Perubahan paradigma pemerintahan pasca era reformasi hingga terbitnya
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 yang mengganti Undang-Undang Nomor 32
tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, mengarahkan pemerintah yang selama ini
lebih cenderung pada adanya kekuasaan dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya,
sekarang ini berubah menjadi pemenuhan kebutuhan masyarakat (baik pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah) melalui kegiatan pengaturan, pembangunan,
pemberdayaan dan pelayanan kepada masyarakat guna mencapai tujuan
pemerintahan.
Pemerintahan Indonesia yang menganut sistem pemerintahan yang sesuai
dengan falsafah negara dan Undang-Undang Dasar, yaitu Pancasila dan UUD 1945.
Sehubungan dengan hal ini, dalam Undang-Undang Dasar 1945 telah mengamanatkan
salah satu tujuan Negara Republik Indonesia didirikan ialah untuk kemasalahatan
rakyat. Berdasarkan hal tersebut, pemerintah sebagai pelaksana roda pemerintahan
memiliki kewajiban untuk kesejahteraan dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Berbagai panduan dan konsep dalam penatakelolaan peerintahan yang baik
dilaksanakan dalam penyelenggaraan pemerintahan baik, di pusat maupun di daerah,
termasuk dengan konsep good governance.
Maslan Rikun dkk (2018), mengemukakan bahwa Good Governance
merupakan prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang universal, karena itu
seharusnya diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, baik di
tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Upaya menjalankan prinsip-prinsip good
governance perlu dilakukan dalam penyelenggaraan Ada masalah birokrasi yang
dihadapi semua Pemerintahan Daerah sehubungan dengan pelaksanaan good
governance di dalam Pemerintahan Daerah, baik segi struktur dan kultur serta nomenklatur program yang mendukungnya. Sampai sekarang penerapan prinsip good
governance di pemerintah daerah masih bersifat sloganistik. Terjadinya krisis nasional
dan berbagai persoalan di Indonesia antara lain disebabkan dari kelemahan di bidang
manajemen pemerintahan terutama birokrasi yang tidak mengindahkan prinsip-prinsip
tata pemerintahan yang baik (good governance).
Akibatnya timbul berbagai masalah seperti kualitas pelayanan kepada
masyarakat yang memburuk. Bahkan kondisi saat ini pun menunjukkan masih
berlangsungnya praktek dan perilaku yang bertentangan dengan kaidah tata
pemerintahan yang baik (good governance), yang bisa menghambat terlaksananya
agenda-agenda reformasi baik pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah.
Penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah landasan bagi pembuatan dan
penerapan kebijakan negara yang demokratis dalam era globalisasi.
Namun perkembangan teori good governance mengikuti perkembangan dan
kemajuan zaman yang pesat. Berbagai pandangan para ahli mengenai tata kelola
pemerintahan seperti sound governance, dynamic governance, dan, sound
governance. Konsep-konsep tersebut ditawarkan para ahli untuk kemajuan tata kelola
pemerintahan yang memenuhi perkembangan kebutuhan masyarakat. Di Indonesia
konsep sound governance, dynamic governance, dan open government belum terlalu
popular didegungkan, walaupun sebenarnya elemen-elemen konsep tersebut telah
diimplementasikan ke dalam tata laksana pemerintahan di Indonesia. Bila dilihat dalam perbandingan ketiga konsep tersebut, Dynamic Governance
lebih sesuai untuk menjelaskan perubahan penyelenggaraan pemerintahan akibat
perubahan lingkungan. Dinamisme (dynamism) pada hakekatnya merujuk pada
kondisi adanya berbagai idea baru, persepsi baru, perbaikan secara terus-menerus,
respon yang cepat, penyesuaian secara fleksibel dan inovasi-inovasi yang kreatif. Atau
Dengan kata lain bahwa, kondisi yang dinamis tersebut mendeskripsikan proses
belajar yang tiada henti, cepat dan efektif, serta perubahan yang tiada akhir. Ketika
kondisi dinamis itu menyangkut lembaga pemerintah, maka kondisi yang dinamis
menyangkut proses lembaga yang secara konstan atau konsisten melakukan perbaikan
dan penyesuaian terhadap lingkungan sosial- ekonomi di mana masyarakat, swasta
dan pemerintah berinteraksi. Lembaga pemerintah yang dinamis ini mempengaruhi
proses pembangunan ekonomi yang tengah berjalan dan beragam perilaku sosial
melalui kebijakan-kebijakan, aturan- aturan dan struktur-struktur yang menciptakan
insentif dan sekaligus pembatasan- pembatasan untuk beragam aktivitas yang
25
berlangsung. Pada gilirannya, kemampuan ini akan dapat menopang dan memperkuat
pembangunan dan kesejahteraan Negara (Neo & Chen, 2007:1).
Kemudian Neo dan Chen (2007:7) lebih lanjut menjelaskan bahwa governance
menjadi dinamis manakala pilihan-pilihan kebijakan dapat diadaptasikan dengan
perkembangan terbaru dalam lingkungan yang tidak pasti dan berubah sangat cepat
sehingga berbagai kebijakan dan lembaga pemerintah tetap relevan dan efektif dalam
mencapai tujuan jangka panjangnya. Adaptasi ini lebih dari sekedar membuat
perubahan sekali saja (onetime change) atau proses recovery dari sebuah kegagalan.
Lebih dari itu, dinamis lebih bermakna sebagai “on-going sustained change for longterm survival and prosperity.”
Pemerintahan yang dinamis (dynamic governance) menjadi sebuah kapabilitas
yang strategis yang perlu dimiliki oleh Pemerintah di berbagai Negara di dunia saat
ini. Perubahan berbagai sektor dan aspek kehidupan pada akhirnya melahirkan
berbagai tuntutan kepada pemerintah untuk dapat meresponnya secara lebih efektif
dan efisien. Dynamic governance menjadi landasan penting dalam proses perumusan
dan implementasi kebijakan Pemerintah yang adaptif dan responsive terhadap
perubahan lingkungan. Kemampuan ini menjadi faktor esensial dalam konteks upaya
Pemerintah mewujudkan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang
berkelanjutan. (Mudiyati Rahmatunnisa; 2019).
Syafri, W, (2012:184) menjelaskan kerangka dasar Dynamic Governance dan
elemen-elemennya adalah sebagai berikut:
1) Thinking Ahead
Thinking ahead berarti kemampuan mengidentifikasikan faktor lingkungan
berpengaruh pada pelaksanaan pembangunan masa mendatang, memahami
dapaknya terhadap sosio ekonomi masyarakat. Proses berfikir kedepan meliputi:
26
1. Menggali berbagai kemungkinan dan antisipasi terhadap berbagai
kecenderungan masa depan yang meiliki dampak signifikan terhadap tujuan
kebijakan
2. Merasakan dampak pembangunan trehadap pencapaian tujuan pembanunan
sedang berjalan dan menguji efektivitas kebijakan, strategi, dan program
sedang berjalan
3. Menentukan pilihan-pilihan yangakan digunakan sebagai persiapan
menghadapi timbulnya ancaman terhadap peluang yang baru
4. Mempengaruhi para pembuat kebijakan kunci dan para pemangku
kepentingan untuk memperhatikan isu-isu yang muncul secara serius dan
mengajak mereka untuk membicarakan kemungkinan respon/tanggapan yang
akan diambil.
2) Thinking Again Thinking again merupakan kemampuan meninjau kembali
berbagai kebijakan, strategi dan program yang sedang berjalan. Kaji ulang
dimaksudkan untuk melihat kelaikan dan kecocokan kebijakan, strategi dan
program yang sedang berjalan dengan kondisi yangsedang dihadapi dan masa
mendatang akibat perubahan lingkungan global yang cepat.
3) Thinking Across Proses berfikir thinking across atau melewati batas ini meliputi:
1. Mencari praktek-praktek implementasi suatu kegiatan yang kurang lebih
sama
2. Menggambarkan tentang apa yang mereka lakukan, mengapa dan bagaimana
mereka melakukannya, serta mengambil pelajaran dari pengalaman yang
mereka lakukan
3. Mengevaluasi apa yang diterapkan pada local value yang ada
4. Mengungkapkan ide-ide baru
27
5. Menyesuaikan kebijakan dan program dengan kebutuhan setempat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar