(1) Rasa percaya,
(2)
Norma/etika, dan
(3) Jaringan Kerja.
1) Rasa Percaya
Dasar perilaku manusia dalam membangun modal sosial adalah rasa percaya,
melalui moralitas yang tinggi. Manusia dapat hidup damai bersama dan berinteraksi
satu sama lain, memerlukan aktivitas kerjasama dan koordinasi sosial yang diarahkan
oleh tingkatan moralitas. Kasih sayang dalam keluarga dilandasi oleh rasa saling
percaya antar individu, sedangkan rasa percaya menjadi alat untuk membangun
hubungan. Adanya hubungan lebih luas yang harmonis akan mampu menekan biaya
transaksi dalam hal komunikasi, kontrak dan kontrol. Rasa percaya merupakan sikap
yang siap menerima resiko dan ketidakpastian dalam berinteraksi.
Kerjasama yang baik dimulai dari rasa percaya yang tinggi terhadap seseorang,
semakin tebal rasa percaya terhadap orang lain akan semakin kuat jalinan kerjasama
yang terbentuk. Kepercayaan sosial akan muncul dari interaksi yang didasari oleh
adanya norma dan jaringan kerja pada pihak-pihak yang terlibat dalam interaksi
tersebut.
Aktivitas memonitor perilaku orang lain agar sesuai norma yang dianut dan
disepakati tidak akan diperlukan lagi bila sudah terbentuk rasa saling percaya.
Tingkat homogenitas (homogenity), komposisi populasi, dan tingkat
ketidaksamaan (inequality) akan menentukan tingkatan rasa percaya. Pada daerah
dengan ras dan komposisi populasi yang homogen serta tingkat ketidaksamaan yang
rendah akan memberikan tingkat rasa percaya yang tinggi. Ketuhanan, etika, dan
hukum merupakan sumber utama dari rasa percaya, sedangkan penyusunan kelembagaan dan kekeluargaan menjadi bentuk struktural dari rasa percaya.
Rasa
saling percaya dapat tumbuh berdasarkan interaksi intensif antar teman dan keluarga.
Rao (2001) menyatakan bahwa rasa saling percaya (mutual trust) berperan
penting dalam membangun ekonomi pasar yang sehat. Rasa percaya akan mengurangi
gejolak dalam penegakan kontrak dan biaya monitoring sehingga mampu
mengefisiensikan biaya transaksi. Kebenaran dan norma akan membangun rasa
percaya yang berkelanjutan, tetapi keterbatasan manusia akan sifat rasionalitas cukup
berpengaruh pada usaha membangun rasa saling percaya tersebut. Oleh karena itu,
perlu memperluas dan mengintensifkan komunikasi agar selalu tersedia informasi yang
benar. Sejumlah penelitian memperlihatkan hasil bahwa rasa percaya berpengaruh
positif dan nyata terhadap pertumbuhan ekonomi, demikian pula sebaliknya,
keberhasilan peme-rintah dalam pembanguan ekonomi dapat memperkuat rasa percaya
sosial masyarakat terhadap pemerintah.
2) Norma/Etika
Norma sangat berperan mengatur individu dalam suatu kelompok sehingga
keuntungan yang dihasilkan setiap individu proporsional dengan usaha yang dilakukan
dalam kelompok tersebut. Dalam hal ini, individu dalam kelompok harus berjuang
dalam mencapai tujuan bersama dengan sukarela. Individu dalam kelompok
diharapkan lebih mementingkan kepentingan bersama dibandingkan kepentingan
individu.
Norma merupakan nilai universal yang mengatur perilaku individu dalam suatu
masyarakat atau kelompok. Fukuyama (1999) menyatakan modal sosial sebagai norma informal yang bersifat instan dan dapat membangun kerjasama antar dua atau lebih
individu. Norma sebagai bagian dari modal sosial dapat dibangun dari norma/etika
yang disepakati antar teman. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa, rasa percaya, norma
dan komunitas sosial yang terbentuk sangat berkaitan dengan modal sosial yang
muncul sebagai hasil dari modal sosial tetapi bukan modal sosial secara fisik.
Menurut Plateau (2000), pembangunan ekonomi yang berkembang telah terjadi
manakala tujuan dan nilai-nilai sosial memperoleh ruang yang lebih luas. Prinsip
keadilan yang mengarahkan seseorang dalam berperilaku tidak mementingkan diri
sendiri, dipandang sebagai norma sosial yang merupakan aturan bagi setiap individu
berperilaku bersama dalam suatu kelompok.
3) Jaringan Kerja
Setiap orang memiliki pola tertentu dalam berinteraksi, melakukan pilihan
dengan siapa berinteraksi, dan dengan alasan tertentu pula. Jaringan kerja merupakan
system pada saluran komunikasi untuk mengembangkan dan menjaga hubungan
interpersonal. Biaya transaksi akan muncul sebagai akibat adanya bangunan saluran
komunikasi. Nilai-nilai bersama (norma) juga berperan pada keinginan untuk
bergabung membentuk jaringan kerja dengan orang lain. Munculnya koalisi dan
koordinasi juga disebabkan adanya jaringan kerja. Keputusan melakukan investasi
dalam suatu jaringan kerja disebabkan oleh adanya kontribusi saluran komunikasi
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan ekonomi.
Interaksi sosial tergantung dari struktur jaringan kerja dan struktur masyarakatnya, sehingga posisi individu pada struktur tersebut menjadi dasar pada evaluasi modal sosial. Coleman (1988), mengatakan densitas dan jaringan kerja sosial akan
meningkatkan efisiensi penguatan perilaku kerjasama pada suatu organisasi. Modal
sosial memberi manfaat pada individu dan jaringan kerja individu itu sendiri. Modal
sosial merupakan jumlah dari modal interaksi yang dimiliki sejumlah individu yang
terbentuk atas dasar norma yang dianut bersama. Modal sosial mempunyai ekternalitas
ekonomi yang positif pada tingkat lokal melalui proses aktivitas aksi bersama
(collective action), yang terbentuk berdasarkan hubungan sosial dan struktur sosial
dalam jaringan kerja tertutup. Hubungan sosial tergantung dari tingkat ketertutupan
struktur sosial yang sangat penting dalam membangun kepercayaan dan penegakan
norma yang efektif.
Woolcock (2000), memaparkan bahwa dalam modal sosial terdapat tiga hubungan, yaitu: (1) modal sosial mengikat (bonding sosial capital), (2) modal sosial
menyambung (bridging sosial capital), dan (3) modal sosial mengait (linking sosial
capital). Modal sosial yang bersifat mengikat (bonding), pada umumnya berasal dari
ikatan kekeluargaan, kehidupan bertetangga dan persahabatan. Hubungan antar
individu dalam kelompok seperti ini mempunyai interaksi yang intensif, antar muka
dan saling mendukung. Modal sosial yang bersifat menyambung (bridging), terbentuk
dari interaksi antar kelompok dalam suatu wilayah dengan frekuensi yang relatif lebih
rendah, seperti kelompok etnis tertentu, kelompok agama, paguyuban, sekaa, atau
kelompok sosial lainnya. Sedangkan modal sosial yang bersifat mengait (linking),
umumnya terbentuk dari interaksi individu atau kelompok dalam organisasi formal,
36
seperti lembaga politik, bank, klinik kesehatan, sekolah, kelompok tani (subak),
kelompok profesi, dsb.
Cullen and Kratzmann (2000) juga menyebutkan bahwa ikatan kuat yang
mengikat (bonding) banyak terjadi pada hubungan anggota keluarga, tetangga, dan
teman-teman dekat. Hubungan ini biasanya berfokus pada hati dan berfungsi sebagai
mekanisme perlindungan sosial selama dibutuhkan. Hubungan ini juga bertindak
sebagai kendaraan utama untuk transmisi norma-norma perilaku pada anak-anak
(sosialisasi) dan mempengaruhi pengembangan sumber daya manusia. Kemampuan
keluarga untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional anak-anak sangat
mempengaruhi persepsi mereka terhadap kepercayaan orang lain di luar keluarga.
Dinamika keluarga juga mendorong upaya timbal balik dan pertukaran, yang
merupakan dua faktor penting lainnya dalam lingkup modal sosial. Dukungan material
dan emosional dibagi secara bebas antara anggota keluarga untuk menghasilkan
kesediaan secara implisit pada dukungan tersebut (The World Bank, 2011).
Modal
sosial bonding menjadi penting dalam difusi informasi, menetapkan norma-norma,
mengendalikan penyimpangan, mencipta-kan kondisi saling membantu, dan
melindungi kelompok yang rentan. Jenis modal sosial ini juga dapat berfungsi sebagai
sumber utama kesejahteraan ekonomi dan sosial bagi para anggotanya. Namun ikatan
yang kuat seperti ini dapat membatasi pertumbuhan ekonomi melalui pemberlakukan
hambatan dalam menjalin hubungan eksternal.
Hubungan dalam interaksi antar orang-orang dari latar belakang etnis dan
pekerjaan yang berbeda membentuk modal sosial menyambung (bridging). Jenis
37
modal sosial ini sangat penting bagi keberhasilan masyarakat sipil karena memberikan
kesempatan untuk berpartisipasi, meningkatkan jaringan untuk pertukaran, dan saluran
untuk menyuarakan keprihatinan kelompok yang mempengaruhi perubahan. Modal
sosial menyambung ini adalah yang paling bermanfaat dalam hal pembangunan sosial
dan ekonomi masyarakat secara keseluruhan. Pembangunan ekonomi masyarakat dan
pemerintah yang efektif, secara positif akan meningkatkan peran warga dikaitkan
dengan solidaritas, integritas, dan partisipasi (jaringan keterlibatan masyarakat).
Jaringan kerja masyarakat yang terjadi melalui ikatan dan norma asih-asuh timbal
balik akan memperkuat sentimen kepercayaan dalam masyarakat dan juga berfungsi
untuk meningkatkan efektivitas komunikasi dan organisasi sosial.
Modal sosial mengait (linking) mengacu pada sifat dan tingkat hubungan
vertikal antara kelompok-kelompok orang yang memiliki saluran dan akses terbuka,
sumber daya, dan kekuasaan atau pemerintah. Hubungan antara pemerintah dan
masyarakat juga tercakup dalam hubungan modal sosial. Sektor publik (yaitu : negara
dan lembaga-lembaga) sangat berperan dalam mencapai kesejahteraan masyarakat.
Undang-undang dan peraturan pemerintah menentukan dimensi ruang yang tersedia
untuk masyarakat sipil, yang memungkinkan untuk berkembang atau mati/layu.
Kehadiran modal sosial tidak selalu berarti adanya hubungan inklusif dalam
masyarakat. Pendapatan dan kesenjangan kekayaan (linking yang lemah), ketegangan
rasial dan etnis (bridging yang rendah), dan perbedaan dalam partisipasi politik serta
keterlibatan masyarakat yang lemah (bonding yang lemah), semuanya berhubungan
dengan kurangnya kohesi sosial. Kohesi sosial yang tinggi/kuat dapat ditunjukkan
38
dengan tingkat kepercayaan yang kuat dan norma timbal balik bagi kelompokkelompok dengan ikatan (bonding) yang kuat, banyaknya bridging yang harmonis, dan
adanya mekanisme pengelolaan konflik (demokrasi responsif, peradilan yang
independen, dll ) melalui hubungan antar kelompok termasuk pemerintah dan
masyarakat. Dengan demikian, kohesi sosial mencerminkan adanya hubungan
terintegrasi, baik hubungan horizontal (bonding dan bridging ) maupun hubungan
secara vertikal dengan modal sosial linking (Gambar 2.1) .
Diagram menggunakan segitiga untuk menggambarkan hubungan antara kohesi
(kerapatan) sosial terhadap modal sosial, yang meliputi :
a. Tiga titik pada segitiga, yaitu :
(1) Linking (hubungan vertikal);
(2)
Bonding (keluarga, agama, dan etnis); dan
(3) Bridging (hubungan lintas
sektoral)
b. Tiga posisi pada sisi segitiga, meliputi :
(1) Kohesi sosial rendah (sisi
segitiga antara linking dan bonding), yang terdiri dari kondisi:
pengecualian, penindasan dan otoriter, ketimpangan/ketidakadilan,
korupsi dan birokrasi yang tidak efisien, dan masyarakat tertutup;
(2)
Kohesi sosial yang tinggi (sisi segitiga antara linking dan bridging), yang
terdiri dari kondisi : Inklusif, supremasi hukum dan demokrasi, akses dan
kesetaraan kesempatan; serta efisiensi dengan birokrasi yang tidak korup;
dan
(3) Hubungan modal sosial horisontal (sisi segitiga antara bonding dan
bridging).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar