Rabu, 16 November 2022

Penyelesaian Sengketa Secara Litigasi (skripsi, tesis, disertasi)


Dalam peraturan perundang-undangan tidak ada yang
memberikan definisi mengenai litigasi, namun dapat dilihat di dalam
Pasal 6 ayat 1 UU 30/1999 tentang Arbitrase yang pada intinya
mengatakan bahwa sengketa dalam bidang perdata dapat diselesaikan para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang dilandasi
itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di
Pengadilan Negeri.12 Sehingga dapat disimpulkan bahwa litigasi
merupakan proses menyelesaikan perselisihan hukum di pengadilan
yang mana setiap pihak bersengketa memiliki hak dan kewajiban yang
sama baik untuk mengajukan gugatan maupun membantah gugatan
melalui jawaban.
Penyelesaian sengketa secara litigasi merupakan upaya
penyelesaian sengketa melalui Lembaga pengadilan. Menurut Dr.
Frans Hendra Winarta, S.H., M.H. dalam bukunya yang berjudul
Hukum Penyelesaian Sengketa mengatakan bahwa litigasi merupakan
penyelesaian sengketa secara konvensional dalam dunia bisnis seperti
dalam bidang perdagangan, perbankan, proyek pertambangan, minyak
dan gas, energi, infrastruktur, dan sebagainya. Proses litigasi
menempatkan para pihak saling berlawanan satu sama lain. Selain itu,
penyelesaian sengketa secara litigasi merupakan sarana akhir (ultimum  remidium) setelah upaya-upaya alternatif penyelesaian sengketa tidak
membuahkan hasil.14
Penyelesaian sengketa melalui litigasi memiliki kelebihan dan
kekurangan. Proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan
menghasilkan suatu keputusan yang bersifat adversarial yang belum
mampu merangkul kepentingan bersama karena menghasilkan suatu
putusan win-lose solution. Sehingga pasti akan ada pihak yang menang
pihak satunya akan kalah, akibatnya ada yang merasa puas dan ada
yang tidak sehingga dapat menimbulkan suatu persoalan baru di antara
para pihak yang bersengketa. Belum lagi proses penyelesaian sengketa
yang lambat, waktu yang lama dan biaya yang tidak tentu sehingga
dapat relative lebih mahal. Proses yang lama tersebut selain karena
banyaknya perkara yang harus diselesaikan tidak sebanding dengan
jumlah pegawai dalam pengadilan, juga karena terdapat tingkatan
upaya hukum yang bisa ditempuh para pihak sebagaimana dijamin
oleh peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia yaitu mulai
tingkat pertama di Pengadilan Negeri, Banding di Pengadilan Tinggi,
Kasasi di Mahkamah Agung dan yang terakhir Peninjauan Kembali
sebagai upaya hukum terakhir. Sehingga tidak tercapai asas pengadilan
cepat, sederhana dan biaya ringan.

Tidak ada komentar: