Berbeda dengan Caiden yang meletakkan dasar-dasar konseptual
reformasi administrasi, Dror menjelaskan aspek strategi adanya berkelanjutan
antara perbaikan administrasi (administrative improvement) dengan reformasi
administrasi (administrative reforms). Dror mengartikan reformasi administrasi
sebagai: “Directed change of main features of administrative system.” Batasan
ini berguna sebagai landasan implementasi reformasi administrasi dalam
kebijakan publik. Sejumlah perubahan kebijakan publik dikategorikan reformasi
administrasi, menurut Dror, jika merupakan upaya pembangunan strategi secara
sadar terhadap sejumlah faktor utama dalam sebuah sistem administratif.
Penekanan terhadap ‘kesadaran’ inilah yang membedakan reformasi administrasi
dengan perubahan administrasi secara inkrimental sebagai jawaban atas
perubahan sosial. Batasan reformasi administrasi dengan perubahan administrasi
lebih berkaitan dengan adanya perubahan karakteristik utama (main features) dari
sistem administrasi.
Reformasi administrasi secara umum diharapkan meningkatkan efisiensi
dan efektivitas kebijakan publik berkaitan dengan sejumlah karakteristik sistem
administrasi yang berlaku. Dror menjelaskan masing-masing karakteristik
sistem administrasi tersebut memiliki efektivitas dan efisiensi berbeda jika
dikaitkan dengan maksud untuk meraih tujuan yang berbeda. Oleh karena itu,
berdasarkan atas tujuan yang akan dicapai dalam proses reformasi administrasi, Dror membuat enam kluster strategi reformasi administrasi. Pertama,
menghasilkan efisiensi administrasi, dapat diukur dari aspek penghematan nilai
uang, misalnya melalui penyederhanaan prosedur, perubahan prosedur,
pengurangan duplikasi proses, dan pendekatan yang sama dalam organisasi dan
metodenya.
Kedua, mengurangi praktik yang memperlemah reformasi administrasi
(seperti: korupsi, kolusi, favouritism dan lain-lain). Ketiga, merubah komponen
utama sistem administrasi untuk menghasilkan kondisi ideal, misalnya
menerapkan merit system dalam kepegawaian, menerapkan sistem anggaran
berbasis program, membangun bank data, dan sebagainya. Keempat,
menyesuaikan sistem administrasi untuk mengantisipasi efek perubahan sosial
akibat modernisasi atau peperangan. Kelima, membagi secara jelas antara pegawai
pada sistem administrasi dengan sistem politik, misalnya mengurai kekuasaan
birokrat atau aparat pemerintah pada level senior sehingga lebih patuh pada proses
politik. Keenam, merubah hubungan antara sistem administrasi dengan seluruh
atau sebagian dari komponen masyarakat, misalnya melalui strategi desentralisasi,
demokratisasi, dan partisipasi.
Pemilihan strategi reformasi administrasi di atas membutuhkan sebuah
sistem pembuatan kebijakan yang berkualitas tinggi. Ada tiga alasan utama.
Pertama, reformasi administrasi membutuhkan pegawai berkualitas sehingga
potensi melakukan kesalahan dikurangi. Kedua, reformasi administrasi
memerlukan kemampuan untuk memilih strategi yang tepat di antara banyaknya
alternatif strategi yang ada, yang masing-masing dilandasi dengan perbedaan nilai
(value), kepentingan (interest) organisasi, dan kepribadian (personalities). Pilihan
strategi tersebut erat kaitannya dengan penghitungan biaya politik, mencakup
bagaimana mempertahankan koalisi, bagaimana mendapatkan dukungan proses
rekrutmen, partisipasi dan sebagainya. Ketiga, reformasi administrasi cenderung
mendorong terjadinya kekakuan sistem yang lebih besar (over rigidity) kecuali
jika strategi yang dipilih tersebut benar-benar flexible, antara lain dengan
kemampuan membangun rencana kontigensi secara jelas Pelaksanaan agenda reformasi administrasi publik diharapkan mencapai
tujuan pembangunan yang berkaitan dengan aspek pemerataan pertumbuhan,
pengurangan kemiskinan, dan menciptakan perdamaian dan stabilitas di tengah
masyarakat karena administrasi publik dijadikan sebagai wahana untuk
mempertemukan antara kepentingan pemerintah, masyarakat sipil dan sektor
swasta.107 UNDP108 lebih jauh menjelaskan: “Reformasi administrasi adalah
perubahan yang sangat komprehensif pada berbagai bidang, meliputi struktur
organisasi, desentralisasi, manajemen pegawai, keuangan publik, manajemen
berbasis hasil, reformasi peraturan dan sebagainya. Juga mencakup reformasi
perundang-undangan yang mengatur pelayanan publik.”
Berkaitan dengan perubahan kajian administrasi publik mulai dekade
1980-an, ada kecenderungan untuk mengarahkan administrasi publik tidak
semata-mata menghasilkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik oleh negara
tetapi juga menjamin adanya distribusi kesempatan yang lebih setara (baik politik,
ekonomi, sosial dan budaya) di masyarakat serta mendorong tercapainya
pengelolaan sumberdaya secara berkelanjutan. Disimpulkan bahwa strategi
reformasi administrasi tidak hanya bertujuan untuk mendorong tercapainya
modernisasi institusi sehingga mengefisienkan biaya pelayanan publik, namun
lebih jauh mendorong kemitraan dinamis antara negara, masyarakat sipil, dan
sektor bisnis untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. Itu tercapai dengan
adanya sistem yang meningkatkan tanggungjawab dan menjamin adanya
partisipasi lebih luas dari masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan
pemberian mekanisme umpan balik untuk meningkatkan kinerja pelayanan
publik. Kajian administrasi publik adalah multi disiplin dan kompleks. Dror
mengeksplorasi sejumlah batasan (boundaries) yang dijadikan cara untuk
memahami pengembangan strategi reformasi administrasi. Beberapa keterbatasan
perlu diperhatikan dalam melaksanakan strategi reformasi administrasi mencakup empat hal. Pertama, aspek politisi dan institusi politik, artinya untuk mencapai
sasaran reformasi administrasi dalam proses kebijakan publik maka antara pejabat
administrasi dan politisi perlu memiliki kesamaan kemampuan dan kesepahaman
untuk mencapai perubahan yang dituju secara keseluruhan.
Kedua, keterbatasan menyangkut kesiapan institusi akademis berkaitan
dengan kemampuan institusi tersebut untuk menyediakan dan membangun pejabat
publik yang berkualitas. Ketiga, keterbatasan institusi hukum (legal), untuk
mengontrol kepatuhan administrasi, khususnya berkaitan dengan jaminan hak-hak
individual, dan menegakkan aturan berkaitan dengan norma, nilai dan etika,
misalnya sanksi kriminal berkaitan dengan praktik korupsi. Terakhir,
keterbatasan pada pembangunan institusi publik, misalnya kekosongan sistem data
pengumpulan pajak, kekosongan sistem pengambilan keputusan yang melibatkan
publik dalam pengambilan keputusan kebijakan publik dan sebagainya.
Berkaitan dengan pilihan strategi reformasi yang tepat untuk dilaksanakan
di sebuah negara, Hahn-Been Lee mengkategorisasikan menjadi tiga kelompok,
yaitu: 1) reformasi prosedural yang bertujuan untuk meningkatkan tatanan
kemasyarakatan, 2) reformasi teknik yang bertujuan untuk meningkatkan metode
administrasi, dan 3) reformasi programatis yang bertujuan meningkatkan kinerja
administrasi. Reformasi administrasi yang bertujuan untuk meningkatkan tatanan
kehidupan masyarakat (improved order) biasanya terjadi di negara-negara yang
baru saja mengalami pergantian pemerintahan secara cepat dan drastis akibat
pergantian rezim, misalnya negara yang baru merdeka dari proses kolonisasi,
sehingga perlu adanya tatanan administrasi pemerintahan baru yang dapat
menjamin tatanan masyarakat lebih stabil. Untuk memperbaiki tatanan masyarakat
tersebut maka jenis reformasi administrasi yang dilaksanakan berupa reformasi
prosedural dengan merancang prosedur rutin pemerintahan untuk menjalankan
pembangunan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar