Selasa, 07 November 2023

Kewenangan Dokter dan Dokter Gigi


Sejarah hukum tentang tenaga kesehatan sudah ada sejak tahun 1963 dengan keluarnya Undang-undang Tenaga Kesehatan N0. 6 Tahun 1963, yang masih mengacu pada Undang-Undang Kesehatan Tahun 1960. Kemudian pada tahun 1992 keluar Undang-undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 yang menggantikan Undang-undang Pokok Kesehatan tahun 1960, tetapi Undang-undang No. 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan masih berlaku, sambil menunggu produk hukum baru tentang tenaga kesehatan yang mengacu pada Undang-undang Kesehatan yang terbaru sampai keluarlah Peraturan Pemerintah atau PP No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. Dalam Peraturan Pemerintah ini dijelaskan bahwa tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan atau ketrampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. [1]

Perkembangan dunia kesehatan dalam tinjauan sistem hukum kemudian diperbaharui dengan adanya Undang-undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 disebutkan bahwa sumber daya kesehatan yang paling utama adalah tenaga kesehatan itu sendiri. Karena dengan adanya tenaga kesehatan maka semua sumber daya kesehatan yang lain seperti fasilitas pelayanan kesehatan, perbekalan kesehatan atau sering disebut sebagai alat kesehatan dan teknologi dan produk kesehatan dapat dikelola dan dikembangkan dengan lebih optimal dan sinergis. Hal itu semua mempercepat pencapaian tujuan pembangunan Kesehatan. Sistem Undang-Undang mengenai Tenaga Kesehatan kemudian diperkuat dengan adanya Undang-undang No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Secara lebih khusus, dalam Pasal 11 Undang-undang No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dijelaskan adanya berbagai macam tenaga kesehatan, yang mempunyai bentangan yang sangat luas, baik dari segi latar belakang pendidikannya maupun jenis pelayanan atau upaya kesehatan yang dilakukan. Salah satu jenis tenaga kesehatan adalah tenaga medis yang terdiri dari dokter dan dokter gigi, maupun dokter spesialis dan dokter gigi spesialis. Pada ketentuan umum Pasal 1 angka 2 Undang-undang 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran disebutkan definisi dokter dan dokter gigi sebagai berikut[2]:

“Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

Selanjutnya pada undang-undang yang sama Pasal 1 angka 11 dijelaskan pengertian profesi kedokteran adalah sebagai berikut:

“Profesi kedokteran atau kedokteran gigi adalah suatu pekerjaan kedokteran atau kedokteran gigi yang dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan, kompeten yang diperoleh melalui pendidikan yang berjenjang, dank ode etik yang bersifat melayani masyarakat”

Dari pengertian dalam undang-undang ini, maka esensi profesi ini adalah panggilan hidup untuk mengabdikan diri pada kemanusiaan yang didasarkan pada pendidikan yang harus dilaksanakan dengan kesungguhan niat dan tanggungjawab penuh[3]. Adapun ciri profesi ini adalah[4]:

1.      Merupakan suatu pekerjaan yang berkedudukan tinggi dari para ahli yang terampil dalam menerapkan pengetahuan secara sistimatis.

2.      Mempunyai kompetensi secara eksklusif terhadap pengetahuan dan keterampilan tertentu.

3.      Didasarkan pada pendidikan yang intensif dan disiplin tertentu.

4.      Mempunyai tanggungjawab untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya, serta mempertahankan kehormatan.

5.      Mempunyai etik tersendiri sebagai pedoman untuk menilai pekerjaannya.

6.      Cenderung mengabaikan pengendalian dari masyarakat atau individu.

7.      Pelaksanaannya dipengaruhi oleh masyarakat, kelompok kepentingan tertentu dan organisasi professional lainnya, terutama dari segi pengakuan terhadap kemandiriannya. Seorang dokter dan dokter gigi adalah seorang profesional dalam bidang pengobatan atau kedokteran, karena mereka bekerja berdasarkan keilmuannya yang diperoleh selama pendidikan kedokteran.

Sebelum seorang dokter atau dokter gigi menjalankan profesi kedokterannya, mereka diwajibkan lulus dari pendidikan dokter atau dokter gigi dari lembaga pendidikan yang telah diakreditasi, setelah menyelesaikan pendidikannya harus mengikuti dan dinyatakan lulus uji kompetensi dan mendapatkan surat tanda registrasi yang dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia, yang berlaku lima tahun dan dapat diregistrasi ulang setiap lima tahun. Tidak hanya itu, sebelum melakukan praktik kedokteran maka mereka diwajibkan mendapatkan Surat Ijin Praktik (SIP) yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan dibatasi hanya pada tiga tempat praktik. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dokter dan dokter gigi dikenakan sanksi pidana maksimal 3 (tiga) tahun dan denda Rp. 100.000.000,00 dan penyelenggara tempat praktik yang mempekerjakan dokter/dokter gigi yang tidak memiliki SIP dikenakan sanksi 3 (tiga) kali lipatnya.[5]

Seorang dokter atau dokter gigi yang telah berpraktik wajib mengikuti Pendidikan kedokteran berkelanjutan dalam rangka pengembangan ilmu dan teknologi di dunia kedokteran, yang ujungnya adalah demi untuk penyelamatan pasien-pasien yang ditangani[6].

Ada tiga karakteristik yang menonjol dari seorang professional, yaitu[7]:

1.      Perlu adanya persyaratan extensive training untuk berpraktik sebagai professional;

2.      Training tersebut harus mengandung apa yang dinamakan asignificant intellectual component, tidak sekedar bersifat skill training semata;

3.      Perlu adanya pengabdian yang penuh terhadap pelayanan masyarakat.



 

Tidak ada komentar: