil yang dicapai oleh sebuah perubahan sosial yaitu
masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau pengetahuan dan
kemampuan dalam memahami kebutuhan hidupnya. keberhasilan
dalam pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari keberdayaan
mereka yang menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan
mengakses manfaat kesejahteraan, dan kemampuan kultural dan
politk.
Pemberdayaan masyarakat tercermin dari tingkat partisipasi
masyarakat yang diberdayakan untuk mendukung pembangunan yang
dicapai. Pemberdayaan masyarakat meliputi pengelolaan dan
pemanfaatan seluruh sumber daya alam dan sumber daya manusia untuk
memperkuat masyarakat (Adisasmita, 2006).
Indikator pemberdayaan yang dilakukan untuk pembangunan
terbagi dalam beberapa aspek, yaitu Pertama, pada sisi input atau
masukan, situasi meliputi bakat, perencanaan, sarana, peralatan atau
fasilitas, teknologi dan data yang dibutuhkan untuk pengembangan.
Kedua, aspek proses, .meliputi pelaksanaan, evaluasi dan pengawasan.
program pembangunan. Ketiga, aspek keluaran, hasil meliputi tujuan
yang ingin dicapai, efektivitas dan efisiensi program pembangunan yang
dilaksanakan sesuai dengan rencana yang disusun untuk mencapai hasil
yang diinginkan (Candra, 2019)
Hak dan Kewajiban Aparatur (skripsi, tesis, disertasi)
Unsur dari aparatur adalah pegawai negeri yang terdiri Pegawai Negeri
Sipil Pusat dan Daerah, Anggota Tentata Republik Indonesia dan Anggota
Kepolisian Republik Indonesia. Aparatur bertugas untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Bertindak secara profesional, jujur, adil dan merata dalam
penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan. Aparatur adalah
Pegawai Negeri Sipil (PNS). Menurut Sedarmayanti, hak-hak yang diterima oleh
PNS, antara lain :
1. Memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban kerja dan
tanggung jawab.
2. Memperoleh cuti.
3. Memperoleh perawatan bagi yang tertimpa sesuatu kecelakaan dalam
dan karena menjalankan tugas kewajibannya.
4. Memperoleh tunjangan bagi yang mendertia cacat jasmani atau rohani
dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya yang
mengakibatkannya tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun juga.
5. Memperoleh uang duka dari kerabat Pegawai Negeri Sipil yang tewas. 6. Memperoleh pensiun bagi yang telah memenuhi syarat-syarat yang
ditetntukan.
7. Memperoleh kenaikan pangkat reguler.
8. Menjadi peserta Tabungan Asuransi Pegawai Negeri/TASPEN.
9. Menjadi peserta Asuransi Kesehatan/ASKES (Keppres No.8 Tahun
1977).
10. Memperoleh perumahan (Keppres No.14 Tahun 1993).
(Sedarmayanti, 2009:371)
Pegawai Negeri Sipil (PNS) berhak mendapatkan Haknya sebagai seorang
pegawai pemerintahan, sama halnya dengan pegawai lain, kesesuaian upah atau
gajih dengan beban kerja dan tanggung jawab yang diembannya akan memberikan
motivasi dan semangat kerja dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) tersebut, dan negara
berkewajiban memenuhi setiap hak-hak yang dimiliki oleh setiap pegawainya
Pengertian Pemberdayaan Aparatur (skripsi, tesis, disertasi)
Pemberdayaan aparatur tidak dapat terlepas dari kegiatan Manajemen
Sumber Daya Manusia (MSDM) yang di titik beratkan untuk menciptakan
aparatur pemerintah yang berkualitas. Upaya pemberdayaan sumber daya
manusia, khususnya aparatur, untuk mendapatkan aparatur yang berkualitas dan
menciptakan kepercayaan akan kemampuan yang dimilikinya dalam mencapai
tujuan.
Menurut Samodra Wibowo dalam bukunya Negeri-Negeri Nusantara dari
Modern Hingga Reformasi Administrasi mengemukakan pemberdayaan aparatur
yaitu: peningkatan efektifitas, menghendaki dilakukannya perubahanadministrasi
(birokrasi) atau reformasi kinerja aparatur pemerintah (Wibowo,2001:200).
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan diatas, pemberdayaan
aparaturtidak hanya bertujuan untuk meningkatkan efektivitas, akan tetapi
menghendaki perubahan administrasi (birokrasi) atau suatu reformasi kinerja
pemerintah. Menurut Sarundajang dalam bukunya Arus Balik Kekuasaan Pusat dan
Daerah mengemukakan pemberdayaan aparatur yaitu:
Pemberdayaan aparatur adalah usaha untuk meningkatkan kemampuan
melalui pengadaan, pembinaan karir, diklat, sistem penggajian serta
pengelolaan administrasi yang dipergunakan kepada pegawai negeri
sehingga unsur aparatur Negara diserahi tugas dalam suatu jabatan.
(Sarundajang, 1997:214)
Berdasarkan definisi diatas, pemberdayaan aparatur pemerintah
merupakan usaha untuk meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan tugas
umum pemerintahan dan pembangunan yang dilakukan dengan melalui berbagai
proses atau tahapan yang dilakukan melaui pengadaan, pembinaan karir, diklat,
sistem penggajian, serta dapat meningkatkan kemajuan dari tujuan pemerintah dan
pembangunan.
Menurut Suyitno (2002), beberapa faktor yang menghambat dalam
pemberdayaan pegawai diantaranya adalah :
a. Penolakan dilevel pimpinan/ manajer , menyangkut ketidak amanan, ego,
nilai-nilai pribadi, pelatihan manajemen, karakteristik pimpinan, ketidak
terlibatan pimpinan, struktur organisasi dan manajemen yang tidak sesuai.
b. Sulitnya waktu belajar. Faktor lain yang dianggap penting dalam
pengelolaan SDM agar dapat kinerja pelayanan yang optimal adalah
pemberian kesempatan pendidikan dan pelatihan bagi pegawai. Adapun
tujuan diklat bagi pegawai dari memutakhirkan kemampuan dan
keterampilan pegawai seiring dengan perkembangan teknologi dalam
membantu pemecahan permasalahan dalam organisasi, pengembangan
karier, dan orientasi pegawai dalam organisasi.
c. Sedangkan manfaat diklat bagi pegawai adalah meningkatkan kualitas dan
produktivitas, serta meminimalisir waktu dalam memenuhi standar kinerja,
menumbuhkan loyalitas dan kerjasama, memenuhi perencaaan SDM, dan
pengembangan kemampuan pribadi.
d. Visi organisasi yang tidak jelas. Visi organisasi menjadi syarat penting
dalam merencanakan pemberdayaan pegawai.
e. Keinginan yang tinggi, tindak lanjutnya lemah. Sering dijumpai keinginan
individu dan kelompok cukup tinggi, namun implementasinya sangat
lemah karena berbagai faktor internal dan eksternal. f. Takut berubah. Sering timbul pertanyaan mengapa harus menerapkan
cara-cara baru, kalau cara lama saja kita sudah aman. Individu/ kelompok
sudah puas dan nyaman dengan cara kerja yang sudah berjalan. Hal ini
juga merupakan salah satu penghambat pemberdayaan PNS.
Berdasarkan uraian diatas, bahwa dalam pemberdayaan aparatur adapun
hambatan-hambatan yang menjadi faktor tidak berjalan dengan optimalnya
program pemberdayaan aparatur, hambatan tersebut bisa muncul di dalam ataupun
diluar organisasi, oleh karena itu dalam pelaksanaan program pemberdayaan
aparatur harus dipersiapkan terlebih dahulu faktor-faktor penunjang agar
pemberdayaan aparatur berjalan sesuai dengan harapan dan menciptakan aparatur
yang mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi
Strategi Pemberdayaan (skripsi, tesis, disertasi)
Menurut Atep (2003) beberapa hal yang harus dilakukan oleh organisasi
pemerintah pusat dan daerah dalam menerapkan pemberdayaan pegawai, yaitu :
a. Para pemimpin/ manajer dan penyelia membagi tanggung jawabnya
kepada bawahannya.
b. Melatih penyelia dan bawahannya bagaimana pendelegasian dan
menerima tanggung jawab.
c. Melakukan komunikasi dan umpan balik dari pimpinan penyelia kepada
bawahannya.
d. Memberikan penghargaan dan pengakuan sebagai hasil dari evaluasi
kepada pegawai atas jasa dan kontribusinya kepada organisasi.
(Atep, 2003)
Menurut Tjiptono di dalam Manajemen Perubahan, 2005 beberapa
strategi dalam pemberdayaan pegawai, adalah :
1. Brainstorming, merupakan upaya pemberdayaan yang dilakukan
dengan mendorong para pegawai untuk berani mengungkapkan ide dan
pemikiran dalam pemecahan masalah. Dalam hal ini pimpinan hanya
bertindak sebagai katalisator untuk mendukung kelancaran jalannya
diskusi. Namun demikian harus memahami permasalahan dan punya
jurus tertentu untuk mengatasinya.
2. Gugus kualitas (Quality Cycle)
Dalam gugus kualitas para pegawai mengadakan secara teratur untuk
mengidentifikasi, menganjurkan, dan membuat perbaikan lingkungan
kerja. 3. Kotak Saran
Cara ini dilakukan untuk menjaring berbagai masukan dari semua
lapisan pegawai tanpa harus bertemu muka dengan pihak yang diberi
masukan, kritik dan saran. Biasanya kotak suara diletakkan pada
tempat terbuka dimana pegawai mudah untuk mendatangi.
4. Management by Walking Around
Strategi ini dilakukan oleh pimpinan untuk memonitor para pegawai
dengan cara berbicara dan melihat langsung proses pekerjaan dan
memperoleh berbagai masukan langsung. Dengan demikian para
pegawai akan memahami pekerjaan mereka dan pimpinan cepat
mengetahui berbagai kendala yang dihadapi, selanjutnya mencarikan
solusi sesuai kewenangannya.
(Tjiptono, 2005)
Pengertian Aparatur (skripsi, tesis, disertasi)
Aparatur Negara merupakan pelaksana roda birokrasi. Menurut
Sedarmayanti dalam bukunya yang berjudul Manajemen Sumber Daya Manusia
Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil, Birokrat adalah :
1. Birokrat adalah pegawai yang bertindak secara birokratis
2. Birokrat adalah :
a. Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah
karena telah berpegangan pada hierarki dan jenjang jabatan.
b. Cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban serta
menurut tata aturan (adat atau sebagainya) yang banyak liku-likunya.
c. Birokrasi sering melupakan tujuan pemerintahan yang sejati, karena
terlalu mementingkan cara dan bentuk. Ia menghalangi pekerjaan
yang cepat serta menimbulkan semangat menanti, menghilangkan
inisiatif, terikat dalam peraturan yang rumit dan bergantung kepada
perintah atasan, berjiwa statis dan karena itu menghambat kemjuan.
(Sedarmayanti, 2009:319-320)
Aparatur merupakan seorang pegawai birokrat yang bekerja sesuai dengan
hierarki dan memiliki jenjang jabatan., Seorang aparatur memiliki ikatan kerja
secara formal dan bekerja dan bertindak secara birokrastis untuk melayani
masyarakat dengan cara atau bentuk sedemikian rupa.
Bambang Yudhoyono dalam bukunya yang berjudul Otonomi
Daerahberpendapat bahwa, Aparatur Pemerintah Daerah adalah “Pelaksana
kebijakan publik”.(Yudhoyono, 2001:61). Aparatur yang berada di daerah
merupakan pelaksana birokrasi. Aparatur merupakan pegawai yang melaksanakan
setiap kebijakan yang berlaku demi kepentingan masyarakat.
Menurut Dharma Setyawan Salam dalam buku yang berjudul Manajemen
Pemerintahan Indonesia menjelaskan bahwa “Aparatur pemerintah adalah pekerja
yang digaji pemerintah melaksanakan tugas-tugas teknis pemerintahan melakukan
20
pelayanan kepada masyarakat berdasarkan ketentuan yang berlaku”. (Salam,
2004:169).
Pengertian diatas mengenai aparatur adalah sumber daya manusia yang
bekerja sesuai dengan kemampuannya, dibidangnya masing-masing sesuai dengan
ketentuan yang ada. Berkewajiban melayani setiap warga Negara untuk
memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya. Oleh karena itu, sumber daya aparatur
harus dikelola dengan baik untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi
organisasi pemerintahan untuk mewujudkan profesional pegawai dalam
melakukan pekerjaan.Hal ini sejalan dengan pendapat Soeworno Handayaningrat
bahwa:
Aparatur adalah aspek-aspek administrasi yang diperlukan dalam
penyelenggaraan pemerintahan atau Negara, sebagai alat untuk mencapai
tujuan nasional. Aspek organisasi itu terutama pengorganisasian atau
kepegawaian (Suwatno, 2001:154).
Berdasarkan pendapat diatas, aparatur merupakan aspek-aspek
administrasi yang diperlukaan oleh pemerintah dalam penyelenggaran
pemerintahan yang dimana sebagai alat untuk pencapaian tujuan
demimendapatkan hasil yang diharapkan terutama dalam hal pengorganisasian
ataukepegawaian.
Selain itu, sejalan dengan Pasal 3 UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang
perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
yang menyatakan bahwa :
“Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur Negara
yangbertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara
professional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas
Negara,p emerintah dan pembangunan.”
Pengertian Pemberdayaan (skripsi, tesis, disertasi)
Pemberdayaan berasal dari bahasa Inggris “empowerment” yang secara
harfiah dapat diartikan sebagai “pemberkuasaan”, dalam arti pemberian atau
peningkatan “kekuasaan” (power) kepada masyarakat yang lemah atau tidak
beruntung (disadvantaged). Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang
mendapat awalan ber- yang menjadi kata “berdaya” yang berarti memiliki atau
mempunyai daya. Daya berarti kekuatan, berdaya berarti memiliki kekuatan.
Namun pada perkembangannya dari berbagai referensi dan bidang menunjukkan
keragaman pengertian atas makna empowerment tersebut. Empowerment
padaumumnya diterjemahkan kedalam istilah “pemberdayaan”. Pemberdayaan
artinya membuat sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai daya atau mempunyai
kekuatan.
Pemberdayaan merupakan upaya manajemen untuk meningkatkan
kemampuan atau kapasitas pegawai dari keadaan yang ada sekarang atau dari
kurang berdaya menjadi lebih berdaya sehingga pegawai semakin profesional
dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Saefullah
mengatakan bahwa ”semakin berdaya atau semakin memiliki kekuatan aparatur
maka akan meningkatkan kemampuannya untuk menciptakan sikap
8
profesionalisme dalam pemberian pelayanan terhadap masyarakat di
daerahnya”.(Saefullah, 2007:192).
Kualitas aparatur dalam hal kemampuan danpotensi yang dimiliki oleh
aparatur haruslah sesuai yang diharapkan, sehingga dalam pelaksanaan
pembangunan sesuai dengan yang diharapkan. Pengetahuan dan kemampuan
aparatur pemerintah merupakan modal yang baik dalam melaksanakan
pembangunan, maka dari itu diperlukan pemberdayaan agar kualitas aparatur yang
ada dapat menjadi lebih baik dari sebelumnya.A.W Widjaja dalam bukunya yang
berjudul Administrasi Kepegawaian Suatu Pengantar, pengertian atau definisi
pemberdayaan yang dimukakannya sebagai berikut:
“Pemberdayaan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan danpotensi
yang dimiliki oleh masyarakat, sehingga masyarakat dapatmewujudkan
jati diri, harkat dan martabatnya secara maksimal untukbertahan dan
mengembangkan diri secara mandiri dibidang ekonomi,sosial, agama, dan
budaya” (Widjaja, 1995:54)
Berdasarkan pengertian diatas, pemberdayaan tidak hanya dalam hal
kemampuan dan potensi yang dimiliki oleh aparatur, tetapi memberikan
kesempatan untuk menunjukkan kemampuan yang dimiliki untuk pencapaian
yang maksimal didapat untuk membentuk jati diri, harkat, martabat yang dapat
bertahan dan mengembangkan diri untuk menjadi yang lebih baik dalam hal
pencapaian tugas dan fungsi pokok dengan secara mandiri dibidang sosial,
budaya, ekonomi, dan agama.
Dimensi lain yang berkaitan dengan pemberdayaan aparat adalah motivasi
dan kemampuan (kapabilitas), yang telah dikemukakan bahwa “Pemberdayaan
merupakan upaya untuk membangun daya itu dengan mendorong, memberikan
9
motivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta
berupaya untuk mengangkatnya”. (Kartasasmita, 1996:144)
Berdasarkan pengertian diatas, pemberdayaan usaha atau upaya untuk
membangun daya seorang aparatur daerah dengan cara memberikan motivasi dan
membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki oleh setiap aparatur daerah
tersebut.
Bookman dan Sandra dalam bukunya yang berjudul Woment and Politics
Of Empowerment mengemukakan pemberdayaan sebagai berikut:
“Pemberdayaan sebagai konsep yang sedang popular mengacu pada usaha
menumbuhkan keinginan pada seseorang untuk mengaktualisasikan diri,
melakukan mobilitas keatas serta memberikan pengalaman psikologis
yang membuat seseorang berdaya”. (Bookman dan Sandra, 1998:4)
Berdasarkan pengertian diatas, bahwa keinginan untuk mengubah keadaan
yang datang dari dalam diri tersebut dapat muncul jika seseorang merasa berada
dalam situasi tertekan dan kemudian menyadari atau mengetahui sember tekanan
tersebut.
Berdasarkan pendapat diatas, pemberdayaan tidak hanya merupakan suatu
strategi pembangunan, baik bagi manusia itu sendiri, maupun bagi pembangunan,
akan tetapi pemberdayaan itu sebagai kegiatan mengambil keputusan atau
menentukan tindakan yang akan dilakukan dan menumbuhkan kemampuan dan
rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki.
Menurut Prijono dan Pranaka dalam bukunya Pemberdayaan: Konsep,
Kebijakan dan Implementasi menyatakan bahwa pemberdayaan adalah :
“Pemberdayaan sebagai proses belajar mengajar yang merupakan usaha
terencana dan sistematis yang dilaksanakan secara berkesinambungan,
baik bagi individu maupun kolektif, guna mengembangkan daya (potensi)
10
dan kemampuan yang terdapat dalam diri individu dan kelompok.”
(Pranaka, 1996:72).
Berdasarkan pengertian diatas, pemberdayaan merupakan proses belajar
mengajar guna mengembangkan daya (potensi) dan kemampuan individu atau
kolektif yang terencana dan sistematis yang dilakukan secara berkesinambungan
yang terdapat dalam diri individu dan kelompok.
Pemberdayaan dapat diartikan sebagai tujuan dan proses. Sebagai tujuan,
pemberdayaan adalah suatu keadaan yang ingin dicapai, yakni masyarakat yang
memiliki kekuatan atau kekuasaan dan keberdayaan yang mengarah pada
kemandirian sesuai dengan tipe-tipe kekuasaan. Menurut Edi Suharto (1985:205)
Pemberdayaan sebagai proses memiliki lima dimensi yaitu:
1. Enabling; adalah menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan
potensi masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus
mampu membebaskan masyarakat dari sekat-sekat struktural dan
kultural yang menghambat.
2. Empowering adalah penguatan pengetahuan dan kemampuan yang
dimiliki masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu menumbuh
kembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat
yang menunjang kemandirian.
3. Protecting yaitu melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok
lemah agar tidak tertindas oleh kelompok-kelompok kuat dan dominan,
menghindari persaingan yang tidak seimbang, mencegah terjadinya
eksploitasi kelompok kuat terhadap yang lemah. Pemberdayaan harus
diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi
yang tidak menguntungkan masyarakat kecil. Pemberdayaan harus
melindungi kelompok lemah, minoritas dan masyarakat terasing.
4. Supporting yaitu pemberian bimbingan dan dukungan kepada
masyarakat lemah agar mampu menjalankan peran dan fungsi
kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat
agar tidak terjatuh ke dalam keadaan dan posisi yang semakin lemah
dan terpinggirkan.
5. Fostering yaitu memelihara kondisi kondusif agar tetap terjadi
keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok
masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin keseimbangan dan
11
keselarasan yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan
usaha.
(Edi Suharto, 1985:205)
Berdasarkan pengertian diatas, bahwa pemberdayaan adalah sebuah tujuan
dan proses untuk mencapai suatu tujuan yang ingin dicapai dengan kekuatan atau
kekuasaan dan keberdayaan yang mengarah pada kemandirian melalui proses 5
dimensi yaitu enabling, empowering, protecting, supporting dan fostering.
Edi Suharto (1998:220) menjelaskan pemberdayaan dapat dilakukan
melalui tiga pendekatan yaitu:
1. Pendekatan mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap individu melalui
bimbingan, konseling, crisis intervention. Tujuan utamanya adalah
membimbing atau melatih individu dalam menjalankan tugas-tugas
kesehariannya. Model ini sering disebut sebagai pendekatan yang
berpusat pada tugas (task centered approach).
2. Pendetakatan mezzo. Pemberdayaan dilakukan terhadap kelompok
masyarakat, pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan pendekatan
kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan, pelatihan, dinamika
kelompok biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan
kesadaran, pengetahuan, keterampilan serta sikap-sikap kelompok agar
memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapi.
3. Pendekatan makro. Pendekatan ini sering disebut dengan strategi sistem
pasar (large-system strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada
sistem lingkungan yang luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial,
kampanye, aksi sosial, pengorganisasian dan pengembangan
masyarakat adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini.
(Edi Suharto, 1998:220)
Pemberdayaan aparatur menurut Edi Suharto di atas merupakan suatu
pendekatan dalam pelaksanaan pemerdayaan baik terhadap individu, kelompok
masyarakat maupun suatu pemberdayaan yang diarahkan pada suatu sistem
lingkungan, yang memiliki tujuan yang sama yakni meningkatkan daya guna
seseorang dalam melaksanakan tugasnya.
12
Pemberdayaan aparatur dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya
manusia pemerintah daerah, menurut Widodo (2001:71-85), mengatakan, bahwa :
Dengan memberikan kemampuan dan kemauan perangkat aparatur
pemerintah daerah. Hal ini dilakukan dengan melakukan, yaitu : melalui
pendidikan, melalui pelatihan, melalui pengalaman, pemberdayaan sumber
daya keuangan dan peralatan, pemberdayaan kelembagaan (organisasi)
pemerintah daerah dan pengembangan organisasi kearah organisasi
(lembaga) yang kondusif, responsive dan adaptif.
Pemberdayaan bagi para aparatur melalui pelatihan dan pendidikan akan
menjadi sia-sia bila mana tidak didukung dengan dengan pemberdayaan
sumberdaya keuangan dan peralatan yang menunjang bagi setiap aparatur, dengan
begitu maka jelas pemberdayaan aparatur dan pemberdayaan sumberdaya
keuangan dan peralatan berkaitan erat dalam usaha untu mencapai suatu tujuan
pembangunan.
Menurut Tjipotono mengemukakan pendapatnya tentang pemberdayaan
aparatur sebagai berikut :
“upaya memberikan otonomi, wewenang dan kepercayaan kepada setiap
individu dalam suatu organisasi, serta mendorong mereka untuk kreatif
agar dapat merampungkan tugasnya sebaik mungkin. Untuk mewujudkan
pemberdayaan yang dimaksud, maka perlu perubahan peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai kepegawaian yang meliputi
pengadaan, pengembangan, pembinaan, penggajian dan pengawasan”.
(Tjiptono, 1996:108)
Berdasarkan pendapat diatas, pemberdayaan aparatur dilakukan untuk
mendorong aparatur mendapatkan kepercayaan dalam melakukan sesuatu yang
menjadikan aparatur untuk lebih kreatif dalam penyelenggaraan tugasnya sebaik
mungkin yang dimana untuk mewujudkan pemberdayaan tersebut dilakukan
melalui pengandaan, pengembangan, pembinaan, penggajian dan pengawasan
yang diperlukan perubahan peraturan perundang-undangan yang mengatur
13
aparatur untuk memperoleh aparatur yang diharapkan. Untuk mewujudkan
pemberdayaan aparatur tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengadaan
2. Pengembangan
3. Pembinaan
4. Pengggajian
5. Pengawasan
(Tjiptono, 1996:108)
Berdasarkan pendapat diatas untuk menciptakan aparatur yang mempunyai
rasa tanggung jawab yang tinggi harus dilihat dari pengadaan, pengembangan,
pembinaan, penggajian dan pengawasan yang tersusun dengan baik, sehingga
pemberdayaan aparatur akan berjalan sesuai harapan dan dapat memberikan
pelayanan yang prima kepada masyarakat.
Menurut Zainun mengemukakan bahwa pengadaan yaitu :
”Pengandaan diartikan sebagai suatu proses kegiatan untuk mengisi
formasi yang lowong, dimulai dari perencanaan (tentunya rencana
pengadaan), pengumuman, pelamaran, penyaringan sampai dengan
pengangkatan dan penempatan” (Zainun, 1996:31).
Berdasarkan pendapat diatas bahwa pemberdayaan aparatur mencakup
lima faktor, yang pertama pengadaan pegawai, dimana pengadaan pegawai
melewati berbagai tahap diantaranya perencanaan, pelamaran, penyaringan,
pengangkatan dan penempatan, sehingga dalam melaksanakan pengadaan
pegawai bisa menghasilkan aparatur yang kompeten dalam pelaksanaan tugas
pokok dan fungsinya.
Menurut Hasibuan mengemukakan bahwa pengembangan yaitu :
Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis,
14
teoritis, konseptual dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan
pekerjaan/jabatan melalui pendidikan dan latihan.(Hasibuan, 2006:69).
Berdasarkan pengertian diatas Pengembangan pegawai, yang mencakup
meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual dan moral karyawan sesuai
dengan kebutuhan pekerjaan dan jabatan melalui pendidikan dan pelatihan
(Diklat) yang diberikan kepada pegawai agar mempunyai jiwa rasa tanggug jawab
terhadap tugas pokok dan fungsinya.
Menurut Hasibuan mengemukakan bahwa Pembinaan adalah : Pembinaan
terhadap PNS atas dasar sistem pembinaan karir dan sistem prestasi kerja dengan
adanya tolak ukur yang dijadikan dasar yang terintegrasi terhadap seluruh
pegawai negerti sipil. (Hasibuan, 1994:134).
Berdasarkan pengertian diatas Pembinaan PNS menjadi salah satu cara
tolak ukur untuk mengetahui prestasi kerja setiap masing-masing PNS dalam
menjalankan roda pemerintahan
Handoko mengemukakan Penggajian yaitu : Penggajian adalah pemberian
pembayaran finansial kepada karyawan sebagai balas jasa untuk pekerjaan yang
dilaksanakan dan sebagai motivasi pelaksanaan kegiatan di waktu yang akan
datang. (Handoko, 1993:218).
Penggajian merupakan komponen pendukung terciptanya pemberdayaan
aparatur, karena penggajian pemberian finansial terhadap setiap aparatur yang
melakukan pekerjaan yang menjadikan motivasi yang tinggi untuk menyelesaikan
setiap pekerjaan yang diemban.
Pengawasan adalah untuk menentukan apa yang telah dicapai,
mengadakan evaluasi atasnya, dan mengambil tindakan-tindakan
15
koreksi bila diperlukan, untuk menjamin agar hasilnya sesuai dengan
rencana.(Sujamto, 1990:17)
Berdasarkan Pengertian dimana pengawasan akhir dari semua programprogram pemberdayaan, yang mengevaluasi seluruh kegiatan pemberdayaan agar
terciptanya aparatur yang kompeten dalam pelaksanaan tugas pokok dan
fungsinya.
Berdasarkan pendapat diatas maka untuk mewujudkan pemberdayaan
aparatur suatu organisasi terdiri dari pengadaan, pengembangan, pembinaan,
penggajian, dan pengawasan. Pengadaan dari suatu organisasi dapat dilihat dari
perencanaan yang tentunya perencanaan pengandaan, pengumuman, pelamar,
penyaringan, sampai dengan pengangkatan dan penempatan aparatur kepada
posisi kerja. Pengembanagn suatu organisasi pemerintah dilakukan untuk
mengembangkan jati diri aparatur untuk menjadikan aparatur tersebut menjadi
lebih baik dalam pencapaian tugas. Pembinaan dapat dilihat dari adanya tolak
ukur prestasi kerja yang dihasilkan oleh aparatur yang telah mendapatkan
pembinaan, kemudian adanya gaji yang diterima oleh aparatur pemerintah atas
pekerjaan yang telah dilakukan olehnya dan selanjutnya adanya pengawasan atas
pekerjaan yang dilakukan oleh aparatur pemerintah apa yang telah dicapai.
Menurut Stewart dalam buku Empowering People, Pemberdayaan
Sumber Daya Manusia, mengemukakan :
”Pemberdayaan , sederhananya merupakan cara amat praktis dan produktif
untuk mendapatkan yang terbaik dari diri kita sendiri dan dari staf kita.
Dituntut lebih dari sekedar pendelegasian agar kekuasaan ditempatkan
secara tepat sehingga dapat digunakan secara efektif. Dan bukan hanya
pelimpahan tugas melainkan pengambilan keputusan dan tanggung jawab
secara penuh”. (Stewart,1998:77)
16
Pemberdayaan bagi seseorang akan meningkatkan kemampuannya dalam
melaksanakan setiap tugas, yang akan menghasilkan keberhasilan organisasi
dalam mencapai tujuannya, karena dengan meningkatnya Sumber Daya Manusia
didalam suatu organisasi, tentunya akan menghasilkan suatu efektivitas dalam
setiap kegiatan organisasi. Konsep pemberdayaan SDM yang dikemukakan
Stewart (1998:77) yaitu :
1. Enabling (membuat mampu) adalah memastikan bahwa staf
mempunyai segala sumber daya yang mereka perlukan untuk dapat
diberdayakan secara penuh, sumber-sumber daya itu pengetahuan dan
pengalaman untuk mencapai tujuan yang disepakati.
2. Facilitating (memperlancar) adalah tugas pokok manajemen untuk
meniadakan halangan, rintangan atau penundaan yang menghalangi staf
untuk melakukan pekerjaan sebaik-baiknya. Halangan itu berupa
kurang memadainya informasi dan pendidikan.
3. Consulting (berkonsultasi) adalah manajemen yang memberdayakan
ingin menggunakan pengetahuan dan pengalaman itu dan
memanfaatkannya. Berarti perlu berkomunikasi dengan staf tidak hanya
menyangkut masalah-masalah sehari-hari tetapi juga masalah strategis.
4. Collaborating (bekerja sama) adalah kerja sama antara manajer dengan
staf menjadi tujuan terakhir yang akan membuktikan tidak hanya
seberapa besar kecakapan manajer dalam pemberdayaan, melainkan
juga seberapa kuat kemauannya dan diperlukan koordinasi untuk
melaksanakannya secara penuh dari setiap program pemberdayaan.
5. Mentoring (membimbing) adalah bertindak sebagai teladan dan pelatih
bagi staf dan rekan-rekan sekerja merupakan tahap hidup dan sekaligus
pula merupakan teknik manajemen. Merumuskan permasalah dan
menemukan pemecahannya dengan bekerja lewat orang lain daripada
berusaha mengerjakannya sendirian.
6. Supporting (mendukung) adalah memberikan dukungan yang tepat,
jauh lebih utama daripada peran kepemimpinan tradisional ataupun
pengendalian. Dengan cara mempermudah berkonsultasi, melatih dan
membimbing.
(Stewart 1998:77)
Berdasarkan argumentasi dan konsepsi pembedayaan Stewart tersebut
dibandingkan dengan konsep pemberdayaan yang dikemukakan pakar lainnya,
maka konsep pemberdayaan Stewart ini memiliki enam konsep, yaitu enabling,
17
facilitating, consulting, collaborating, mentoring dan supporting, Keenam
dimensi Pemberdayaan itu memiliki keterikatan satu sama lain dalam usaha-usaha
untuk meningkatkan kemampuan seseorang. ini yang akan dibahas agar
terciptanya aparatur yang kompoten dalam pelaksanaan pembangunan.
Menurut Sedarmayanti (2000:120-121) mengemukakan pentingnya
pemberdayaan aparatur daerah dilatar belakangi empat hal yaitu :
1. Melalui upaya pembangunan potensi sumber daya nasional diarahkan
menjadi kekuatan dibidang ekonomi, sosial budaya, politik harus
didukung SDM yang berkualitas.
2. SDM dipandang sebagai unsur yang sangat menentukan dalam proses
pembangunan, terutama dinegara berkembang.
3. Adanya anggapan bahwa SDM lebih penting dari sumber daya alam.
4. Pembangunan yang dikonsentrasikan pada pengembangan dan
pendayagunaan SDM akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang
maksimal.
(Sedarmayanti, 2000:120-121)
Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan suatu hal yang menentukan
dalam upaya meningkatkan pembangunan nasional. Manusia yang merupakan
pelaksana pembangunan harus memiliki kemampuan dalam menjalankan dan
mengelola apa yang menjadi tanggung jawabnya, dengan kuatnya Sumber Daya
Manusia (SDM) didalam suatu negara, maka akan berjalan lurus dengan kemajuan
yang dicapai oleh negara tersebut.
Lebih lanjut Sedarmayanti menjelaskan, kata pemberdayaan
(empowernment) mengesankan arti adanya sikap mental yang tangguh. Proses
pemberdayaan mengandung dua kecenderungan yaitu :
1. Kecenderungan Primer, proses pemberdayaan yang menekankan pada
proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan
atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih
berdaya (survival of the fittes) proses ini dapat dilengkapi dengan upaya
18
membangun aset material guna mendukung pembangunan kemandirian
mereka melalui organisasi.
2. Kecenderungan sekunder, menekankan pada proses menstimulasi,
mendorong, atau memotivasi agar individu mempunyai
kemampuan/keberdayaan untuk menentukan yang menjadi pilihan
hidupnya melalui proses dialog.
(Sedarmayanti, 2000:120-121)
Dari dua kecenderungan diatas memang saling mempengaruhi dimana agar
kecenderungan primer dapat terwujud maka harus lebih sering melalui
kecenderungan sekunder, upaya pemberdayaan aparatur tidak hanya menekankan
pada aspek fisik, tetapi juga menyangkut pada segi-segi non fisik, agar tercermin
dalam produktivitas, disiplin kerja, keswadayaan dan wawasan masa depan.
Pemberdayaan aparatur merupakan serangkaian kegiaran pendidikan dan
pelatiahan,seperti yang disampaikan oleh Rasyid dan Syahril dalam bukunya yang
berjudul Kajian Awal Birokrasi Pemerintahan Dan Politik Orde Baru,
menyatakan pemberdayaan sebagai berikut:
Pendidikan dan latihan yang merupakan bagian dari upaya pengembangan
sumber daya manusia tidak hanya menekankan aspek fisik ( kesegaran
atau kesehatan jasmani), tetapi juga menyangkut segi-segi non fisik seperti
kualitas kepribadian, kualitas hubungan dengan Tuhan, alam lingkungan
dan sesama manusia serta kualitas kekayaan seperti tercermin dalam
produktivitas, disiplin kerja, keswadayaan dan wawasan masa depan.
Rasyid dan Syahril (1997:26),
Berdsasarkan pengertian diatas, pemberdayaan merupakan sebagian dari
upaya pengembangan sumber daya manusia yang tidak hanya menekankan pada
aspek fisik seperti kesegaran atau kesehatan tetapi juga menyangkut aspek non
fisik seperti kualitas kepribadian, hubungan dengan Tuhan, alam lingkungan
sesama manusia seperti tercermin dalam produktivitas, disiplin kerja,
keswadayaan dan wawasan masa depan
Kesejahteraan (skripsi, tesis, disertasi)
Kesejahteraan sosial mencakup segalanya terutama dalam bentuk
intervensi sosial memperbaiki situasi secara langsung antara persolalitas
manusia dan masyarakat keseluran. Kesejahteraan mencakup semua
tindakan dan proses langsung, termasuk tindakan dan pencegahan masalah
sosial, pengembangan sumber daya, dan peningkatan kualitas hidup.
Pengertian kesejahteraan menurut Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan pasal 1 ayat (1):
“kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material,
spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu
mengembangkan diri, sehingga mampu melaksanakan fungsi sosialnya.
Pembangunanllkesejahteraan sosial merupakan perwujudan dari
upaya mencapai tujuan bangsa yangridiamanatkan dalam Undang-Undang
Dasar NegaraiiRepublik IndonesialkTahun 1945. Sila kelima Pancasila
menyatakaniibahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan
PembukaaniiUndang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaiiTahun
1945 mengamanatkan negara11untuk melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan11umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,hiperdamaian
abadi, dan keadilan sosial. Masalah kesejahteraan merupakan sebuah isu
jaminan sosial yang berkembang saat ini menunjukkan bahwa sebagian
warga negara tidak benar-benar menyadari haknya atas kebutuhan dasar
karena tidak dipenuhi secara manfaat sosial dari negara. Akibatnya,
sebagian warga masih menghadapi hambatan dalam fungsi sosialnya dan
tidak dapat menjalani kehidupan yang layak dan tidak bermartabat.
Menurut Kolle (1974)00bahwa indikator dari kesejahteraan
merupakan sebagai berikut, yaitu11pertama dengan melihat kualitas hidup
dari aspek materi seperti kualitas rumah, bahan pangan dan lain-lainnya,
selanjutnya dengan melihat kualitas hidup dari aspek fisik
seperti11kesehatan tubuh lingkungan, dan lain-lainnya,12dan yang
32
terakhir dengan melihat kualitas hidup dari aspek mental seperti
fasilitas11pendidikan budaya, dan lain-lainnya; dan dengan melihat
kualitas hidup dari aspek spiritualiiseperti moral, etika, dan lain- lainnya.
(Mahmud, 2021).
Menurut Soetomo (2014)..kesejahteraaniimasyarakat merupakan
suatu kondisi yang mengandung unsur atau komponen...dimana
masyarakat merasa aman tentram, terdapat fasilitas umum yang dapat
menunjang...perekonomian masyarakat, pendapatan...perkapita yang
mendorong kemakmuran12masyarakat dan11akses informasi yang mudah
dijangkau (Wardani & Utami, 2020). Adapun menurut Soetomo (2014)
indikator dalam kesejahteraan...masyarakat adalah sebagai berikut :
Pertama, Rasa aman. Masyarakatiiyang merasa aman dan tentram tanpa
adanya tekanan dari pihak manapuniimerupakan indikator seseorang yang
sejahtera. Kedua,iiFasilitas umum. Keberadaan fasilitasiiumum sebagai
penunjang roda perekonomian juga sangat membantu dalam mewujudkan
masyarakat yang sejahtera. Ketiga, Pendapatan. pendapatan perkapita juga
merupakan indikator sangat menentukan seberapaiiisejahteranya
seseorang,..semakin tinggi pendapataniiseseorang maka akan semakin
sejahtera hidupnya. Keempat, Akses informasi. Kemudahan memperoleh
informasi yang didapatkan masyarakat juga akan..meningkatkan
kesejahteraaniimasyarakat.
Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki julukan sebagai
negara agraris. Julukan tersebut tersematkan kepada Indonesia ketika masa
kepimpinan presiden Soeharto yang mampu membawa nama Indonesia
menjadi macan ASEAN dengan swasembada pangannya. Melihat
keunggulan Indonesia dimasa lalu membuat iri pada realitas sekarang,
pasalnya tingkat kesejahteraan petani di Indonesia mengalami
keterpurukan. Keadaan tersebut juga diperkuat dengan pernyataan wapres
“menyebut berdasarkan data BPS tahun 2020 menurut sumber
penghasilan utama, jumlah rumah tangga tergolong miskin di Indonesia
sebagian besar berasal dari sektor pertanian yaitu 46,30%. Dengan demikian, peningkatan kesejahteraan petani masih menjadi PR (pekerjaan
rumah) Pemerintah yang harus diselesaikan,” (Rusiana, 2021).
Dengan fakta keadaan tersebut, memberikan gambaran bahwa
pertanian di Indonesia memerlukan seuah teribosan atau sebuah inovasi
untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Untuk mengatasi permasalahan
ini pemerintah bertanggung secara penuh untuk membantu memberikan
solusi, pemerintah juga dapat menggunakan berbagai lembaganya
terutama yang paling dekat dengan petani untuk mengatahui permasalahan
yang dihadapi para petan
Gabungan Kelompok Tani (skripsi, tesis, disertasi)
Gabungan kelompok tani (Gapoktan) merupakan sekumpulan
kelompok tani yang diorganisir menjadi lembaga yang memiliki tujuan
untuk memfasilitasi kegiatan-kegiatan pertanian dari sektor permodalan
hingga pengolahan hasil pertanian. Secara dasar Gapoktan dibentuk
melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 273 Tahun 2007 tentang
pedoman pembinaan kelembagaan petani, dalam pertauran tersebut
Gapoktan merupakan kumpulan beberapa kelompok tani yang bergabung
dan bekerja sama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha.
Pada pedoman tersebut bertujuan untuk melakukan penyuluhan
dalam rangka pengembangan kemampuan, pengetahuan, ketarmpian, dan
pelaku utama dalam melakukan penyuuhan. Dalam proses penyuluhan
yang dilakukan untuk pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha
agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya
dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan
sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas,
efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan
kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Dalam proses penumbuh kembanganan pertanian pemerintah
membuat pertauran yang lebih jelas mengai proses pelaksaan. Aturan
tersebut tersebut kedalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 82 tahun
2013 Tentang pedoman penumbuhan dan Pengembangan kelompoktani
dan gabungan kelompoktani. Secara fungsi Gapoktan memiliki lima tugas
utama, yaitu :
a. Unit UsahaiiPenyedia Sarana dan Prasarana Produksi merupakan
sebuah divisi penyedia kapasitas dan prasarana. Gabungan
Kelompok Tani harus memastikan semua anggota memenuhi
kebutuhan sarana produksi (pupuk termasuk pupuk,iibenih
bersertifikat, pestisida, dan lain-lainnya) dan mesin pertanian
(baik berbasis kredit atau modal petani). untuk menyediakan
layanan untuk. Melalui anggota kelompok tani, pengangkut
miskin, atau kinerja swadana atau sisa petani.
b. Unit Usahatani atauiiProduksi. Gabungan Kelompok Tani yang
dapat menjadi entitas yang menghasilkan barang untuk
memenuhi kebutuhan anggotanya dan kebutuhan pasar serta
menjamin kuantitas, kualitas, kontinuitas, dan stabilitas harga.
c. Unit Usaha Pengolahan.11Gapoktan dapat memberikan layanan
baik dalam bentuk penggunaan alat pertanian maupun teknologi
untuk memproses produk pertanian yang dapat dijual seperti
pengolahan, grading dan pengemasan untuk menambah nilai
produk.
d. Unit Usaha Pemasaran.iiGabungan Kelompok Tani terafiliasi
dapat memberikan pelayanan atau dukungan terhadap pemasaran
hasil produksi anggota, baik dalam bentuk pengembangan
jaringan, kemitraan dengan pihak lain, maupun pemasaran
langsung. Dalam perkembangannya, Gapoktan berpotensi
memberikan layanan informasi harga komoditas, memungkinkan
Gapoktan tumbuh, berkembang menjadi perusahaan pertanian yang mandiri, meningkatkan produktivitas, pendapatan dan
meningkatkan taraf hidup anggotanya.
e. Unit Usaha Keuangan Mikro11(simpan-pinjam). Gabungan
Kelompok Tani dapat memberikan jasa permodalan kepada
anggotanya melalui iuran keanggotaan dan hasil simpan pinjam
dan sisa usaha, serta pinjaman dari bank, mitra usaha, atau
dukungan publik dan swasta.
Dalam paradigma pelaksanaannya Gapoktan tidak langsung kepada
para petani, namun melalui kelompok tani yang secara struktur berada
dibawah binaan dari Gapoktan. Keadaan terseut bermaskud untuk lebih
baik dalam mengelola dan memberikan fasilitas kepada para petani
Pemberdayaan Petani (skripsi, tesis, disertasi)
Pemberdayaan masyarakat agraris merupakan upaya untuk
menjadikan petani mandiri dengan mengenali potensi keterampilan yang
telah dimiliki, tergantung bidang keahliannya. Pemberdayaan petani
membutuhkan peran serta dan kepemimpinan kelompok tani berdaya
dalam kegiatan pertanian. Dalam pemberdayaan petani, selalu ada sinergi
yang baik antara dua kelompok yang saling berhubungan antara
kelompok yang diberdayakan dan kelompok yang berkuasa atau
berwibawa. Proses pemberdayaan petani yang paling efektif adalah oleh
kelompok tani yang merupakan kelompok yang paling dekat dengan
pengawasan petani. Masyarakat petani yang memiliki ;kekuatan atau
kemampuan berdaya terbagi sebgai berikut : (Murdayanti,
2020).aszwszszaaz
Pertama. Mereka memiliki bentuk kebebasan karena dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya. Artinya, mereka bebas berbicara dan bebas dari
kelaparan, kebodohan dan kesakitan, dikatakan sebagai bentuk petani
yang mampu mengambangkan diri maupun potensi alam yang dimiliki.
Kedua. Tercapainya sumber produktivitas yang memungkinkan mereka
meningkatkan pendapatan dan memperoleh barang dan jasa yang mereka
butuhkan untuk pertanian.
Ketiga. Mereka memiliki hak untuk mengelola kepentingan yang terkait
dengan pertanian, sehingga berpartisipasi dalam proses pembangunan
dan keputusan yang mempengaruhi mereka.
Menurut Undang-undang Nomor 19 Pasal 3 Tahun 2013 Tentang
Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, pemberdayaan petani memiliki
tujuan yaitu
a. Mewujudkan kedaulatan dan kemandirian Petani dalam
rangka meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan
kehidupan yang lebih baik.
24
b. Menyediakan prasarana dan sarana Pertanian yang
dibutuhkan dalam mengembangkan Usaha Tani.
c. Memberikan kepastian Usaha Tani
d. Melindungi Petani dari fluktuasi harga, praktik ekonomi
biaya tinggi, dan gagal panen.
e. Meningkatkan kemampuan dan kapasitas Petani serta
Kelembagaan Petani dalam menjalankan Usaha Tani yang
produktif, maju, modern dan berkelanjutan.
f. Menumbuh kembangkan kelembagaan pembiayaan
Pertanian yang melayani kepentingan Usaha Tani.
Sehingga sesuai dengan UU diatas bahwa negara atau pemerintah
bertanggung jawab untuk menyejahterakan para petani. Perlindungan
yang dilakukan diharapkan mampu berjalan sesuai dengan angan-angan
atau yang tertulis jelas pada peraturan tersebut, karena petani pada saat
ini merupakan kelompok yang rentan terhadap perkembangan jaman.
Petani di Indonesia memiliki beberapa tipe. Tipe pertama yaitu
petani berdasarkan luas lahan, pateni tersebut dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Petani gurem yang disebut sebagai petani yang memiliki
lahan pertanian kurang dari 0,50 hektare
2. Petani non gurem merupakan petani yang memiliki luas
lahan 0,50 hektare atau lebih.
Setelah itu terdapat jenis petani mengacu pada orientasi atau kiblat
bertani sesuai dengan angan-angannya. Pada bagian ini dibagi menjadi
dua tipe yaitu :
1. Petani yang beriorentasi ekonomi, merupakan salah satu
jenis petani yang menggunakan prinsip ekonomi dalam
usaha pertaniannya sehingga meminimalkan biaya seefesien
mungkin untuk digunakan sebagai metode memperoleh
hasil yang maksimal. 2. Petani yang mengacu pada prinsip non ekonomi, pentani ini
sering kali melakukan kegiatan pertanian sebagai proses
dalam melakukan pemenuhan kebutuhan rumah tangga saja
dan tidak diperuntukan diperjual belikan.
Selanjutnya terdapat juga petani yang berdasarkan penggunaan
teknologi, berikut tipe - tipenya :
1. Petani tradisional, jenis petani yang dalam pengelolaan
pertaniannya lebih masih dominan menggunakan peralatan
yang bersifat tradisional, seperti cangkul atau membajak
sawah menggunakan sapi.
2. Petani modern, petani jenis ini selalu mengacu pada
perkembangan teknologi terbaru, karena memahami dan
sadar sebuah teknologi adalah bentuk inovasi penting yang
dapat melakukan peningkatan produksi pengeloaan sawah
dan juga untuk mengurangi biaya.
Terakhir merupakan jenis petani berdasarakan karakter atau sifat,
berikut tipe-tipenya:
1. Pembelajar, merupakan jenis petani yang menyukai akan
sebuah inovasi terbaru. Jenis petani ini tergolong tipe
pencoba, rasa ingin tau tinggi, dan menyukai hal yang
extreme. Ketika terdapat informasi variasi terbaru atau
program terkini, maka rasa ingin mencoba pertama kali pasti
muncul meskipun masih terbilang masih dalam
pengembangan.
2. Perintis, tipe ini hampir sama dengan tipe pembelajar,
bedanya tipe pionir ini bahkan konsultan mungkin
menggunakan sesuatu yang belum pernah digunakan orang
lain. Dengan adanya informasi yang tersedia dari banyak
sumber, termasuk Internet, buku, majalah, dan petani dalam
disiplin ilmu lain. 3. Jenis pengikut. Tipe petani ini merupakan kebalikan dari tipe
pembelajar dan pionir. Jika tipe pionir adalah petani yang
suka menemukan hal baru, tipe pengikut lebih suka pasif.
Mereka hanya akan ikut menanam jika temannya berhasil.
4. Jenis debat. Jika tipe pembelajar mendapat informasi baru
setiap kali mendengar dan mencoba, maka akan terjadi
sebaliknya ketika berhadapan dengan tipe debat. Tipe
pendebat adalah tipe petani yang menyukai konflik, terutama
pada masalah teknis (Cita, 2016).
Dalam mencapai pemberdayaan pertanian yang sesuai menurut Edi
Suharto dalam Alfitri pencapaian pelaksanaan secara proses menuntun
kearah yang diinginkan, dapat diterapkan melalui pendekatan yang
terbagi 5P yaitu sebagai berikut:
1. Pemungkinan, merupakan sebuah proses memunculkan
keadaan agar masyarakat dapat berproses kembang dengan
sebaik mungkin. Sehingga dari diri masyarakat yang
terhambat harus di bebaskan sehingga tidak ada penghalang
dari potensi yang ada didiri masyarakat.
2. Penguatan, untuk memecahkan suatu masalah yang ada pada
masyarakat maka masyarakat tersebut harus diberi
penguatan pengetahuan dan kemampuan. Sehingga
masyarakat akan merasa percaya diri atas kemampuan yang
dimilikinya dengan demikian akan menciptakan masyarakat
yang mandiri.
3. Perlindungan, adanya perlindungan terhadap suatu
kelompok yang lemah terhadap kelompok yang kuat
sehingga menghindari persaingan yang tidak seimbang.
4. Penyokongan, yaitu adanya dukungan bagi masyarakat
untuk mampu melakukan peran dan tugasnya.
Pemberdayaan sendiri memang harus memberikan dukungan kepada masyarakat agar dapat menjalankan
tugasnya dan tidak merasa terpinggirkan.
5. Pemeliharaan, memelihara keadaan yang merata agar setiap
individu merasa berpotensi untuk mengusahakan dirinya
lebih baik.
Upaya yang perlu dilakukan dalam memberdayakan masyarakat,
dapat dilihat dari tiga sisi menurut Sumodiningrat (Kartasasmita, 1997).
Pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi
masyarakat berkembang (enabling).
Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat
(empowering).
Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi (Protecting).
Perlindungan untuk kelompok yang lemah untuk tidak di eksploitasi oleh
kelompok kuat.
Dalam proses pemberdayaan petani dapat dilakukan menggunakan
proses penyuluhan. Penyuluhan dalam arti umum adalah ilmu sosial yang
mempelajari suatu sistem dan proses perubahan untuk individu beserta
masyarakat agar apa yang ingin dilakukan atau dilaksanakan dapat
terwujud perubahan yang lebih baik sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam bukunya Van Den Ban dkk, (1999) dituliskan bahwa penyuluhan
merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi
informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan
pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar (Usman, 2019).
Pemberdayaan melalui penyuluhan dapat mengarah kepada
pemberdayaan pertanian secara berkelanjutan, karena dengan
penyuluhan dapat mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh
masyarakat. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Setiawan (2011:27)
tujuan pemberdayaan adalah mencari langkah berkelanjutan untuk
meningkatkan kapasitas masyarakat tak berdaya sehingga mereka
memiliki kemampuan otonom mengelola seluruh potensi sumberdaya
yang dimilikinya (Kusmana & Garis, 2019). Selanjutnya proses pemberdayaan petani juga dapat dilakukan
menggunakan sebuah progam. Bhinardi (2017.23) Pemberdayaan berarti
memberdayakan atau mengupayakan pemberdayaan dengan cara
memberdayakan, memberdayakan, atau melimpahkan wewenang kepada
pihak lain. Pemberdayaan adalah proses yang kompleks. Artinya, proses
aktif antara motivator, fasilitator, dan kelompok masyarakat yang perlu
diberdayakan melalui kesempatan untuk memberikan pengetahuan,
keterampilan, berbagai alat, dan akses ke sistem sumber daya untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Guna untuk memberdayakan
petani, pemerintah sebagai fasilitator seringkali perlu fokus pada banyak
bidang dan mempertimbangkan banyak faktor (Khusna, Fadhilah
Kurniati, & Muhaimin, 2019).
Pengertian Pemberdayaan (skripsi, tesis, disertasi)
Mengacu pada kamus Besar Bahasa Indonesia, pemberdayaan
secara etimologis berasal dari kata daya yang berarti kemampuan untuk
melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak. Mendapat awalan bermenjadi ‘berdaya’ artinya berkekuatan, berkemampuan, bertenaga,
mempunyai akal untuk mengatasi suatu masalah. Mendapat awalan dan
akhiran pe-an sehingga menjadi pemberdayaan yang dapat diartikan
sebagai usaha, proses menjadikan untuk mampu membuat, dapat
bertindak atau melakukan sesuatu untuk diarahkan menuju kearah yang
lebih baik.
Pemberdayaan merupakan sebuah proses yang dilakukan sebuah
lembaga untuk menciptakan suasana masyrakat yang lebih baik.
Pemberdayaan sendiri dapat diartikan sebagai upaya untuk
memberikan daya (Empowerment) atau penguatan (Strengthening)
kepada masyarakat. Menurut Sukino (2013) Empowerment artinya
merupakan suatu peningkatan kemampuan yang sesungguhnya
potensinya ada. Dimulai dari status kurang berdaya menjadi lebih
berdaya, sehingga lebih bertanggung jawab. Karena empowerment
asalnya dari kata “power” yang artinya “control, authority, diminion”.
Awalan “emp” artinya “on put to” atau “to cover with” jelasnya “more
power” jadi empowering artinya “is passing on authority and
responsibility” yaitu Attention: lebih berdaya dari sebelumnya dalam arti
wewenang dan tanggung jawabnya termasuk kemampuan individual
yang dimilikinya. Dari pengertian tersebut pemberdayaan merupakan
20
sebuah metode yang dilakukan untuk meningkatkan sebuah daya atau
potensi yang dimiliki masyarakat secara individu maupun kelompok.
Winarmi dalam Suryana (2010:18) mengungkapkan bahwa “Inti
dari pemberdayaan adalah meliputi tiga hal yaitu pengembangan
(enabling), memperkuat daya (empowering), dan terciptanya
kemandirian”.Oleh karena itu, umumnya sasaran dari pemberdayaan
biasanya masyarakat yang tergolong masih atau belum berdaya secara
material maupun non material agar dapat mengembangkan segala potensi
yang dimiliki hingga masyarakat menjadi mandiri. Keberdayaan
masyarakat oleh Sumodiningrat diartikan sebagai kemampuan
individu yang bersenyawa dengan masyarakat dalam membangun
keberdayaan masyarakat yang bersangkutan.
Secara konsep pemberdayaan lahir sebagai antitesis terhadap model
Model pengembangan dan industrialisasi yang kurang populer dalam
kebanyakan kasus, konsep ini dikemukakan oleh Mardikanto dan
Poerwako serta didasarkan pada kerangka logis sebagai berikut:
1. Proses pemusatan tenaga dibangun dari pemusatan tenaga faktorfaktor produksi.
2. Pemusatan kekuatan faktor produksi akan menciptakan masyarakat
pekerja dan orang-orang yang merupakan pengusaha di daerah
sekitarnya.
3. Kekuasaan membangun sistem pengetahuan, membangun sistem
sistem politik, hukum dan ideologi operasional untuk memperkuat
pembenaran.
4. Pelaksanaan sistem pengetahuan, sistem politik, sistem hukum dan
idiologi secara sistematik akan menciptakan dua kelompok
masyarakat, yaitu masyarakat berbudaya dan masyarakat tuna-daya.
Akhirnya yang terjadi ialah dikotonom, yaitu masyarakat yang
berkuasa dan masyarakat yang dikuasai. Untuk membebaskan situasi
menguasai dan dikuasai, maka harus dilakukan pemberdayaan melalui
21
proses pemberdayaan bagi yang lemah (empowerment of the
powerles).
Dalam proses pemberdayaan, ada tahapan-tahapan yang perlu
dilakukan. Menurut Wrihatnolo dan Dwidjowijoto, pemberdayaan
memiliki tiga fase. Pertama adalah penyadaran, proses tersebut
merupakan keberdayaan yang membuat masyarakat sadar bahwa setiap
manusia memiliki potensi untuk dikerahkan. Kedua adalah
pengkapasitasan, merupakan tahapan-tahapan dimana dapat dicapai
ketika masyarakat sudah pernah mendapatkan pengalaman penggunaan
potensi yang dimiliki. Ketiga adalah pendayaan, tahapan tersebut
merupakan proses pemberian berupa kewenangan (otoritas) atau
kesempatan untuk mengembangkan potensi untuk mencapai manusia
yang mandiri (Endah, 2020).
Pemberdayaan merupakan sebuah konsepan yang mengarah
keproses perkembangan individu maupun kelompok kestatus hidup yang
lebih baik dari sebelumnya. Taylor da Mc Kenzie mengatakan bahwa
tujuan filosofisnya adalah untuk memberikan motivasi atau dorongan
kepada masyarakat dan individu agar menggali potensi yang ada pada
dirinya untuk ditingkatkan kualitasnya, sehingga akhirnya mampu
mandiri.
Sedangkan menurut Soeharto (2010) Tujuan utama pemberdayaan
adalah untuk memperkuat kekuasaan Masyarakat, terutama kelompok
lemah, karena keadaan internal (persepsi mereka sendiri) dan oleh
kondisi eksternal (ditekan oleh struktur sosial yang tidak berlaku adil).
Untuk sepenuhnya memahami tentang Pemberdayaan perlu diketahui
tentang konsep kelompok lemah dan penyebab ketidakberdayaannya.
Secara klasifikasi kelompok lemah atau tidak berdaya dapat
diindikasikan sebagai berikut :
Pertama, masyarakat yang lemah secara struktural. Masyarakat tersebut
seringkali merupakan kelompok minoritas karena rentan secara sosial ekonomi, gender dan etnis, dan diskriminatif dalam berbagai aspek yang
dapat disalahgunakan, dan seringkali berujung pada ketidakadilan.
Kedua, Lemah secara khusus. Merupakan yang sangat rentan adalah
mereka yang sering terpinggirkan, seperti orang tua, anak-anak, remaja,
kaum gay dan lesbian, serta penyandang disabilitas.
Ketiga, Lemah secara personal. Rentan secara pribadi adalah masyarakat
dengan masalah di bidang individu atau keluarga (Hamid., 2018).
Selanjutnya bagian dari tujuan pemberdayaan merujuk pada
keadaan atau hasil yang dicapai oleh sebuah perubahan sosial yaitu
masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau pengetahuan dan
kemampuan dalam memahami kebutuhan hidupnya. keberhasilan
dalam pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari keberdayaan
mereka yang menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan
mengakses manfaat kesejahteraan, dan kemampuan kultural dan
politk.
Pemberdayaan masyarakat tercermin dari tingkat partisipasi
masyarakat yang diberdayakan untuk mendukung pembangunan yang
dicapai. Pemberdayaan masyarakat meliputi pengelolaan dan
pemanfaatan seluruh sumber daya alam dan sumber daya manusia untuk
memperkuat masyarakat (Adisasmita, 2006).
Indikator pemberdayaan yang dilakukan untuk pembangunan
terbagi dalam beberapa aspek, yaitu Pertama, pada sisi input atau
masukan, situasi meliputi bakat, perencanaan, sarana, peralatan atau
fasilitas, teknologi dan data yang dibutuhkan untuk pengembangan.
Kedua, aspek proses, .meliputi pelaksanaan, evaluasi dan pengawasan.
program pembangunan. Ketiga, aspek keluaran, hasil meliputi tujuan
yang ingin dicapai, efektivitas dan efisiensi program pembangunan yang
dilaksanakan sesuai dengan rencana yang disusun untuk mencapai hasil
yang diinginkan (Candra, 2019).
Partisipasi (skripsi, tesis, disertasi)
Pemberdayaan tidak semata-mata menekankan pada hasil (output) namun
juga menekankan pada proses. Oleh karena itu ukuran keberhasilan pemberdayaan
adalah seberapa besar tingkat partisipasi atau keberdayaan yang dilakukan oleh
masyarakat. Semakin banyak masyarakat yang terlibat dalam proses tesebut, maka
semakin berhasil kegiatan pemberdayaan tersebut. Keberdayaan dalam konteks
masyarakat merupakan kemampuan individu untuk berpartisipasi aktif dalam
masyarakat. Tingkat partisipasi ini meliputi partisipasi secara fisik, mental, dan juga
manfaat yang diperoleh oleh individu yang bersangkutan (Anwas, 2014).
Partisipasi secara umum dapat diartikan sebagai keikutsertaan seseorang
atau sekelompok anggota masyarakat dalam suatu kegiatan (Theresia dkk, 2014)..
Partisipasi dapat pula didefinisikan sebagai proses di mana individu, kelompok,
ataupun organisasi secara sukarela memilih untuk terlibat aktif di dalam
keseluruhan proses kegiatan yang berdampak pada kehidupan mereka mulai dari
tahap pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian
(pemantauan, evaluasi, pengawasan), pemanfaatan hasil dari kegiatan yang
dilakukan, serta menjalin kemitraan dengan berbagai pihak terkait (Reed, 2008;
Anwas, 2014; Mardikanto dan Soebiato, 2015).
Theresia dkk (2014) menyebutkan bahwa dalam kegiatan pembangunan,
partisipasi masyarakat merupakan perwujudan kesadaran dan kepedulian serta
tanggung jawab masyarakat terhadap pentingnya pembangunan yang bertujuan
untuk memperbaiki mutu hidup mereka. Dengan kata lain, melalui partisipasi maka
23
masyarakat menyadari sepenuhnya bahwa kegiatan pembangunan bukan hanya
kewajiban yang harus dilaksanakan oleh aparat pemerintahan sendiri, namun juga
menuntut keterlibatan masyarakat yang akan diperbaiki kualitas hidupnya.
Berdasarkan tingkatan atau tahapan partisipasi, Wilcox (1998) dalam
Theresia dkk (2014) membagi partisipasi dalam lima tingkatan yaitu :
1. Memberikan informasi (Information).
2. Konsultasi (Consultation) yaitu menawarkan pendapat, tetapi tidak terlibat
dalam implementasi ide dan gagasan tersebut.
3. Pengambilan keputusan bersama (Deciding together), dalam arti tidak hanya
sekedar memberikan pendapat namun terlibat secara aktif dalam proses
pengambilan keputusan seperti memberikan dukungan terhadap ide, gagasan,
pilihan, serta mengembangkan peluang yang diperlukan guna pengambilan
keputusan.
4. Bertindak bersama (Acting together), dalam arti tidak sekedar ikut dalam
pengambilan keputusan tetapi juga terlibat dan menjalin kemitraan dalam
pelaksanaan kegiatannya.
5. Memberikan dukungan (Supporting independent community interest) di mana
kelompok lokal menawarkan pendanaan, nasehat, dan dukungan lain untuk
mengembangkan agenda kegiatan.
Pretty (1995) sebagaimana yang dikutip oleh Iqbal (2007) membedakan
partisipasi dalam tujuh tipologi yaitu :
1. Passive participation yaitu masyarakat berpartisipasi berdasarkan informasi
yang mereka terima dari pihak luar tentang apa yang sedang atau telah terjadi.
2. Participation in information giving yaitu masyarakat berpartisipasi dengan
menjawab pertanyaan penelitian dari pihak luar (seperti kuesioner), di mana
akurasi hasil penelitian tidak dibahas bersama masyarakat dan masyarakat tidak
diberi kesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi di dalam prosesnya.
3. Participation by concultation yaitu masyarakat berpartisipasi melalui konsultasi
dengan pihak luar di mana pihak luar tersebut mengidentifikasi, menganalisis,
sekaligus mencari solusinya. Dalam partisipasi ini masih tidak ada peluang
untuk pembuatan keputusan bersama.
24
4. Participation for material incentive yaitu masyarakat berpartisipasi dengan
menyediakan sumber daya yang dimilikinya atas pertimbangan insentif.
Masyarakat tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran dan andil atau
partisipasi masyarakat akan terhenti seiring dengan berakhirnya pemberian
insentif tersebut.
5. Functional participation yaitu masyarakat berpartisipasi dalam bentuk
kelompok yang berkaitan dengan tujuan proyek. Keterlibatan pihak luar dan
pembentukan kelompok biasanya setelah ada keputusan utama yang disepakati.
6. Interactive participation yaitu masyarakat berpartisipasi melakukan analisis
kolektif dalam perumusan kegiatan aksi melalui metode interdisplin yang
mencari keragaman perspektif dalam proses pembelajaran yang terstruktur dan
sistemik. Masyarakat memiliki peran untuk mengontrol atau mengawasi atas
pelaksanaan keputusan mereka dan berkepentingan untuk menjaganya sekaligus
memperbaiki struktur dan kegiatan yang dilakukan.
7. Self-mobilization yaitu masyarakat berpartisipasi dengan cara mengambil
inisiatif sendiri secara bebas dengan tidak dipengaruhi oleh pihak luar untuk
mengubah sistem atau nilai yang mereka miliki. Pihak luar hanya diminta
bantuan (teknis dan sumber daya) sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan
masyarakat memegang kendali atas pemanfaatan sumber daya yang ada.
Sementara itu dari berbagai definisi atau konsep mengenai partisipasi,
Samah dan Aref (2011) mencoba merangkum dan membagi partisipasi menjadi dua
tipologi yaitu partisipasi sebagai alat atau cara dan partisipasi sebagai tujuan akhir.
Sebagai alat, partisipasi dianggap sebagai medium atau instrumen untuk mencapai
tujuan/sasaran yang telah ditentukan sebelumnya yang mungkin tidak sesuai
dengan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat sebenarnya. Dalam situasi ini,
tujuan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya baik oleh
pemerintah ataupun lembaga lainnya lebih penting dibandingkan dengan tindakan
partisipasi itu sendiri. Masyarakat sebagai partisipan tidak diberikan kesempatan
untuk dapat menentukan atau mempengaruhi pengambilan keputusan. Partisipasi
masyarakat hanya dalam bentuk pemberian informasi sebagai input dalam program
yang direncanakan.
25
Bentuk lainnya dari partisipasi sebagai alat yakni memobilisasi masyarakat
untuk menyelesaikan suatu pekerjaan/program berdasarkan tujuan pembangunan
yang diarahkan oleh pemerintah atau pihak eksternal lainnya (pendekatan topbottom). Dalam fenomena tersebut partisipasi berubah menjadi suatu keadaan yang
pasif dan statis yang kemudian dapat menjadi partisipasi yang diinduksi atau
bahkan dipaksakan, atau partisipasi yang bersifat manipulatif.
Adapun sebagai tujuan, partisipasi berfokus sebagai proses di mana
masyarakat dilibatkan secara langsung di dalam merumuskan, memutuskan dan
mengambil bagian dalam proses pembangunan. Hal ini merupakan bentuk
partisipasi yang aktif dan permanen di mana keterlibatan langsung masyarakat tidak
hanya untuk membantu mempertahankan atau menjaga kelangsungan dari suatu
proyek, namun memperluas keterlibatan individu masyarakat di dalamnya. Ciri dari
partisipasi sebagai proses adalah masyarakat diberi kesempatan untuk dapat
merumuskan program pengembangan atau pembangunan mereka sendiri atau
memiliki pengaruh di dalam proses pengambilan keputusan suatu proyek yang
dilakukan untuk mereka. Dalam hal ini, partisipasi sebagai sebuah proses dapat
membantu masyarakat untuk mengembangkan kapasitas atau kemampuannya,
mengenali dan meningkatkan potensi yang ada pada diri mereka, dan menyediakan
kesempatan bagi mereka untuk dapat memiliki pengaruh dan kendali atas
kehidupan mereka sendiri.
Pada dasarnya keinginan individu atau masyarakat untuk terlibat dalam
suatu kegiatan tertentu didorong oleh persepsi mereka terhadap manfaat yang akan
mereka peroleh. Tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat turut
dipengaruhi oleh persepsi mereka terhadap manfaat yang akan diterimanya dari
proyek yang dijalankan (Hedge dan Bull ,2011; Yanto, 2013; Bennett dan Dearden,
2014). Selain itu juga dipengaruhi oleh tingkat pemahaman mereka terhadap makna
yang terkandung dalam kegiatan tersebut seperti apa yang menjadi tujuan serta
proses yang berlangsung dalam setiap tahapan kegiatannya. Oleh karena itu setiap
aktivitas pemberdayaan perlu didasarkan pada adanya manfaat yang akan dirasakan
oleh masyarakat dan kejelasan dalam setiap tahapan kegiatannya (Anwas, 2014).
Selain manfaat langsung yang dirasakan, menurut Winarto (2003) sebagaimana
26
dikutip oleh Pujiastuti (2011) masyarakat akan tergerak untuk berpartisipasi apabila
partisipasi dilakukan melalui organisasi yang sudah dikenal atau yang sudah ada di
tengah masyarakat yang bersangkutan, manfaat yang diperoleh dapat memenuhi
kepentingan masyarakat setempat, dan dalam proses partisipasi terdapat jaminan
kontrol oleh masyarakat.
Beberapa faktor yang turut mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat
dalam kegiatan pengelolaan hutan antara lain tingkat pendidikan, umur, jumlah
anggota keluarga, pendapatan, dan persepsi masyarakat terhadap program yang
ditawarkan (Dipokusumo, 2011; Predo, 2003). Kebiasaan-kebiasaan lama yang ada
di dalam masyarakat setempat juga merupakan faktor yang perlu diperhatikan
seperti pengaruh yang diimiliki oleh tokoh masyarakat, tokoh agama, atau pemuka
adat. Keberadaan mereka merupakan komponen yang turut berpengaruh di dalam
menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi pada suatu kegiatan. Pemimpin
yang bergaya karismatik dapat meningkatkan partisipasi masyarakat di sekitarnya.
Sebaliknya pemimpin yang bergaya otoriter dan manipulatif tidak banyak diikuti
karena sifatnya yang tidak transparan dan cenderung mengambil keputusan sendiri
sehingga menghambat partisipasi masyarakat (Sinha dan Suar, 2005).
Slamet (2003) menyebutkan bahwa terdapat tiga unsur pokok yang sangat
menentukan tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat dalam
pembangunan yaitu :1) adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat
untuk berpartisipasi; 2) adanya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi; dan 3)
adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi. Sejalan dengan pernyataan
tesebut, Suprayitno dkk (2011) dalam penelitiannya juga menyebutkan bahwa
motivasi dan tingkat kemampuan memiliki pengaruh terhadap tingkat partisipasi
petani sekitar hutan dalam pengelolaan hutan. Motivasi untuk meningkatkan
pendapatan merupakan salah satu aspek yang berpengaruh terhadap tingkat
partisipasi sedangkan untuk faktor kemampuan terdiri dari 3 aspek yang memiliki
pengaruh terhadap tingkat partisipasi yaitu kemampuan teknis, kemampuan sosial
dan kemampuan manajerial.
Langganan:
Postingan (Atom)