Pengukuran kinerja akan memberikan informasi situasi dan posisi relatif
terhadap target atau mengetahui apakah perencanaan dan aktifitasnya telah secara
optimal dijalankan (Robbins dan Judge, 2008). Para wirausaha memegang informasi
prestasi untuk mengetahui posisi kinerjanya relatif terhadap orang lain, kelompok lain,
maupun terhadap sasaran usaha. Bila prestasi pada suatu di bawah target, maka akan
dijadikan dasar untuk mengejar ketertinggalan dan mecarikan tindakan manajerial atas
upaya, menambah input dan atau memerbaiki proses kerja sehingga kinerjanya dapat
kembali sesuai perencanaan.
Monitoring kinerja di lapangan relatif mudah dilakukan
seperti halnya monitoring kinerja proses operasional di fasilitas produksi yang sudah
terotomatisasi. Variabel ukur tak sepenuhnya dengan mudah diakses (muncul sendiri dari proses) atau diukur (karena sifatnya yang kualitatif) atau hal-hal lain yang menyebabkan rendahnya objektivitas dalam pengukuran.
Definisi kinerja merujuk pada tingkat pencapaian atau prestasi dari perusahaan
dalam periode waktu tertentu. Tujuan perusahaan yang terdiri dari: tetap berdiri atau
eksis (survive), untuk memperoleh laba (benefit) dan dapat berkembang (growth),
dapat tercapai apabila perusahaan tersebut mempunyai performa yang baik (Jauch dan
Glueck, dalam Suci, 2006).
Kinerja (performa) perusahaan dapat dilihat dari tingkat
penjualan, tingkat keuntungan, tingkat turn over dan pangsa pasar yang diraihnya.
Strategi perusahaan selalu diarahkan untuk menghasilkan kinerja usaha dan
pemasaran (seperti volume penjualan dan tingkat pertumbuhan penjualan) yang baik
dan juga kinerja keuangan yang baik. Hal ini menyebabkan beragam pengukuran
kinerja dalam penelitian bidang bisnis terus berkembang dengan dasar indikasi yang
bervariasi. Rasio-rasio akuntansi dan ukuran-ukuran pemasaran merupakan dua
kelompok besar indikator kinerja perusahaan, tetapi indikator-indikator ini telah
banyak dikritik karena indikator-indikator itu tidak cukup jeli dalam menjelaskan halhal yang bersifat intangibel dan seringkali tidak tepat digunakan untuk menilai sumber
dari keunggulan bersaing. Sudut pandang stategi berbasis sumber daya menyarankan
pengukuran dengan mengkombinasikan ukuran kinerja secara finansial dan non
finansial untuk keuntungan secara ekonomis yang sesungguhnya.
Kinerja perusahaan meliputi dua hal yaitu pengukuran kinerja berdasarkan
faktor keuangan dan pengukuran kinerja berdasarkan penjualan unit produk. Kedua hal
ini dapat dipakai secara bersama-sama dalam mengukur kinerja perusahaan secara umum. Bentuk implementasinya yaitu dengan menggunakan empat indikator, yakni:
(1) peningkatan produksi, (2) peningkatan jenis hasil usaha, (3) peningkatan volume
penjualan, dan (4) peningkatan laba usaha (kemampulabaan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar