Beberapa faktor yang menerangkan secara empiris mengapa
perusahaan melakukan perataan laba. Moses (1987) menemukan bukti bahwa
perusahaan-perusahaan besar memiliki dorongan yang lebih kuat melakukan
perataan laba dibandingkan perusahaan-perusahaan kecil karena
perusahaan-perusahaan besar mendapatkan pengawasan yang lebih ketat dari
pemerintah maupun masyarakat umum. Smith (1976) menjelaskan bahwa manajer
perusahaan sangat cenderung melakukan perataan laba. Simpulan ini di dukung
oleh temuan Trueman, et al (1988) bahwa secara rasional manjer ingin meratakan
laba yang dilaporkannya dengan alasan memperkecil tuntutan pemilik perusahaan.
Menurut Dye (1988) dalam Zulfa dan Maya (2007), bahwa
pemilik mendukung perataan penghasilan karena adanya motivasi internal dan
motivasi eksternal. Motivasi internal menunjukkan maksud pemilik untuk
meminimalisasi biaya kontrak manajer dengan membujuk manager agar melakukan
perataan laba. Motivasi eksternal ditunjukkan oleh usaha pemilik saat ini untuk
mengubah persepsi investor terhadap nilai perusahaan.
Michelson melakukan penelitian untuk menguji hubungan
antara perataan laba dengan kinerja pasar. Hal yang diuji meliputi perbedaan
dalam rata-rata return dari saham diantara perusaaan perata laba dan tidak
serta resiko pasar yang diperkirakan dengan perataan laba. Hasil yang diperoleh
bahwa perusahaan yang meratakan laba memiliki rata-rata return tahunan yang
lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak melakukan perataan laba. Selain itu
perusahaan yang meratakan laba memiliki beta yang lebih rendah dan nilai
sekuritas yang lebih dibandingkan dengan yang tidak meratakan laba.
Penelitian tentang faktor yang mempengaruhi perataan laba
di Indonesia dilakukan oleh Jin dan Machfoedz (1998), Narsa dkk (2003),
Jatiningrum (2000), dan Salno dan Baridwan (2000). Hasil penelitian Jin dan
Machfoedz (1998), Narsa dkk (2003) dan Jatiningrum (2000) yang menggunakan
variabel yang sama yaitu ukuran perusahaan, profitabilitas, sektor industri,
dan leverage operasi memberikan kesimpulan yang berbeda-beda. Jin dan
Machfoedz (1998) menyimpulan bahwa yang merupakan faktor yang berpengaruh
terhadap praktik perataan laba adalah variabel leverage operasi
sedangkan variabel ukuran perusahaan, profitabilitas dan sektor industri tidak
berpengaruh.
Hasil ini tidak sinkron dengan penelitian yang dilakukan
oleh Narsa dkk (2003) yang menyimpulkan bahwa ukuran perusahaan yang memiliki
pengaruh positif dengan praktik perataan laba. Sedangkan Jatiningrum (2000)
menunjukkan bahwa praktik perataan laba dipengaruhi oleh variabel
profitabilitas, dan untuk ukuran perusahaan dan sektor industri bukan merupakan
faktor pendorong pelaksanaan praktik perataan laba. Salno dan Baridwan (2000)
menggunakan instrumen besaran perusahaan, Net Profit Margin (NPM),
kelompok usaha, dan winner/ losser stocks menyimpulkan bahwa baik
besaran perusahaan, NPM, kelompok usaha maupun winner/ losser stocks tidak
berpengaruh terhadap praktik perataan laba.
Hepwort dalam Salno (2000:19) mengungkapkan bahwa
manajer yang termotivasi melakukan perataan laba atau penghasilan pada dasarnya
ingin mendapatkan berbagai keuntungan ekonomi dan psikologis, antara lain;
mengurangi total pajak terutang, meningkatkan kepercayaan diri manajer yang
bersangkutan karena penghasilan yang stabil mendukung kebijakan deviden yang
stabil pula, meningkatkan hubungan manajer dengan karyawan karena pelaporan
penghasilan yang meningkat tajam memberi kemungkinan munculnya tuntutan
kenaikan gaji dan upah, siklus peningkatan dan penurunan penghasilan dapat
ditandingkan dan gelombang optimisme atau pesimisme dapat diperlunak. Sedangkan
tujuan yang lainnya adalah untuk memberikan kesan baik pada pemilik dan
kreditor terhadap kinerja manajemen (Stolowy dan Breton 2000 dalam Juniarti
2005:150) untuk menjaga posisi atau kedudukan mereka dalam perusahaan (Spohr
2004 dalam Juniarti 2005:150). Gordon dalam Belkaoui (2007:193) mengusulkan
bahwa:
1.
kriteria yang dipakai oleh
manajemen perusahaan dalam memilih prinsip-prinsip akuntansi adalah untuk
memaksimalkan kegunaan dan kesejahteraan.
2.
kegunaan yang sama adalah suatu
fungsi keamanan pekerjaan, peringkat dan tingkat pertumbuhan gaji serta
peringkat dan tingkat pertumbuhan ukuran perusahaan.
3.
kepuasan dari pemegang saham
terhadap kinerja perusahaan meningkatkan status dan penghargaan dari para
manajer.
4.
kepuasan yang sama tergantung
pada tingkat pertumbuhan dan stabilitas dari pendapatan perusahaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar