Senin, 12 Desember 2016

Kinerja Keuangan Daerah (skripsi dan tesis)


Kinerja keuangan daerah pada dasarnya adalah kemampuan dari pemerintah daerah dalam meningkatkan sumber-sumber penerimaan asli daerahnya dan mampu menggali potensi sumber-sumber PAD dari daerahnya sendiri. Sehingga ciri utama daerah otonom adalah terletak pada kemampuan daerah untuk mengurus rumahtangganya sendiri dengan mengandalkan kemampuan keuangan daerahnya sendiri.
Tim Peneliti Fisipol UGM bekerja sama dengan Litbang Depdagri (1991) menentukan tolok ukur kemampuan daerah dilihat dari rasio pendapatan asli daerah (PAD) terhadap total APBD, yaitu:
1)      rasio PAD terhadap APBD 0,00 - 10,00 % ( sangat kurang );
2)      rasio PAD terhadap APBD 10,10 - 20,00 % ( kurang );
3)      rasio PAD terhadap APBD 20,10 - 30,00 % ( sedang );
4)      rasio PAD terhadap APBD 30,10 - 40,00 % ( cukup );
5)      rasio PAD terhadap APBD 40,10 - 50,00 % ( baik );
6)      rasio PAD terhadap APBD diatas 50,00 % ( sangat baik
Lebih lanjut menurut Halim (2004), kinerja atau kemampuan keuangan daerah merupakan salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk melihat kemampuan daerah dalam menjalankan otonomi daerah. Untuk melihat kinerja keuangan daerah, dapat dilakukan dengan menganalisis
1)      Derajat desentralisasi fiskal (tingkat kemandirian daerah)
2)      Kebutuhan Fiskal (fiscal need)
3)      Kapasitas Fiskal (fiscal capacity)
4)      Upaya fiskal (tax effort)
Secara umum, kinerja keuangan daerah dapat digolongkan sebagai berikut:
  Tabel 1 Kriteria Kinerja Keuangan Daerah
Prosentase Kinerja Keuangan
Kriteria
Diatas 100%
Sangat efektif
90,01% - 100%
Efektif
80,01% - 90,00%
Cukup Efektif
60,01% - 80,00%
Kurang Efektif
Kurang dari 60%
Tidak Efektif
Sumber : Dasril Munir (2002)
Kinerja keungan daerah menurut Radianto (1997) dapat diukur melalui rasio berikut:
1)      Kapasitas Fiskal
Menurut UU No 33 Tahun 2004 Pasal 28 ayat 3, “ Kapasitas fiskal Daerah merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari PAD dan dana bagi hasil.“
Menurut, Brojonegoro & Pakpahan (2003), KpF dihitung sebagai berikut:
KpF = PAD + Bagi Hasil (PBB+BP HTB+PPh+0,75 SDA) ……. (1)

2)      Indeks Kemampuan Rutin
Indeks kemampuan rutin digunakan untuk mengetahui sejauh mana peranan pendapatan asli daerah (PAD) terhadap sisi pengeluaran rutin daerah. Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh kondisi keuangan kabupaten/kota dapat mendukung otonomi daerah. Belanja rutin ini tidak termasuk belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, pengeluaran tidak termasuk bagian lain, dan pengeluaran tidak tersangka (Radianto,1997)
IKR =                         PADt   x 100% ............................................................   (2)
              Belanja Rutint
 3)      Derajat Otonomi Fiskal.
Derajat otonomi fiskal daerah menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) seperti pajak daerah, retribusi dan lain-lain. Ini berarti bahwa secara finansial, pemerintah daerah harus bersifat independen terhadap pemerintah pusat dengan jalan sebanyak mungkin menggali sumber-sumber PAD seperti pajak, retribusi dll. Rasio ini digunakan untuk mengetahui tingkat ketergantungan daerah terhadap pemerintah dengan menghitung rasio PAD terhadap total penerimaan daerah (Radianto,1997). Menurut Reksohadiprodko (1999), DOF dihitung sebagai berikut:
DOF = PADt x 100% ............................................................................   (3)
             TPDt
DOF = Derajat Otonomi Fiskal.
PADt = nilai dari realisasi pendapatan asli daerah tahun t.
TPDt = realisasi total pendapatan daerah tahun t. 

Tidak ada komentar: