Dunia kedokteran yang dulu seakan tak terjangkau oleh hukum, dengan berkembangnya kesadaran masyarakat akan kebutuhannya tentang perlindungan hukum, menjadikan dunia pengobatan bukan saja sebagai hubungan keperdataan saja, bahkan sering berkembang menjadi persoalan pidana. Pelayanan kesehatan pada dasarnya bertujuan untuk melaksanakan pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit, termasuk didalamnya pelayanan medis yang dilaksanakan atas dasar hubungan individual antara dokter dengan pasien yang membutuhkan kesembuhan namun dokter sering melakukan tindakan kesalahan yang berakibat kepada malpraktek terhadap pasien.9 Dunia hukum kedokteran di Indonesia belum memiliki batasan dan ketentuan hukum yang valid mengenai malpraktik. Banyak persepsi yang muncul mengenai isi, pengertian dan aturan-aturan yang berkaitan dengan malpraktik dalam dunia kedokteran. [1]
Persoalan malpraktek, atas kesadaran hukum pasien yang merasa dirugikan berakibat terhadap penuntutan terhadap dokter yang melakukan kesalahan medis (malpraktek) yang berujung penuntutan secara pidana terhadap pasien yang merasa dirugikan, memang disadari oleh semua pihak bahwa dokter hanyalah manusia biasa yang suatu saat bisa lalai dan salah, sehingga pelanggaran kode etik bisa terjadi bahkan sampai melanggar peraturan kesehatan yang berlaku, oleh karena itu agar tidak menimbulkan kekosongan norma perlu adanya peraturan baru didalam KUHP yang secara khusus mengatur tentang pertanggungjawaban pidana terhadap dokter yang melakukan malpraktek agar dapat melindungi hak-hak pasien dari dokter yang melakukan tindakan malpraktek dan nantinya pasien yang dirugikan oleh dokter dapat menuntut secara pertanggungjawaban pidana terhadap dokter yang melakukan tindakan malpraktek.[2] Pengaturan hukum yang berkaitan dengan malpraktek menurut Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyatakan bahwa “Suatu keadaan di mana terjadi kesalahan yang melibatkan pelayan kesehatan dalam hal ini oleh dokter, yang dapat mengajukan pengaduan kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia oleh setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan.” [3]Berdasarkan ketentuan Pasal 46 UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyatakan bahwa “Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di rumah sakit.” Rumah sakit memiliki status dan dianggap selaku badan hukum, maka rumah sakit dapat dibebani hak dan kewajibannya menurut hukum positif yang telah di tetapkan atas tindakan merugikan yang dilakukannya. Korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban selaku subjek hukum, sesuai dengan kesalahannya. Melihat dari asal usul kata, korporasi atau corporate bermula dari bahasa latin yaitu dari kata “corporatio”, artinya hasil produksi dari membadankan atau menjadikan badan sebagai orang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar