Untuk mengamankan aset dan meningkatkan keakuratan serta keandalan catatan (informasi) akuntansi, perusahaan biasanya akan menerapkan 5 (lima) prinsip pengendalian internal tertentu. Tentu saja, ukuran dan luasnya pengendalian internal disesuaikan dengan besar kecilnya bisnis perusahaan, sifat/jenis bisnis perusahaan, termasuk filosofi manajemen perusahaan. Menurut Hery (2014:191), masing – masing prinsip pengendalian internal akan dijelaskan sebagai berikut : 1.Penetapan Tanggung Jawab. Penetapan tanggung jawab disini agar supaya masing – masing karyawan dapat bekerja sesuai dengan tugas –tugas tertentu (secara spesifik) yang telah dipercayakan kepadanya.
Pengendalian atas pekerjaan tertentu akan menjadi lebih efektif jika hanya ada satu orang saja yang bertanggung jawab atas sebuah tugas/pekerjaan tertentu tersebut. 2.Pemisahan Tugas. Pemisahan tugas disini maksudnya adalah pemisahan fungsi atau pembagian kerja. Ada 2 (dua) bentuk yang paling umum dari penerapan prinsip pemisahan tugas ini, yaitu: a.Pekerjaan yang berbeda seharusnya dikerjakan oleh karyawan yang berbeda pula. b.Harus ada pemisahan tugas antara karyawan yang menangani pekerjaan pencatatan aset dengan karyawan yang menangani langsung aset secara fisik (operasional). Sesungguhnya, rasionalisasi dari pemisahan tugas adalah bahwa tugas/pekerjaan dari seorang karyawan seharusnya dapat memberikan dasar yang memadai untuk mengevaluasi pekerjaan karyawan lainnya. Jadi, hasil pekerjaan seorang karyawan dapat diperiksa silang (cross check) kebenarannya oleh karyawan lainnya. Ketika seorang karyawan bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan, biasanya potensi munculnya kesalahan maupun kecurangan akan meningkat. Oleh sebab itu, sangatlah penting kalau pekerjaan yang berbeda seharusnya dikerjakan oleh karyawan yang berbeda pula. 3.Dokumentasi. Dokumen memberikan bukti bahwa transaksi bisnis atau peristiwa ekonomi telah terjadi. Dengan membubuhkan atau memberikan tanda tangan (atau inisial) ke dalam dokumen, orang yang bertanggung jawab atas terjadinya sebuah transaksi atau peristiwa dapat diidentifikasi
dengan mudah. Dokumentasi atas transaksi seharusnya dibuat ketika transaksi terjadi. Dokumen juga seharusnya bernomor urut tercetak (preprinted & prenumbered) dan seluruh dokumen tersebut seharusnya dapat dipertanggungjawabkan. Dokumen yang bernomor urut sangat membantu untuk mencegah terjadinya pencatatan transaksi secara berganda serta juga membantu untuk mencegah terjadinya transaksi yang tidak dicatat. Sedangkan dokumen yang bernomor urut tercetak dilakukan untuk menghindari terjadinya dokumen atas transaksi fiktif. Dokumen ini sebagai sumber bukti (pendukung) transaksi seharusnya dapat dengan segera diteruskan ke bagian/departemen akuntansi untuk menjamin pencatatan transaksi secara tepat waktu, akurat dan memenuhi kriteria kehandalan catatan akuntansi. Dokumen juga sesungguhnya sangat berfungsi sebagai penghantar informasi ke seluruh bagian organisasi. Dokumen haruslah dapat memberikan keyakinan yang memadai bahwa seluruh aset telah dikendalikan dengan pantas dan bahwa seluruh transaksi telah dicatat dengan benar. Dokumen ini mencakup berbagai macam unsur, seperti faktur penjualan, surat permintaan pembelian, jurnal penjualan, termasuk kartu absen dan sebagainya. 4.Pengendalian Fisik, Mekanik dan Elektronik. Penggunaan pengendalian fisik, mekanik dan elektronik sangatlah penting. Pengendalian fisik terutama terkait dengan pengamanan aset. Pengendalian mekanik dan
elektronik juga mengamankan aset. Berikut ini adalah beberapa macam contoh dari penggunaan pengendalian fisik, mekanik dan elektronik : a.Uang kas dan surat – surat berharga sebaiknya disimpan dalam safe deposits box. b.Catatan – catatan akuntansi yang penting juga harus disimpan dalam filling cabinet yang terkunci. c.Tidak semua atau sembarang karyawan dapat keluar masuk gudang tempat penyimpanan persediaan barang dagang. d.Penggunaan kamera dan televisi monitor. e.Adanya sistem pemadam kebakaran atau alarm yang memadai. f.Penggunaan password system, dll. 5.Pengecekan Independen atau Verifikasi Internal. Kebanyakan sistem pengendalian internal memberikan pengecekan independen atau verifikasi internal. Prinsip ini meliputi peninjauan ulang, perbandingan dan pencocokan data yang telah disiapkan oleh karyawan lainnya yang berbeda. Untuk memperoleh manfaat yang maksimum dari pengecekan independen atau verifikasi internal, maka: a.Verifikasi seharusnya dilakukan secara periodik/berkala atau bisa juga dilakukan atas dasar dadakan. b. Verifikasi sebaiknya dilakukan oleh orang yang independen. c.Ketidakcocokan/ketidaksesuaian dan kekecualian seharusnya dilaporkan ke tingkatan manajemen yang memang dapat mengambil tindakan korektif secara tepat.
Kebutuhan akan pengecekan independen meningkat karena struktur pengendalian internal cenderung berubah setiap saat kalau tidak terdapat mekanisme penelaahan yang sering. Pegawai mungkin akan menjadi lupa atau dengan sengaja tidak mengikuti prosedur, atau menjadi ceroboh jika tidak ada orang yang meninjau ulang dan mengevaluasi hasil pekerjaannya. Salah saji baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja mungkin dapat saja terjadi tanpa melihat kualitas dari sistem pengendalian yang selama ini telah dijalankan. Cara yang paling murah untuk melakukan verifikasi internal adalah dengan menerapkan pemisahan tugas seperti yang telah dibahas sebelumnya. Dalam perusahaan besar, pengecekan independen sering dilakukan oleh auditor internal. Auditor internal disini adalah karyawan perusahaan yang bertugas secara terus – menerus untuk melakukan evaluasi mengenai keefisienan dan keefektifan sistem pengendalian internal perusahaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar