Rabu, 20 November 2019

Keberagaman dan Pengelolaan Keberagamaan Dalam Masyarakat (skripsi dan tesis)

1.6. 1.Keragaman oleh Hartini   diartikan sebagai sejumlah karakteristik penting manusia yang berpengaruh pada nilai, kesempatan, dan persepsi individu terhadap diri sendiri maupun orang lain. Karakteristik tersebut terdiri dari dua jenis yaitu primary characteristics (usia, etnis, gender dan kemampuan juga ketrampilan yang dimiliki) dan secondary characteristics (geografi, pengalaman kerja, pendapatan, agama, budaya, bahasa, gaya berkomunikasi, status keluarga, gaya bekerja, dan pendidikan). Hal sama diutarakan Kreitner & Kinicki, (2010) bahwa Keberagaman yang dimaksud merupakan perbedaan individu yang membuat setiap orang memiliki keunikan dan berbeda dari dan sama satu sama lain. [1]
A.B Tangdiling memberikan beberapa pola pembauran etnis yang efektif, diantaranya adalah pola take and give, sosialisasi terbuka, acuan budaya nasional, pembentukan wadah bersama, adaptasi/penyesuaian diri, dan perkawinan antar suku yang akan dijelaskan satu persatu sebagai berikut[2]:
a.    pola take and give
pola saling menguntungkan dalam setiap tahapan kehidupan social merupakan dambaan semua warga masyarakat. Wujdu dari pola “take and give” bentuknya dapat bermacammacam. Antara lain: saling menghargai/menghormati satu sama lain, pertukaran barang mengenai kebutuhan yang berbeda, mengambil peran atau posisi yang berbeda dalam suatu ranfkaian yang produktif dan tawar menawar dalam kepentingan tertentu
b.    sosialisasi terbuka
sosialisasi terbuka merupakan interaksi yang dijalankan dalam lingkungan social yang lebih luas. Dengan demikian pola piker dan wawasannya akan lebih terbuka. Bilamana seseorang telah dibekali dengan pola piker seperti ni maka ia akan mudah menyesuiakan dengan orang lain meskipun berbeda budaya
c.    acuan budaya nasional
Apabila kelompok etnik dalam masyarakat pluralis mempertahankan budaya kelompok etniknya maka pembauran emang sangat sulit berlangsung dan akan semakin memperkuat kesenjangan itu, setiap kelompok etnik harus mengacu pada budaya nasional ((umum) sebagai miliki bersama. Hal ini merupkaan wahan yang efektif untuk mempersatukan kelompok-kelompok etnik yang berbeda budaya itu, sehingga mereka bisa melakukan kerjasama untuk kepentingan bersama. Adapun unsur-unusr budaya nasional itu antara lain adalah: perasaan sebangsa setanah air, serta penggunaan hak dan kewajiban sebagai warga negara
d.   pembentukan wadah bersama
pembentukan wadah bersama yang para pengurus dan anggotanya terdiri dari berbagai kelompok etnik dalam suatu masyarakat. Wadah ini dapat menampung aspirasi semua pihak dan memcahkannya secar bersama-sama dalam wadah itu, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan oleh keputusan-keputusan yang diambil.
e.    adaptasi/penyesuaian diri
pada masyarakat yang berbeda secara social dan budata, warganya dapat melakukan adaptasi soisal tau penyesuaian. Hal ini dimaksudkan bahwa seorang akan diterima oleh kelompok lain jika ia mampu beradaptasi secara social dan menyesuaikan diri. Caranya ialah dengan memebi batas toleransi pada kegiatan-kegiatan social budaya yang memang dirasakan sebagai suatu tindakan yang tidak mengganggu diirnya, berikut pada saat yang bersangkutan melaksanakan suatu kegiatan, orang lain juga merasa tidak terganggu
f.     perkawinan antar suku
perkawinan antar suku bangsa merupakan salah satu wahan pembauran bangsa. Jika terjadi dalam jumlah yang banyka emang daoa mengakrabkan hubungan secara social antara kelompok-kelompok etnis tertentu.
Kossek dan Lobel (dalam Barak, 2005) menjelaskan empat pendekatan dalam pengelolaan keberagaman. Pada awalnya teori ini diterapkan dalam pengelolaan keberagamaan secara manajemen namun secara meluas, teori ini diterapkan dalam kelompok masyarakat. Langkah-langkah pengelolaan keberagaaamn, antara lain: (1) diversity enlargement, pendekatan ini berfokus pada peningkatan representasi dari individu yang berbeda etnis dan latar belakang budaya dalam organisasi. Tujuannya adalah untuk mengubah budaya dengan mengubah komposisi demografis tenaga kerja; (2) diversity sensitivity, pendekatan ini mengakui kesulitan dalam mengembangkan potensi dengan menyatukan individu dari beragam latar belakang dan budaya di masyarakat. Tujuannya adalah melatih kepekaan masyarakat terhadap stereotip dan diskriminasi serta mendorong kolaborasi komunikasi yang baik; (3) cultural audit,  pendekatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi kendala yang membatasi kemajuan masyarakat dari berbagai latar belakang dan blok kolaborasi antara kelompok; (4) strategi keberagamaan sebagai kerangka kerja yang komprehensif untuk mengelola keberagaman sumber daya manusia. Pendekatan ini berfokus pada pengelolaan keberagaman sebagai sarana untuk mencapai tujuan kelompok masyarakat. Dimana dalam proses ini melibatkan proses mengidentifikasi hubungan antara tujuan pengelolaan keberagaman, harapan individu dan hasil organisasi.                                                                                                                                                                                                                           
Pengelolaan keberagamaan di Indonesia dijalankan atas  dasar budaya-budaya daerah yang hidup di Indonesia dibangun oleh tiga dasar yang dominan yakni, nilai religius, nilai solidaritas dan nilai estetika. Dengan kesamaan tiga nilai tersebut, seharusnya mempermudah proses penyesuaian dan pembauran budaya yang didukung oleh suku-sukubangsa yang juga sangat beragam. Selain tiga hal tersebut, setiap masyarakat juga memiliki rumusan adat istiadat yang isinya disusun berdasarkan hasil interaksi dan interpretasi masyarakat setempat sehingga memiliki traits yang spesifik, maka adat istiadat tersebut sering disebut sebagai suatu kearifan lokal. [3]



Tidak ada komentar: