Secara teoritis politik identitas
menurut Lukmantoro adalah politis
untuk mengedepankan kepentingankepentingan dari anggota-anggota
suatu kelompok karena memiliki
kesamaan identitas atau karakteristik,
baik berbasiskan pada ras, etnisitas,
jender, atau keagamaan. Politik
identitas merupakan rumusan lain dari
polit ik perbedaan. Politik Identitas
merupakan tidakan politis dengan
upaya-upaya penyaluran aspirasi untuk
mempengaruhi kebijakan, penguasaan
atas distribusi nilai- nilai yang
dipandang berharga hingga tuntutan
yang paling fundamental, yakni
penentuan nasib sendiri atas dasar
keprimordialan. Dalam format
keetnisan, politik identitas tercermin
mula dari upaya memasukan nilai- nilai
kedalam peraturan daerah,
memisahkan wilayah pemerintahan,
keinginan mendaratkan otonomi
khusus sampai dengan munculnya
gerakan separa tis. Sementara dalam
konteks keagamaan politik identitas
terefleksikan dari beragam upaya untuk
memasukan nilai-nilai keagamaan
dalam proses pembuatan kebijakan,
termasuk menggejalanya perda syariah,
maupun upaya menjadikan sebuah kota
identik dengan agama tertentu.
Sedangkan Cressida Heyes
mendefinisikan politik identitas sebagai
sebuah penandaan aktivitaspolitis
(Cressida Heyes, 2007). Sedangkan
dalam pengertian yang lebih luas politik
identitas berkepentingan dengan
pembebasan dari situasi keterpinggiran
yang secara spesifik mencakup
konstituensi (keanggotaan) dari
kelompok dalam konteks yang lebih
luas.Jika dicermati Politik identitas
sebenarnya merupakan nama lain dari biopolitik yang berbicara tentang satu
kelompok yang diidentikkan oleh
karakteristik biologis atau tujuan-tujuan
biologisnya dari suatu titik pandang.
Sebagai contoh adalah politik ras dan
politik gender. (Hellner, 1994:4).
Menurut Agnes Heller politik identitas
adalah gerakan politik yang focus
perhatiannya pada perbedaan sebagai
satu kategori politik utama. Politik
identitas muncul atas kesadaran
individu untuk mengelaborasi identitas
partikular, dalam bentuk relasi dalam
identitas primordial etnik dan agama.
Namun, dalam perjalanan
berikutnya, politik identitas justru
dibajak dan direngkuh oleh kelompok
mayoritas untuk memapankan
dominasi kekuasaan. Penggunaan
politik identitas untuk meraih
kekuasaan, yang justru semakin
mengeraskan perbedaan dan
mendorong pertikaian itu, bukan
berarti tidak menuai kritik tajam. Politik
identitas seakanAkan meneguhkan adanya
keutuhan yang bersifat esensialistik
tentang keberadaan kelompok sosial
tertentu berdasarkan identifikasi
primordialitas.
Agnes Heller mendefinisikan
politik identitas sebagai sebuah konsep
dan gerakan politik yang fokus
perhatiannya pada perbedaan
(difference) sebagai suatu kategori politik
yang utama (Abdilah S, 2002: 16). Di
dalam setiap komunitas, walaupun
mereka berideologi dan memiliki tujuan
bersama, tidak bias dipungkiri bahwa di
dalamnya terdapat berbagai macam
individu yang memiliki kepribadian
dan identitas masing-masing.
Jadi secara umum teori umum
politik identitas dan berbagai hasil
penelitian menunjukkan, ada dua faktor
pokok yang membuat etnis dan agama
menjadi menarik dan muncul (salient)
untuk dipakai dan berpengaruh dalam
proses politik. Pertama, ketika etnis dan
agama menjadi faktor yang
dipertaruhkan. Ada semacam
keperluan untuk mempertahankan atau
membela identitas yang dimiliki suatu
kelompok. Kedua, ketika proses politik
tersebut berlangsung secara kompetitif.
Artinya, proses politik itu
menyebabkan kelompok-kelompok
identitas saling berhadapan dan tidak
ada yang dominan, sehingga tidak
begitu jelas siapa yang akan menjadi
pemenang sejak jauh-jauh hari.
Pemilihan umum, termasuk pilkada,
adalah proses politik di mana berbagai
faktor seperti identitas menjadi
pertaruhan. Tinggal sekarang
bagaimana aktor-aktor yang terlibat di
dalamnya mengelola isu-isu seperti
etnis dan agama, menjadi hal yang
masuk pertaruhan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar