Tampilkan postingan dengan label ilmu ekonomi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ilmu ekonomi. Tampilkan semua postingan

Jumat, 17 Februari 2023

Pengertian Motivasi Intrinsik

 

Motivasi intrinsik menurut pendapat Zaman et al  (2013) intrinsic Motivation is a motivation that comes from inside of an individual, rather than from any external reward, such as money or grades. Sedangkan menurut Warr, et al., (1979) dalam Zaman (2013)  menyatakan bahwa motivasi intrinsik sebagai derajat atau tingkat keinginan seseorang untuk bekerja untuk memperoleh kepuasan yang hakiki.

  Menurut Schunk dkk (2008) dalam Rahman (2012) motivasi intrinsik sebagai kebutuhan manusia untuk merasa kompeten dan memiliki determinasi diri dalam berhubungan dengan lingkungannya. Shah dkk (2012) dalam Rahman (2012) menyatakan motivasi intrinsik sebagai timbulnya kepuasan dalam diri individu dan dari kepuasan tersebut menimbulkan motivasi karena ketertarikan dan kesenangan pada aktivitas itu sendiri.

 Ridwan (2009) dalam Abbas (2013) menyatakan bahwa motivasi pada dasarnya dapat bersumber pada diri seseorang (motivasi intrinsik) dan dapat pula bersumber dari luar diri seseorang (motivasi ekstrinsik). Faktor-faktor motivasi tersebut dapat berdampak positif dapat pula berdampak negatif bagi seorang guru. Dalam hal ini guru di tuntut memiliki motivasi intrinsik kerja guru.. Deci & Ryan (1985) dalam Brown & Huning (2010) Motivasi intrinsik telah didefinisikan sebagai penggiatan perilaku yang berorientasi pada tujuan individu disebabkan faktor dari dalam seseorang dari pada  faktor dari luar individu itu sendiri.

   Menurut Robbin & Judge (2009) motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan usaha untuk mencapai suatu tujuan. Wilson (2005) dalam Rahman (2012) membagi motivasi menjadi dua bagian yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik dapat didefinisikan sebagai individu merasa percaya diri dalam melakukan suatu aktivitas karena ada kemampuan dalam dirinya dan menjadi suatu kebanggaan atas kemampuan yang individu miliki. Motivasi ekstrinsik yaitu sebagai kinerja dari suatu aktivitas atau kegiatan untuk mencapai penghasilan yang maksimal.

 Intrinsic motivation, generally involves internal desires to engage in an activity for pleasure and enjoyment Decy & Ryan (1985) dalam Li dkk (2008). Seseorang mengembangkan motivasi intrinsik melalui kemampuannya Bandura (1997). Robbin and Judge (2009), menyatakan bahwa pemberian penghargaan-penghargaan ekstrinsik untuk prilaku yang sebelumnya memuaskan secara intrinsik cenderung mengurangi tingkat motivasi secara keseluruhan (Teori Evaluasi Kognitif).  Motivator ekstrinsik yang terdiri dari imbalan kerja yang tinggi, promosi, hubungan pengawas yang baik dan kondisi kerja yang menyenangkan cenderung akan menurunkan motivator intrinsik seperti pencapaian, tanggung jawab dan kompetensi.

 Hal ini terjadi karena individu mengalami kehilangan kendali atas prilakunya sendiri sehingga motivasi intrinsik yang sebelumnya ada mulai berkurang. Individu akan mulai berfokus kepada penghargaan dari pada tugas yang diberikan. Tetapi penghargaan yang bersifat verbal atau menerima pujian dari kawan maupun atasan akan meningkatkan motivasi intrinsik dan mendorong mereka menjalankan tugas dengan baik (Robbins and Judge,2009).       

  Masih menurut Robbins and Judge (2009), apabila individu mengejar tujuan-tujuan karena minat intrinsik, mereka cenderung mencapai tujuanyang diinginkan dan merasa senang meskipun mereka tidak mencapai tujuan tersebut. Hal itu dapat terjadi karena proses perjuangan untuk meraihnya sangatlah menyenangkan. Individu  yang mengejar tujuan-tujuan kerja untuk alasan intrinsik merasa lebih puas dengan pekerjaan mereka, merasa seoah-olah mereka benar-benar cocok dengan organisasi. Dan memungkan bekerja denga sebaik-baiknya.

   Sedangkan Vallerand (2007) dalam Moreno et al.(2009) berpendapat bahwa  motivasi intrinsik berarti motivasi yang berasal dari dalam diri manusia yang tidak dipengaruhi faktor dari luar, karena motivasi jenis ini berorientasi pada kepuasan dan menikmati pekerjaan. Komponen motivasi intrinsik berisi:  fokus dalam pekerjaan yang dihadapi, hidup yang bersemangat, senang akan sesuatu yang positif, kenikmatan, kepuasan, menaruh perhatian, berkonsentrasi, berusaha, berkeras hati, menghindari kecemasan, kebosanan, keletihan, berusaha  untuk berterus terang dan ketaatan.

Pengertian Motivasi Ekstrinsik

 

               Menurut pendapat Robbins and Judge (2009) motivasi ekstrinsik berarti motivasi yang berasal dari eksternal individu. Motivasi jenis ini akan muncul apabila ada rangsangan yang berbentuk imbalan kerja yang tinggi, promosi, hubungan pengawas yang baik, kondisi kerja yang menyenangkan dan penghargaan dalam bentuk nyata (materi).

               Manullang (2001) dalam Ridwan (2012) menyatakan bahwa motivasi ekstrinsik merupakan daya dorong yang datang dari luar diri seseorang seperti gaji, kebijakan dan administrasi, kondisi kerja, hubungan kerja, prosedur perusahaan dan status.

               Menurut Hasibuan (2005) dalam Ridwan (2012)  motivasi ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang bersumber dari  luar diri yang menentukan perilaku  seseorang yang dikenal dengan teori  hygiene factor. Menurut Herzberg yang dikutip Luthans (2011) dalam Akbar (2012) yang tergolong sebagai hygiene factor antara lain:

  1. 1. Quality Supervisor (supervisi) yaitu: melakukan pengamatan secara langsung berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan bawahan. Jika ditemukan masalah segera diberikan bantuan langsung. Karena kualitas supervisi yang baik dapat memberikan kinerja yang maksimal.
  2. 2. Interpersonal Relation (hubungan antar pribadi )yaitu: hubungan bawahan dengan atasan, dimana kemungkinan bawahan merasa tidak bisa bergaul dengan atasan. Agar bawahan tidak kecewa , maka atasan harus memiliki:a. kecakapan teknis ( penggunaan metode dan proses komunikasi berhubungan dengan kemampuan menggunakan alat) .b. Kecakapan konsektual (bekerja dengan kelompok sehingga dapat bekerjasama diberbagai kegiatan). c. Kecakapan konseptual (memahami kerumitan organisasi sehingga tindakan yang diambil selalu dalam usaha merealisasikan tujua organisasi keseluruhan.
  3. Working Condition (kondisi kerja).

    Menurut Hezberg jika lingkungan yang baik dapat tercipta, maka prestasi tinggi dapat tercipta. Kondisi lingkungan kerja yang baik dan nyaman akan meningkatkan motivasi kerja dibandingkan  dengan kondisi kerja yang penuh tekanan dan inferior.

  1. Wages (gaji)

    Gaji merupakan salah satu unsur penting yang memiliki pengaruh besar terhadap motivasi seseorang. Sehingga harus hati-hati dalam melakukan kebijakan masalah gaji agar dapat meningkatkan kinerja guru.

Pengertian Motivasi 

 

                Menurut Hasibuan (2010) motivasi berasal dari kata latin   ‘’MOVERE“ yang berarti dorongan atau DAYA PENGGERAK. Motivasi hanya diberikan kepada manusia, khususnya kepada para bawahan atau pengikut. Motivasi penting karena dengan motivasi diharapkan setiap individu mau bekerja keras dan antusias untuk mencapai produktifitas yang tinggi.

               Menurut pendapat Badeni (2013) motivasi diartikan sebagai faktor-faktor yang mengarahkan dan mendorong perilaku atau keinginan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk usaha yang keras atau lemah (Marihot Tua Effendi Hariandja, 2006). Sedikit berbeda denan pengertian motivasi yang dikemukakan oleh Stephen P. Robbins (1996). Ia mengatakan bahwa motivasi adalah ‘’the willingness to exert high level of effort toward organizational goal, conditioned by effort ability to satisfy’s individual needs’’. Menurutnya bahwa motivasi merupakan kemauan untuk mengeluarkan upaya yang tinggi untuk mencapai tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan individual. Secara umum dapat diartikan bahwa motivasi merupakan suatu proses yang menghasilkan suatu intensitas, arah/tujuan, dan ketekunan individual dalam mencapai tujuan. 

                Pengertian motivasi menurut Robbin & Judge (2009), motivation as the process that account for an individual’s intensity, direction and persistence of effort toward attaining goal. Motivasi adalah catatan atau penjelasan tentang intensitas individu, arah, dan kesanggupan berusaha untuk mencapai tujuan. Motivasi merupakan suatu proses dimana kebutuhan–kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ketercapainya suatu tujuan tertentu Mangkunegara  (2009) dalam Ridwan (2012).

               Menurut Hasibuan (2010), motivasi diartikan sebagai pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya dan upayanya untuk mencapai kepuasan. Pendapat yang serupa Hasibuan (2010), berpandangan bahwa motivasi dapat mendorong pekerja dan berusaha untuk memuaskan kebutuhan atau suatu tujuan. Sedangkan  Hasibuan (2010) mengatakan bahwa motivation is a force that results from an individual’s desire to satisfy there needs (e.g. hungry, thirst, social approval). Motivasi adalah suatu kekuatan yang dihasilkan dari keinginan seseorang untuk memuaskan kebutuhannya misalnya: rasa lapar, haus dan bermasyarakat.

                Sumantri ( 2012) dalam Ridwan (2012) berpendapat bahwa kata motivasi (motivation) kata dasarnya motif (motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadikan seseorang melakukan suatu kegiatan secar sadar. Menurut pendapat Robins and Judge (2009), motivasi berarti  kebutuhan fundamental yang mendasari prilaku seseorang untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan untuk rasa memilki, kebutuhan akan harga diri, untuk mengaktualisasi diri dan kebutuhan untuk berpendapat.

                 Robbin berpendapat bahwa motivasi adalah sebagai proses mengarahkan dan ketekunan setiap individu dengan tingkat intensits yang tinggi untuk meningkatkan suatu usaha untuk mencapai tujuan. Motivasi ini sebagai suatu dorongan untuk meningkatkan usaha dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi, dalam batas-batas keemampuan untuk memberikan kepuasan atas kebutuhan seseorang (Sofyandi, 2007). Motivasi merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam menentukan kinerja guru. Tinggi rendahnya kinerja guru yang dimiliki akan dipengaruhi oleh faktor seperti motivasi kerja guru. Menurut Hasibuan (2006) dalam Akbar (2012) motivasi itu penting karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal.

                 Menurut Akbar (2012) motivasi dapat berasal dari dalam diri (intrinsik) maupun luar diri seseorang (ekstrinsik). Jika motivasi intrinsik seseorang berhasil maka cenderung terus termotivasi. Sebaliknya , jika gagal mewujudkan motivasinya , mungkin tetap terus bekerja sampai motivasinya tercapai atau menjadi putus asa yang berakibat langsung kepada kinerja. Sedangkan motivasi ekstrinsik  merupakan faktor eksternal dari luar yang dapat mempengaruhi motivasi seseorang.

                Menurut teori Herzberg’s dual- factor theory of job satisfaction and motivation satisfier berhubungan dengan sifat pekerjaan itu sendiri. Faktor-faktor dari satisfier (intrinsik) .Sedangkan faktor dissatisfier (ekstrinsik) , terkait dengan hubungan individual terhadap konteks atau lingkungan dimana mereka bekerja Sunyoto (2013). Incentives theory mengatakan bahwa motivasi di pengaruhi oleh rangsangan atau imbalan dari luar. Sedangkan Cognitive theory mengatakan bahwa motivasi dipengaruhi dari dalam intrinsik motivation, dimana aktivitas yang dilaksanakan untuk mencari kesenangan bukan reward dan exstrinsic motivation yaitu aktivitas yang didasarkan pada ganjaran yang nyata.

Indikator-indikator Kompetensi guru

  

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 tahun   2007, indikator-indikator kompetensi guru adalah sebagai berikut:

  • Menguasai karakteristik peserta didik
  • Menguasai teori beljar
  • Mengembangkan kurikulum
  • Menyelenggarakan kegiatan pengembangan
  • Memanfaatkan teknologi
  • Mmfasilitasi pengembangan potensi peserta didik
  • Berkomunikasi secara efektif
  • Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi
  • Memanfaatkan hasil penilaian
  • Melakukan tindakan reflektif peningkatan pembelajaran
  • Bertindak sesuai norma
  • Menanpilkan pribadi yang berakhlak mulia
  • Menampilkan pribadi yang berwibawa
  • Menunjukkan etos kerja yang tinggi
  • Menjunjung tinngi kode etik profesi guru
  • Bertindak objektif dan tidak diskriminatif
  • Berkomunikasi secara efektif
  • Beradaptasi di tempat tugas
  • Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri
  • Menguasai materi
  • Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar
  • Mengembangkan materi pembelajaran
  • Mengembangkan keprofesionalan berkelanjutan
  • Mengembangkan teknologi untuk mengembangkan diri.

Dimensi Kompetensi guru

Pengertian Kompetensi guru

 

               Menurut Udiyono (2011), guru memegang peranan penting karena sebagai ujung tombak, dalam proses belajar mengajar yang bertugas mengantarkan siswanya dalam rangka mencapai tujuan pembelajarannya yaitu siswa memiliki kompetensi, baik kognitif, afektif maupun psikomotor serta kompetensi kooperatif.Interaksi antara guru dan siswa memiliki kedudukan yang sangat penting dalam mencapai tujuan pendidikan. Menurut Hamalik (2007) dalam Udiyono (2011) guru merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi berhasil tidaknya proses belajar siswa. Dan oleh karena itu guru harus menguasai materi yang akan diajarkanya, disamping menguasai metode pembelajaranya. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, “Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan”.

Sardiman (2012) mengatakan bahwa guru sebagai tenaga profesional harus memahami ‘’sepuluh kompetensi guru’’ yang merupakan profil kemampuan dasar bagi seorang guru, meliputi menguasai bahan, mengelola program belajar mengajar, mengelola kelas, menggunakan media/sumber, menguasai landasan pendidikan, mengelola interaksi belajar mengajar, menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran, mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan, mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah serta memahami prinsip-prinsip dan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.

             Berdasarkan Standar Pendidik dalam Peraturan Pemerintah   No. 16 Tahun 2007 disebutkan bahwa “Pendidik harus memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi yang berlaku secara nasional, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional” yang meliputi:

1) Kualifikasi akademik pendidikan minimal diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1);

2) Latar belakang  pendidikan sesuai dengan  bidang  atau mata pelajaran yang diajarkan;

3) Sertifikat profesi guru (minimal 36 sks di atas D-IV/S1);

              Menurut Sagala (2009) dalam Barinto (2012) Kompetensi guru dikelompokkan menjadi 10 kompetensi yaitu: 1.kemampuan menguasai pelajaran, 2. Mengelola pembelajaran, 3. Mengelola kelas,  4. Menggunakan media, 5. Menguasai landasan pendidikan, 6. Mengelola interaksi pembelajaran, 7. Mampu menilai peserta didik, 8. Mampu mengenal fungsi program BK, 9. Menyelenggara- kan administrasi sekolah, dan 10.  Mampu memahami prinsip-prinsip hasil penelitian  guna keperluan pengajaran.

            Pengembangan dan peningkatan kualitas kompetensi guru diserahkan pada guru. Jika mau mengembangkan, maka akan menjadi berkualitas. Idealnya pemerintah memfasilitasi guru untuk mengembangkan kemampuan bersifat  kognitif, afektif, maupun performansi. Sehingga bisa meningkatkan kemampuan pedagogik guru Sagala (2009). Masih menurut Sagala, Kompetensi pedagogik meliputi: 1. Pemahaman guru terhadap filsafat pendidikan,               2. Petensi peserta dididk, 3. Mengembangkan kurikulum,                 4. Menyusun RPP, standar kompetensi dan kompetensi dasar,           5. Melaksanakan pembelajaran yang dialogis, 6. Mengevaluas,i dan 7. Mampu mengembangkan minat dan bakat siswa.

          Menurut Daradjat (1980 dalam Barinto (2012) kepribadian sebagai sesuatu yang abstrak, sukar dilihat hanya dapat diketahui lewat penampilan, ucapan dan tindakan dalam menghadapi suatu persoalan.Kompetensi kepribadian menurut Usman (2004) dalam Barinto (2012) meliputi: 1. Mengembagka kepribadian, 2. Mampu berkomunikasi, 3. Mampu melaksanakan bimbingan dan penyuluhan. Kompetensi kepribadian terkait dengan penampilan guru yang disiplin, berpenampilan baik, bertanggungjawab, komitmen dan menjadi teladan Sagala (2009) dalam Barinto (2012).

         Menurut Slamet (2006) dalam Barinto (2012) kompetensi professional berhubungan dengan bidang studi terdiri dari:                   1. Memahami materi, 2. Memahami standar kompetensi, standar isi, peraturan mentri dan bahan ajar, 3. Memahami konsep keilmuan,         4. Memahami hubungan antar pelajaran yang terkait, 5. Menerapkan konsep keilmuan sehari-hari.

            Djoyonegoro (1998) dalam Barinto (2012) mengatakan profesionalime pekerjaan ada 3 faktor: 1. Keahlian khusus di bidangnya, 2. Mampu memperbaiki keahlian khususnya,                   3. Memperoleh penghasilan yang memadai karena keahlian khususnya. Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru adalah kemampuan yang harus dimiliki seorang guru terdiri diri: kompetensi paedagogik, kepribadian dan profesional.

           Masih menurut Wijaya (2009) kompetensi guru dapat dimaknai sebagai gambaran tentang apa yang seyogianya dapat dilakukan seorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, perilaku, maupun hasil yang dapat ditampilkan oleh guru. Dengan demikian, kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru menunjukkan kualitas guru yang sebenarnya.

           A competent teacher is temperamentally warm and cordial. She has clear vision of the set objectives. She executes meticulously whatever is planned. Management of affairs is done effectively by her inside and outside the classroom. Her skill of presentation of subject matter is able to seek attention of students. She is capable of motivating the back benchers (Bhargava & Pathy, 2011). Guru yang kompeten adalah yang memiliki perasaan emosi yang dekat dan baik. Memiliki visi dan tujuan yang jelas. Dia melaksanakan apapun yang direncanakan dengan cermat. Manajemen dilakukan secara efektif baik didalam maupun di luar kelas. Kemampuan mengajarkan  pelajaran  mampu mencari perhatian peserta didik. Dan  mampu memotivasi  peserta didik.

.          Marinkovic dkk (2012) berpendapat model  kompetensi guru memiliki tiga kompetensi dasar yaitu: key (utama), basic (dasar), special (khusus). Utama yaitu kompetensi guru yang dibutuhkan untuk berkomunikasi menyampaikan informasi, kemampuan kemasyarakatan, kemampuan berbahasa, dan kemampuan dalam kebudayaan. Sedangkan kompetensi dasar meliputi: kemampuan dalam berorganisasi, kemampuan didaktis  (mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didiknya). Kemampuan berfikir pedagogis,kemampuan psikologis, kemampuan mengevaluasi, kemampuan menasehati, kemampuan kognitif, kemampuan mengembangkan sebagai guru yang profesional. Kompetensi yang terakhir yaitu kompetensi khusus yaitu kompetensi guru  yang menggambarkan tingkat kompetensi guru yang berisi tentang subjek yang diajarkan untuk praktek penelitannya untuk  menciptakan model pembelajarannya.

 

Pengertian Kompetensi

 

              Menurut Syah (2000) dalam Satya (2012) kompetensi adalah kemampuan, kecakapan, keadaan berwenang, atau memenuhui syarat menurut ketentuan hukum. Selanjutnya masih menurut Syah, dikemukakan bahwa kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak. Jadi kompetensi profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Guru yang kompeten dan profesional adalah guru piawai dalam melaksanakan profesinya.

              Menurut Mathis (2006) dalam Satya (2012) mendefinisikan kompetensi sebagai karakteristik dasar yang dapat dihubungkan dengan kinerja yang meningkatkan individu  atau tim. Sedangkan Wibowo (2007) dalam Satya (2012) mendefinisikan kompetensi sebagai suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas ketrampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang ditu\ntut oleh pekerjaan tersebut. Dengan demikian, kompetensi menunjukkan ketrampilan atau pengetahuan yang dicirikan oleh kemampuan dalam suatu bidang tertentu sebagai sesuatu yang terpenting sebagai unggulan bidang tersebut.

              Menurut pendapat Siagian (2007) dalam Rahayu & Pujaningsih (2008), bahwa kompetensi dapat diartikan sebagai tindakan atau perilaku yang dapat diukur melalui kombinasi pengetahuan, keahlian dan kemampuan untuk melakukan sesuatu. Kompetensi di tunjukkan pada konteks tugas dan dipengaruhi oleh budaya organisasi dan lingkungan kerja serta, dengan kata lain kompetensi terdiri dari kombinasi pengetahuan, keahlian dan kemampuan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas dan fungsi di tempat kerja. Menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.

             Wijaya (2009) mengatakan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, kompetensi guru merupakan salah satu faktor yang penting. Kompetensi guru menggambarkan apa yang seyogianya dapat dilakukan seorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, perilaku, maupun hasil yang dapat ditunjukkan. Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi personal, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

              Terry (2005) dalam Arifin (2013) mengatakan bahwa kompetensi adalah kemampuan seseorang atau karyawan yang harus melakukan pekerjaanya dengan baik , efektif, efisien, produktif, dan berkualitas dalam mencapai tujuan organisasi. Wijaya (2009) mengutip pendapat Holmes mengatakan bahwa kompetensi dapat dijelaskan dengan kondisi di mana seseorang bekerja dalam bidang pekerjaan tertentu yang seyogianya mampu dilakukan. Hal itu menggambarkan tindakan, perilaku, dan hasil di mana seseorang seyogianya mampu menampilkannya.                             

              Menurut Bhargava & Pathy (2011) Competencies are specific and demonstrable characteristics or attributes inevitable for teaching professionals to create a convincing and learner friendly environment. Kompetensi adalah sifat khusus yang bisa dibuktikan atau kedudukan yang tidak bisa dielakkan bagi guru professional  dengan menciptakan keyakinan  kepada peserta didik dan  ramah dengan lingkungannya. Dengan adanya tantangan kehidupan global, maka peran dan tanggung jawab guru di masa yang akan datang semakin kompleks sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian terhadap penguasaan kompetensinya.         

            Kompetensi merupakan seperangkat penguasaan kemampuan, ketrampilan, nilai, dan sikap yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai guru yang bersumber dari pendidikan, pelatihan, dan pengalamannya sehingga dapat menjalankan tugas mengajarnya secara profesional.

Kamis, 16 Februari 2023

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber pendapatan daerah telah  diatur secara tegas  dalam Undang-undang No. 22 tahun 1999 yakni pasal 79 huruf a yang menyebutkan bahwa Pendapatan Asli Daerah terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) menduduki posisi yang sangat penting dalam setiap penyelenggaraan pemerintah daerah, karena PAD-lah yang secara ideal diharapkan menjadi pilar utama dalam membiayai kegiatan-kegiatan pemerintahan dan pembangunan, sedangkan penerimaan yang bersumber di luar Pendapatan Asli Daerah hanya sebagai pendukung saja. Demikian juga dalam perspektif otonomi daerah, PAD menjadi sumber keuangan yang paling utama di samping penerimaan lainnya yang berupa dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Namun harus diakui bahwa Pendapatan Asli Daerah belum dapat diandalkan sebagai sumber pembiayaan yang dominan dalam pengeluaran pemerintah daerah lebih khususnya pada belanja rutin daerah.

            Rendahnya Pendapatan Asli Daerah tersebut diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Balitbang Depdagri dengan FISIPOL – UGM tahun 1991 terkait dengan kemampuan untuk melaksanakan otonomi daerah dengan salah satu variabel utama yaitu keuangan daerah menyebutkan bahwa dari seluruh daerah tingkat II di Indonesia (292) sebanyak 71,23% hanya memberikan kontribusi PAD terhadap APBD sebesar 20% atau kurang dan 41,78% yang hanya memberikan kontribusi 10% atau kurang (Nugroho, 2000 : 119).

            Menurut Jaya (1996 : 5) masih rendahnya Pendapatan Asli Daerah yang mengakibatkan masih besarnya tingkat ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat adalah disebabkan karena kurang berperannya perusahaan daerah sebagai sumber pendapatan daerah, tingginya derajat sentralisasi dalam bidang perpajakan, pajak daerah kendati jumlahnya cukup beragam namun hanya sedikit yang bisa diandalkan sebagai sumber pendapatan, alasan praktis dimana ada kehawatiran bahwa apabila daerah memiliki sumber pendapatan yang tinggi akan mendorong disintegrasi bangsa dan yang terakhir adalah karena pola pemberian subsidi dari pemerintah pusat yang hanya sedikit memberi kewenangan kepada daerah untuk merencanakan pembangunan daerahnya sendiri. Pendapatan Asli Daerah sebagai salah satu sumber penerimaan daerah merupakan tolok ukur terpenting bagi kemampuan daerah dalam menyelenggarakan dan mewujudkan otonomi daerah dan dapat dipandang sebagai indikator penting dalam mengukur tingkat ketergantungan suatu daerah terhadap pemerintah pusat (Insukindro, dkk, 1994 :1).

Dalam kenyataannya pada hampir semua daerah tingkat II, sumber PAD belum menunjukkan peranan yang berarti. Hasil penelitian Devas, dkk (1989:163) dan Nazara (1997:9) menunjukkan bahwa pada daerah tingkat II di Indonesia, PAD hanya menempati porsi sekitar dua persen dari keseluruhan anggaran pembangunan, sementara itu pada tingkat propinsi, PAD hanya menyumbang sekitar tujuh persen. Meskipun PAD tidak seluruhnya dapat membiayai APBD, namun proporsi PAD terhadap total penerimaan tetap merupakan indikasi derajat kemandirian suatu daerah dalam rangka membiayai segala urusan otonomi daerah.

Rabu, 15 Februari 2023

Laju pertumbuhan

Menurut Widodo (1991:20), untuk mengetahui pertumbuhan dan kontribusi digunakan formula  berikut ini;

  1. Laju pertumbuhan dapat diketahui dengan model sebagai berikut;

                                                   Vx – Vx -1

       Pertumbuhan (∆Y) =                                    X  100 %   …….. …….. (2.1)

                                                       Vx –1

 

 

       dimana ;  ∆Y   = Laju Pertumbuhan .    x  =  tahun tertentu,

                      x -1  = tahun sebelumnya,     V  = variabel tertentu.

 

  1. Kontribusi dapat diketahui dengan model sebagai berikut;

                   ……………… (2.2)

                   

    dimana;  Kvi    =  kontribusi variabel komponen APBD

                    Vi    = Variabel komponenen APBD

                  Vtotal  =  Total Variabel (APBD)

Pinjaman Publik.

 

         Ada dua pandangan yang dikemukakan tentang pinjaman publik, yang mempunyai pemikiran berbeda satu sama lainnya. Menurut aliran klasik (lihat Simanjuntak, et .al., 2000:18), menyatakan bahwa pinjaman publik akan menghambat pembangunan, karena pengeluaran publik bersipat non produktif. Sedangkan menurut aliran Keynesian menyatakan bahwa kredit publik dapat berfungsi sebagai basis jumlah uang beredar dan dapat meningkatkan produktivitas, karena hutang dapat membantu tercapainya transformasi ekonomi dengan cara;

  1. Menutupi kekurangan sumberdaya manusia dan permodalan dalam jangka pendek.
  2. Meningkatkan aktivitas perekonomian yang strategis.
  3. Meningkatkan kinerja pemerintah secara positif.
  4. Menyediakan sumberdaya yang memungkinkan untuk menjalankan reformasi struktural perekonomiannya.

         Dari kedua pandangan tersebut menunjukkan, bahwa pinjaman dapat diperkenankan asalkan digunakan untuk menutupi kekurangan dana dan hal-hal yang bersipat produktif, yang langsung dapat menghasilkan penerimaan bagi daerah, seperti mendirikan pasar, terminal dan hotel (Devas, 1989:221).

         Secara umum, kebijaksanaan untuk melakukan pinjaman, merupakan kebijakan pemerintah daerah, akan tetapi dalam hal ini, pemerintah yang lebih tinggi memegang kuasa atas pemerintah daerah, karena pinjaman pemerintah daerah baru akan dapat dilakukan apabila telah mendapat persetujuan dari pemerintah pusat. Hal ini, dimaksudkan agar pinjaman pemerintah daerah hendaknya tertanan pada kegiatan-kegiatan yang dapat mendorong pendapatan daerah, sehingga daerah akan mampu membayar kembali pinjaman yang dilakukan. Dengan demikian seberapa besarpun pinjaman yang dilakukan daerah tidak menjadi masalah, selama daerah memiliki kemampuan membayarnya.

Pertumbuhan dan otonomi fiskal.

 

         Menurut teori pertumbuhan ekonomi klasik, yang dipelopori oleh Adam Smith, mengatakan bahwa sumber-sumber pertumbuhan produksi nasional (Boediono, 1999:9) terdiri dari pertumbuhan tenaga kerja dan kapital, perbaikan efisiensi dalam penggunaan kapital oleh tenaga kerja melalui spesialisasi dan kemajuan teknologi, serta perdagangan internasional yang dapat memperluas pasar. Selanjutnya, menurut Adam Smith (lihat Arsyad,1997:51), makin besar stok modal makin besar pula kemungkinan spesialisasi dan pembagian kerja yang akan meningkatkan produktivitas perkapita, sehingga akan menghasilkan output. Jadi pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauhmana aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu.

         Berdasarkan pada teori tersebut, karena adanya perbedaan potensi sumber daya alam dan sumberdaya manusia antar daerah, akan menyebabkan perbedaan pertumbuhan antar daerah. Bagi daerah yang memiliki sumberdaya alam berupa minyak dan gas alam cenderung mempunyai laju pertumbuhan yang cukup tinggi (Syafrizal, 1997:27-38).

         Secara umum, kebijaksanaan pertumbuhan daerah merupakan hasil kombinasi antara kebijaksanaan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, akan tetapi dalam hal ini pemerintah yang lebih tinggi memegang kuasa atas pemerintah daerah, sehingga kebijaksanaan pemerintah pusat lebih dominan dari pemerintah daerah (Nazara, 1994:19-36). Implikasi dari kebijakan tersebut diwujudkan dalam perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, yang mempengaruhi kegiatan pembangunan di daerah, karena ada daerah yang memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup banyak, akan tetapi belum sepenuhnya menikmati dari hasil sumberdaya yang dimilikinya.

         Di dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, sebutan daerah otonom tidak mengalami perubahan, hanya diubah sebutannya menjadi daerah Propinsi, Daerah Kabupaten, dan Daerah Kota, yang berarti ada tiga bentuk daerah otonom, yang masing-masing berdiri sendiri, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan aspirasi masyarakat. Implikasinya, bagi daerah kabupaten dan kota, yang wilayahnya mempunyai potensi ekonomi cukup banyak, maka laju pertumbuhan daerah dan kemandirian otonomi daerahnya  akan lebih terjamin. Sebaliknya bagi daerah yang potensinya terbatas, maka akan mendapatkan kesulitan dalam mengejar pertumbuhan daerahnya dan kemandirian otonominya juga akan terhambat. Namun demikian kelemahan ini setidak-tidaknya akan dapat dikurangi melalui kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 (E.Koswara:2000:47).

         Menurut Davey K, et.al. (1989:179) hubungan keuangan pusat dan daerah menyangkut pembagian tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan -kegiatan tertentu antara tingkat pemerintahan dan pembagian sumber penerimaan untuk menutupi pengeluaran akibat kegiatan-kegiatan itu. Tujuan utama hubungan pusat dan daerah untuk mencapai perimbangan antara pembagian potensi dan sumber daya dapat sesuai dengan peranan yang dimainkan oleh pemerintah daerah..

         Mahi, (2000:56), mengemukakan bahwa, untuk menentukan besarnya ketersediaan dana antar pemerintah daerah digunakan prinsip kebutuhan daerah melalui pembagian fungsi-fungsi (urusan-urusan) yang direfleksikan dalam kebijaksanaan otonomi daerah, yang didalamnya mengatur mengenai pembagian kewenangan sekaligus pembiayaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Pinjaman daerah

 

 Sumber-sumber penerimaan daerah selain diperoleh dari sumber-sumber keuangan yang dimiliki oleh daerah, pemerintah daerah untuk menutup kekurangan sumber-sumber keuangannya  dapat juga melakukan pinjaman.  Dana pinjaman ditujukan untuk membiayai pengadaan prasarana daerah atau harta tetap lain yang berkaitan dengan kegiatan yang bersifat meningkatkan penerimaan yang dapat digunakan untuk mengembalikan pinjaman, serta memberikan manfaat bagi pelayanan masyarakat.

 Sidik (1998 : 28) mengemukakan bahwa pinjaman daerah merupakan salah satu instrumen bagi pemerintah daerah untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahannya. Daerah dapat melakukan pinjaman atau menerbitkan obligasi untuk membiayai pembangunan daerah. Sumber pinjaman daerah berasal dari pemerintah pusat, negara donor melalui pemerintah pusat (two step loan), pasar modal dan tabungan masyarakat.  .  

 Menurut Riphat dan Hutahaean ( 1997 : 33)  sumber pinjaman daerah secara teoritis dapat dikelompokan menjadi sembilan jenis yaitu (1) pinjaman dari pemerintah yang lebih tinggi; (2) pinjaman dari lembaga keuangan internasional; (3) pinjaman dari bank kredit pusat (central credit bank) atau dana pinjaman pusat (central loan fund); (4) penerbitan saham atau obligasi daerah; (5) pinjaman atau penarikan uang melebihi saldo bank (overdraft); (6) pinjaman dengan jaminan asset Pemda; (7) pinjaman dari dana cadangan sendiri (internal reserve fund); (8) pinjaman dalam bentuk pembelian atau sewa peralatan; dan (9) pembiayaan pendahuluan pembangunan proyek oleh kontaktor.  Namun kenyataannya sumber dana pinjaman daerah di Indonesia baru dapat dikelompokan menjadi : pinjaman dari pemerintah pusat atau Rekening pembangunan Daerah (RPD) dan pinjaman non RPD. Sumber dana RPD selain berasal dari dana sendiri (revolving fund) dan APBN, juga berasal dari luar negeri yang disalurkan ke daerah dengan prosedur Subsidiary loan agreement (SLA). Pinjaman non RPD adalah dana pinjaman yang bersumber dari dalam negeri diluar RPD, seperti pinjaman dari Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan Bank Umum lainnya. Untuk pinjaman yang bersumber dari luar negeri harus melalui pemerintah pusat. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pengontrolan dan pengendalian devisa, sehingga tidak berdampak pada terganggunya stabilitas ekonomi makro nasional. Menurut Devas dkk (1999 : 222) di berbagai negara pada umumnya, kewenangan pemerintah daerah untuk melakukan pinjaman dibatasi hal tersebut terjadi karena :

  1. pinjaman sektor pemerintah secara keseluruhan perlu dikendalikan dalam hubungan dengan kebijaksanaan moneter, terutama untuk mengendalikan inflasi;
  2. untuk mencegah jangan sampai pemerintah daerah terjerumus ke dalam kesulitan keuangan.

Dengan adanya batasan tersebut, apabila pemerintah daerah akan melakukan pinjaman harus mengetahui dulu kemampuan keuangannya dan sampai sejauh mana pemerintah daerah sanggup membayar kembali hutangnya. Hal ini perlu diketahui karena apabila pinjaman tersebut tidak terkendali, maka pemerintah daerah akan berhadapan dengan berbagai kesulitan.

Selanjutnya Devas dkk (1999 : 223),  mengemukakan bahwa  sebagian besar pinjaman daerah dipergunakan untuk membiayai pembangunan perkotaan dengan beberapa alasan :

  1. sektor kota mencakup banyak sekali kegiatan yang memungkinkan pemerintah menembus biaya yang dikeluarkan;
  2. wilayah kota paling banyak menghasilkan penerimaan yang dapat digunakan untuk mengangsur hutang;
  3. lembaga pemberi pinjaman seperti Bank Dunia , yang bekerja atas dasar asas pinjaman yang dibayar dari penerimaan, dan dalam terlibat di sektor ini di Indonesia. Proyek-proyek yang mendapat dana pinjaman termasuk proyek air minum kota, pembuangan air, pembuangan air limbah dan kesehatan lingkungan, pembuangan sampah, perbaikan kampung, dan pembangunan jalan.

Pengertian pinjaman daerah menurut   Peraturan Pemerintah Nomor : 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah  adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima dari pihak lain sejumlah uang atau manfaat bernilai uang sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali, tidak termasuk kredit jangka pendek yang lazim terjadi dalam perdagangan. Dalam peraturan pemerintah tersebut dijelaskan mengenai persyaratan pinjaman daerah yang meliputi jumlah, jangka waktu dan larangan penjaminan pinjaman daerah. Dengan adanya persyaratan tersebut maka perlu dilakukan proyeksi terhadap kemampuan keuangan daerah, penerimaan daerah, jumlah dan angsuran jangka panjang yang optimal bagi pemerintah daerah. Jangka waktu pinjaman  perlu disesuaikan dengan pengalokasian pinjaman tersebut. Pinjaman jangka panjang, dapat digunakan daerah untuk membiayai sarana dan prasarana yang merupakan asset daerah dan menghasilkan sejumlah pendapatan bagi daerah (cost recovery) yang bisa digunakan untuk melunasi pinjaman tersebut serta dapat memberikan manfaat bagi pelayanan masyarakat.   Pinjaman jangka pendek dapat digunakan untuk pengaturan arus kas dalam rangka pengelolaan kas daerah.

 Untuk menilai kemampuan keuangan suatu daerah dapat mengembalikan pinjaman pada dasarnya merupakan kondisi pinjaman total yang optimal dan relatif aman ditinjau dari aspek keuangan dengan menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor : 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah, pada pasal 6 dan pasal 7 disebutkan tentang Batas Maksimum Pinjaman (BMP) daerah yang bersifat jangka panjang harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : (a) jumlah kumulatif pokok pinjaman daerah yang wajib dibayar tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya; dan (b) berdasarkan proyeksi penerimaan dan pengeluaran daerah tahunan selama jangka waktu pinjaman, Debt Service Coverage Ratio (DSCR) paling sedikit 2,5 (dua setengah). Untuk pinjaman jangka pendek ketentuannya sebagai berikut : (a) jumlah maksimum pinjaman jangka pendek adalah 1/6 ( satu per enam) dari jumlah APBD tahun anggaran yang berjalan; (b) pinjaman jangka pendek dilakukan dengan mempertimbangkan kecukupan penerimaan daerah untuk membayar pinjaman tersebut pada waktunya.

Keuangan daerah

 

Faktor keuangan merupakan faktor yang penting dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. keadaan keuangan daerahlah yang menentukan bentuk dan ragam yang akan dilakukan oleh pemerintah daerah. Usman (1998:63) mengatakan salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata, kemampuan daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri adalah kemampuan “self supporting” dalam bidang keuangan.

Mamesah (1995: 16) mengemukakan bahwa keuangan  daerah secara sederhana dapat dirumuskan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun  barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai dengan ketentuan/peraturan perundangan yang berlaku. Dari  pengertian tersebut di  atas dapat dilihat bahwa dalam keuangan daerah terdapat dua unsur penting yaitu :

  1. semua hak dimaksudkan sebagai hak untuk memungut pajak daerah, retribusi daerah dan/atau penerimaan dan sumber-sumber lain sesuai ketentuan yang berlaku merupakan penerimaan daerah sehingga menambah kekayaan daerah;
  2. kewajiban daerah dapat berupa kewajiban untuk membayar atau sehubungan adanya tagihan kepada daerah dalam rangka pembiayaan rumah tangga daerah serta pelaksanaan tugas umum dan tugas pembangunan oleh daerah yang bersangkutan.

Pemerintah Daerah di dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan memerlukan sumber dana/modal untuk membiayai pengeluaran pemerintah tersebut (government expenditure) terhadap barang-barang publik (publik goods) dan jasa pelayanannya.  Menurut  Kunarjo (1996 : 181)  bahwa untuk melaksanakan pembangunan prasarana, pemerintah daerah dapat membiayai dari sumber pendapatan asli daerah, dana perimbangan maupun pinjaman daerah. Karena kecilnya pendapatan asli daerah dibanding dengan kebutuhan pembangunan maka dalam beberapa hal pemerintah daerah memerlukan pinjaman untuk digunakan pada proyek-proyek yang dapat menghasilkan pendapatan.

Kemampuan keuangan daerah

 

Untuk melaksanakan otonomi daerah tentunya tidak  mudah, karena menyangkut masalah kemampuan daerah itu sendiri dalam membiayai penyelenggaraan urusan pemerintahan beserta pelaksanaan pembangunan dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, masalah kemampuan daerah berarti menyangkut masalah bagaimana daerah dapat memperoleh dan meningkatkan sumber-sumber pendapatan daerah untuk menjalankan kegiatan pemerintahannya.  Menurut Prabowo (1999 : 4) sesuai dengan konsep asas desentralisasi dalam rangka menunjang pelaksanaan pembangunan di daerah sangat dibutuhkan dana dan sumber-sumber pembiayaan yang cukup memadai, karena kalau daerah tidak mempunyai sumber keuangan yang cukup akibatnya tergantung terus kepada pemerintah pusat. 

Selanjutnya  Hirawan (1990: 26) mengemukakan bahwa dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan di daerah, semakin besar pula kebutuhan akan dana yang harus dihimpun oleh Pemerintah Daerah, kebutuhan dana tersebut tidak dapat sepenuhnya disediakan oleh dana yang bersumber dari pemerintah daerah sendiri. Dengan demikian kita perlu  mengetahui apakah suatu daerah  itu mampu untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, maka kita harus mengetahui keadaan kemampuan keuangan daerah. seperti yang dikemukakan oleh Syamsi (1986 ; 199)   ada beberapa kriteria yang dapat dijadikan ukuran.

  1. Kemampuan struktural organisasinya.

Struktur organisasi Pemerintah Daerah harus mampu menampung segala aktivitas dan tugas-tugas yang menjadi beban dan tanggung jawabnya, jumlah unit-unit beserta macamnya cukup mencerminkan kebutuhan, pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab yang cukup jelas.

  1. Kemampuan aparatur Pemerintah Daerah

Aparat  Pemerintah Daerah harus mampu menjalankan tugasnya dalam mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Keahlian, moral, disiplin dan kejujuran saling menunjang tercapainya tujuan yang diidam-idamkan oleh  daerah.

  1. Kemampuan mendorong partisipasi masyarakat

Pemerintah Daerah harus mampu mendorong agar masyarakat mau berperan serta dalam kegiatan pembangunan.

  1. Kemampuan keuangan daerah

Pemerintah Daerah harus mampu membiayai semua kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan sebagai pelaksanaan pengaturan dan pengurusan rumah tangganya sendiri.  Untuk itu kemampuan keuangan daerah harus mampu mendukung terhadap pembiayaan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.

Soediyono (1992: 7)  mengemukakan bahwa selain faktor alam, tenaga kerja, dan teknologi, maka salah satu faktor utama lainnya adalah faktor kapital,  yang biasa disebut sumber daya modal atau capital resources. Dari pengertian tersebut  kita dapat menyimpulkan  bahwa penerimaan daerah merupakan sumber modal, yang dihimpun dan dimanfaatkan untuk membiayai berbagai  kegiatan pelaksanaan pembangunan daerah. Selanjutnya  Davey (1988: 258) mengungkapkan bahwa otonomi daerah menuntut adanya kemampuan pemerintah daerah untuk menggali sumber-sumber penerimaan yang tidak tergantung kepada pemerintah pusat dan mempunyai keleluasaan di dalam menggunakan dana-dana untuk kepentingan masyarakat daerah dalam batas-batas yang ditentukan peraturan perundang-undangan.

Teori Pertumbuhan Ekonomi

 

Pertumbuhan ekonomi (economic growth) berkaitan erat dengan peningkatan dalam produksi barang dan jasa, yang diukur adalah kenaikan GNP/GDP tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertambahan penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. Penilaian ini dapat dilakukan atas dasar harga berlaku pada tahun perhitungan atau atas dasar harga konstan dari satu tahun yang dipilih sebagai tahun dasar. Meningkatnya produksi barang dan jasa maka akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat.

Menurut Boediono (1981: 43) mendefinisikan teori tentang pertumbuhan ekonomi sebagai suatu aktivitas kegiatan, dan menjelaskan mengenai faktor-faktor apa saja yang menentukan output per kapita dalam jangka panjang. Penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut berinteraksi satu sama lain sehingga terjadinya suatu proses pertumbuhan ekonomi.

Kinerja pengelolaan keuangan daerah

 

Indikasi keberhasilan otonomi daerah adalah adanya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, kehidupan demokrasi yang semakin maju, keadilan, pemerataan, serta adanya hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah. Keadaan tersebut hanya akan tercapai apabila lembaga sektor publik  dikelola dengan memperhatikan  value for money (VFM). Konsep VFM tersebut penting bagi pemerintah sebagai pelayan masyarakat, karena implementasi konsep tersebut memberikan manfaat:

  1. efektivitas pelayanan publik, dalam arti pelayanan tepat sasaran;
  2. meningkatkan mutu pelayanan publik;
  3. biaya pelayanan yang murah karena hilangnya inefisiensi dan penghematan dalam penggunaan resources;
  4. alokasi belanja yang lebih berorientasi pada kepentingan publik; dan
  5. meningkatkan public cost awareness sebagai pelaksanaan pertanggungjawaban publik.

Dalam kontek otonomi daerah, VFM merupakan jembatan untuk menghantarkan Pemerintah Daerah mencapai good governance, yaitu Pemerintah Daerah yang transparan, ekonomis, efisien, efektif, responsif, dan akuntabel. VFM tersebut harus dioperasionalkan dalam pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah.

Akuntabilitas publik merupakan kata kunci, karena pemerintah sebagai pengemban amanat masyarakat bertanggungjawab atas kinerja yang telah dilakukannya, hal tersebut karena pemerintah berkewajiban untuk mengelola dana masyarakat dalam rangka menjalankan pemerintahannya. Untuk mendukung  dilakukannya pengelolaan dana masyarakat yang mendasarkan konsep VFM, maka diperlukan sistem pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah yang berorientasi pada kinerja (performance budget). Anggaran kinerja tersebut adalah untuk mendukung terciptanya akuntabilitas publik Pemerintah Daerah dalam rangka otonomi daerah dan desentralisasi.

Pemberian otonomi yang luas dan desentralisasi kepada Kabupaten dan Kota memberikan jalan bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan pembaharuan dalam sistem pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Dalam pengelolaan keuangan daerah Pemerintah Daerah dituntut untuk melakukan pengelolaan keuangan daerah  yang berorientasi pada kepentingan publik (public oriented). Hal tersebut meliputi tuntutan kepada Pemerintah Daerah untuk membuat laporan keuangan dan transparansi informasi anggaran kepada publik.

 

Perubahan dalam sistem anggaran daerah yang dikehendaki adalah:

  1. Anggaran daerah harus bertumpu pada kepentingan publik.
  2. Anggaran daerah harus dikelola dengan hasil yang baik dan biaya rendah (work better and cost less).
  3. Anggaran daerah harus mampu memberikan transparansi dan akuntabilitas secara rasional untuk keseluruhan siklus anggaran.
  4. Anggaran daerah harus dikelola dengan pendekatan kinerja (performance oriented) untuk seluruh jenis pengeluaran maupun pendapatan.
  5. Anggaran daerah harus mampu menumbuhkan profesionalisme kerja di setiap organisasi yang terkait.
  6. Anggaran daerah harus dapat memberikan keleluasaan bagi para pelaksananya untuk memaksimalkan pengelolaan dananya dengan memperhatikan prinsip VFM (Mardiasmo,2000: 9).

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

 

Mardiasmo (2001) mengemukakan bahwa salah satu aspek dari Pemerintah Daerah yang harus diatur secara hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah.  Anggaran daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah merupakan instrumen kebijakan, anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas Pemerintah Daerah.  Anggaran daerah seharusnya dipergunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan pengeluaran, alat bantu untuk pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, alat otoritas pengeluaran di masa yang akan datang. Ukuran standar untuk evaluasi kinerja serta alat koordinasi bagi semua aktivitas disemua aktivitas berbagai unit kerja.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya  merupakan instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah.  Oleh karena itu DPRD dan Pemerintah Daerah harus berupaya secara nyata dan terstruktur guna menghasilkan APBD yang dapat mencerminkan kebutuhan riil masyarakat sesuai dengan potensi daerah masing-masing serta dapat memenuhi tuntutan terciptanya anggaran daerah yang berorientasi pada kepentingan masyarakat.

Peran anggaran dalam penentuan arah dan kebijakan Pemerintah Daerah, tidak terlepas dari kemampuan anggaran tersebut dalam mencapai tujuan Pemerintah Daerah sebagai  penyelenggara pelayanan publik.  Oleh karena itu Pemerintah Daerah perlu memperhatikan bahwa pada hakekatnya anggaran daerah merupakan perwujudan amanat rakyat pada pihak eksekutif dan legislatif untuk meningkatkan kesejahtraan dan pelayanan umum kepada masyarakat dalam batas otonomi daerah yang dimilikinya. Untuk itu Menteri Negara Otonomi Daerah Republik Indonesia dan PAU-SE Universitas Gadjah Mada mengemukakan bahwa prinsip-prinsip penyusunan anggaran daerah adalah sebagai berikut.

  1. Keadilan anggaran. Keadilan merupakan salah satu misi utama yang diemban oleh Pemerintah Daerah dalam melaksanakan berbagai kebijakan, khususnya dalam pengelolaan anggaran daerah. Pelayanan umum akan meningkat dan kesempatan kerja juga akan makin bertambah apabila fungsi aloksi dan distribusi dalam pengelolaan anggaran telah dilakukan dengan benar, baik melalui alokasi belanja maupun mekanisme perpajakan serta retribusi yang lebih adil             dan transparan. Hal tersebut mengharuskan Pemerintah Daerah       untuk merasionalkan pengeluaran atau belanja secara adil untuk     dapat dinikmati hasilnya secara proporsional oleh para wajib pajak, retribusi maupun masyarakat luas. Penetapan besaran pajak daerah dan retribusi daerah harus mampu menggambarkan nilai-nilai rasional yang transparan dalam menentukan tingkat pelayanan bagi masyarakat daerah.
  2. Efisiensi dan efektivitas anggaran yang perlu diperhatikan dalam prinsip ini adalah bagaimana memanfaatkan uang sebaik mungkin agar dapat menghasilkan perbaikan pelayanan kesejahteraan yang maksimal guna kepentingan masyarakat. Secara umum kelemahan yang sangat menonjol dari anggaran selama ini adalah keterbatasan daerah untuk mengembangkan instrumen teknis perencanaan anggaran yang berorientasi pada kinerja, bukan pendekatan incremental yang sangat lemah landasan pertimbangannya. Oleh karenanya dalam penyusunan anggaran harus memperhatikan tingkat efisiensi alokasi dan efektivitas kegiatan dalam pencapaian tujuan dan sasaran yang jelas.  Berkenaan dengan itu maka penetapan standar kinerja proyek dan kegiatan serta harga satuannya akan merupakan faktor penentu dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas anggaran.
  3. Anggaran berimbang dan defisit. Pada hakekatnya penerapan prinsip anggaran berimbang adalah untuk meghindari terjadinya hutang pengeluaran akibat rencana pengeluaran yang melampaui kapasitas penerimaannya. Apabila penerimaan yang telah ditetapkan dalam APBD tidak mampu membiayai keseluruhan pengeluaran, maka dapat dipenuhi melalui pinjaman daerah yang dilaksanakan secara taktis dan strategis sesuai dengan prinsip defisit anggaran. Penerapan prinsip ini agar alokasi belanja yang dianggarkan sesuai dengan kemampuan penerimaan daerah yang realistis, baik berasal dari PAD, dana perimbangan keuangan, maupun pinjaman daerah. Di sisi lain kelebihan target penerimaan tidak harus dibelanjakan, tetapi dicantumkan dalam perubahan anggaran dalam pasal cadangan atau pengeluaran tidak tersangka, sepanjang tidak ada rencana kegiatan mendesak yang harus segera dilaksanakan.
  4. Disiplin anggaran. Struktur anggaran harus disusun dan dilaksanakan secara konsisten. APBD adalah rencana pendapatan dan pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah untuk       satu tahun anggaran tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Pencatatan atas penggunaan anggaran daerah sesuai dengan prinsip akuntansi keuangan daerah Indonesia. Tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan/proyek yang belum atau tidak tersedia kredit anggarannya dalam APBD perubahan APBD.  Bila terdapat kegiatan baru yang harus dilaksanakan dan belum tersedia kredit anggarannya, maka perubahan APBD dapat disegerakan atau dipercepat dengan memanfaatkan pasal pengeluaran tak tersangka, bila masih memungkinkan. Anggaran yang tersedia pada setiap pos atau pasal merupakan batas tertinggi pengeluaran, oleh karenanya tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan atau proyek melampaui batas kredit anggaran yang telah ditetapkan. Di samping itu  pula, harus dihindari kemungkinan terjadinya duplikasi anggaran baik antar unit kerja, antara belanja rutin dan belanja pembangunan, serta harus diupayakan terjadinya integrasi kedua jenis belanja tersebut dalam satu indikator kinerja. Pengalokasian anggaran harus didasarkan atas skala prioritas yang telah ditetapkan, terutama untuk program yang ditujukan pada upaya peningkatan pelayanan masyarakat. Dengan demikian akan dapat dihindari pengalokasian anggaran pada proyek-proyek yang tidak efisien.
  5. Transparansi dan akuntabilitas anggaran. Transparansi dan Akuntabilitas dalam penyusunan anggaran, penetapan anggaran, perubahan anggaran dan perhitungan anggaran merupakan wujud pertanggungjawaban Pemerintah Daerah kepada masyarakat, maka dalam proses pengembangan wacana publik di daerah sebagai salah satu instrumen kontrol pengelolaan anggaran daerah, perlu diberikan keleluasaan masyarakat untuk mengakses informasi tentang kinerja dan akuntabilitas anggaran.  Oleh karena itu, anggaran daerah harus mampu memberikan informasi yang lengkap, akurat dan tepat waktu, untuk kepentingan masyarakat, Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat, dalam format yang akomodatif dalam kaitannya dengan pengawasan dan pengendalian anggaran daerah. Sejalan dengan hal tersebut, maka perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan proyek dan kegiatan harus dilaksanakan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara teknis maupun ekonomis kepada pihak legislatif, masyarakat, maupun pihak-pihak yang bersifat independen yang memerlukan.  

Strategi dan prioritas APBD adalah suatu tindakan dan ukuran untuk menentukan keputusan perencanaan anggaran daerah yang berkaitan dengan pelaksanaan suatu kegiatan yang dipilih diantara alternatif kegiatan-kegiatan yang lain, untuk mencapai tujuan dan sasaran dari Pemerintah Daerah. Plafon anggaran adalah batasan anggaran tertinggi/maksimum yang dapat diberikan kepada unit kegiatan dalam rangka membiayai segala aktivitasnya. Plafon anggaran hanya ditujukan untuk perencanaan anggaran belanja investasi, bukan belanja rutin.

Belanja rutin adalah pengeluaran yang manfaatnya hanya untuk satu tahun anggaran dan tidak menambah aset atau kekayaan bagi daerah.  Anggaran biaya rutin dibiayai dari PAD dan sumber-sumber lainya. Belanja investasi adalah pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah, serta selanjutnya akan menambah anggaran rutin untuk biaya operasional dan pemeliharaannya.

Untuk menentukan strategi dan prioritas APBD, diperlukan beberapa kriteria atau variabel.  Beberapa variabel yang digunakan untuk menentukan strategi dan prioritas APBD adalah sebagai berikut.

  1. Kemampuan fungsi dan program tersebut dalam mencapai arah dan kebijakan APBD. Arah dan kebijakan umum APBD merupakan hasil kesepakatan antara legislatif dengan Pemerintah Daerah, yang berisi aspirasi-aspirasi masyarakat daerah. Dengan demikian, pelaksanaan fungsi-fungsi yang sesuai dengan arah dan kebijakan umum APBD, berarti melaksanakan segala hal yang menjadi aspirasi masyarakat.
  2. Kemampuan program tersebut dalam mencapai tujuan dan sasaran yang diterapkan. Tujuan dan sasaran Pemerintah Daerah dikembangkan dalam pelaksanaan program/kegiatan oleh unit kerja. Program-program yang dilaksanakan tersebut seharusnya merupakan program-program yang mempu mendukung tujuan dan sasaran pembangunan daerah, sehingga tujuan dan sasaran pembangunan daerah dapat tercapai.
  3. Kemampuan program tersebut dalam memenuhi kebutuhan riil masyarakat. Tuntutan masyarakat terhadap kebutuhan dan fasilitas publik semakin nyata dan kian hari kian banyak. Pemerintah seharusnya peka terhadap tuntutan tersebut. Namun demikian kepekaan tersebut harus diimbangi dengan pilihan yang tepat akan kebutuhan-kebutuhan yang mendesak, dan yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat.
  4. Kemampuan program tersebut dalam pendanaan pembangunan. Keterbatasan dana pembangunan yang ada menghendaki pemilihan pada pembangunan kebutuhan masyarakat yang menjadi skala prioritas.  Untuk itu maka pelaksanaan program pun harus sesuai dengan besarnya dana yang tersedia.

  Aspek pengelolaan keuangan daerah

          

Aspek pengelolaan keuangan daerah, pada dasarnya menyangkut tiga hal yang saling terkait satu dengan yang lainya,  yaitu:

  1. Aspek Penerimaan, yaitu mengenai seberapa besar kemampuan Pemerintah Daerah dapat menggali sumber-sumber pendapatan yang potensial dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk meningkatkan pendapatan tersebut.
  2. Aspek Pengeluaran, yaitu mengenai seberapa besar biaya-biaya dari suatu pelayanan publik dan faktor-faktor yang menyebabkan biaya-biaya tersebut meningkat.
  3. Aspek Anggaran, yaitu mengenai hubungan antara pendapatan dan pengeluaran  serta kecenderungan yang diproyeksikan untuk masa depan.

Pendapatan daerah dapat diklasifikasikan dalam dua katagori yaitu sumber-sumber pendapatan dari daerah sendiri dan sumber-sumber dari luar daerah. Sumber-sumber pendapatan dari daerah sendiri adalah sumber-sumber pendapatan yang dikumpulkan secara langsung dari masyarakat daerah yang bersangkutan, misalnya pajak dan retribusi yang langsung dipungut dan dimiliki daerah yang bersangkutan. Sumber-sumber pendapatan daerah sendiri dapat juga diperoleh dari hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainya yang dipisahkan     dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Sumber-sumber pendapatan eksternal adalah sumber-sumber pendapatan yang berasal dari luar daerah seperti pemerintah diatasnya (propinsi) dan pemerintah pusat dan pinjaman serta lain-lain penerimaan yang sah.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1999, sumber sumber penerimaan daerah dapat berasal dari berbagai sumber/jenis, namun demikian secara garis besarnya dapat dikelompokan ke dalam tiga  sumber penerimaan yaitu:

  • Pendapatan Asli Daerah, yang terdiri dari:
    • Hasil pajak daerah;
    • Hasil retribusi daerah;
    • Hasil Perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan;
    • Lain-lain pendapatan daerah yang sah:
  • Dana perimbangan yang terdiri dari:
    • Bagian daerah dari penerimaan PBB, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam;
    • Dana Alokasi Umum;
    • Dana Alokasi Khusus;
    • Pinjaman daerah:
  • Lain-lain pendapatan daerah

Pengeluaran daerah adalah semua pengeluaran kas daerah dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang mengurangi kekayaan Pemerintah Daerah.  Dalam struktur anggaran daerah dengan pendekatan kinerja, pengeluaran daerah (belanja daerah) dirinci menurut organisasi, fungsi kelompok, dan jenis belanja.

  1. Belanja daerah menurut organisasi adalah suatu kesatuan pengguna anggaran seperti Sekretariat Daerah, Dinas Daerah, dan lembaga teknis daerah lainnya.
  2. Fungsi belanja misalnya pendidikan, kesehatan, dan fungsi-fungsi lainnya.
  3. Kelompok belanja misalnya belanja administrasi umum, belanja operasi dan  pemeliharaan, belanja modal, belanja transfer, dan belanja tidak terduga.
  4. Jenis belanja misalnya belanja pegawai, belanja barang, belanja perjalanan dinas, belanja pemeliharaan dan belanja lain-lain.

Sistem pengelolaan keuangan daerah

2       Salah satu unsur yang paling penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah adalah sistem atau cara pengelolaan keuangan daerah, hal ini penting dan mendasar untuk memperbaiki berbagai kelemahan dan kekurangan yang ada serta upaya untuk mengakomodasi berbagai tuntutan dan aspirasi yang berkembang di masyarakat. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang akan dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan daerah tersebut, dalam kerangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).  Pasal 4 dan 5 menyebutkan bahwa, pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan dan bertanggungjawab dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatutan sehingga Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu.

Devas, dkk (1989) mengemukakan bahwa pengelolaan keuangan daerah berarti mengurus dan mengatur keuangan daerah dengan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah sebagai berikut.

  1. Tanggung jawab (accountability). Pemerintah Daerah harus mempertanggungjawabkan keuangannya kepada lembaga atau orang yang berkepentingan sah, lembaga atau orang itu adalah Pemerintah Pusat, DPRD, Kepala Daerah dan masyarakat umum.
  2. Mampu memenuhi kewajiban keuangan. Keuangan daerah harus ditata dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu melunasi semua kewajiban atau ikatan keuangan baik jangka pendek, jangka panjang maupun pinjaman jangka panjang pada waktu yang telah ditentukan.
  3. Hal-hal yang menyangkut pengelolaan keuangan daerah pada prinsipnya harus diserahkan kepada pegawai yang benar-benar jujur dan dapat dipercaya.
  4. Hasil guna (efectiveness) dan daya guna (efficiency). Merupakan tata cara mengurus keuangan daerah harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan program dapat direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan Pemerintah Daerah dengan biaya yang serendah-rendahnya dan dalam waktu yang secepat-cepatnya.
  5. Aparat pengelola keuangan daerah, DPRD dan petugas pengawas harus melakukan pengendalian agar semua tujuan tersebut dapat tercapai.

Mardiasmo (2000) mengemukakan bahwa salah satu aspek dari Pemerintah Daerah yang harus diatur secara hati-hati adalah masalah pengelolan keuangan daerah dan anggaran daerah.  Anggaran daerah atau APBD merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi Pemerintah Daerah.  Sebagai instrumen kebijakan, anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas Pemerintah Daerah.

Dalam pengelolaan keuangan daerah sebagai perwujudan dari rencana kerja keuangan akan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan selain berdasarkan pada ketentuan umum juga berdasarkan pada:

  1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.
  2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
  3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom.
  4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.
  5. Permendagri Nomor 5 Tahun 1997 Pelaksanaan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi Keuangan dan Barang Daerah

Konsep manajemen strategis

 

            Managemen strategis menurut Suwarsono (1994:6) dapat diartikan sebagai usaha manajerial menumbuhkembangkan kekuatan perusahaan untuk mengeksploitasi peluang bisnis yang muncul guna mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan sesuai dengan misi yang telah ditentukan. Komponen pokok dari manajemen strategis adalah:

  1. analisis lingkungan yang diperlukan untuk mendeteksi peluang dan ancaman;
  2. analisis profil perusahaan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan;
  3. strategi yang diperlukan untuk mencapai tujuan dengan memperhatikan misi.

            Menurut Salusu (1996:493), manajemen strategis adalah suatu cara untuk mengendalikan organisasi secara efektif dan efisien, sampai kepada implementasi garis terdepan, sedemikian rupa sehingga tujuan dan sasarannya tercapai. Menurut Wahyudi (1996:15) manajemen strategis adalah suatu seni dan ilmu dari pembuatan (formulating), penerapan (implementing) dan evaluasi (evaluating) terhadap keputusan strategis antara fungsi-fungsi yang memungkinkan organisasi mencapai masa depan. Siagian (1995:15-42) mengatakan bahwa merumuskan manajemen strategis sebagai rangkaian keputusan dan tindakan mendasar yang dibuat oleh manajemen puncak dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan.

            Dengan berkembangnya organisasi menjadi sangat kompleks, di mana pengelolaan sumber daya organisasi menjadi semakin rumit. Keadaan ini menyebabkan semakin pentingnya suatu manajemen strategi agar organisasi berkembang secara sehat dan mampu mempertahankan eksistensinya. Membahas konsep manajemen strategis berarti membicarakan hubungan antara organisasi dengan lingkungannya, lingkungan internal dan lingkungan eksternal.

            Dalam lingkungan organisasi, manajemen strategis mampu menciptakan sinergi dan  l'esprit de corps yaitu semangat korps yang penuh integritas sehingga dapat melicinkan jalan menuju sasaran organisasi. Semangat itu diharapkan akan meningkatkan produktivitas mereka. Dengan begitu organisasi akan mampu bertahan lama bebas dari perasaan curiga antar karyawan. Hasilnya akan lebih mampu memberikan pelayanan terbaik kepada konsumennya.

            Manajemen strategis di lingkungan pemerintahan akan banyak berkaitan dengan pengalokasian kekuasaan dan sumber daya, pendelegasian wewenang mengambil keputusan, penggalian sumber-sumber keuangan pemanfaatan dana yang diperoleh dari rakyat berupa pajak dengan cara yang paling efisien dan paling efektif. Manajemen strategis tidak terlepas dari strategi itu sendiri. Strategi secara luas dapat dipandang sebagai pola tujuan, kebijakan, program, tindakan, keputusan atau alokasi sumber daya yang mendefinisikan bagaimana organisasi itu, apa yang dikerjakan organisasi, dan mengapa organisasi itu melakukannya (Bryson, 1988:5).

            Hax dan Majluf (1991) menawarkan rumusan yang komprehensif tentang strategi sebagai berikut (lihat Salusu,1996: 100-101).

  1. strategi adalah suatu pola keputusan yang konsisten, menyatu dan integral.
  2. menentukan dan menampilkan tujuan organisasi dalam artian sasaran jangka panjang, program bertindak, dan prioritas alokasi sumber daya.
  3. menyeleksi bidang yang akan digeluti atau akan digeluti organisasi.
  4. mencoba mendapatkan keuntungan yang mampu bertahan lama, dengan memberikan respon yang tepat terhadap peluang dan ancaman dari lingkungan eksternal organisasi, dan kekuatan serta kelemahannya .
  5. melibatkan semua tingkat hierarki dari organisasi.

            Dengan definisi ini, strategi menjadi suatu kerangka yang fundamental tempat suatu organisasi akan mampu menyatakan kontinuitasnya yang vital, sementara pada saat yang bersamaan organisasi  akan memiliki kekuatan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang selalu berubah. Menurut Salusu (1996:101) strategi ialah suatu seni menggunakan kecakapan dan sumber daya suatu organisasi untuk mencapai sasarannya melalui hubungannya yang efektif dengan lingkungan dalam kondisi yang paling menguntungkan. Oleh karena itu strategi dapat dikatakan sebagai perluasan misi guna menjembatani organisasi dan lingkungannya dalam pencapaian tujuan. Strategi dikembangkan untuk mengatasi isu strategis, strategi menjelaskan tentang respon organisasi terhadap pilihan kebijakan pokok.

            Manajemen strategis adalah suatu cara untuk mengendalikan organisasi secara efektif dan efisien, sampai kepada implementasi garis terdepan, sedemikian rupa sehingga tujuan dan sasarannya tercapai. Dengan manajemen strategis, organisasi dimungkinkan untuk mengidentifikasi peluang-peluang dalam lingkungan eksternal dan sekaligus memanfaatkannya. Ancaman dari lingkungan dapat dihindari seminimal mungkin dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki organisasi.     Dengan peluang dan kekuatan, organisasipun dapat memperbaiki kelemahan-kelemahannya. Bahkan manajemen strategis dapat memberi petunjuk awal bagaimana mengantisipasi perubahan-perubahan awal dari lingkungan eksternal (Salusu, 1996:495).

            Manfaat dari penggunaan manajemen strategik menurut Yoo dan Digman (1987) adalah (lihat Salusu 1996:498).

  1. manajemen strategik mampu memberikan petunjuk bagaimana mengantisipasi masalah-masalah dan peluang di masa yang akan datang;
  2. memungkinkan para karyawan memahami tujuan dan sasaran organisasi;
  3. meningkatkan kepuasan dan motivasi karyawan;
  4. menyediakan informasi kepada para pengambil keputusan tepat pada waktunya;
  5. mempercepat pengambilan keputusan yang bermutu dan bisa menghemat biaya.