Masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih
elemen yang ditunjukkan dengan tatanan hidup saling berdampingan namun tetap
membaur dalam sebuah unit politik. Seperti dicontohkan bagaimana harmonisasi
yang terjadi antara masyarakat Cina, India, dan Melayu yang dekat secara geografis
namun memiliki budaya dan tradisi yang berbeda satu dengan yang lainnya namun mampu bersinergi sebagai kekuatan etnoreligius tanpa menghilangkan identitas
kultural masing-masing.
Clifford Geertz berkomentar bahwa kemerdekaan nasional merangsang
sentimen-sentimen etno religious di negara-negara baru karena termotivasi oleh visi
dan misi tentang kemerdekaan yang memperebutkan kontrol atas negara. Karena itu
dibutuhkan kekuatan yang lebih besar dari sekedar kekuatan negara yaitu kekuatan
masyarakat secara lebih kondusif yang dibangun diatas nilai nilai pluralisme dan
multikulturalisme.
Masyarakat menjadi ujung tombak dari kontrol yang harus dilakukan terhadap
berkembangnya konflik diantara kekuatan-kekuatan kelompok baik yang berbasis
etnis maupun agama, karena seiring berkembangnya kapitalisme modern, struktur
sosial secara langsung telah membuat kotak-kotak budaya yang ada didukung oleh
ekonomi pasar yang seharusnya mampu memperkuat cita-cita demokratis keselarasan
sipil dan kewarganegaraan.
Hal tersebut penting untuk dilakukan untuk memperkuat
pembentukkan nation building dengan menggunakan kotak-kotak budaya yang sudah
ada atau dengan pembentukkan faksi-faksi baru yang akan muncul seiring dengan
berkembangnya kesadaran sosial dan politik masyarakat. Secara sederhana, multikulturalisme dimaknai sebagai pengakuan dan
dorongan terhadap pluralisme budaya; multi-budaya menjunjung tinggi dan berupaya
untuk melindungi keanekaragaman budaya (misal bahasa-bahasa minoritas), dan pada
saat yang bersamaan memfokuskan diri pada hubungan budaya minoritas dengan
budaya mayoritas yang seringkali tidak seimbang.Cashmore menjelaskan dalam kaitannya dengan kebijakan negara,
multikulturalisme bertujuan pada dua hal:
(1). Untuk memelihara keselarasan antara
kelompok-kelompok etnis yang beraneka-ragam,
(2) untuk menstrukturkan hubungan antara negara dan minoritas etnik.
Pembahasan mengenai multikulturalisme selalu
dikaitkan dengan konsep konsep kewarganegaran, seperti konsep bangsa, etnis, suku
dan rakyat atau penduduk. Secara historis, konsep kebangsaan di Indonesia selalu
merujuk pada fenomena tentang ras, keberagaman suku, masa penjajahan, gerakan
kemerdekaan. Kymlica menjelaskan konsep kebangsaan ini berawal dari konsep
bangsa yang bersifat sosial-budaya-politik, sementara konsep negara lebih
berorientasi pada hukum, lebih jauh Kymlica mengemukakan bahwa bagsa adalah
komunitas sejarah, yang kurang lebih lengkap secara kelembagaan, yang menduduki
wilayah tertentu atau tanah air yang berbagi bangsa dan budaya yang spesifik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar