Jumat, 15 November 2019

Pengukuran Modal Sosial (skripsi dan tesis)

Pengukuran modal sosial mungkin sulit, tetapi bukan tidak mungkin, dan beberapa studi yang sangat baik telah mengidentifikasi pendekatan yang berguna untuk modal sosial, dengan menggunakan jenis dan kombinasi dari metodologi penelitian kualitatif, komparatif dan kuantitatif yang berbeda (Woolcock, 2000). Pengukuran modal sosial sangat tergantung pada bagaimana modal sosial itu dimaknai. 
Menurut The World Bank Group (2011), modal sosial diukur dengan sejumlah cara yang inovatif, meskipun untuk mendapatkan satu ukuran yang valid mungkin mustahil. Hal ini disebabkan oleh :
 (1) definisi yang paling komprehensif dari modal sosial yang multidimensi, ternyata menggabungkan tingkat dan unit analisis yang berbeda, 
(2) adanya upaya untuk mengukur konsep dari sifat-sifat ambigu seperti rasa percaya, norma, masyarakat, jaringan dan organisasi selalu menimbulkan masalah
(3) beberapa survei terdahulu sering dipakai acuan untuk mengukur modal sosial melalui kompilasi indeks dari berbagai item perkiraan, seperti tingkat kepercayaan pada pemerintah, tren perolehan suara dalam pemilu, keanggotaan dalam organisasi kemasyarakatan, jam kerja yang dihabiskan secara sukarela. 
Survei terbaru saat ini sedang diuji yang diharapkan akan menghasilkan lebih banyak indikator langsung dan akurat untuk pengukuran modal sosial. Mengukur modal sosial mungkin sulit, tetapi bukan tidak mungkin, dan beberapa studi yang sangat baik telah mengidentifikasi pendekatan untuk mewakili pengukuran modal sosial, dengan menggunakan jenis dan kombinasi dari metodologi penelitian kualitatif, komparatif dan kuantitatif yang berbeda. Pretty and Ward (2001) menyatakan terdapat empat aspek utama yang membangun modal sosial, yaitu :
 (1) hubungan dari rasa percaya, 
(2) resiproksitas dan pertukaran, 
(3) aturan umum, norma, dan sanksi, serta
 (4) koneksi, kerjasama, dan kelompok. 
Rasa percaya mempermudah jalinan kerjasama dan mengurangi biaya trasaksi. Rasa percaya dibedakan atas dua tipe, yaitu rasa percaya terhadap orang yang dikenal (thick trust) dan rasa percaya terhadap orang yang belum dikenal (thin trust). Resiproksitas dan pertukaran juga berperan meningkatkan rasa percaya. Resiproksitas ada dua tipe, yaitu resiproksitas spesifik yang berkaitan dengan pertukaran simultan dan resiproksitas difusif yang merujuk pada pertukaran yang berkelanjutan. Determinan modal sosial seperti rasa percaya, norma, dan jaringan kerja dapat berdampak positif atau negatif terhadap kinerja pembanguan ekonomi. Rasa saling percaya yang tinggi akan mendorong peningkatan kinerja ekonomi yang lebih tinggi, asalkan mampu membangun kondisi persaingan yang sehat. Norma akan mempunyai dampak positif bila kemungkinan berkembangnya kreativitas lebih besar dibandingkan kemungkinan melemahnya etika kerja. Jaringan kerja akan berdampak positif terjadi bila dampak proteksi pada perilaku senang meminjam (rent-seeking) lebih besar daripada pengurangan (crowding out) waktu kerja.  Fokus dari pengukuran modal sosial itu sebenarnya ingin melihat pada kemampuan masyarakat dalam suatu entitas atau kelompok untuk bekerjasama membangun suatu jaringan untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama tersebut diwarnai oleh suatu pola inter-relasi yang imbal balik dan saling menguntungkan, serta dibangun di atas kepercayaan yang ditopang oleh norma dan nilai nilai sosial yang positif dan kuat. Kekuatan tersebut akan maksimal jika didukung oleh semangat proaktif membuat jalinan hubungan diatas prinsip-prinsip tentang persamaan, kebebasan, dan nilai-nilai kemajemukan serta humanitarian. Akhirnya dapat dinyatakan bahwa unsur-unsur pokok pengukuran modal sosial adalah. 
1). Rasa Percaya; kepercayaan adalah sesuatu yang mempunyai nilai yang sangat tinggi di dalam melakukan apapun dengan orang lain. Rasa percaya (mempercayai) adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung, paling tidak yang lain tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya (Putnam, 1993, 1995 dan 2002). 
Pandangan Fukuyama (2000), menyatakan bahwa rasa percaya adalah sikap saling mempercayai di masyarakat tersebut, saling bersatu dengan yang lain dan memberikan kontribusi pada peningkatan modal sosial. Beberapa indikator yang sesuai dengan unsur rasa percaya pada pelaku usaha industri tenun, misalnya: rasa peduli dan toleransi terhadap orang lain,  kepercayaan terhadap tokoh agama, rasa saling percaya terhadap orang lain, kepercayaan terhadap pemerintah, dsb.
 2). Norma Sosial; norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, harapanharapan dan tujuan-tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang. Unsur modal sosial ini dapat berasal dari agama, panduan moral, maupun standar-standar sekuler seperti hanya kode etik professional. Menurut Fukuyama (2000) norma-norma dibangun dan berkembang berdasarkan sejarah kerjasama dimasa lalu dan diterapkan untuk mendukung iklim kerjasama. Hasbullah (2005) menyatakan norma-norma sosial akan sangat berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk prilaku yang tumbuh dalam masyarakat apalagi dalam kehidupan sekarang dan tidak lagi dipandang sebagai modal yang penting di dalam tantanan kehidupan masyarakat setempat.
 Beberapa indikator norma sehubungan dengan pelaku usaha industri tenun dikaitkan dengan budaya setempat, seperti: norma keharmonisan sesuai Tri Hita Karana (THK), kepatuhan terhadap aturan (awig-awig) yang ada, kemudahan mencari bantuan modal, kemudahan memperoleh bantuan pembinaan kewirausahaan (manajemen), dsb. Dalam hal ini, Konsep THK merupakan konsep harmonisasi hubungan yang selalu dijaga masyarakat Hindu Bali meliputi: parahyangan (hubungan manusia dengan Tuhan), pawongan (hubungan antar-manusia), dan palemahan (hubungan manusia dengan lingkungan) yang bersumber dari kitab suci agama Hindu Baghawad Gita. Oleh karena itu, konsep THK yang berkembang di Bali, merupakan konsep  nilai kultur (budaya) lokal yang telah tumbuh, berkembang dalam tradisi masyarakat Bali, dan bahkan saat ini telah menjadi landasan falsafah bisnis, filosofi pengembangan pariwisata, pengaturan tata ruang, dan rencana stratejik pembangunan daerah. (Windia dan Ratna, 2011).
 3). Jaringan Kerja; modal sosial tidak dibangun hanya oleh satu individu, melainkan akan terletak pada kecendrungan yang tumbuh dalam suatu kelompok untuk bersosialisasi sebagai bagian penting dari nilai-nilai yang melekat. Modal sosial akan kuat tergantung pada kapasitas yang ada dalam kelompok masyarakat untuk membangun sejumlah asosiasi serta membangun jaringannya agar mampu membuat modal sosial berperan. Beberapa indikator jaringan kerja yang berhubungan dengan pelaku usaha industri tenun, seperti: kepadatan atau partisipasi dalam kegiatan bersama, kerjasama dengan teman/ karyawan dalam satu usaha (bonding), kerjasama pada sesama pelaku usaha lain (bridging), kerjasama dan bantuan dari pemerintah (linking), dsb

Tidak ada komentar: