Kinerja keuangan daerah pada
dasarnya adalah kemampuan dari pemerintah daerah dalam meningkatkan
sumber-sumber penerimaan asli daerahnya dan mampu menggali potensi
sumber-sumber PAD dari daerahnya sendiri. Sehingga ciri utama daerah otonom
adalah terletak pada kemampuan daerah untuk mengurus rumahtangganya sendiri
dengan mengandalkan kemampuan keuangan daerahnya sendiri.
Tim Peneliti Fisipol UGM bekerja sama
dengan Litbang Depdagri (1991) menentukan tolok ukur kemampuan daerah dilihat
dari rasio pendapatan asli daerah (PAD) terhadap total APBD, yaitu:
1)
rasio PAD terhadap APBD 0,00 - 10,00 % ( sangat kurang );
2)
rasio PAD terhadap APBD 10,10 - 20,00 % ( kurang );
3) rasio PAD terhadap APBD 20,10 - 30,00 % ( sedang );
4)
rasio PAD terhadap APBD 30,10 - 40,00 % ( cukup );
5) rasio PAD terhadap APBD 40,10 - 50,00 % ( baik );
6) rasio PAD terhadap APBD diatas 50,00 % ( sangat baik
Lebih lanjut menurut Halim
(2004), kinerja atau kemampuan keuangan daerah merupakan salah satu ukuran yang
dapat digunakan untuk melihat kemampuan daerah dalam menjalankan otonomi daerah.
Untuk melihat kinerja keuangan daerah, dapat dilakukan dengan menganalisis
1) Derajat desentralisasi fiskal (tingkat
kemandirian daerah)
2) Kebutuhan Fiskal (fiscal need)
3) Kapasitas Fiskal (fiscal capacity)
4) Upaya fiskal (tax effort)
Secara umum, kinerja keuangan
daerah dapat digolongkan sebagai berikut:
Tabel
1 Kriteria Kinerja Keuangan Daerah
Prosentase Kinerja Keuangan
|
Kriteria
|
Diatas 100%
|
Sangat efektif
|
90,01% - 100%
|
Efektif
|
80,01% - 90,00%
|
Cukup Efektif
|
60,01% - 80,00%
|
Kurang Efektif
|
Kurang dari 60%
|
Tidak Efektif
|
Sumber : Dasril Munir (2002)
Kinerja keungan daerah
menurut Radianto (1997) dapat diukur melalui rasio berikut:
1) Kapasitas Fiskal
Menurut UU No 33 Tahun
2004 Pasal 28 ayat 3, “ Kapasitas fiskal Daerah merupakan sumber pendanaan
daerah yang berasal dari PAD dan dana bagi hasil.“
Menurut, Brojonegoro &
Pakpahan (2003), KpF dihitung sebagai berikut:
KpF = PAD + Bagi Hasil (PBB+BP HTB+PPh+0,75 SDA)
……. (1)
2) Indeks Kemampuan Rutin
Indeks kemampuan rutin
digunakan untuk mengetahui sejauh mana peranan pendapatan asli daerah (PAD)
terhadap sisi pengeluaran rutin daerah. Analisis ini dimaksudkan untuk
mengetahui seberapa jauh kondisi keuangan kabupaten/kota dapat mendukung
otonomi daerah. Belanja rutin ini tidak termasuk belanja bagi hasil dan bantuan
keuangan, pengeluaran tidak termasuk bagian lain, dan pengeluaran tidak
tersangka (Radianto,1997)
IKR = PADt x 100% ............................................................ (2)
Belanja Rutint
3) Derajat Otonomi Fiskal.
Derajat otonomi fiskal
daerah menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam meningkatkan pendapatan
asli daerah (PAD) seperti pajak daerah, retribusi dan lain-lain. Ini berarti
bahwa secara finansial, pemerintah daerah harus bersifat independen terhadap
pemerintah pusat dengan jalan sebanyak mungkin menggali sumber-sumber PAD
seperti pajak, retribusi dll. Rasio ini digunakan untuk mengetahui tingkat
ketergantungan daerah terhadap pemerintah dengan menghitung rasio PAD terhadap
total penerimaan daerah (Radianto,1997). Menurut Reksohadiprodko (1999), DOF
dihitung sebagai berikut:
DOF = PADt x 100% ............................................................................ (3)
TPDt
DOF = Derajat Otonomi
Fiskal.
PADt = nilai dari
realisasi pendapatan asli daerah tahun t.
TPDt = realisasi total
pendapatan daerah tahun t.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar