Bandura (1997) dalam Lunenberg (2011) telah mengidentifikasi empat
sumber utama self efficacy antara lain kinerja masa lalu (past performance),
pengalaman orang lain (vicarious experience), persuasi verbal (verbal
persuasion), dan isyarat emosional (emotional cues)
1. Kinerja masa lalu
Menurut Bandura, sumber yang paling penting dari self efficacy adalah
kinerja masa lalu. Karyawan yang telah berhasil pada tugas - tugas yang
terkait cenderung lebih percaya diri untuk menyelesaikan tugas - tuga serupa di masa depan (tingkat self efficacy tinggi) dari karyawan yang
tidak berhasil (tingkat self efficacy rendah). Manajer atau supervisor dapat
meningkatkan self efficacy dengan cara memberikan tugas yang
menantang, pengembangan secara profesional dan pembinaan, penetapan
tujuan, kepemimpinan yang bersifat suportif, dan penghargaan untuk
mengapresiasi karyawan agar semakin terpacu.
2. Pengalaman orang lain
Sumber kedua self efficacy adalah melalui pengalaman orang lain. Melihat
rekan kerja berhasil dalam tugas-tugas tertentu dapat meningkatkan self
efficacy. Misalnya, jika rekan kerja berhasil dalam suatu presentasi yang
dihadiri para pemegang saham perusahan, secara tidak langsung akan
meyakinkan karyawan lain bahwa dia mampu melakukan presentasi yang
baik pula. Pengalaman dari orang lain yang paling efektif adalah ketika
seorang karyawan melihat dirinya sebagai orang yang mirip dengan
karyawan lain yang menjadi role model-nya
3. Persuasi Verbal
Sumber ketiga self efficacy adalah melalui persuasi verbal. Pada dasarnya
cara ini meyakinkan orang bahwa mereka memiliki kemampuan untuk
sukses dalam tugas tertentu. Itu cara terbaik bagi seorang pemimpin untuk
menggunakan persuasi verbal melalui efek Pygmalion. Efek Pygmalion
adalah bentuk self-fulfilling di mana percaya akan sesuatu untuk berhasil
maka hal itu akan berhasil. Efek Pygmalion telah digunakan di tempat
kerja. Penelitian telah menunjukkan bahwa ketika manajer meyakinkan bahwa bawahan mereka dapat berhasil melakukan suatu tugas, bawahan
mereka akan menunjukkan kinerja tingkat tinggi. Namun, kekuatan
persuasi akan bergantung pada kredibilitas pemimpin, hubungan dengan
karyawan nya, dan pengaruh pemimpin dalam organisasi (Eden, 2003
dalam Lunenberg, 2011).
4. Isyarat emosional
Bandura berpendapat bahwa isyarat emosional juga mendikte self efficacy.
Orang yang tidak yakin dapat menyelesaikan sebuah tugas dan cenderung
pesimis atau terlalu dituntut akan sebuah pekerjaan kemungkinan
mengalami gejala fisiologis tertentu berupa hati berdebar - debar, telapak
tangan berkeringat, sakit kepala, dan sebagainya. Gejalanya bervariasi dari
individu ke individu, tetapi jika mereka bertahan mungkin akan
berdampak pada kinerja yang buruk.
Self efficacy juga mempengaruhi pembelajaran dan kinerja dalam tiga cara
(Bandura, 1982) dalam Lunenberg (2011):
1. Self efficacy mempengaruhi tujuan yang dipilih oleh karyawan itu sendiri.
Karyawan dengan tingkat self efficacy rendah cenderung menetapkan
tujuan yang relatif rendah untuk diri mereka sendiri. Sebaliknya, individu
dengan self efficacy tinggi menetapkan tujuan pribadi yang tinggi.
Penelitian menunjukkan bahwa orang tidak hanya belajar tetapi juga
tampil di tingkat yang konsisten dengan keyakinan self efficacy mereka.
2. Self efficacy mempengaruhi pembelajaran serta upaya yang dikerahkan
pada pekerjaan. Karyawan dengan self efficacy tinggi umumnya bekerja
keras untuk belajar bagaimana melakukan tugas baru, karena mereka yakin
bahwa upaya mereka akan berhasil. Karyawan dengan self efficacy yang
rendah mengerahkan sedikit usaha ketika belajar dan melakukan tugastugas kompleks, karena mereka tidak yakin usaha mereka akan membawa
kesuksesan
.
3. Self efficacy mempengaruhi ketekunan orang yang mengupayakan tugas -
tugas baru dan sulit. Karyawan dengan self efficacy tinggi yakin bahwa
mereka dapat belajar dan melakukan tugas tertentu.
Dengan demikian,
mereka cenderung bertahan dalam upaya mereka bahkan ketika masalah
muncul. Sebaliknya, karyawan dengan self efficacy rendah percaya bahwa
mereka tidak mampu belajar dan melakukan tugas yang sulit. Mereka
cenderung menyerah saat masalah muncul.
Dalam sebuah tinjauan literatur yang luas pada self efficacy, Albert
Bandura dan Edwin Locke (2003) menyimpulkan bahwa self efficacy adalah
faktor penentu yang kuat dalam prestasi kerja.
Self efficacy juga berfungsi untuk meningkatkan fungsi sistem kekebalan
tubuh, yang menyebabkan karyawan memiliki kesehatan psikis yang baik. Dengan
kata lain, hal itu membantu karyawan untuk memiliki penyesuaian psikologis dan
sosial yang lebih baik dengan lingkungan mereka sehingga akan meningkatkan
hasil positif bagi individu (Carr, 2004 dalam Kanten, 2014). Namun, menurut literatur sebelumnya, self efficacy dianggap sebagai prediktor terkuat dari kinerja,
kesejahteraan dan penarikan perilaku (Borgogni et al, 2013 dalam Kanten, 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar