Sistem Pilkada dapat dibedakan dalam dua jenis, yakni pilkada
langsung dan tidak langsung. Faktor utama yang membedakan kedua
metode tersebut adalah bagaimana partisipasi politik. tepatnya adalah
penggunaan suara yang berbeda.
Joko J. Prihatmoko (2005: 212) pilkada yang memberikan ruang
bagi rakyat untuk memberikan hak pilih aktif, yakni hak untuk memilih
52
dan dipilih dapat disebut dengan tak langsung. Seperti sistem penegakan
dan penunjukan oleh pemerintah pusat atau sistem perwakilan,
kedaulatan atau suara rakyat diserahkan kepada pejabat pusat. Sebaliknya
pilkada langsung selalu memberikan ruang bagi hak pilih aktif. seluruh
warga asal memenuhi syarat dapat menjadi pemilih dan mencalonkan diri
sebagai kepala daerah. Karena iotulah pilkada langsung sering disebut
implementasi demokrasi partisipan sedangkan pilkada tak langsung
adalah implementasi demokrasi elitis.
Joko J. Prihatmoko (2005: 210) yang membedakan pilkada
langsung dan pilkada tak langsung adalah dengan melihat tahap-tahap
kegiatan yang digunakan. dalam pilkada tak langsung rakyat dalam tahap
kegiatan sangat terbatas atau bahkan tidak sama sekali. rakyat
ditempatkan sebagai penonton proses pilkada yang hanya melibatkan
elite. dalam pilkada langsung, keterlibatan rakyat dalam tahapan-tahapan
kegiatan yang sangat jeas terlihat dan terbuka lebar. Rakyat merupakan
pemilih, penyelengggara, pemantau, bahkan pengawas. Oleh sebab itu
dalam pilkada langsung, selalu ada tahap kegiatan langsung, selalu ada
tahaapan kegiatan, pendaftaran pemilih, kampanye, pemungutan, dan
perhitungan suara.
Pilkada diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang diawasi oleh Panitia Pengawas
Pemilihan Umum (panwaslu) Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/kota. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 peserta
pilkada adalah pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik. Ketentuan ini diubah dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa peserta pilkada juga
dapat berasal dari pasangan calon perseorangan yang didukung oleh
sejumlah orang.
Seorang bupati sejajar dengan wali kota, yakni kepala daerah untuk
daerah kota. Pada dasarnya bupati memiliki tugas dan wewenang
memimpin penyelenggaraan daerah berdasarkan kebijakan yang
ditetapkan oleh DPRD kabupaten. Bupati dipilih dalam satu pasangan
secara langsung oleh rakyat dikabupaten setempat. Bupati merupakan
jabatan politis, karena diusulkan oleh partai politik dan bukan pegawai
negeri sipil.
Dalam pemilihan kepala daerah langsung rakyat memilih
pemimpin daerah melalui mekanisme yang telah ditentukan. Sistem
pemilihan yaitu mekanisme untuk menentukan pasangan calon yang akan
menjadi kepala daerah. Sistem pemilihan akan menjadi tolak ukur
kualitas pilkada yang dilaksanakan. Selain itu juga merupakan ketentuan
tata cara untuk menetapkan calon terpilih.
Dalam sistem pilkada langsung terdapat beberapa jenis sistem
pemilihan yang berbeda. Masing-masing sistem memiliki kelebihan dan
54
kekurangan yang harus disesuaikan dengan keadaan masyarakat dimana
akan berlangsungnya pilkada.
Menurut Joko J. Prihatmoko (2005: 115-120), terdapat 5 jenis
sistem pemilihan dalam pilkada langsung, yaitu:
1) First Past the Post System
First Past the Post system dikenal sebagai sistem yang
sederhana dan efisien. Calon kepala daerah yang memperoleh
suara terbanyak otomatis memenangkan pilkada dan
menduduki kursi kepala daerah. Sistem ini juga dikenal dengan
sistem mayoritas sederhana (simple majority).
Konsekuensinya, calon kepala daerah dapat memenangkan
pilkada walaupun hanya meraih kurang dari separoh jumlah
pemilih sehingga legitimasinya sering dipersoalkan.
2) Prefential Voting System atau Approval Voting System
Prefential voting system atau approval voting system
merupakan sistem dimana pemilih memberikan peringkat
pertama, kedua, ketiga dan seterusnya terhadap calon-calon
kepala daerah yang ada saat pemilihan. Seorang calon kepala
daerah akan otomatis menjadi kepala daerah jika perolehan
suaranya mencapai tingkat pertama yang terbesar.
Sistem ini
juga dikenal sebagai sistem yang mengakomodasi sistem
mayoritas sederhana (simple majority), namun dapat
membingungkan proses perhitungan suara sehingga
perhitungan suara mungkin harus dilakukan secara terpusat.
3) Two Round System atau Run-off System
cara kerja Two round system ini adalah dengan dilakukan
pemilihan putaran dua (run-off) dengan catatan jika tidak ada
calon yang memperoleh suara mayoritas mutlak, yaitu lebih
dari 50% dari keseluruhan sura dalam pemilihan putaran
pertama. Dua pasanagn calon yang memiliki suara terbanyak
harus melalui pemilihan putaran kedua beberapa waktu setelah
pemilihan putaran pertama.
4) Electoral College System
Sistem ini bekerja dengan cara setiap daerah pemilih diberi
alokasi atau bobot suara Dewan Pemilih (electoral college)
sesuai dengan jumlah penduduk. Setelah pilkada keseluruhan
55
suara yang diperoleh dalam pilkada yang diperoleh setiap calon
dalam daerah pemilihan dihitung. Pemenang disetiap daerah
pemilihan berhak memperoleh keseluruhan suara dewan
pemilih di daerah pemilihan yang bersangkutan. Calaon yang
memeperoleh suara dewan pemilih terbesar akan dimenangkan
pilkada langsung.
5) Sistem (Pemilihan Presiden) Nigeria
Seorang kepala daerah dinyatakan sebagai pemenang pilkada
apabila calon bersangkutan dapat memperoleh suara mayoritas
sederhana (suara terbanyak diantara suara mayoritas yang ada)
dari daerah pemilihan. Sistem ini diterapkan untuk menjamin
bahwa kepala daerah terpilih memiliki dukungan dari mayoritas
penduduk yang tersebar di berbagai daerah pemilihan.
Sistem pilkada langsung memuat tata cara dalam proses pemilihan
kepala darah. Sistem pilkada langsung memiliki sub sistem. Di Indonesia
sub-sistem ini dilaksanakan oleh KPUD sebagai pelaksana teknis daei
pelaksanaan pilkada langsung. KPUD sekaligus melaksanakan fungsi
sub-sistem pilkada langsung terdiri dari:
1) Electoral regulation, yaitu segala ketentuan atau atauran
mengenai pilkada langsng yang berlaku, bersifat mengikat dan
menjadi pedoman bagi penyelenggara, calon, dan pemilih
dalam peran dan fungsi masing-masing. Dalam sub ini KPUD
erwenang membuat berbagai peraturan dan keputusan
mengenai pelaksanaan pilkada sesuai dengan UU No. 32 Tahun
2004 dan PP No. 6 Tahun 2005.
2) electoral process, yaitu seluruh kegitan yang terkait secara
langsung dengan pilkada yang merujuk pada ketentuan yang
berlaku yaitu ketentuan perundang-undangan baik yang bersifat
legal maupun teknikal. Dalam sub-sistem ini KPUD
berkewajiaban menangani persoalan teknis, administrasi dan
logistik.
3) Electoral law enforcement, yaitu penegakan hukum terhadap
aturan-aturan pilkada baik politisi, administratif, atau pidana.
Dalam sub-sistem ini KPUD berwenang melakukan tindakantindakan hukum yang berfungsi memaksimalkan pelaksanaan
tahanan pilkada (Joko J.Prihatmoko, 2005:187).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar