Ada dua pandangan yang dikemukakan tentang pinjaman publik, yang mempunyai pemikiran berbeda satu sama lainnya. Menurut aliran klasik (lihat Simanjuntak, et .al., 2000:18), menyatakan bahwa pinjaman publik akan menghambat pembangunan, karena pengeluaran publik bersipat non produktif. Sedangkan menurut aliran Keynesian menyatakan bahwa kredit publik dapat berfungsi sebagai basis jumlah uang beredar dan dapat meningkatkan produktivitas, karena hutang dapat membantu tercapainya transformasi ekonomi dengan cara;
- Menutupi kekurangan sumberdaya manusia dan permodalan dalam jangka pendek.
- Meningkatkan aktivitas perekonomian yang strategis.
- Meningkatkan kinerja pemerintah secara positif.
- Menyediakan sumberdaya yang memungkinkan untuk menjalankan reformasi struktural perekonomiannya.
Dari kedua pandangan tersebut menunjukkan, bahwa pinjaman dapat diperkenankan asalkan digunakan untuk menutupi kekurangan dana dan hal-hal yang bersipat produktif, yang langsung dapat menghasilkan penerimaan bagi daerah, seperti mendirikan pasar, terminal dan hotel (Devas, 1989:221).
Secara umum, kebijaksanaan untuk melakukan pinjaman, merupakan kebijakan pemerintah daerah, akan tetapi dalam hal ini, pemerintah yang lebih tinggi memegang kuasa atas pemerintah daerah, karena pinjaman pemerintah daerah baru akan dapat dilakukan apabila telah mendapat persetujuan dari pemerintah pusat. Hal ini, dimaksudkan agar pinjaman pemerintah daerah hendaknya tertanan pada kegiatan-kegiatan yang dapat mendorong pendapatan daerah, sehingga daerah akan mampu membayar kembali pinjaman yang dilakukan. Dengan demikian seberapa besarpun pinjaman yang dilakukan daerah tidak menjadi masalah, selama daerah memiliki kemampuan membayarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar