Jumat, 15 November 2019

Representasi Politik (skripsi dan tesis)

Menurut Nuri Suseno dalam bukunya yang berjudul Representasi Politik, bahwa perkembangan representasi politik dapat diamati sejauh mana keberadaan Negara dalam pelaksanaan demokrasinya yang sangat dipengaruhi oleh perubahan fenomena politik. Viera dan Runciman mengatakan bahwa semua negara modern saat ini merupakan negara perwakilan. Representasi yang secara sederhana diartikan “menghadirkan yang tidak ada atau yang tidak hadir” berubah untuk memahami praktik politik demokrasi (Nuri Suseno, 2013:16). Pada awalnya, menurut Hanna Pitkin representasi sepanjang sejarah tidak ada hubungan dengan demokrasi, ahkan tidak identik dengan demokrasi itu sendiri. Demokrasi dipandang sebagai pemerintahan rakyat sedangkan representasi adalah menghadirkan yang tidak hadir. Tentunya ini sangat berlawanan.Demikian pula yang dikatakan Benard Manin dalam The Principles of Representative Government (1997), pemerintahan perwakilan tidak sama dengan demokrasi (Nuri Suseno, 2013:26). Menurut perspektif Manin dalam melihat state dan civil sebagai representasi politik dari perspektif demokrasi, lembaga yang dipandang sentral didalam pemerintahan perwakilan adalah “election” atau pemilihan dengan distinction.Sehingga dari election lahirlah wakil-wakil politik. 
Menurut Hanna Pitkin, dikatakan layak seseorang wakil dalam perspektif demokrasi adalah (1) authorization (otorisasi), (2) substantive acting for (tindakan mewakili dalam artian sesungguhnya), dan (3) accountability (pertanggungjawaban atau penanggunggugatan). Dari sini, paradigma yang semula menentang antara represtasi dengan demokrasi berbeda dapat menemukan benang merahnya (Nuri Suseno, 2013:30-31) Repsentasi politik dari perspektif demokrasi cenderung dinamis, sebagaimana yang diungkap oleh Laura Montanaro. Montanaro melihat representasi politik dari intuisi normative demokrasi, bahwa representasi tidak harus dari election (representasi electoral) tetapi adanya self appointed representation yang berasal dari individu, kelompok masyarakat non pemerintahan (lokal, nasional, atau global). Demokrasi yang inklusif memungkinkan representasi politik yang tereklsusikan untuk hadir dan terwakili diarena pengambilan keputusan. Representasi politik sering dipahami sebagai keterwakilan suatu pihak atas pihak lain. Namun konsep ini bukan berarti menjadi konsep mutlak dari representasi. 
Seperti yang tercantum dalam kutipan berikut: …the very notion of representation tells us that the represented is not present. Prevailing conceptual definitions in any period are shaped by its advocates who are themselves formed by their political representation is both contingent and contested, a complex combination of elements that is ill-suited to simple definition or application... (…gagasan representasi menunjukkan bahwa pihak yang direpresentasikan tidak hadir. Definisi-definisi konseptual yang ada dalam suatu periode dibentuk oleh para penganjurnya, mereka sendiri dibentuk oleh konteks dan prioritas politik pada masanya. 
Makna representasi politik, dengan demikian, [bersifat] sementara dan dapat diperdebatkan, sebuah kombinasi yang kompleks dari unsurunsur yang kurang cocok bagi definisi atau penerapan yang sederhana…). (Nuri Suseno, 2013:25) Kutipan diatas menunjukan bahwa konsep dari representasi politik tidak mudah dipahami dan didefinisikan secara universal. Hal ini dikarenakan ada banyak perdebatan mengenai makna dari representasi politik. Representasi politik terlalu kompleks dan terdiri dari unsur-unsur yang sukar untuk didefinisikan. Representasi politik tidak hanya seputar wakil dan pihak yang diwakilinya, namun lebih dari itu. Menurut Hanna Pitkin, setidaknya ada 4 pandangan berbeda tentang representasi yakni formal, substantif, simbolis dan deskriptif. Pandangan formal dan deskriptif melihat representasi pada way of acting atau acting for. Sedangan pandangan simbolis dan substantive memandang dari way of being atau standing for. Gambaran representasi dari Pitkin sendiri dianggap representasi tradisonal karena fokus yang kuat pada pemilu baik pada gagasan maupun praktik serta fokus yang kuat pada karakter dan penampilan perwakilan dari wakil disatu sisi dan mengabaikan yang diwakili disisi lainnya (Nuri Suseno, 2013:33-34). Perkembangan representasi dan election haruslah dikaitkan dengan state dan civil serta the people menurut Urbinati. Sehingga diperlukan pembenahan pada institusi- institusi representasi politik. Teori representasi politik ini tidak semata dikaitkan dengan agen-agen atau institusiinstitusi pemerintahan tetapi memandang representasi politik sebagai bentuk proses politik yang terstruktur dalam hubungan diantara institusi- institusi dan masyrakat sehingga dengan demikian tidak terbatas hanya pada pemusyawarahan atau pengambilan keputusan didalam majelis

Tidak ada komentar: