Minggu, 22 Oktober 2023

Prinsip Disiplin kerja


Henry Simamora (dalam Sinambela, 2016) menjelaskan terdapattujuh
prinsip baku yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan disiplin pegawai yaitu (1)
prosedur dan kebijakan yang pasti; (2) tanggung jawab kepengawasan; (3)
komunikasi berbagai peraturan; (4) tanggung jawab pemaparan bukti; (5)
perlakuan yang konsisten; (6) pertimbangan atas berbagai situasi; (7) peraturan
dan hukuman yang masuk akal:
1. Prosedur dan Kebijakan Yang Pasti
Kewajiban pimpinan adalah memberikan perhatian serius pada berbagai
keluhan pegawai. Hal ini akan mendorong pertumbuhan disiplin kerja pengawas
dalam organisasi. Artinya, pimpinan puncak harus memutuskan jenis perilaku
seperti apa yang dikehendaki untuk dilakukan oleh para pegawai dan bagaimana
melakukannya. Tujuannya adalah bagaimana menciptakan bentuk disiplin yang
konstruktif dan positif melalui kepemimpinan yang sehat dan pelatihan yang
memadai bagi seluruh pegawai.
Prosedur-prosedur disiplin mulai dari perencanaan, penetapan, sampai
dengan penerapannya seyogianya mengikuti serangkaian tindakan yang sudah
disepakati dari awal sehingga dapat ditegakkan.Oleh karena itu, dalam tataran
implementasi, seorang pimpinan harus berpegang teguh pada aturan yang ada dan
melaksanakannya dengan konsisten.Sistem disiplin perlu dirancang dengan
cermat oleh pimpinan dengan melibatkan seluruh komponen anggota organisasi.
2. Tanggung Jawab Kepengawasan
Para pengawas biasanya bertanggung jawab untuk memulai tindakan
disipliner. Sebagian besar organisasi bergantung pada saat muncul masalahmasalah.Pengawas biasanya mempunyai otoritas mengeluarkan peringatanperingatan verbal dan teguran-teguran lisan. Meskipun demikian, apabila
dibutuhkan dapat berupa teguran tertulis. Pengawas biasanya mempersiapkan
teguran dengan mengonsultasikannya kepada manajemen jenjang berikutnya.
Apabila terdapat perjanjian kerja, pengawas juga mengonsultasikannya
dengan departemen SDM guna memastikan bahwa teguran tertulis adalah
konsisten dengan prosedur-prosedur yang dibakukan dalam perjanjian kerja.
3. Mengkomunikasikan Bebagai Peraturan
Para pegawai hendaknya mengetahui peraturan-peraturan perusahaan dan
standar, serta konsekuensi pelanggaran terhadapnya.Setiappenyelia dan pegawai
hendaknya memahami secara penuh kebijakan-kebijakan dan posedur-prosedur
disiplin. Para pegawai yang melanggar suatu peraturan atau tidak memenuhi
kriteria-kriteria kinerja hendaknya diberi peluang untuk mengoreksi perilaku
mereka. Dalam hal ini, para pegawai mesti mengetahui peraturan-peraturan
sbelum bertanggung jawab kepada atasnya. Biasanya, pegawai diberitahu tentang
peraturan-peraturan perusahaan melalui buku manual perusahaan dan programprogam baru orientasi pegawai baru.
Untuk pelanggaran pertama, seyogyanya pegawai diberikan kesempatan
dan diperingati secara memadai tentang konsekuensi dari tindakannya, namun
tidak dihukum. Pengecualian tentu dilakukan jika kesalahan yang dilakukan telah
serius hingga pegawai harus tahu bahwa hal itu merupakan pelanggaran yang
dikenakan hukuman, seperti minuman keras (miras) ditempat kerja, mencuri
barang perusahaan dan secara sengaja merusak barang-barang perusahaan.
4. Tanggung Jawab Pemaparan Bukti
Individu haruslah dianggap tidak bersalah sampai dengan terbukti bahwa
orang tersebut benar-bena bersalah. Perusahaan harus membuktikan bahwa
pegawai nyata-nyata telah bersalah sebelum menjatuhkan hukuman. Para manajer
hendaknya mengumpulkan sejumlah bukti-bukti yang meyakinkan untuk
menjustifikasi disiplin. Bukti itu hendaknya didokumentasikan secara cermat
sehingga sulit dipertentangkan. Sebagai contoh kartu kredit seharusnya digunakan
untuk mendokumentasikan keterlambatan. Para pegawai harus diberikan
kesempatan menyangkal bukti tersebut dan memberikan dokumentasi untuk
pembelaan diri.
5. Perlakuan yang Konsisten
Peraturan dan hukuman mestilah diberlakukan secara tidak berat sebelah
dan tanpa diskriminasi. Pemberlakuan disiplin yang tidak merata, bukan hanya
dapat merusak efektivitas dari sistem disiplin, melainkan juga dapat menciptakan
perasaan dikalangan pegawai bahwa terdapat favoritisme disatu sisi dan
diskriminasi di sisi lain. Konsistensi perlakuan adalah salah satu prinsip yang
paling penting, hendaknya tidak menghukum seseorang karena suatu pelanggaran
dan tidak meniadakan pelanggaran yang sama yang dilakukan oleh pegawai lain.
Jenis inkonsisten semacam ini biasa terjadi karena para penyelia di depan
teman yang berbeda mempunyai tolok ukur yang berbeda. Mempunyai batas-batas
toleransi yang berbeda pula ketika seorang pegawai untuk meyakini bahwa
disiplin diterapkan secara konsisten, dapat diperkiraan dan tanpa diskriminasi atau
favoritisme. Apabila tidak kemungkinan para pegawai akan menantang
keputusan-keputusan disiplin.
6. Pertimbangan Atas Berbagai Situasi
Kebutuhan akan konsistensi perlakuan tidaklah harus berarti dua orang
yang melakukan pelanggaran yang identik akan selalu mendapatkan hukuman
yang sama. Pelanggaran terhadap peraturan perusahaan dan pelanggaran lainnya
seyogianya mempertimbangkan berbagai faktor. Situasi dalam berbagai kasus
patut dipertimbangkan dan juga fakta–fakta yang menggambarkan pelanggaran.
Ketepatan tindakan disipliner dan kesediaan arbitrator tidak menegakkannya
kerap ditentukan oleh situasi –situasiyang melingkupinya.
7. Peraturan dan Hukuman yang Masuk Akal.
Kendatipun perusahaan bebas membuat peraturan-peraturan apapun, tetapi
peraturan itu sepantasnya masuk akal dan normal. Sebagian besar orang bersedia
menerima peraturan perusahan sebagai legitimasi apabila peraturan tersebut
berkaitan dengan operasi-operasi yang efesien dan aman, serta konsisten dengan
konvensi-konvensi yang berlaku ditengah masyarakat. Hukuman-hukuman
hendaknya wajar. Artinya hukuman yang sangat keras atas pelanggaran kecil tidak
akan dianggap adil oleh pegawai

Tidak ada komentar: