Janda berarti perempuan yang tidak bersuami
lagi, baik karena cerai maupun karena ditinggal mati
oleh suaminya (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
2008). Janda merupakan perempuan yang tidak
memiliki pasangan dan status kesendirian karena
berpisah dengan suami setelah dikumpuli, baik berpisah karena dicerai maupun karena ditinggal
mati. Pria maupun perempuan yang telah menikah
dan telah bercampur kemudian berpisah, baik
disebabkan karena perceraian maupun kematian
adalah berstatus sama. Hanya karena frame budaya
yang memberikan kekuasaan kepada pria atas
perempuan dan lebih lebih banyak menunjuk status
kaum perempuan sebagai janda (Munir, 2009).
Status janda bukanlah posisi yang
menguntungkan bagi perempuan secara biologis,
psikologis, maupun sosiologis. Kondisi yang
melingkupi diri kaum perempuan seringkali
mengundang bargaining position kaum ini ketika
berhadapan dengan kaum pria. Kaum janda kadang
ditempatkan sebagai perempuan pada posisi yang
tidak berdaya, lemah, dan perlu dikasihani sehingga
dalam kondisi sosial budaya yang patriarkhi seringkali
terjadi ketidakadilan terhadap kaum perempuan,
khususnya kaum janda (Munir, 2009).
Perceraian hidup adalah berpisahnya pasangan
suami istri atau berakhirnya perkawinan karena tidak
tercapainya kata kesepakatan mengenai masalah
hidup. Perceraian dilakukan karena tidak ada lagi
jalan lain yang ditempuh untuk menyelamatkan
perkawinan mereka. Jadi mereka di artikan bahwa
janda dalam penelitian ini adalah seorang wanita
yang tidak bersuami lagi karena bercerai bukan
karena ditinggal mati oleh pasangan.
Agama islam adalah agama yang sempurna dan
universal, islam juga memperhatikan masalah janda - janda, mulai dari penyebabnya menjadi janda,
bagaimana dan berapa lama masa iddahnya. Biaya
penyusuan, siapa yang menanggung nafkah anak-anak
mereka, dan sebagainya. Sayangnya banyak diantara
umat Islam yang belum mengetahuinya atau malah
mengabaikannya. Akhirnya banyak janda yang
menderita akibat salah perlakuan, baik dari mantan
suaminya (bila janda cerai), dimana anaknya melarang
ibunya menikah lagi, karena anak takut bila ibunya
kawin lain, anak-anaknya akan mengalami masalah. Bila
seorang janda bercerai dan masih ada mantan suaminya
maka, anak - anaknya tetap menjadi tanggung jawab
ayahnya jika ayahnya masih hidup. Jika ayahnya
meninggal, tanggung jawab itu beralih kepada para
walinya. Tanggung jawab pertama adalah keluarga
terdekat, baik keluarga suaminya, maupun keluarga
besar janda. Dengan membiayai anak-anaknya oleh
pihak suami maka beban istrinya akan berkurang.
Kemudian kerabat, masyarakatnya, baru negara. Negara
juga bertanggung jawab terhadap masalah janda. Hal
ini jika dilihat Rasulullah sangat peduli dengan masalah
janda (Abdul, 1999).
Kemudian dari pada itu pada masa iddah tidak
boleh dilamar, tidak boleh berdandan yang mencolok,
untuk menghindari fitnah, tidak boleh keluar rumah jika
tidak perlu, hal ini dilakukan untuk menghindari dari
segala fitnah. Ketika masa iddah itu istri masih tetap
tinggal di rumah suami, namun kedua-duanya enggan,
akhirnya dikontrakan rumah oleh bekas suaminya itu.
24
Dinafkahi setiap bulan sesuai dengan kebutuhannya
(Isra, 2017).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar