Selasa, 07 Juni 2022

Strategi Reformasi Administrasi (skripsi, tesis, disertasi)

 Berbeda dengan Caiden yang meletakkan dasar-dasar konseptual reformasi administrasi, Dror menjelaskan aspek strategi adanya berkelanjutan antara perbaikan administrasi (administrative improvement) dengan reformasi administrasi (administrative reforms). Dror mengartikan reformasi administrasi sebagai: “Directed change of main features of administrative system.” Batasan ini berguna sebagai landasan implementasi reformasi administrasi dalam kebijakan publik.  Sejumlah perubahan kebijakan publik dikategorikan reformasi administrasi, menurut Dror, jika merupakan upaya pembangunan strategi secara sadar terhadap sejumlah faktor utama dalam sebuah sistem administratif. Penekanan terhadap ‘kesadaran’ inilah yang membedakan reformasi administrasi dengan perubahan administrasi secara inkrimental sebagai jawaban atas perubahan sosial. Batasan reformasi administrasi dengan perubahan administrasi lebih berkaitan dengan adanya perubahan karakteristik utama (main features) dari sistem administrasi. Reformasi administrasi secara umum diharapkan meningkatkan efisiensi dan efektivitas kebijakan publik berkaitan dengan sejumlah karakteristik sistem administrasi yang berlaku. Dror  menjelaskan masing-masing karakteristik sistem administrasi tersebut memiliki efektivitas dan efisiensi berbeda jika dikaitkan dengan maksud untuk meraih tujuan yang berbeda. Oleh karena itu, berdasarkan atas tujuan yang akan dicapai dalam proses reformasi administrasi,  Dror membuat enam kluster strategi reformasi administrasi.  Pertama, menghasilkan efisiensi administrasi, dapat diukur dari aspek penghematan nilai uang, misalnya melalui penyederhanaan prosedur, perubahan prosedur, pengurangan duplikasi proses, dan pendekatan yang sama dalam organisasi dan metodenya. Kedua, mengurangi praktik yang memperlemah reformasi administrasi (seperti: korupsi, kolusi, favouritism dan lain-lain). Ketiga, merubah komponen utama sistem administrasi untuk menghasilkan kondisi ideal, misalnya menerapkan merit system dalam kepegawaian, menerapkan sistem anggaran berbasis program, membangun bank data, dan sebagainya. Keempat, menyesuaikan sistem administrasi untuk mengantisipasi efek perubahan sosial akibat modernisasi atau peperangan. Kelima, membagi secara jelas antara pegawai pada sistem administrasi dengan sistem politik, misalnya mengurai kekuasaan birokrat atau aparat pemerintah pada level senior sehingga lebih patuh pada proses politik. Keenam, merubah hubungan antara sistem administrasi dengan seluruh atau sebagian dari komponen masyarakat, misalnya melalui strategi desentralisasi, demokratisasi, dan partisipasi. Pemilihan strategi reformasi administrasi di atas membutuhkan sebuah sistem pembuatan kebijakan yang berkualitas tinggi. Ada tiga alasan utama. Pertama, reformasi administrasi membutuhkan pegawai berkualitas sehingga potensi melakukan kesalahan dikurangi. Kedua, reformasi administrasi memerlukan kemampuan untuk memilih strategi yang tepat di antara banyaknya alternatif strategi yang ada, yang masing-masing dilandasi dengan perbedaan nilai (value), kepentingan (interest) organisasi, dan kepribadian (personalities). Pilihan strategi tersebut erat kaitannya dengan penghitungan biaya politik, mencakup bagaimana mempertahankan koalisi, bagaimana mendapatkan dukungan proses rekrutmen, partisipasi dan sebagainya. Ketiga, reformasi administrasi cenderung mendorong terjadinya kekakuan sistem yang lebih besar (over rigidity) kecuali jika strategi yang dipilih tersebut benar-benar flexible, antara lain dengan kemampuan membangun rencana kontigensi secara jelas Pelaksanaan agenda reformasi administrasi publik diharapkan mencapai tujuan pembangunan yang berkaitan dengan aspek pemerataan pertumbuhan, pengurangan kemiskinan, dan menciptakan perdamaian dan stabilitas di tengah masyarakat karena administrasi publik dijadikan sebagai wahana untuk mempertemukan antara kepentingan pemerintah, masyarakat sipil dan sektor swasta.107 UNDP108 lebih jauh menjelaskan: “Reformasi administrasi adalah perubahan yang sangat komprehensif pada berbagai bidang, meliputi struktur organisasi, desentralisasi, manajemen pegawai, keuangan publik, manajemen berbasis hasil, reformasi peraturan dan sebagainya. Juga mencakup reformasi perundang-undangan yang mengatur pelayanan publik.” Berkaitan dengan perubahan kajian administrasi publik mulai dekade 1980-an, ada kecenderungan untuk mengarahkan administrasi publik tidak semata-mata menghasilkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik oleh negara tetapi juga menjamin adanya distribusi kesempatan yang lebih setara (baik politik, ekonomi, sosial dan budaya) di masyarakat serta mendorong tercapainya pengelolaan sumberdaya secara berkelanjutan. Disimpulkan bahwa strategi reformasi administrasi tidak hanya bertujuan untuk mendorong tercapainya modernisasi institusi sehingga mengefisienkan biaya pelayanan publik, namun lebih jauh mendorong kemitraan dinamis antara negara, masyarakat sipil, dan sektor bisnis untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. Itu tercapai dengan adanya sistem yang meningkatkan tanggungjawab dan menjamin adanya partisipasi lebih luas dari masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan pemberian mekanisme umpan balik untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik. Kajian administrasi publik adalah multi disiplin dan kompleks. Dror mengeksplorasi sejumlah batasan (boundaries) yang dijadikan cara untuk memahami pengembangan strategi reformasi administrasi. Beberapa keterbatasan perlu diperhatikan dalam melaksanakan strategi reformasi administrasi mencakup empat hal.  Pertama, aspek politisi dan institusi politik, artinya untuk mencapai sasaran reformasi administrasi dalam proses kebijakan publik maka antara pejabat administrasi dan politisi perlu memiliki kesamaan kemampuan dan kesepahaman untuk mencapai perubahan yang dituju secara keseluruhan. Kedua, keterbatasan menyangkut kesiapan institusi akademis berkaitan dengan kemampuan institusi tersebut untuk menyediakan dan membangun pejabat publik yang berkualitas. Ketiga, keterbatasan institusi hukum (legal), untuk mengontrol kepatuhan administrasi, khususnya berkaitan dengan jaminan hak-hak individual, dan menegakkan aturan berkaitan dengan norma, nilai dan etika, misalnya sanksi kriminal berkaitan dengan praktik korupsi. Terakhir, keterbatasan pada pembangunan institusi publik, misalnya kekosongan sistem data pengumpulan pajak, kekosongan sistem pengambilan keputusan yang melibatkan publik dalam pengambilan keputusan kebijakan publik dan sebagainya. Berkaitan dengan pilihan strategi reformasi yang tepat untuk dilaksanakan di sebuah negara, Hahn-Been Lee mengkategorisasikan menjadi tiga kelompok, yaitu: 1) reformasi prosedural yang bertujuan untuk meningkatkan tatanan kemasyarakatan, 2) reformasi teknik yang bertujuan untuk meningkatkan metode administrasi, dan 3) reformasi programatis yang bertujuan meningkatkan kinerja administrasi. Reformasi administrasi yang bertujuan untuk meningkatkan tatanan kehidupan masyarakat (improved order) biasanya terjadi di negara-negara yang baru saja mengalami pergantian pemerintahan secara cepat dan drastis akibat pergantian rezim, misalnya negara yang baru merdeka dari proses kolonisasi, sehingga perlu adanya tatanan administrasi pemerintahan baru yang dapat menjamin tatanan masyarakat lebih stabil. Untuk memperbaiki tatanan masyarakat tersebut maka jenis reformasi administrasi yang dilaksanakan berupa reformasi prosedural dengan merancang prosedur rutin pemerintahan untuk menjalankan pembangunan.

Tidak ada komentar: