Rumah Sakit merupakam suatu instansi pelayanan di bidang kesehatan yang menyediakan pelayanan kesehatan perorangan secara menyeluruh yang memfasilitasi pelayanan yakin rawat inap, rawat jalan, dan rawat darurat. Dan juga Rumah Sakit sebagai rujukan dari berbagai pelayanan kesehatan tingkat pertama (Permenkes No.147 Tahun 2010). Rumah sakit menurut Anggaran Dasar Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Kesehatan Nasional yang mengemban tugas pelayanan kesehatan untuk seluruh masyarakat dan suatu saranan yang merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan yang menjalankan rawat inap, rawat jalan, dan rehabilitasi berikut segala penunjangnya. [1]
Instansi yang fungsi utamanya yakni memberikan pelayanan kepada pasien. Pelayanan tersebut merupakan diagnostik dan terapeutik untuk berbagai penyakit dan maslah kesehatan baik yang bersifat bedah maupun non bedah. fasilitas pelayanan kesehatan diharapkan dapat memberikan pelayanan yang efektif, efisien dan memberikan informasi kesehatan yang tepat bagi masyarakat. Setiap masyarakat yang menggunakan pelayanan kesehatan selalu berharap agar pelayanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit, baik rumah sakit pemerintah ataupun ruamah sakit milik swasta bisa memberikan pelayanan yang baik dan memuaskan bagi seluruh pengguna pelayanan kesehatan yang menggunakannya. Pelanggan atau pasien menginginkan fasilitas yang baik dari rumah sakit, keramahan para petugas pelayan kesehatan rumah sakit, ketanggapan petugas , kemampuan petugas, serta kesungguhan para petugas rumah sakit. Oleh sebab itu, pihak rumah sakit dituntut agar selalu berusaha meningkatkan pelayanan kepada pelanggan atau pasien yang berkunjung agar dapat terciptanya kualitas pelayanan rumah sakit yang baik dan memuaskan. Sebuah instansi rumah sakit harus mampu memberi pelayanan yang berkualitas berdasarkan standar yang sudah ditentukan dan terjangkau oleh masyarakat. [2]
Hukum berpandangan bahwa rumah sakit tidak sekadar tempat praktik pelayanan kesehatan namun juga suatu organisasi yaitu institusi. Hal ini dirumuskan oleh Undang-undang no 44 tahun 2009 pasal 1 angka 1, yang menyatakan bahwa Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Menurut kamus bahasa indonesia, kata institusi merujuk pada sesuatu yang bersifat kelembagaan. Oleh karena itu, rumah sakit memiliki unsur kelembagaan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Kelembagaan rumah sakit tidak dapat dilepaskan dari model kelembagaan yang diatur oleh aturan hukum Indonesia. Kelembagaan ini berhubungan dengan kedudukannya dalam teori subyek hukum.[3]
Rumah sakit sebagai lembaga merupakan badan hukum karena lembaga ini oleh hukum diberikan kekuasaan pendukung hak dan kewajiban. Hal ini telah ditegaskan pasal 29 dan pasal 30 UU nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, yang memberikan kekuasaan pendukung yaitu kewajiban dan hak. Meskipun Rumah sakit tidak mempunyai jiwa sebagaimana subyek hukum manusia, namun pendukung hak dan kewajiban yang melekat pada rumah sakit menciptakan kedudukan Rumah sakit sebagai badan hukum (Chidir Ali, 1991, 18). Pengurus badan hukum rumah sakit pada hakekatnya dapat dibedakan dalam tiga kategori sebagai perwujudan 3 jenis kekuasaan di rumah sakit yaitu pemilik rumah sakit, management rumah sakit dan staff medis (Don Griffin, 2006, 26). Konstruksi analogi istilah tersebut pada Undang- Undang nomor 44 tahun 2009 terwujud melalui konsep pendiri rumah sakit, organisasi rumah sakit dan staff fungsional pelayanan kesehatan.[4]
Baik pemilik, management dan pelaksana pelayanan Kesehatan merupakan bagian-bagian yang membentuk unsur organisasi badan hukum korporasi rumah sakit. Ketiganya berintegrasi dalam satu kesatuan korporasi rumah sakit dan diikat dalam satu pengaturan hukum rumah sakit yang disebut hospital bylaw-corporate bylaw. Hospital bylaw-corporate bylaw merupakan aturan hukum yang tidak otonom untuk menunjukkan hubungan pendiri, management dan pelayanan kesehatan dalam suatu korporasi. Keberlakuan hospital bylaw-corporate bylaw di rumah sakit telah diwajibkan oleh hukum yaitu Pasal 29 Ayat 1 Huruf r UU no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit “Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by laws) “.[5]
Bentuk badan Hukum rumah sakit terkategori empat jenis yaitu Perseroan Terbatas ( PT), Perkumpulan, Yayasan dan Badan Layanan umum. Pada badan hukum berbentuk perseroan terbatas ( PT), organisasi pemilik terdiri atas Rapat umum pemegang saham (RUPS ), komisaris dan direksi. Organisasi pemilik pada badan hukum berbentuk yayasan meliputi pembina, pengawas, pengurus. Pada badan hukum perkumpulan, organisasi pemilik merujuk pada anggaran dasar (AD)/anggaran rumah tangga (ART) perkumpulan tersebut. Staatsblad 1870 nomor 64 belum mengatur secara spesifik struktur organisasi dari perkumpulan.[6]
Merujuk pada pendekatan perijinan, identitas badan hukum rumah sakit memiliki karakteristik berbeda dengan karakteristik badan usaha yang lain. Badan usaha rumah sakit terpilah dalam dua unsur yaitu unsur pendiri dan unsur pengelola/penyelenggara. Keberlakukan status badan hukum rumah sakit tidak dapat bertolak pada keabsahan badan hukum pendirinya. Keabsahan badan hukum pendiri rumah sakit berdasarkan pada Surat Keputusan menteri hukum dan hak asasi manusia, kecuali pendiri rumah sakit yang berbentuk badan layanan umum. Melekatnya status badan hukum pada pendiri rumah sakit tidak secara otomatis berakibat pada legalitas operasional rumah sakit. Keberadaan dua perijinan yang terpisah dengan fungsi yang berbeda-beda, berimplikasi pada gambaran bentuk perijinan korporasi rumah sakit.[7]
Izin operasional rumah sakit merupakan syarat utama keabsahan usaha rumah sakit dalam bertransaksi dengan pihak ketiga. Tanpa ada izin operasional rumah sakit, status subyek hukum yang melekat pada pendiri rumah sakit tidak membawa dampak apa-apa terhadap transaksi pelayanan kesehatan dengan anggota masyarakat. Tanpa ijin pendirian rumah sakit yang dimiliki pendiri rumah sakit, status badan hukum pendiri rumah sakit tidak dapat mengambil fungsinya sebagai badan hukum dengan fungsi rumah sakit. Pada badan hukum yang berbentuk perkumpulan dan yayasan, tidak mensyaratkan single purpose pendirian rumah sakit. Hal ini berbeda dengan Pendiri rumah sakit yang berbentuk perseroan terbatas, dalam halmana sejak awal pendirian PT mencantumkan secara spesifik single purpose Perseroan Terbatas untuk perumahsakitan.[8]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar