1.6.
1.Keragaman
oleh Hartini diartikan sebagai sejumlah karakteristik penting
manusia yang berpengaruh pada nilai, kesempatan, dan persepsi individu terhadap
diri sendiri maupun orang lain. Karakteristik tersebut terdiri dari dua jenis
yaitu primary characteristics (usia,
etnis, gender dan kemampuan juga ketrampilan yang dimiliki) dan secondary characteristics (geografi,
pengalaman kerja, pendapatan, agama, budaya, bahasa, gaya berkomunikasi, status
keluarga, gaya bekerja, dan pendidikan). Hal sama diutarakan Kreitner &
Kinicki, (2010) bahwa Keberagaman yang dimaksud merupakan perbedaan individu
yang membuat setiap orang memiliki keunikan dan berbeda dari dan sama satu sama
lain. [1]
A.B
Tangdiling memberikan beberapa pola pembauran etnis yang efektif, diantaranya
adalah pola take and give, sosialisasi terbuka, acuan budaya nasional,
pembentukan wadah bersama, adaptasi/penyesuaian diri, dan perkawinan antar suku
yang akan dijelaskan satu persatu sebagai berikut[2]:
a. pola
take and give
pola
saling menguntungkan dalam setiap tahapan kehidupan social merupakan dambaan
semua warga masyarakat. Wujdu dari pola “take and give” bentuknya dapat
bermacammacam. Antara lain: saling menghargai/menghormati satu sama lain,
pertukaran barang mengenai kebutuhan yang berbeda, mengambil peran atau posisi
yang berbeda dalam suatu ranfkaian yang produktif dan tawar menawar dalam
kepentingan tertentu
b. sosialisasi
terbuka
sosialisasi terbuka merupakan interaksi
yang dijalankan dalam lingkungan social yang lebih luas. Dengan demikian pola
piker dan wawasannya akan lebih terbuka. Bilamana seseorang telah dibekali
dengan pola piker seperti ni maka ia akan mudah menyesuiakan dengan orang lain
meskipun berbeda budaya
c. acuan
budaya nasional
Apabila kelompok etnik dalam masyarakat pluralis
mempertahankan budaya kelompok etniknya maka pembauran emang sangat sulit
berlangsung dan akan semakin memperkuat kesenjangan itu, setiap kelompok etnik
harus mengacu pada budaya nasional ((umum) sebagai miliki bersama. Hal ini
merupkaan wahan yang efektif untuk mempersatukan kelompok-kelompok etnik yang
berbeda budaya itu, sehingga mereka bisa melakukan kerjasama untuk kepentingan
bersama. Adapun unsur-unusr budaya nasional itu antara lain adalah: perasaan
sebangsa setanah air, serta penggunaan hak dan kewajiban sebagai warga negara
d. pembentukan
wadah bersama
pembentukan wadah bersama yang para
pengurus dan anggotanya terdiri dari berbagai kelompok etnik dalam suatu
masyarakat. Wadah ini dapat menampung aspirasi semua pihak dan memcahkannya
secar bersama-sama dalam wadah itu, sehingga tidak ada pihak yang merasa
dirugikan oleh keputusan-keputusan yang diambil.
e. adaptasi/penyesuaian
diri
pada masyarakat yang berbeda secara
social dan budata, warganya dapat melakukan adaptasi soisal tau penyesuaian.
Hal ini dimaksudkan bahwa seorang akan diterima oleh kelompok lain jika ia
mampu beradaptasi secara social dan menyesuaikan diri. Caranya ialah dengan
memebi batas toleransi pada kegiatan-kegiatan social budaya yang memang
dirasakan sebagai suatu tindakan yang tidak mengganggu diirnya, berikut pada
saat yang bersangkutan melaksanakan suatu kegiatan, orang lain juga merasa
tidak terganggu
f. perkawinan
antar suku
perkawinan antar suku bangsa merupakan salah satu
wahan pembauran bangsa. Jika terjadi dalam jumlah yang banyka emang daoa
mengakrabkan hubungan secara social antara kelompok-kelompok etnis tertentu.
Kossek
dan Lobel (dalam Barak, 2005) menjelaskan empat pendekatan dalam pengelolaan
keberagaman. Pada awalnya teori ini diterapkan dalam pengelolaan keberagamaan
secara manajemen namun secara meluas, teori ini diterapkan dalam kelompok
masyarakat. Langkah-langkah pengelolaan keberagaaamn, antara lain: (1) diversity enlargement, pendekatan ini
berfokus pada peningkatan representasi dari individu yang berbeda etnis dan
latar belakang budaya dalam organisasi. Tujuannya adalah untuk mengubah budaya dengan
mengubah komposisi demografis tenaga kerja; (2) diversity sensitivity, pendekatan ini mengakui kesulitan dalam
mengembangkan potensi dengan menyatukan individu dari beragam latar belakang
dan budaya di masyarakat. Tujuannya adalah melatih kepekaan masyarakat terhadap
stereotip dan diskriminasi serta mendorong kolaborasi komunikasi yang baik; (3)
cultural audit, pendekatan ini bertujuan
untuk mengidentifikasi kendala yang membatasi kemajuan masyarakat dari berbagai
latar belakang dan blok kolaborasi antara kelompok; (4) strategi keberagamaan sebagai
kerangka kerja yang komprehensif untuk mengelola keberagaman sumber daya
manusia. Pendekatan ini berfokus pada pengelolaan keberagaman sebagai sarana
untuk mencapai tujuan kelompok masyarakat. Dimana dalam proses ini melibatkan
proses mengidentifikasi hubungan antara tujuan pengelolaan keberagaman, harapan
individu dan hasil organisasi.
Pengelolaan
keberagamaan di Indonesia dijalankan atas dasar budaya-budaya daerah yang hidup di
Indonesia dibangun oleh tiga dasar yang dominan yakni, nilai religius, nilai solidaritas
dan nilai estetika. Dengan kesamaan tiga nilai tersebut, seharusnya mempermudah
proses penyesuaian dan pembauran budaya yang didukung oleh suku-sukubangsa yang
juga sangat beragam. Selain tiga hal tersebut, setiap masyarakat juga memiliki
rumusan adat istiadat yang isinya disusun berdasarkan hasil interaksi dan
interpretasi masyarakat setempat sehingga memiliki traits yang spesifik, maka
adat istiadat tersebut sering disebut sebagai suatu kearifan lokal. [3]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar