Pengukuran modal sosial mungkin sulit, tetapi bukan tidak mungkin, dan
beberapa studi yang sangat baik telah mengidentifikasi pendekatan yang berguna
untuk modal sosial, dengan menggunakan jenis dan kombinasi dari metodologi
penelitian kualitatif, komparatif dan kuantitatif yang berbeda (Woolcock, 2000).
Pengukuran modal sosial sangat tergantung pada bagaimana modal sosial itu dimaknai.
Menurut The World Bank Group (2011), modal sosial diukur dengan sejumlah
cara yang inovatif, meskipun untuk mendapatkan satu ukuran yang valid mungkin
mustahil. Hal ini disebabkan oleh :
(1) definisi yang paling komprehensif dari modal
sosial yang multidimensi, ternyata menggabungkan tingkat dan unit analisis yang
berbeda,
(2) adanya upaya untuk mengukur konsep dari sifat-sifat ambigu seperti rasa
percaya, norma, masyarakat, jaringan dan organisasi selalu menimbulkan masalah
(3)
beberapa survei terdahulu sering dipakai acuan untuk mengukur modal sosial melalui
kompilasi indeks dari berbagai item perkiraan, seperti tingkat kepercayaan pada
pemerintah, tren perolehan suara dalam pemilu, keanggotaan dalam organisasi
kemasyarakatan, jam kerja yang dihabiskan secara sukarela.
Survei terbaru saat ini
sedang diuji yang diharapkan akan menghasilkan lebih banyak indikator langsung dan
akurat untuk pengukuran modal sosial. Mengukur modal sosial mungkin sulit, tetapi bukan tidak mungkin, dan beberapa studi yang sangat baik telah mengidentifikasi
pendekatan untuk mewakili pengukuran modal sosial, dengan menggunakan jenis dan
kombinasi dari metodologi penelitian kualitatif, komparatif dan kuantitatif yang
berbeda.
Pretty and Ward (2001) menyatakan terdapat empat aspek utama yang
membangun modal sosial, yaitu :
(1) hubungan dari rasa percaya,
(2) resiproksitas dan
pertukaran,
(3) aturan umum, norma, dan sanksi, serta
(4) koneksi, kerjasama, dan
kelompok.
Rasa percaya mempermudah jalinan kerjasama dan mengurangi biaya
trasaksi. Rasa percaya dibedakan atas dua tipe, yaitu rasa percaya terhadap orang yang
dikenal (thick trust) dan rasa percaya terhadap orang yang belum dikenal (thin trust).
Resiproksitas dan pertukaran juga berperan meningkatkan rasa percaya. Resiproksitas
ada dua tipe, yaitu resiproksitas spesifik yang berkaitan dengan pertukaran simultan
dan resiproksitas difusif yang merujuk pada pertukaran yang berkelanjutan.
Determinan modal sosial seperti rasa percaya, norma, dan jaringan kerja dapat
berdampak positif atau negatif terhadap kinerja pembanguan ekonomi. Rasa saling
percaya yang tinggi akan mendorong peningkatan kinerja ekonomi yang lebih tinggi,
asalkan mampu membangun kondisi persaingan yang sehat. Norma akan mempunyai
dampak positif bila kemungkinan berkembangnya kreativitas lebih besar dibandingkan
kemungkinan melemahnya etika kerja. Jaringan kerja akan berdampak positif terjadi
bila dampak proteksi pada perilaku senang meminjam (rent-seeking) lebih besar
daripada pengurangan (crowding out) waktu kerja. Fokus dari pengukuran modal sosial itu sebenarnya ingin melihat pada
kemampuan masyarakat dalam suatu entitas atau kelompok untuk bekerjasama
membangun suatu jaringan untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama tersebut
diwarnai oleh suatu pola inter-relasi yang imbal balik dan saling menguntungkan, serta
dibangun di atas kepercayaan yang ditopang oleh norma dan nilai nilai sosial yang
positif dan kuat. Kekuatan tersebut akan maksimal jika didukung oleh semangat
proaktif membuat jalinan hubungan diatas prinsip-prinsip tentang persamaan,
kebebasan, dan nilai-nilai kemajemukan serta humanitarian. Akhirnya dapat
dinyatakan bahwa unsur-unsur pokok pengukuran modal sosial adalah.
1). Rasa Percaya; kepercayaan adalah sesuatu yang mempunyai nilai yang sangat
tinggi di dalam melakukan apapun dengan orang lain. Rasa percaya
(mempercayai) adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam
hubungan-hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang
lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa
bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung, paling tidak yang
lain tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya (Putnam, 1993,
1995 dan 2002).
Pandangan Fukuyama (2000), menyatakan bahwa rasa
percaya adalah sikap saling mempercayai di masyarakat tersebut, saling bersatu
dengan yang lain dan memberikan kontribusi pada peningkatan modal sosial.
Beberapa indikator yang sesuai dengan unsur rasa percaya pada pelaku usaha
industri tenun, misalnya: rasa peduli dan toleransi terhadap orang lain, kepercayaan terhadap tokoh agama, rasa saling percaya terhadap orang lain,
kepercayaan terhadap pemerintah, dsb.
2). Norma Sosial; norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, harapanharapan dan tujuan-tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh
sekelompok orang. Unsur modal sosial ini dapat berasal dari agama, panduan
moral, maupun standar-standar sekuler seperti hanya kode etik professional.
Menurut Fukuyama (2000) norma-norma dibangun dan berkembang
berdasarkan sejarah kerjasama dimasa lalu dan diterapkan untuk mendukung
iklim kerjasama. Hasbullah (2005) menyatakan norma-norma sosial akan
sangat berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk prilaku yang tumbuh dalam
masyarakat apalagi dalam kehidupan sekarang dan tidak lagi dipandang
sebagai modal yang penting di dalam tantanan kehidupan masyarakat setempat.
Beberapa indikator norma sehubungan dengan pelaku usaha industri tenun
dikaitkan dengan budaya setempat, seperti: norma keharmonisan sesuai Tri
Hita Karana (THK), kepatuhan terhadap aturan (awig-awig) yang ada,
kemudahan mencari bantuan modal, kemudahan memperoleh bantuan
pembinaan kewirausahaan (manajemen), dsb. Dalam hal ini, Konsep THK
merupakan konsep harmonisasi hubungan yang selalu dijaga masyarakat Hindu
Bali meliputi: parahyangan (hubungan manusia dengan Tuhan), pawongan
(hubungan antar-manusia), dan palemahan (hubungan manusia dengan
lingkungan) yang bersumber dari kitab suci agama Hindu Baghawad Gita.
Oleh karena itu, konsep THK yang berkembang di Bali, merupakan konsep nilai kultur (budaya) lokal yang telah tumbuh, berkembang dalam tradisi
masyarakat Bali, dan bahkan saat ini telah menjadi landasan falsafah bisnis,
filosofi pengembangan pariwisata, pengaturan tata ruang, dan rencana stratejik
pembangunan daerah. (Windia dan Ratna, 2011).
3). Jaringan Kerja; modal sosial tidak dibangun hanya oleh satu individu,
melainkan akan terletak pada kecendrungan yang tumbuh dalam suatu
kelompok untuk bersosialisasi sebagai bagian penting dari nilai-nilai yang
melekat. Modal sosial akan kuat tergantung pada kapasitas yang ada dalam
kelompok masyarakat untuk membangun sejumlah asosiasi serta membangun
jaringannya agar mampu membuat modal sosial berperan. Beberapa indikator
jaringan kerja yang berhubungan dengan pelaku usaha industri tenun, seperti:
kepadatan atau partisipasi dalam kegiatan bersama, kerjasama dengan teman/
karyawan dalam satu usaha (bonding), kerjasama pada sesama pelaku usaha
lain (bridging), kerjasama dan bantuan dari pemerintah (linking), dsb
Tidak ada komentar:
Posting Komentar