Tampilkan postingan dengan label Psikolog. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Psikolog. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 31 Agustus 2024

Pengendalian Internal


Pengendalian Internal menurut COSO merupakan sebuah proses yang
dipengaruhi oleh dewan direksi entitas, manajemen, dan personil lainnya, dirancang
untuk menyediakan jaminan yang layak mengenai pencapaian tujuan efektivitas
dan efisiensi operasi, keandalan laporan keuangan, serta kepatuhan terhadap
peraturan dan hukum yang berlaku (Gelinas & Dull, 2008:216). Terdapat 5 (lima)
komponen dalam kerangka kerja pengendalian internal yang saling behubungan
(Internal Control – Integrated Framework) yaitu :

  1. Lingkungan pengendalian (control environment)
  2. Penilaian risiko (risk assessment)
  3. Aktivitas pengendalian (control activities)
  4. Informasi dan komunikasi (information and communication)
  5. Pemantauan (monitoring)

Manfaat Manajemen Risiko


Dengan diterapkannya manajemen risiko di suatu perusahaan ada beberapa
manfaat yang akan diperoleh, yaitu (Fahmi, 2014):
a. Perusahaan memiliki ukuran kuat sebagai pijakan dalam mengambil keputusan,
sehingga para manajer menjadi lebih berhati-hati (prudent) dan selalu
menempatkan ukuran-ukuran dalam berbagai keputusan.
b. Mampu memberi arah bagi suatu perusahaan dalam melihat pengaruh-pengaruh
yang mungkin timbul baik secara jangka pendek dan jangka panjang.
c. Mendorong para manajer dalam mengambil keputusan untuk selalu
menghindari risiko dan menghindari dari pengaruh terjadinya kerugian
khususnya kerugian dari segi finansial.
d. Memungkinkan perusahaan memperoleh risiko kerugian yang minimun.
e. Dengan adanya konsep manajemen risiko (risk management concept) yang
dirancang secara detail maka artinya perusahaan telah membangun arah dan
mekanisme secara sustainable (berkelanjutan).

Definisi Manajemen Risiko


Manajemen risiko adalah suatu bidang ilmu yang membahas tentang
bagaimana suatu organisasi menerapkan ukuran dalam memetakan berbagai
permasalahan yang ada dengan menempatkan berbagai pendekatan manajemen
secara komprehensif dan sistematis (Fahmi, 2014:2).
Manajemen risiko organisasi adalah suatu sistem pengelolaan risiko yang
dihadapi oleh organisasi secara komprehensif untuk tujuan meningkatkan nilai
perusahaan (Hanafi, 2009:18). Menurut SBC Warburg, manajemen risiko
merupakan seperangkat kebijakan, prosedur yang lengkap, yang dimiliki organisasi
untuk mengelola, memonitor, dan mengendalikan pengungkapan organisasi
terhadap risiko. Sedangkan menurut Lam James, Enterprise Risk Management
adalah kerangka yang komprehensif, terintegrasi, untuk memaksimalkan nilai
perusahaan

Jenis Risiko


Risiko beragam jenisnya mulai dari risiko kecelakaan, kebakaran, risiko
kerugian, fluktuasi kurs, perubahan tingkat bunga, dan lainnya. Salah satu cara
untuk mengelompokkan risiko adalah dengan melihat tipe-tipe risiko. Risiko bisa
dikelompokkan ke dalam dua tipe risiko, yaitu risiko murni dan risiko spekulatif
(Hanafi 2009).

  1. Risiko murni (pure risks)
    Risiko murni merupakan risiko dimana kemungkinan kerugian ada, tetapi
    kemungkinan keuntungan tidak ada. Sehingga menitikberatkan pada potensi
    kerugian untuk risiko tipe ini. Berikut merupakan tipe-tipe risiko murni :
    a. Risiko aset fisik
    Risiko aset fisik merupakan risiko yang terjadi karena kejadian tertentu
    berakibat buruk (kerugian) pada aset fisik organisasi.
    b. Risiko karyawan
    Risiko karyawan organisasi mengalami peristiwa yang merugikan, seperti
    kecelakaan kerja mengakibatkan karyawan cedera, dan kegiatan operasional
    perusahaan terganggu.
    c. Risiko legal
    Risiko legal merupakan risiko kontrak tidak sesuai dengan yang diharapkan
    atau dokumentasi yang tidak benar.
  2. Risiko spekulatif
    Risiko spekulatif merupakan risiko dimana kita mengharapkan terjadinya
    kerugian dan juga keuntungan. Potensi kerugian dan keuntungan ditekankan
    dalam jenis risiko ini. Contoh tipe risiko ini adalah usaha bisnis, karena dalam
    bisnis, seseorang mengaharapkan keuntungan, meskipun ada potensi kerugian
    yang dapat terjadi dalam menjalankan bisnisnya. Berikut merupakan tipe-tipe
    risiko spekulatif :
    a. Risiko pasar
    Risiko pasar merupakan risiko yang terjadi dari pergerakan harga atau
    volatilitas harga pasar, seperti harga pasar saham portofolio perusahaan
    mengalami penurunan, yang mengakibatkan kerugian dialami perusahaan.
    b. Risiko kredit
    Risiko disebabkan oleh rekanan gagal memenuhi kewajibannya kepada
    perusahaan, seperti piutang dagang yang tidak tertagih.
    c. Risiko likuiditas
    Risiko likuiditas merupakan risiko perusahaan tidak bisa memenuhi kebutuhan
    kas, atau risiko tidak bisa menjual aset dengan cepat karena ketidaklikuidan atau
    gangguan pasar.
    d. Risiko operasional
    Risiko kegiatan operasional tidak berjalan lancar dan mengakibatkan kerugian
    seperti kegagalan sistem, human error, pengendalian dan prosedur yang kurang
    memadai.

Definisi Risiko


Risiko dapat ditafsirkan sebagai bentuk keadaan ketidakpastian tentang
suatu keadaan yang akan terjadi nantinya (future) dengan keputusan yang diambil
berdasarkan berbagai pertimbangan pada saat ini. Menurut Griffin (2002), risiko
adalah uncertainty about future events. Adapun Joel G. Siegel dan Jae K. Shim
mendefinisikan risiko pada tiga hal sebagai berikut :
“Pertama adalah keadaan yang mengarah kepada sekumpulan hasil khusus,
dimana hasilnya dapat diperoleh dengan kemungkinan yang telah diketahui
oleh pengambil keputusan, kedua adalah variasi dalam keuntungan,
penjualan, atau variabel keuangan lainnya, dan yang ketiga adalah
kemungkinan dari sebuah masalah keuangan yang mempengaruhi kinerja
operasi perusahaan atau posisi keuangan, seperti risiko ekonomi,
ketidakpastian politik, dan masalah industri”.
Menurut Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway
Commission (COSO), risiko didefinisikan sebagai suatu kemungkinan yang dapat
terjadi dan memberikan dampak terhadap pencapaian strategi dan tujuan. Hanafi
(2006:1) menyebutkan bahwa risiko adalah bahaya, akibat atau konsekuensi yang
dapat terjadi akibat sebuah proses yang sedang berlangsung atau kejadian yang akan
datang. Sedangkan menurut Vaughan (1978), risiko memiliki beberapa arti dan
definisi, yaitu:

Risiko

Risiko selalu dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya kerugian usaha
atau memberikan dampak negatif terhadap pencapaian usaha, baik usaha
perorangan maupun perusahaan (Yunisa, 2018). Setiap kegiatan senantiasa
berhadapan dengan risiko. Risiko yang dihadapi setiap pelaku usaha tentunya akan
berbeda-beda, tergantung jenis kegiatan usaha yang dilakukan (Kasidi, 2010:11)

Failure Mode and Effect Anaylisi (FMEA)


Failure Mode and Effect Anaylisi merupakan suatu metode evaluasi dan
keselamatan, performasi system, maintabilitas, dan kebutuhan perawatan. Setiap
failure potensial diranking dari tingkat kepentingan dan dampaknya agar dapat
dilakukan tindakan preventif agar mengurangi ataupun mengeliminasi risiko
failure
Tujuan dari FMEA adalah untuk mengetahui dampak dari failure dalam system
operasi kemudian mengklasifikasi dampak setiap failure fungsi dalam tingkatan
kepentingganya. Menurut Christoper. et al (2003) FMEA merupakan alat yang
seharusnya digunakan oleh pihak management dalam mengelola risiko,
khususnya digunakan oleh pihak management dalam mengelola risiko,
khususnya untuk eksekusi tahap analisis, yaitu pengidentifikasian risiko,
pengukuran risiko, dan pembuatan prioritas risiko. Dalam FMEA ada tiga factor
yang terkait dengan nilai risiko yang secara standart ditetapkan sebagai factor
yang dinilai terkait dengan nilai risiko yang secara standart ditetapkan sebagai
factor yang setara dengan perkalian likelihood dan consequence yaitu :
Severity (S) merupakan tingkat dampak yang disebabkan oleh mode
kegagalan atau kejadian risiko
Occurrence (O) merupakan tingkat probabilitas atau frekuensi kegagalan
dapat terjadi
Detectability Detection (D), merupakan tingkat kemampuan mendeteksi
kegagalan efek kegagalan tersebut benar – benar terjadi.
Proses identifikasi, pengukuran dan penyusunan prioritas risiko mengunakan
FMEA menurut Christopher, et al (2003) sebagai berikut :

Risiko dan Manajemen Risiko


Pengertian mengenai risiko hingga saat ini masih beragam. Beberapa pengertian
dari risiko antara lain : Risiko adalah ancaman untuk mencapai tujuan entitas
(IIARF, 2003), Risiko merupakan penyebaran atau penyimpangan hasil actual
dari hasil yang diharapkan (Hermawan Darmawi), Risiko adalah kondisi dimana
adanya exposure to adversity (Reto Gallati (2003), dan Risiko adalah
kemungkinan terjadinya sesuatu yang akan mepengaruhi objek, dan hal ini
diukur dengan frekuensi dan konsekuensi. Sedangkan Manajemen Risiko adalah
sebuah proses dan struktur yang diarahkan menuju manajemen yang efektif (The
Australian New Zealand Standart for Risk) (AS/NZS 4360:1999) Hilson (2001),
dan Menurut Djojosoedarso (2003) Manajemen Risiko adalah pelaksanaan
fungsi-fungsi manajemen dalam penanggulangan risiko, termasuk risiko yang
dihadapi oleh organisasi atau perusahaan, keluarga dan masyarakat.
Menjelaskan bahwa risiko memiliki makna ganda yaitu dengan efek positif yang
disebut sebagai kesempatan atau opportunity, dan risiko yang membawa efek
negative yang disebut dengan ancaman atau theat. Namun risiko pada umumnya
dilihat sebagai sesuatu yang negative, seperti kehilangan, bahaya dan
konsekuensi lainnya. Risiko lebih dikaitkan dengan kerugian yang dikaitkan
oleh kejadian yang mungkin terjadi dalam waktu tertentu (Frosdick, 1997).
Kerugian tersebut sebenarnya merupakan bentuk ketidakpastian yang
seharusnya dimengerti dan diolah secara efektif oleh perusahaan sebagai bagian
dari strategi, sehingga dapat menjadi nilai tambah dan mendukung pencapaian
tujuan perusahaan. Dengan demikian risiko dapat dikatakan sebagai suatu
kesempatan, dalam terminology kuantitatif, dari suatu kejadian bahaya yang
didefinisikan. Terminologi dimaksud didapat dari pengukuran probabilitas
terjadinya suatu kejadian dan dikombinasikan dengan pengukuran konsekuensi
dan kejadian tersebut (Norman dan Jansson, 2004).
Tujuan Manajemen Risiko menurut The Australia New Zealand Standart for
Risk (AS/NZS 4360:1999), adalah agar perusahaan dapat meminimumkan
kerugian memaksimalkan kesempatan yang dapat mempengaruhi perusahaan.
Manajemen Risiko bukan merupakan hal baru dan sudah menjadi bagian dari
aktivitas manajemen yang perlu dilakukan (Shortreed et al, 2003). Dalam
aplikasinya terdapat lebih dari delapan puluh kerangka kerja Manajemen Risiko
yang digunakan di seluruh dunia. Kerangka kerja tersebut tidak selalu sama
disetiap organisasi, pada umumnya melalui tahap adaptasi dengan keaadaan
organisasi, / seharusnya mampu mengkomodasi reduksi, pengambilan keputusan
atau manajemen korporasi dan penaksiran risiko serta pengambilan tindakan
pada risiko. Adapun kerangka kerja manajemen risiko yang digunakan adalah
The Australia New Zealand Standart for Risk (AS NZS 4360 :1999 ).
Menurut Shortreed et al (2003), The Australian New Zealand Standart for Risk
(AS / NZS 4360:1999) memiliki beberapa keungulan dibanding standar lainnya
yaitu mencakup adannya feddback loop dan monitor secara continue, juga
adanya komunikasi dan konsultasi, selain itu juga ada tahapan dimana pihak
pengambil keputusan dan penganalisa melakukan inisiasi awal yang disebut
sebagai contexs, adannya penetapan criteria mengenai risiko seperti apa yang
akan dianalisa terlebih dahulu didefinisikan, dan memisahkan antara risiko yang
tidak dapat diterima. Berikut adalah penjelasan singkat langkah – langkah dalam
manajemen risiko menurut The Australian New Zealand Standart for Risk
(AS/NZS 4360 : 1999)

Standar Audit Kepabeanan


Di Indonesia, audit kepabeanan dilakukan sesuai dengan standar audit
kepabeanan yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor
Per-31/BC/2016 tentang Standar Audit Kepabeanan dan Audit Cukai.
1). Standar Umum
a) Telah mendapat pendidikan dan memenuhi kompetensi teknis serta
memiliki keterampilan, pengetahuan, dan keahlian sebagai auditor.
b) Jujur dan bersih dari tindakan tindakan tercela serta senantiasa
mengutamakan kepentingan negara.
c) Menggunakan keterampilan dan kemampuannya secara cermat dan
seksama.
2). Standar pelaksanaan
a) Dilakukan persiapan pelaksanaan audit sesuai dengan tujuan audit.
b) Audit dilaksanakan berdasarkan metode audit dan teknik audit sesuai
dengan program audit yang telah disusun.
c) Temuan hasil audit harus didasarkan pada bukti yang kompeten dan cukup
berdasarkan data yang terukur dan sesuai dengan Undang-undang
Kepabeanan dan Undang-undang Cukai.
d) Audit dapat dilaksanakan di kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,
tempat tinggal atau temoat kedudukan auditee, tempat kegiatan usaha dan
pekerjaan auditee, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu oleh Tim Audit
pada jam kerja dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan di luar jam kerja.
e) KKA harus disusun dengan baik, dapat menggambarkan keseluruhan proses
audit dan digunakan sebagai dasar pelaporan pelaksanaan audit.
3). Standar Pelaporan
a) LHA disusun, ditandatangani oleh auditor dan diberi nomor dan tanggal
serta disampaikan kepada auditee dan/atau pihak yang terkait.
b) LHA disusun secara ringkas dan jelas, dengan memuat paling sedikit:
1) Ruang lingkup dan butir butir yang diperiksa sesuai dengan tujuan audit;
2) Kesimpulan tim audit yang didukung temuan audit terkait dengan tingkat
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan Kepabeanan dan
Cukai;
3) Rekomendasi tim audit
c) Kesimpulan dan/atau rekomendasi harus jelas dan objektif sehingga mudah
dipahami
d) Pelaporan hasil audit dapat mengungkapkan prosedur yang tidak atau belum
dapat diselesaikan selama proses audit dengan disertai alasan yang jelas.
e) Pelaporan hasil audit harus memuat pernyataan bahwa audit telah dilakukan
sesuai dengan standar audit
f) Dalam hal pelaporan hasil audit menyatakan bahwa audit tidak dapat
dilakukan sesuai dengan standar audit, tim audit harus mencantumkan
alasannya pada LHA.
g) Tanggung jawab auditor terbatas pada kesimpulan dan/atau rekomendasi,
sedangkan kebenaran data audit merupakan tanggung jawan auditee dan
pihak terkait

Kegiatan Audit Kepabeanan

  1. Perencanaan audit.
    Penentuan Objek audit dilakukan melalui analisis terhadap data yang terkait
    kegiatan kepabeanan, cukai, permintaan audit dan/atau informasi yang tersedia
    pada Direktorat Audit, Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama dengan
    menggunakan manajemen risiko.
    WCO (2012) dalam buku “Guidelines for PostClearance Audit (PCA)
    Volume 1” menjelaskan proses seleksi objek audit meliputi:
    a) Profil Importir
    b) Data Impor yang meliputi volume importasi, nilai pungutan negara, tarif
    dan klasifikasi, Nilai Pabean, Certificate of Origin, Pelabuhan muat, dan
    lain lain.
    c) Riwayat Auditee
    d) Informasi lain yang berhubungan seperti ketidaksesuaian dengan
    peraturan, profil negara asal barang, profil komoditi dan lain lain.
  2. Pelaksanaan audit.
    a) Pekerjaan lapangan.
    Pelaksanaan audit dibagi meliputi pekerjaan lapangan dan pekerjaan kantor.
    Pekerjaan lapangan adalah suatu pekerjaan dalam rangka audit yang
    dilakukan di tempat auditee yang dapat meliputi kantor, pabrik, tempat usaha,
    atau tempat lain yang diketahui ada kaitannya dengan kegiatan usaha auditee.
    Kegiatan yang dilakukan dalam pekerjaan lapangan meliputi:
    (1) Penyampaian Surat Tugas/Perintah dan Observasi;
    (2) Pengumpulan data dan informasi.
    b) Pekerjaan kantor.
    (1) Menguji dan menganalisa data dan informasi;
    (2) Penyusunan Kertas Kerja Audit (KKA);
    (3) Penyusunan Daftar Temuan Sementara (DTS);
  3. Pelaporan hasil audit.
    Laporan Hasil Audit (LHA) disusun berdasarkan Berita Acara Penghentian
    Audit (BAPA) atau Berita Acara Hasil Audit (BAHA). Dalam hal audit khusus
    yang dilakukan dalam rangka keberatan atas penetapan pejabat bea dan cukai
    dan audit investigasi, LHA disusun berdasarkan BAPA atau KKA. LHA yang
    disusun berdasarkan BAHA dibuat dalam bentuk panjang dan bentuk pendek.
    LHA digunakan sebagai dasar:
    (1) penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai;
    (2) penetapan Pejabat Bea dan Cukai;
    (3) penerbitan surat tindak lanjut; dan/atau
    (4) penerbitan surat tindak lanjut hasil audit cukai.

Wewenang, tujuan dan jenis audit kepabeanan


Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan audit terhadap orang yang
bertindak sebagai importir, eksportir, pengusaha tempat penimbunan sementara,
pengusaha tempat penimbunan berikat, pengusaha pengurusan jasa kepabeanan,
atau pengusaha pengangkutan sesuai Undang-Undang Kepabeanan.
Audit di bidang kepabeanan dan cukai bertujuan untuk mengetahui dan
menilai tingkat kepatuhan pengusaha terhadap peraturan perundang-undangan
kepabeanan, cukai, dan peraturan lainnya yang pelaksanaannya dibebankan kepada
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Audit di bidang kepabeanan dan cukai dibagi menjadi:
1). Audit umum.
Audit yang memiliki ruang lingkup pemeriksaan secara lengkap dan
menyeluruh terhadap pemenuhan kewajiban kepabeanan dan cukai.
Pelaksanaan audit umum bisa dilakukan secara terencana atau insidental. Audit
umum yang terencana dilakukan sesuai Daftar Rencana Objek Audit (DROA)
yang disusun setiap 6 (enam) bulan atau tiap semester sekali, berdasarkan
manajemen resiko. Sedangkan audit umum yang insidental (sewaktu-waktu)
dilakukan atas Perintah Direktur Jenderal, Permintaan Direktur, Kepala Kantor
Wilayah, Kepala Kantor Pelayanan Utama, Instansi diluar DJBC dan Informasi
Masyarakat. Audit umum ini disebut juga dengan post clearance audit, karena
dilakukan terhadap para pengusaha pelaku perdagangan setelah mereka
menyelesaikan kewajiban kepabeanannya.
2). Audit khusus.
Audit khusus merupakan audit yang memiliki ruang lingkup pemeriksaan
terhadap pemenuhan kewajiban kepabeanan tertentu. Contohnya adalah audit
dalam rangka keberatan atas penetapan pejabat Bea dan Cukai. Audit khusus
dilakukan sewaktu-waktu berdasarkan perintah-perintah Direktur Jenderal,
Permintaan Direktur, Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor Pelayanan
Utama, Instansi diluar DJBC dan Informasi Masyarakat, dengan skala prioritas.
3). Audit investigasi
Audit investigasi dilakukan untuk menyelidiki dugaan tindak pidana
kepabeanan/ cukai. Audit investigasi dilakukan sewaktu-waktu dalam hal
terdapat indikasi tindak pidana di bidang kepabeanan/cukai didasarkan pada
rekomendasi Direktur Penindakan dan Penyidikan (P2) atau Kepala Bidang
Penindakan dan Penyidikan. Pelaksanaan audit investigasi harus didahulukan
dari audit umum dan audit khusus guna penyelesaian secepatnya

Pengertian Audit di Bidang Kepabeanan


Audit di bidang kepabeanan dan cukai disebut juga dengan post clearance
audit, karena dilakukan terhadap para pengusaha pelaku perdagangan setelah
mereka menyelesaikan kewajiban kepabeanannya (customs clearance). Dalam
Technical Note 5 yang diterbitkan oleh World Customs Organization (WCO)
bersama dengan United Nation Conference on Trade and Development (UNCTAD)
(2011, 1), dijelaskan pengertian post clearance audit sebagai berikut:
Postclearance audit means auditbased Customs control performed
subsequent to the release of the cargo from Customs’ custody. The purpose
of such audits is to verify the accuracy and authenticity of declarations and
covers the control of traders’ commercial data, business systems, records and
books. Such an audit can take place at the premises of the trader, and may
take into account individual transactions, socalled “transactionbased”
audit, or cover imports and/or exports undertaken over a certain period of
time, socalled “company based” audit.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 200/PMK.04/2011 tentang Audit
Kepabeanan dan Audit Cukai sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 258/PMK.04/2016, dan Peraturan Direktur
Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-35/BC/2017 tentang Tatalaksana Audit
Kepabeanan dan Audit Cukai, definisi Audit Kepabeanan adalah:
“Kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang
menjadi bukti dasar pembukuan dan surat yang berkaitan dengan kegiatan
usaha, termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan
di bidang kepabeanan, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan
ketentuan perundangundangan di bidang kepabeanan”

Penerapan Manajemen Risiko


Setiap pimpinan dan pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan harus
menerapkan Manajemen Risiko dalam setiap pelaksanaan kegiatan dalam rangka
pencapaian sasaran. Penerapan Manajemen Risiko diwujudkan melalui
pengembangan budaya sadar risiko, pembentukan struktur Manajemen Risiko dan
penyelenggaraan Proses Manajemen Risiko.
Pelaksanaan Manajemen Risiko dilakukan oleh struktur Manajemen Risiko
yang terdiri dari:
a. Komite Manajemen Risiko di tingkat Kementerian
b. Komite Manajemen Risiko di tingkat Eselon I
c. UPR
d. Unit Kepatuhan Manajemen Risiko
e. Inspektorat Jenderal
Proses Manajemen Risiko terdiri atas tahapan sebagai berikut:
a. Komunikasi dan Konsultasi
Bentuk komunikasi dan konsultasi antara lain:
1) Rapat berkala
2) Rapat insidental
3) Focused group discussion
4) Forum pengelola risiko
b. Penetapan Konteks
Tahapan penetapan konteks meliputi:
1) Menentukan ruang lingkup dan periode penerapan manajemen risiko
2) Menetapkan sasaran organisasi
3) Menetapkan struktur Unit Pemilik Risiko (UPR)
4) Mengidentifikasi stakeholder
5) Mengidentifikasi peraturan perundang-undangan terkait
6) Menetapkan kategori risiko
7) Menetapkan kriteria risiko
8) Menetapkan matriks analisis risiko dan level risiko
9) Menetapkan selera risiko
c. Penilaian Risiko yang meliputi:
1) Identifikasi Risiko
a) Identifikasi risiko dan rencana penanganan risiko dari UPR di
atasnya yang relevan dengan tugas dan fungsi UPR yang
bersangkutan (topdown ).
b) Identifikasi risiko berdasarkan sasaran UPR yang bersangkutan
dengan melalui tahapan sebagai berikut:
a. Memahami sasaran organisasi
b. Mengidentifikasi kejadian risiko (risk event)
c. Mencari penyebab
d. Menentukan dampak
e. Menentukan kategori risiko
c) Identifikasi risiko berdasarkan input dari konsep profil risiko UPR
di level di bawahnya (bottomup )
2) Analisis Risiko
a) Menginventarisasi sistem pengendalian internal yang telah
dilaksanakan
b) Mengestimasi level kemungkinan risiko
c) Mengestimasi level dampak risiko
d) Menentukan besaran risiko dan level risiko
e) Menyusun peta risiko
3) Evaluasi Risiko
a) Menyusun prioritas risiko berdasarkan besaran risiko
b) Menentukan risiko utama
c) Menetapkan IRU (Indikator Risiko Utama)
d. Penanganan Risiko
1) Memilih opsi penanganan risiko yang dijalankan, dapat berupa:
a) Mengurangi kemungkinan terjadinya risiko
b) Menurunkan dampak terjadinya risiko
c) Mengalihkan risiko
d) Menghindari risiko
e) Menerima risiko
2) Menyusun rencana aksi penanganan risiko
3) Menetapkan level risiko residual harapan
4) Menjalankan rencana aksi penanganan risiko
5) Memantau risiko tersisa
e. Pemantauan dan revieu
1) pemantauan berkelanjutan (on going monitoring)
2) pemantauan berkala
3) reviu
4) audit manajemen risiko

Tujuan, Manfaat dan Prinsip Manajemen Risiko


Tujuan Manajemen Risiko di lingkungan Kementerian Keuangan adalah
sebagai berikut:
a. Meningkatkan kemungkinan pencapaian sasaran organisasi dan peningkatan
kinerja.
b. Mendorong manajemen yang proaktif dan antisipatif
c. Memberikan dasar yang kuat dalam pengambilan keputusan dan perencanaan.
d. Meningkatkan efektivitas alokasi dan efisiensi penggunaan sumber daya
manusia.
e. Meningkatkan kepatuhan kepada regulasi.
f. Meningkatkan kepercayaan para pemangku kepentingan.
g. Meningkatkan ketahanan organisasi.
Manfaat manajemen risiko di lingkungan Kementerian Keuangan adalah
sebagai berikut:
a. Mengurangi kejutan (surprises)
b. Meningkatnya kesempatan memanfaatkan peluang
c. Meningkatnya kualitas perencanaan dan meningkatkan pencapaian kinerja
d. Meningkatnya hubungan yang baik dengan pemangku kepentingan
e. Meningkatnya kualitas pengambilan keputusan
f. Meningkatnya reputasi organisasi
g. Meningkatknya rasa aman bagi pimpinan dan seluruh pegawai
h. Meningkatnya akuntabilitas dan governance organisasi
Prinsip penerapan Manajemen Risiko terdiri dari:
a. Berorientasi pada perlindungan dan peningkatan nilai tambah
b. Terintegrasi dengan proses organisasi secara keseluruhan
c. Bagian dari pengambilan keputusan
d. Mempertimbangkan unsur ketidakpastian
e. Sistematis, terstruktur, dan tepat waktu
f. Didasarkan pada informasi terbaik yang tersedia
g. Disesuaikan dengan keadaan organisasi
h. Mempertimbangkan faktor manusia dan budaya
i. Transparan dan inklusif
j. Dinamis, berulang, dan tanggap terhadap perubahan
k. Perbaikan terus menerus

Manajemen Risiko Di Lingkungan Kementerian Keuangan


Pelaksanaan Manajemen Risiko di Lingkungan Kementerian Keuangan
diatur terakhir dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
171/PMK.01/2016 tanggal 14 November 2016 tentang Manajemen Risiko di
Lingkungan Kementerian Keuangan dan petunjuk pelaksanaannya diatur terakhir
dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
845/KMK.01/2016 tanggal 22 November 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Manajemen Risiko di Lingkungan Kementerian Keuangan.

Jumat, 15 Maret 2024

Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia


Setiap perusahaan memiliki tujuan untuk mendapatkan
keuntungan. Dalam proses untuk mendapatkan keuntungan,
perusahaan membutuhkan strategi yang dapat digunakan untuk
menenangkan persaingan bisnis. Strategi utama diantaranya melalui
pengelolaan sumber daya manusia yang bekerja untuk perusahaan,
yang disebut sebagai manajemen sumber daya manusia.
Manajemen Sumber Daya Manusia adalah ilmu seni yang
mengantar hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien
membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat
(Hasibuan, 2014:19). Sedangkan Menurut (Handoko dalam Punaya
2016) manejemen sumber daya manusia merupakan suatu proses
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan
kegiatan-kegiatan pengadaan, pengembangan, pemberian
kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pelepasan sumber
daya manusia agar tercapai berbagai tujuan individu, organisasi dan
masyarakat..
Pengelolaan karyawan secara professional ini harus dimulai sejak
perekrutan, penyeleksian, dan penempatan karyawan sesuai dengan
kemampuan pengembangan karirnya (Mangkunegara, 2015:157).
Menurut (Widodo, 2015:113) menjelaskan bahwa manajemen sumber
daya manusia adalah suatu proses yang mencakup evaluasi terhadap
kebutuhan SDM. Mendapatkan orang-orang untuk memenuhi
kebutuhan tersebut, dan mengoptimasikan pendayagunaan sumber
daya yang penting tersebut dengan cara memberikan insentif dan
penugasan yang tepat, agar sesuai dengan kebutuhan dan tujuan
organisasi dimana SDM itu berada.

Komitmen


Komitmen organisasi menurut Aranya et al. (1981) didefinisikan
sebagai berikut (1) Sebuah kepercayaan dan penerimaan terhadap tujuantujuan dan nilai-nilai dari organisasi dan atau profesi, (2) Sebuah kemauan
untuk menggunakan usaha yang sungguh-sungguh guna kepentingan
organisasi atau profesi, (3) Sebuah keinginan untuk memelihara keanggotaan
dalam organisasi atau profesi.
Menurut Robbin (2008) komitmen organisasi didefenisikan sebagai
suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak organisasi tertentu serta
tujuan-tujuan dan keinginan untuk mempertahankan keanggotaan dalam
organisasi tersebut. Jadi, keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti memihak
pada pekerjaan tertentu seorang individu, sementara komitmen organisasi
yang tinggi berarti memihak organisasi yang merekurt individu tersebut.

Kepemimpinan


Beberapa gaya atau style kepemimpinan dalam mempengaruhi perilaku
bawahan. Jika seseorang dalam posisi sebagai pimpinan di dalam sebuah
organisasi/perusahaan dan menginginkan pengembangan staf dan membangun
iklim motivasi untuk menghasilkan tingkat produktifitas yang tinggi, maka
yang bersangkutan harus memikirkan gaya kepemimpinannya. Gaya
kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang
pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti
yang ia lihat. Beberapa ahli mengemukakan gaya kepemimpinan sebagai
berikut:
Gaya kepemimpinan menurut Mifta Thoha (2000)
“Mengidentifikasikan dua kategori gaya ekstrem, yakni gaya kepemimpinan
otokratis dipandang sebagai gaya yang berdasar atas kekuatan posisi.
Sementara itu gaya kepemimpinan demokratis dikaitkan dengan kekuatan
personal dan keikutsertaan para pengikut dalam proses pemecahan masalah
dan pengambilan keputusan”

Konsep Manajemen Sumber Daya Manusia


Menurut Rivai, (2004) konsep manajemen sumber daya
manusia dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut :
1) Penerapan Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Secara
Makro dan Mikro
Penerapan fungsi-fungsi manajemen dalam manajemen
sumber daya manusia dalam arti makro adalah fungsi-fungsi pokok
manajemen umum, seperti fungsi manajerial, sedangkan dalam arti
mikro adalah fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia
secara fungsi operasional. Perbedaannya adalah bahwa fungsi
tersebut dilakukan bukan oleh manajer perusahaan swasta biasa,
tetapi oleh badan pemerintah yang diserahi tugas dalam
pengelolaan sumber daya manusia. Di Indonesia badan pengelola
sumber daya manusia terdiri dari Departemen Tenaga Kerja beserta
seluruh instansi vertikal, badan perencanaan Departemen dan
Lembaga Non Departemen lain yang terkait.
2) Prinsip-Prinsip Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia selain fungsi manajerial
dan fungsi operasional di dalam penerapannya harus diperhatikan
pula prinsip-prinsip manajemen sumber daya manusia. Adapun
prinsip-prinsip manajemen sumber daya manusia yang perlu
diperhatikan antara lain, adalah :
a) Prinsip kemanusiaan;
b) Prinsip demokrasi;
c) Prinsip The Right man Is The Right Place;
d) Prinsip Equal Pay for Equal Work;
e) Prinsip kesatuan arah;
f) Prinsip kesatuan komando;
g) Prinsip efisiensi;
h) Prinsip efektivitas;
i) Prinsip produktivitas kerja;
j) Prinsip disiplin; dan
k) Prinsip wewenang dan tanggung jawab

Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

 


Manajemen Sumber Daya Manusia adalah ilmu dan seni yang
mengatur unsur manusia (cipta, rasa, dan karsa) sebagai aset suatu
organisasi demi terwujudnya tujuan organisasi dengan cara memperoleh,
mengembangkan, dan memelihara tena ga kerja secara efektif dan efisien
(Arep dan Tanjung, 2003).
Manejemen adalah satu aktivitas yang sudah dipraktekkan sejak
manusia hidup (Baldry dan Amaratunga, 2002). Manajemen sumber daya
manusia (MSDM) merupakan salah satu bidang dari manajemen umum
yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengendalian. Proses ini terdapat dalam fungsi/bidang produksi,
pemasaran, keuangan, maupun kepegawaian. Karena sumber daya
manusia (SDM) dianggap semakin penting perannya dalam pencapaian
tujuan perusahaan, maka berbagai pengalaman dan hasil penelitian dalam
bidang SDM dikumpulkan secara sistematis dalam apa yang disebut
manajemen sumber daya manusia. Istilah “manajemen” mempunyai arti
sebagai kumpulan pengetahuan tentang bagaimana seharusnya memanage
(mengelola) sumber daya manusia.
Dalam usaha pencapaian tujuan perusahaan, permasalahan yang
dihadapi manajemen bukan hanya terdapat pada bahan mentah, alat-alat 
kerja, mesin-mesin produksi, uang dan lingkungan kerja saja, tetapi juga
menyangkut karyawan (sumber daya manusia) yang mengelola faktorfaktor produksi lainnya tersebut. Namun, perlu diingat bahwa sumber daya
manusia sendiri sebagai faktor produksi, seperti halnya faktor produksi
lainnya, merupakan masukan (input) yang diolah oleh perusahaan dan
menghasilkan keluaran (output). Karyawan baru yang belum mempunyai
keterampilan dan keahlian dilatih, sehingga menjadi karyawan yang
terampil dan ahli. Apabila dia dilatih lebih lanjut serta diberikan
pengalaman dan motivasi, dia akan menjadi karyawan yang matang.
Pengelolaan sumber daya manusia inilah yang disebut manajemen SDM.
Makin besar perusahaan, makin banyak karyawan yang bekerja di
dalamnya, sehingga besar kemungkinan timbulnya permasalahan di
dalamnya, dan permasalahan manusianya. Banyak permasalahan
manusiawi ini tergantung pada kemajemukan masyarakat di mana
karyawan itu berasal. Makin maju suatu masyarakat, makin banyak
permasalahan. Makin tinggi kesadaran karyawan akan hak-haknya, makin
banyak permasalahan yang muncul. Makin beragam nilai yang dianut para
karyawannya, makin banyak konflik yang berkembang.