Pemilihan umum kepala daerah secara langsung menyangkut
berbagai aspek yang menentukan keberhasilan pemilihan kepala daerah
yaitu aspek kesiapan masyarakat pemilih, keterampilan petugas lapangan,
pendanaan dan peraturan pemilihan. Pemilihan umum kepala daerah
secara langsung yang demokratik, dengan memberi peluang kepada para
calon kepala daerah untuk berkompetisi secara jujur dan adil. Pemilihan
umum kepala daerah secara langsung harus bebas dari segala bentuk
kecurangan yang melibatkan penyelenggara pemilihan, mulai dari proses
pencalonan, kampanye, sampai dengan pemungutan dan penghitungan
suara.
Pemilihan umum kepala daerah secara langsung berupaya
menghasilkan kepala daerah yang lebih baik, lebih berkualitas, dan
memiliki akseptabilitas politik yang tinggi serta derajat legitimasi yang
kuat, karena kepala daerah yang terpilih mendapat langsung dari rakyat.
Penerimaan yang cukup luas dari masyarakat terhadap kepala daerah
terpilih sesuai dengan prinsip mayoritas perlu agar kontroversi yang
terjadi dalam pemilihan umum kepala daerah secara langsung dapat
dihindari. Pada gilirannya pemiihan umum kepala daerah secara langsung
akan menghasilkan pemerintahan daerah yang lebih efektif dan efisien, karena legitimasi eksekutif menjadi cukup kuat, tidak gampang digoyang
oleh legislatif.
Dengan adanya pilkada secara langsung, setidaknya akan
menghasilkan lima manfaat penting (Joko J. Prihatmoko, 2005: 131-133),
yaitu sebagai berikut:
1) Sebagai solusi terbaik atas segala kelemahan proses maupun
hasil pemiihan kepala daerah secara tidak langsung lewat dewan
perwakilan rakyat daerah sebagaimana diatur dalam UndangUndang Otonomi Daerah No.32 Tahun 2004. Pemilihan kepala
daerah menjadi kebutuhan mendesak guna menutupi segala
kelemahan dalam pemilihan kepala daerah pada masa lalu.
Pemiihan kepala daerah bermanfaat untuk memperdalam dan
memperkuat demokrasi lokal, baik pada lingkungan
pemerintahan, maupun lingkungan kemasyarakatan (civil
society).
2) Pemilihan kepala daerah akan menjadi penyeimbang arogansi
lembaga dewan perwakilan rakyat daerah yang selama ini
sering kali mengklaim dirinya sebagai satu-satunya institusi
pemegang mandat rakyat yang refresentatif. Dewan pemilihan
kepala daerah akan memposisikan kepala daerah juga sebagai
pemegang langsung mandat rakyat, yaitu untuk memerintah
(eksekutif).
49
3) Pemilihan kepala daerah akan menghasilkan kepala
pemerintahan daerah yang memiliki legitimasi dan justifikasi
yang kuat dimata rakyat. Kepala daerah hasil pemilihan kepala
daerah memiliki akuntabilitas publik langsung kepada
masyarakat daerah selaku konstituennya, bukan seperti yang
selama ini berlangsung yaitu kepala dewan perwakilan rakyat
daerah. Dengan begitu, manuver politik para anggota dewan
akan berkurang, termasuk segala perilaku bad politics-nya.
4) Pemilihan kepala daerah berpotensi menghasilkan kepala
daerah yang lebih bermutu, karena pemiihan langsung
berpeluang mendorong majunya calon da menangnya calon
kepala daerah yang kredibel dan akseptabel dimata masyarakat
daerah, memuatkan derajat legitimasi dan posisi politik kepala
daerah sebagai konsekuensi dari sistem pemilihan secara
langsung oleh masyarakat.
5) Pemilihan kepala daerah berpotensi menghasilkan
pemerintahan suatu daerah yang lebih stabil, produktif, dan
efektif. Tidak gampang digoyang oleh ulah politisi lokal,
terhindar dari campur tangan berlebihan atau intervensi
pemerintahan pusat, tidak mudah dilanda krisis kepercayaan
publik yang berpeluang melayani masyarakat secara lebih baik.
Dalam pelaksanaan pilkada langsung selain ada kelebihan tentu
terdapat kelemahannya. Kelemahan tersebut ditemukan dalam
50
pelaksanaanya dilapangan. Dalam pilkada, banyak sekali ditemukan
penyelewengan-penyelewengan atau kecurangan. Kecurangankecurangan yang sering dilakukan oleh para bakal calon dalam pilkada
adalah seperti berikut (S.H. Sarundajang, 2005: 187-188):
1) Money politik. Adanya money politik ini, selalu saja menyertai
dalam setiap pelaksanaan pilkada.Dengan memanfaatkan
masalah ekonomi masyarakat yang cenderung masih rendah,
maka dengan mudah mereka dapat diperalat dengan mudah.
Money politik dilakukan supaya rakyat memilih calon yang
sudah memberinya uang. Pada kenyataannya dengan uang
memang dapat membeli segalanya. Selain itu, dengan masih
rendahnya tingkat pendidikan seseorang maka dengan mudah
orang itu dapat diperalat dan diatur dengan mudah hanya karena
uang.Jadi sangat rasional sekali jika untuk menjadi calon kepala
daerah harus mempunyai uang yang banyak.
2) Adanya Intimidasi. Intimidasi ini juga sangat bahaya. Sebagai
contoh yaitu pegawai pemerintah melakukan intimidasi terhadap
warga masyarakat agar mencoblos salah satu calon. Hal ini
sangat menyeleweng dari aturan pelaksanaan pemilu.
3) Pendahuluan start kampanye. Tindakan ini paling sering terjadi.
Padahal sudah sangat jelas aturan-aturan yang berlaku dalam
pemilu tersebut.
Berbagai cara dilakukan seperti pemasangan
baliho, spanduk, selebaran. Sering juga untuk bakal calon yang merupakan kepala daerah saat itu melakukan kunjungan
keberbagai daerah. Kunjungan ini intensitasnya sangat tinggi
ketika mendekati pemilu. Ini sangat berlawanan yaitu ketika
sedang memimpin dulu. Selain itu media TV lokal sering
digunakan sebagi media kampanye. Bakal calon menyampaikan
visi misinya dalam acara tersebut padahal jadwal pelaksanaan
kampanye belum dimulai.
4) Kampanye negatif. Kampanye negatif ini dapat timbul karena
kurangnya sosialisasi bakal calon kepada masyarakat. Hal ini
dikarenakan sebagian masyarakat masih kurang terhadap
pentingnya informasi. Jadi mereka hanya “manut” dengan orang
yang di sekitar mereka yang menjadi panutannya. Kampanye
negatif ini dapat mengarah pada munculnya fitnah yang dapat
merusak integritas daerah tersebut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar