Kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar,
kiat dan sumber daya untuk mencari peluang menuju kesuksesan. Beberapa literatur
manajemen memberikan tiga landasan dimensi-dimensi dari kecenderungan
organisasional untuk proses manajemen kewirausahaan, yakni kemampuan inovatif,
kemampuan mengambil risiko, dan sifat proaktif (Kemendikbud, 2013). Kewirausahaan dikenal sebagai pendekatan baru dalam pembaruan kinerja
perusahaan. Hal ini, tentu harus direspon secara positif oleh perusahaan yang mulai
mencoba bangkit dari keterpurukan ekonomi akibat krisis berkepanjangan. Kewirausahaan disebut-sebut sebagai pelopor untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi
perusahaan berkelanjutan dan berdaya saing tinggi. Sedangkan wirausaha sendiri
berarti suatu kegiatan manusia dengan mengerahkan tenaga pikiran atau badan untuk
mencapai serta menciptakan suatu pekerjaan yang dapat mewujudkan insan mulia.
Dengan kata lain, wirausaha berarti manusia yang unggul dalam menghasilkan suatu
pekerjaan bagi dirinya sendiri atau orang lain. Orang yang melakukan wirausaha
dinamakan wirausahawan. Bentuk aplikasi atas sikap-sikap kewirausahaan dapat
diindikasikan dengan orientasi kewirausahaan yang direfleksikan dengan kemampuan
inovatif, proaktifi, dan kemampuan dalam pemecahan masalah (Prawirokusumo,
2010).
Orientasi kewirausahaan mengacu kepada proses, praktik, dan aktivitas pembuatan keputusan yang mengarah kepada usahaa baru (new entry), melalui penciptaan
produk atau jasa baru (Lumpkin and Dess, 1996). Orietansi kewirausahaan mencakup
tiga dimensi, meliputi:
(1) kemauan untuk berinovatif (inovatif),
(2) kecenderungan
untuk menjadi proakatif terhadap pasar (proaktif), dan
(3) keberanian mengambil
keputusan atau risiko (pemecahan masalah).
Dimensi pertama dari orientasi kewirausahaan adalah inovatif (innovativeness).
Keinovatifan mengacu kepada kecenderungan perusahaan ikut serta dan mendukung
gagasan baru, kebaruan (novelty), eksperimentasi, dan proses kreatif yang berakibat pada proses teknologi, jasa, dan produk baru. Oleh karenanya, keinovatifan mirip
dengan suatu iklim, budaya atau orientasi bukan hasil. Keinovatifan terjadi sepanjang
suatu kontinum, contoh dari mencoba lini produk baru atau mengadakan percobaan
produk baru, mencoba menguasuai suatu teknologi terbaru. Lebih lanjut dinyatakan
bahwa keinovatifan akan mengarah kepada perangkap, karena pengeluaran pada
pengembangan produk baru dapat menjadi pemborosan sumberdaya jika upaya ini
tidak memberi hasil.
Dimensi kedua orientasi kewirausahaan adalah proaktif (proactiveness)
terhadap pasar. Proaktif berkaitan dengan melihat kedepan (foward looking),
penggerak pertama upaya pencarian keunggulan untuk membentuk lingkungan dengan
memperkenalkan produk baru atau memproses persaingan ke depan. Keproaktifan
adalah penting karena menyiratkan pendirian untuk melihat kedepan (foward looking)
yang disertai dengan aktivitas yang inovatif atau spekulasi baru. Dengan demikian,
perusahaan yang proaktif adalah leader bukan follower, karena perusahaan memiliki
kemauan dan tinjauan ke masa depan untuk meraih kesempatan baru. Lebih lanjut,
perusahaan yang proaktif sering merupakan perusahaan yang mengajukan produk baru
dan seringkali memperkenalkan produk baru mendahului pesaingnya.
Dimensi ketiga dari orientasi kewirausahaan adalah pemecahan masalah
melalui keberanian mengambil keputusan/risiko (risk taking), yang didefinisikan
sebagai sejauhmana para pimpinan/manajer berkeinginan membuat komitmen terhadap
sumberdaya yang berisiko. Sama seperti keinovatifan, pengambilan risiko terjadi
secara kontinu yang berkisar dari risiko yang relatif aman sampai risiko yang sangat tinggi (misalnya meluncurkan produk baru di pasar baru. Meskipun banyak risiko
dapat menurunkan kinerja pengembangan produk baru, risiko itu sendiri tak dapat
dihindari karena kinerja akhir dari pengembangan produk baru tidak dapat diketahui
sebelumnya. Perusahaan pasti seringkali memanfaatkan sumberdaya pada proyek
pengembangan ketika kesempatan ditangkap oleh pasardan sebagian tanpa
pengetahuan tentang bagaimana proyek pengembangan ini akan menghasilkan.
Pengambilan risiko meliputi perangkap dan bahaya, tetapi perusahaan sering bertindak
tanpa mengetahui apakah tindakan mereka akan menghasilkan.
Menurut Nadim and Seymour (2007), konsep orientasi kewiraushaan akan
melibatkan tiga unsur yaitu :
(1) pengusaha (orang-orang atau pemilik usaha yang
berusaha untuk menghasilkan nilai, melalui penciptaan atau perluasan kegiatan
ekonomi, dengan mengidentifikasi dan mengeksploitasi produk baru, proses atau
pasar,
(2) aktivitas kewirausahaan (tindakan giat manusia dalam mengejar nilai
tambah, melalui penciptaan atau perluasan kegiatan ekonomi, dengan mengidentifikasi
dan mengeksploitasi produk baru, proses atau pasar, dan
(3) kewirausahaan (fenomena
yang terkait dengan aktivitas kewirausahaan). Aktivitas (kegiatan) kewirausahaan
melibatkan pemahaman empat pertimbangan utama, yaitu:
(a) aktivitas kegiatan
manusia;
(b) memanfaatkan kreativitas, inovatif dan/atau peluang,
(c) menciptakan
bisnis dan lingkungan baru yang lebih luas, dan
(d) penciptaan nilai.
Pemahaman orientasi kewirausahaan diukur dengan capaian kompetensi
kewirausahaaan yang oleh Entrepreneurial Development Institut (EDI) of India
(Jyotsna dan Saxena, 2012) diidentifikasi melalui:
(1) inisiatif; bertidak sesuai pilihan bukan karena paksaan, mengawali tindakan,
(2) gigih mencari peluang; pola pikir yang
dilatih untk mencari peluang usaha dari pengalaman sehari-hari,
(3) kegigihan dalam
berusaha (Persistensi); sikap pantang menyerah dan mencari informasi terus menerus
sampai berhasil,
(4) rasa ingin tahu tinggi; sikap rajin mencari ide-ide dan informasi
baru, konsultasi dengan ahlinya., (5) proaktif mencari pasar dan pesanan kerja; sikap
kerja yang aktif untuk mencari konsumen dan menyelesaikan tugas sesuai jadwal,
(6)
proaktif merancang produk baru; selalu mencari sumber rincian standar atas produk
baru yang dapat dikerjakan,
(7) berorientasi pada perluasan pasar; sikap proaktif pada
perluasan pasar dan pemasaran,
(8) proakif menggalang dukungan dan mempengaruhi
orang lain dalam suatu usaha,
(9) ketegasan dalam bertindak (Assertiveness); mampu
menyampaikan visi secara tegas dan meyakinkan orang lain tentang visi tersebut,
(10)
percaya diri; sikap tidak terlalu takut terhadap resiko yang terkait dengan usaha,
(11)
perencanaan sistematik; mempunyai perencanaan yang matang dan mem-punyai
tujuan akhir, dan
(12) berani mengambil keputusan dan risiko; mampu mengamati
gejala, mendiagnosa dan memutuskan, serta siap menanggung risikonya.
Kompetensi (1) s/d (4) diproksi sebagai indikator untuk inovatif, kompetensi
(5) s/d (8) diproksi sebagai indikator untuk proaktif, dan kompetensi (9) s/d (12)
diproksi sebagai indikator untuk kemampuan mengambil keputusan dan pemecahan
masalah.
Penelitian Callaghan (2009), memaparkan dimensi orientasi kewirausahaan
serta efek dari faktor-faktor kontekstual tertentu pada asosiasi pedagang kaki lima
(PKL) dengan mengukur kinerja kewirausahaan. Kinerja wirausaha didefinisikan dalam kontek ini sebagai konstruksi yang terdiri dari pendapatan dan kepuasan
berkelanjutan. Orientasi kewirausahaan diuji melalui penyelidikian faktor-faktor
kontekstual yang membentuk orientasi kewirausahaan dan memberikan kontribusi
terhadap kinerja kewirausahaan. Hasil penelitian menyatakan bahwa orientasi
kewirausahaan sangat terkait dengan peningkatan pendapatan seiring dengan
kemampuan pimpinan dalam pengambilan keputusan atau risiko. Penelitian ini juga
memberikan bukti bahwa faktor-faktor pembelajaran yang terkait, berkontribusi untuk
membentuk orientasi kewirausahaan yang secara langsung berkontribusi terhadap
peningkatan pendapatan (kesejahteraan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar