Penyebab terjadinya perceraian tentu adalah
faktor utama timbulnya seseorang berstatus janda, dan
perceraian itu pula sangat beragam. Berdasarkan hasil
temuan penelitian dapat dilihat ragam sebab tersebut,
yaitu: adanya pihak ketiga, alasan menikah, tidak ada
keharmonisan, krisis akhlak suami, campur tangan
keluarga dan ekonomi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Hurlock (1994) yaitu: jumlah anak, kelas sosial,
kemiripan latar belakang, saat menikah, alasan
menikah, saat pasangan menjadi orang tua, status
ekonomi, model pasangan sebagai orang tua, posisi
umum masa kecil keluarga, dan mempertahankan
identitas.
Sebab perceraian yang terjadi pada
kenyataannya dipengaruhi oleh alasan saat menikah.
Seperti pada pada saat menikah mereka tidak ada rasa
cinta. Mereka menikah karena perjodohan. Dimana
subjek berusaha menyesuaikan diri dengan suami
namun ternyata tidak bisa menahan.
Agoes Dariyo (2004) menjelaskan beberapa
faktor yang menyebabkan terjadinya perceraian suami –
istri antaranya :
1. Kekerasan Verbal
2. Masalah Ekonomi
3. Keterlibatan dalam perjudian
4. Penyalahan dalam minuman keras 5. Perselingkuhan
Perceraian yang kerap kali menjadi masalah
dalam rumah tangga. Pada dasarnya faktor yang
menyebabkan terjadinya perceraian sangat unik dan
kompleks dan masing-masing keluarga berbeda satu
dengan lainnya. Adapun faktor-faktor yang
mengakibatkan perceraian dalam rumah tangga dapat
penulis kemukakan adalah pertama Faktor Ekonomi,
Tingkat kebutuhan ekonomi di jaman sekarang ini
memaksa kedua pasangan harus bekerja untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, sehingga
seringkali perbedaan dalam pendapatan atau gaji
membuat tiap pasangan berselisih, terlebih apabila sang
suami yang tidak memiliki pekerjaan. menunjukkan
bahwa sebagian besar penduduk Indonesia umumnya
berpenghasilan rendah bahkan seringkali penghasilan
yang diperoleh tidak mencukupi kebutuhan hidup,
sehingga dengan tidak tercukupinya kebutuhan hidup
merupakan penyebab utama terjadinya pertentangan
dan ketidakbahagiaan dalam keluarga.
Seperti yang dikemukakan oleh Agoes (1996),
bahwa: “Banyak pasangan dari kalangan keluarga yang
kurang mampu sering kali perceraian terjadi karena
suami kurang berhasil memenuhi kebutuhan materi dan
kebutuhan lainnya dari keluarga”.
Dari pendapat di atas bahwa percekcokan sering
terjadi di dalam keluarga karena sang suami tidak dapat
memenuhi kebutuhan sehari-hari, secara berlarut-larut
disebabkan sang istri merasa kecewa dan merasa menderita atau tersiksa, sehingga dengan keadaan
seperti ini acapkali berlanjut kepada perceraian.
Kedua adalah Faktor Usia, Faktor usia yang
terjadi dalam perceraian dalam suatu ikatan perkawinan
di lakukan pada usia muda, karena mereka di dalam
dirinya sedang mengalami perubahan-perubahan secara
psikologis. Hal ini akan membuat kerisauan dan
kegoncangan dalam membina rumah tangga yang
bahagia. Sebagaimana yang dikemukakan oleh
Sudarshono (1999), bahwa: “Perkawinan muda banyak
mengandung kegagalan karena cinta monyet yang
plantonis penuh impian dan khayalan tidak diringi
dengan persiapan yang cukup.”
Selanjutnya lebih tegas Naqiyah (2007),
mengatakan sebagai berikut: Penyebab perceraian juga
dipicu maraknya pernikahan di bawah umur. Pernikahan
di bawah umur membuat mereka belum siap mengatasi
pernik-pernik pertikaian yang mereka jumpai.
Pernikahan adalah memerlukan kesatuan tekad,
kepercayaan dan penerimaan dari setiap pasangan
menjalani mahligai perkawinan.
Dari pendapat di atas bahwa pasangan muda
sebelum memasuki jenjang perkawinan belum terpikir
sedemikian jauh dan rumitnya hidup berumah tangga,
terlintas dipikiran mereka hanya yang indah-indah saja.
Hal ini adalah wajar karena usia masih belia, belum
terpikir tentang berbagai hal yang akan dihadapinya
kelak setelah berkeluarga.
Ketiga adalah Kurang Pengetahuan Agama,
belakangan ini banyak dilihat suasana rumah tangga yang tegang tidak menentu, yang disebabkan oleh
kecurigaan antara suami/istri. Mungkin karena
persoalan suami yang sering pulang malam dengan
alasan lembur karena pekerjaan banyak, ataupuan sang
istri yang terlalu sibuk dengan kegiatan arisan sehingga
melupakan kewajibannya sebagai ibu rumah tangga.
Daradjat (1998), menyatakan bahwa: “Biasanya
orang yang mengerti dan rajin melaksanakan ajaran
agama dalam hidupnya, moralnya dapat dipertanggung
jawabkan, sebaliknya orang yang akhlaknya merosot,
biasanya keyakinannya terhadap agama kurang atau
tidak ada sama sekali.”
Hal senada sebagaimana pendapat Aziz (1995):
“Banyak terjadi perceraian karena kurangnya
pengajaran terhadap agama karena itu dalam
mewujudkan keluarga sehat maka agama sangat
berperan, yang dapat menetralkan keadaan keluarga
adalah agama.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar