Salah satu bentuk konkrit untuk mewujudkan
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara adalah dengan
diundangkannya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang
mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan yang
ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2003 tersebut, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010
tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). SAP merupakan prinsip-prinsip
akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan
pemerintah. Dengan demikian, SAP merupakan persyaratan yang mempunyai kekuatan
hukum dalam upaya meningkatkan kualitas laporan keuangan pemerintah di
Indonesia. Disamping SAP, kualitas SDM, pengendalian intern, komitmen
organisasi dan pemanfaatan teknologi juga mempengaruhi proses akuntansi
pemerintahan didalam menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas (Warisno,
2008; COSO, 1992; Septiani, 2005; Hamzah dalam Winidyaningrum, 2010).
1.
Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 71 Tahun 2010
menyebutkan bahwa “Standar Akuntansi Pemerintahan, selanjutnya disebut SAP, adalah
prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan
keuangan pemerintah.
SAP di Indonesia diatur pertama sekali melalui Peraturan
Pemerintah No. 24 Tahun 2005 dengan basis kas menuju basis akrual, selanjutnya
diperbaharui melalui Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010. Terdapat 2 (dua)
lampiran dalam PP No. 17 Tahun 2010, yaitu lampiran I menggunakan basis akrual
dan lampiran II menggunakan basis kas menuju akrual dengan mengakomodir kembali
PP No. 24 Tahun 2005 yang diperuntukan bagi entitas yang belum mampu
menggunakan basis akrual.
Laporan keuangan sesuai SAP dalam rangka penyusunan laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD, meliputi Laporan Realisasi Anggaran,
Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Peraturan
Pemerintah ini juga merupakan pelaksanaan Pasal 184 ayat (1) dan (3)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang
46menyatakan bahwa laporan keuangan pemerintah daerah disusun dan disajikan
sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
2.
Sumber Daya Manusia
Widodo (2001) dalam Kharis (2010) menjelaskan kompetensi sumber
daya manusia adalah kemampuan sumber daya manusia untuk melaksanakan tugas dan
tanggungjawab yang diberikan kepadanya dengan bekal pendidikan, pelatihan, dan
pengalaman yang cukup memadai. Sumber daya manusia (SDM) yang kompeten tersebut
akan mampu memahami logika akuntansi dengan baik. Kegagalan sumber daya manusia
Pemerintah Daerah dalam memahami dan menerapkan logika akuntansi akan berdampak
pada kekeliruan laporan keuangan yang dibuat dan ketidaksesuaian laporan dengan
standar yang ditetapkan pemerintah (Warisno, 2008).
Indriasari (2008) membuktikan dalam penelitian bahwa kapasitas
sumberdaya berpengaruh terhadap keterpautan dan keterandalan informasi laporan
keuangan pemerintah daerah di Kota Palembang dan Kabupaten Ogan Hilir provinsi
Sumatera Selatan. Bukti penelitian ini didukung oleh hasil penelitian
Winidyaningrum dan Rahmawati (2010) yang menyatakan bahwa kapasitas sumber daya
manusia berpengaruh terhadap keterandalan pelaporan keuangan pemerintah daerah,
namun penelitian ini tidak berhasil membuktikan pengaruh kapaistas sumberdaya
manusia terhadap ketepatwaktuan penyampaian informasi dalam laporan keuangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar