Sejak pandemi covid-19, terjadi beberapa perubahan terkait dengan sistem
kerja di Indonesia. Pengaturan kerja yang fleksibel marak dilakukan sebagai
dampak dari adanya covid-19. Pengaturan kerja yang fleksibel merupakan bekerja
alternatif yang memungkinkan karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan di luar
batasan waktu dan atau tempat pada hari kerja normal. Terdapat dua bentuk
pengaturan kerja fleksibel yang umum dilakukan yaitu flexy time atau kebebasan
terkait waktu bekerja dan flexy place atau kebebasan terkait lokasi bekerja
(Shockley & Allen dalam Ham & Etikariena, 2021, p. 10).
Work From Home atau disingkat WFH adalah salah satu bentuk sistem kerja
yang fleksibel. Pola kerja WFH merupakan bagian dari ruang kerja fleksibel
(Flexible Working Space / FWS) yang merupakan suatu terobosan baru mengenai
cara kerja di era pandemi covid-19. FWS adalah pengaturan pola kerja pegawai
yang memaksimalkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan
dan menjaga produktivitas pegawai serta menjamin keberlangsungan pelaksanaan
tugas dengan memberikan fleksibilitas lokasi kerja selama periode tertentu (BPS
RI, 2021, p. 47). WFH adalah sebuah konsep bekerja dari mana saja namun dalam
situasi dan kondisi yang berbeda, atau lebih dikenal dengan virtual working, yang
menuntut top management level untuk mampu secara bersama-sama menjaga
keamanan karyawannya dalam bekerja dan kestabilan performa perusahaan
(Sakitri, 2020, p. 1).
Menurut Mustajab et al., (2020, pp. 13–14), WFH adalah metode dan
budaya kerja dengan bekerja dari rumah, memanfaatkan teknologi informasi
dimana organisasi melakukan transformasi dalam semua aspek untuk membangun
startegi keuntungan kompetitif, sebagai sebuah fenomena dalam upaya mencegah
penyebaran covid-19 di banyak negara di dunia yang dapat berdampak pada
produktifitas karyawan. Sejalan dengan Putri & Amran, (2021, p. 31), WFH atau
bekerja dari rumah adalah istilah umum untuk berbagai praktik kerja yang
melibatkan informasi teknologi komunikasi (TIK) dan lokasi kerja selain kantor
utama. Kerja dari rumah bisa memiliki dampak positif atau negatif pada
keseimbangan kehidupan kerja bagi setiap karyawan. Ini dapat memiliki hasil yang
berbeda karena work life balance memiliki tolak ukur yang unik, yaitu kembalinya
nilai dan prioritas hidup seseorang. Misalnya, bagi sebagian orang bekerja dari
rumah dapat meningkatkan kualitas hubungan dengan keluarga. Di sisi lain, bekerja
dari rumah dapat meningkatkan kaburnya batas antara pekerjaan dan keluarga,
sehingga upaya untuk memisahkan waktu antara bekerja dan waktu untuk keluarga
menjadi sulit. Lebih lanjut Putri & Amran, (2021, p. 31) mengemukakan 4 (empat)
aspek yang bertindak sebagai dimensi dalam mengukur Work From Home, yaitu:
lokasi kerja, informasi dan komunikasi teknologi (ICT), waktu, dan hubungan
dengan rekan kerja.
Penerapan sistem kerja work from home (WFH) ini membuat pegawai
memiliki waktu yang fleksibel dalam pengerjaan tugas. Hal ini akan membuat
pegawai lebih produktif sehingga pegawai ASN menjadi bahagia dan kehidupan
pribadi akan menjadi seimbang ataupun sebaliknya membuat pegawai menjadi
tidak disiplin dan mengurangi kepuasan kerja (Fahmi et al., 2021, p. 2218). Menurut
Tamunomiebi & Oyibo, (2020, pp. 3–4), dalam organisasi dimana karyawan
bekerja pada lingkungan yang tidak fleksibel, akan cenderung mengalami stres dan
konflik peran, karena organisasi yang menerapkan jam kerja fleksibel dapat
memenuhi kebutuhan dan harapan karyawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar