Rabu, 15 Februari 2023

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

 

Mardiasmo (2001) mengemukakan bahwa salah satu aspek dari Pemerintah Daerah yang harus diatur secara hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah.  Anggaran daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah merupakan instrumen kebijakan, anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas Pemerintah Daerah.  Anggaran daerah seharusnya dipergunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan pengeluaran, alat bantu untuk pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, alat otoritas pengeluaran di masa yang akan datang. Ukuran standar untuk evaluasi kinerja serta alat koordinasi bagi semua aktivitas disemua aktivitas berbagai unit kerja.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya  merupakan instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah.  Oleh karena itu DPRD dan Pemerintah Daerah harus berupaya secara nyata dan terstruktur guna menghasilkan APBD yang dapat mencerminkan kebutuhan riil masyarakat sesuai dengan potensi daerah masing-masing serta dapat memenuhi tuntutan terciptanya anggaran daerah yang berorientasi pada kepentingan masyarakat.

Peran anggaran dalam penentuan arah dan kebijakan Pemerintah Daerah, tidak terlepas dari kemampuan anggaran tersebut dalam mencapai tujuan Pemerintah Daerah sebagai  penyelenggara pelayanan publik.  Oleh karena itu Pemerintah Daerah perlu memperhatikan bahwa pada hakekatnya anggaran daerah merupakan perwujudan amanat rakyat pada pihak eksekutif dan legislatif untuk meningkatkan kesejahtraan dan pelayanan umum kepada masyarakat dalam batas otonomi daerah yang dimilikinya. Untuk itu Menteri Negara Otonomi Daerah Republik Indonesia dan PAU-SE Universitas Gadjah Mada mengemukakan bahwa prinsip-prinsip penyusunan anggaran daerah adalah sebagai berikut.

  1. Keadilan anggaran. Keadilan merupakan salah satu misi utama yang diemban oleh Pemerintah Daerah dalam melaksanakan berbagai kebijakan, khususnya dalam pengelolaan anggaran daerah. Pelayanan umum akan meningkat dan kesempatan kerja juga akan makin bertambah apabila fungsi aloksi dan distribusi dalam pengelolaan anggaran telah dilakukan dengan benar, baik melalui alokasi belanja maupun mekanisme perpajakan serta retribusi yang lebih adil             dan transparan. Hal tersebut mengharuskan Pemerintah Daerah       untuk merasionalkan pengeluaran atau belanja secara adil untuk     dapat dinikmati hasilnya secara proporsional oleh para wajib pajak, retribusi maupun masyarakat luas. Penetapan besaran pajak daerah dan retribusi daerah harus mampu menggambarkan nilai-nilai rasional yang transparan dalam menentukan tingkat pelayanan bagi masyarakat daerah.
  2. Efisiensi dan efektivitas anggaran yang perlu diperhatikan dalam prinsip ini adalah bagaimana memanfaatkan uang sebaik mungkin agar dapat menghasilkan perbaikan pelayanan kesejahteraan yang maksimal guna kepentingan masyarakat. Secara umum kelemahan yang sangat menonjol dari anggaran selama ini adalah keterbatasan daerah untuk mengembangkan instrumen teknis perencanaan anggaran yang berorientasi pada kinerja, bukan pendekatan incremental yang sangat lemah landasan pertimbangannya. Oleh karenanya dalam penyusunan anggaran harus memperhatikan tingkat efisiensi alokasi dan efektivitas kegiatan dalam pencapaian tujuan dan sasaran yang jelas.  Berkenaan dengan itu maka penetapan standar kinerja proyek dan kegiatan serta harga satuannya akan merupakan faktor penentu dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas anggaran.
  3. Anggaran berimbang dan defisit. Pada hakekatnya penerapan prinsip anggaran berimbang adalah untuk meghindari terjadinya hutang pengeluaran akibat rencana pengeluaran yang melampaui kapasitas penerimaannya. Apabila penerimaan yang telah ditetapkan dalam APBD tidak mampu membiayai keseluruhan pengeluaran, maka dapat dipenuhi melalui pinjaman daerah yang dilaksanakan secara taktis dan strategis sesuai dengan prinsip defisit anggaran. Penerapan prinsip ini agar alokasi belanja yang dianggarkan sesuai dengan kemampuan penerimaan daerah yang realistis, baik berasal dari PAD, dana perimbangan keuangan, maupun pinjaman daerah. Di sisi lain kelebihan target penerimaan tidak harus dibelanjakan, tetapi dicantumkan dalam perubahan anggaran dalam pasal cadangan atau pengeluaran tidak tersangka, sepanjang tidak ada rencana kegiatan mendesak yang harus segera dilaksanakan.
  4. Disiplin anggaran. Struktur anggaran harus disusun dan dilaksanakan secara konsisten. APBD adalah rencana pendapatan dan pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah untuk       satu tahun anggaran tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Pencatatan atas penggunaan anggaran daerah sesuai dengan prinsip akuntansi keuangan daerah Indonesia. Tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan/proyek yang belum atau tidak tersedia kredit anggarannya dalam APBD perubahan APBD.  Bila terdapat kegiatan baru yang harus dilaksanakan dan belum tersedia kredit anggarannya, maka perubahan APBD dapat disegerakan atau dipercepat dengan memanfaatkan pasal pengeluaran tak tersangka, bila masih memungkinkan. Anggaran yang tersedia pada setiap pos atau pasal merupakan batas tertinggi pengeluaran, oleh karenanya tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan atau proyek melampaui batas kredit anggaran yang telah ditetapkan. Di samping itu  pula, harus dihindari kemungkinan terjadinya duplikasi anggaran baik antar unit kerja, antara belanja rutin dan belanja pembangunan, serta harus diupayakan terjadinya integrasi kedua jenis belanja tersebut dalam satu indikator kinerja. Pengalokasian anggaran harus didasarkan atas skala prioritas yang telah ditetapkan, terutama untuk program yang ditujukan pada upaya peningkatan pelayanan masyarakat. Dengan demikian akan dapat dihindari pengalokasian anggaran pada proyek-proyek yang tidak efisien.
  5. Transparansi dan akuntabilitas anggaran. Transparansi dan Akuntabilitas dalam penyusunan anggaran, penetapan anggaran, perubahan anggaran dan perhitungan anggaran merupakan wujud pertanggungjawaban Pemerintah Daerah kepada masyarakat, maka dalam proses pengembangan wacana publik di daerah sebagai salah satu instrumen kontrol pengelolaan anggaran daerah, perlu diberikan keleluasaan masyarakat untuk mengakses informasi tentang kinerja dan akuntabilitas anggaran.  Oleh karena itu, anggaran daerah harus mampu memberikan informasi yang lengkap, akurat dan tepat waktu, untuk kepentingan masyarakat, Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat, dalam format yang akomodatif dalam kaitannya dengan pengawasan dan pengendalian anggaran daerah. Sejalan dengan hal tersebut, maka perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan proyek dan kegiatan harus dilaksanakan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara teknis maupun ekonomis kepada pihak legislatif, masyarakat, maupun pihak-pihak yang bersifat independen yang memerlukan.  

Strategi dan prioritas APBD adalah suatu tindakan dan ukuran untuk menentukan keputusan perencanaan anggaran daerah yang berkaitan dengan pelaksanaan suatu kegiatan yang dipilih diantara alternatif kegiatan-kegiatan yang lain, untuk mencapai tujuan dan sasaran dari Pemerintah Daerah. Plafon anggaran adalah batasan anggaran tertinggi/maksimum yang dapat diberikan kepada unit kegiatan dalam rangka membiayai segala aktivitasnya. Plafon anggaran hanya ditujukan untuk perencanaan anggaran belanja investasi, bukan belanja rutin.

Belanja rutin adalah pengeluaran yang manfaatnya hanya untuk satu tahun anggaran dan tidak menambah aset atau kekayaan bagi daerah.  Anggaran biaya rutin dibiayai dari PAD dan sumber-sumber lainya. Belanja investasi adalah pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah, serta selanjutnya akan menambah anggaran rutin untuk biaya operasional dan pemeliharaannya.

Untuk menentukan strategi dan prioritas APBD, diperlukan beberapa kriteria atau variabel.  Beberapa variabel yang digunakan untuk menentukan strategi dan prioritas APBD adalah sebagai berikut.

  1. Kemampuan fungsi dan program tersebut dalam mencapai arah dan kebijakan APBD. Arah dan kebijakan umum APBD merupakan hasil kesepakatan antara legislatif dengan Pemerintah Daerah, yang berisi aspirasi-aspirasi masyarakat daerah. Dengan demikian, pelaksanaan fungsi-fungsi yang sesuai dengan arah dan kebijakan umum APBD, berarti melaksanakan segala hal yang menjadi aspirasi masyarakat.
  2. Kemampuan program tersebut dalam mencapai tujuan dan sasaran yang diterapkan. Tujuan dan sasaran Pemerintah Daerah dikembangkan dalam pelaksanaan program/kegiatan oleh unit kerja. Program-program yang dilaksanakan tersebut seharusnya merupakan program-program yang mempu mendukung tujuan dan sasaran pembangunan daerah, sehingga tujuan dan sasaran pembangunan daerah dapat tercapai.
  3. Kemampuan program tersebut dalam memenuhi kebutuhan riil masyarakat. Tuntutan masyarakat terhadap kebutuhan dan fasilitas publik semakin nyata dan kian hari kian banyak. Pemerintah seharusnya peka terhadap tuntutan tersebut. Namun demikian kepekaan tersebut harus diimbangi dengan pilihan yang tepat akan kebutuhan-kebutuhan yang mendesak, dan yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat.
  4. Kemampuan program tersebut dalam pendanaan pembangunan. Keterbatasan dana pembangunan yang ada menghendaki pemilihan pada pembangunan kebutuhan masyarakat yang menjadi skala prioritas.  Untuk itu maka pelaksanaan program pun harus sesuai dengan besarnya dana yang tersedia.

Tidak ada komentar: