Risiko dapat dimaknai sebagai potensi terjadinya suatu peristiwayang dapat menimbulkan kerugian. Namun dalam analisis investasi,risiko didefinisikan sebagai kemungkinan hasil uang yang diperolehmenyimpang dariyang diharapkan (Pramana, 2011:99).Menurut Farahdan Aditya (2010:119)risiko bisnis adalahtingkat risiko yang inheren di dalam operasi perusahaan, jika perusahaantidak mempergunakan hutang, perusahaan akan memiliki risiko bisnisyang kecil jika permintaan akan produk yang dihasilkannya stabil, jikaharga-harga input dan produknya tetap relatif konstan, jika perusahaandapat menyesuaikan harga-harganya dengan bebas jika terjadipeningkatan biaya, dan jika sebagian besar biayanya adalah biaya variable sehingga akan turun jika penjualan menurun. Hal-hal yang lain diangap sama, semakin rendah risikobisnis sebuah perusahaan, maka semakin tinggi rasio utang optimalnya.Risiko bisnis tergantung pada sejumlah faktor, yaitu :1.Variabilitas permintaan2.Variabilitas harga jual,3.Variabilitas biaya input,
4.Kemampuan untuk menyesuaikan harga output untuk perubahan-perubahan pada biaya input,5.Kemampuan untuk mengembangkan produk-produk baru pada waktuyang tepat dan efektif dalam hal biaya, eksposur risiko asing,6.Komposisi biaya tetap: leverageoperasi (leverageoperasi adalahtingkat sampai sejauh mana biaya-biaya tetap digunakan di dalamoperasi sebuah perusahaan)Risiko bisnis merupakan salah satu risiko yang dihadapi perusahaanketika menjalani kegiatan operasi, yaitu kemungkinan ketidak mampuanperusahaan untuk mendanai kegiatan operasionalnya (Primantara, 2016:6). Risiko bisnisperusahaan berpengaruh terhadap kelangsungan bisnis usaha perusahaandan kemampuan perusahaan membayar hutangnya tingkat risikobisnisperusahaan juga mempengaruhi minat pemodal untuk menanamkan danapada perusahaan dan mempengaruhi kemampuan perusahaan untukmemperoleh dana dalam menjalankan kegiatan operasionalnya (Friska, 2011:119).Perusahaan dan risiko bisnis yang tinggi cenderung menghindaripendanaan dengan menggunakan hutang dibandingkan denganperusahaan yang memiliki risiko bisnis lebih rendah. Risiko perusahaanyang tinggi pada umumnya lebih mengutamakan penggunaan danainternal daripada penggunaan utang maupun penerbitan saham.Menurut Dewidan Jati(2014) Semakin tinggi risiko suatu perusahaan , maka eksekutif cenderung bersifat risk taker. Sebaliknya, semakin rendah
risiko suatu perusahaan, maka eksekutif cenderung bersifat risk averse. Jenis karakter individu (executive) yang duduk dalam manajemen perusahaan apakah mereka merupakan risk takeratau risk averse tercermin pada besar kecilnya risiko perusahaan yangada (Budiman dan Setiyono, 2016).Hampir senada dengan Paligorova (2016) mengartikanrisiko perusahaan merupakan volatilitas earningperusahaan, yang bisa diukur dengan rumus deviasi standar. Dengan demikian dapat dimaknai bahwa risiko perusahaan merupakan penyimpangan atau deviasi standar dari earningbaik penyimpangan itu bersifat downside riskatau upside potential, semakin besar deviasi earningperusahaan mengindikasikan semakin besar pula risiko perusahaan yang ada. Lewellen (2017) menyebutkan contoh perbedaan pengambilan keputusan bisnis oleh eksekutif yang memiliki karakter risk takerdengan eksekutif yang memiliki karakter risk averse. Eksekutif yang memiliki karakter risk takertidak ragu-ragu untuk memilih pembiayaan yang tinggi yang bersumber dari hutang, walaupun pembiayaan yang terlalu tinggi dari hutang dapat menimbulkan risiko kebangkrutan perusahaan sedangkan bagi eksekutif yang memiliki karakter risk averseakan lebih berhati-hati dalam menentukan komposisi hutangnya agar tidak terlalu besar untuk menghindari risiko kebangkrutan yang tinggi.Perusahaan melakukan tax avoidanceuntuk mengurangi beban pajak dengan memanfaatkan loopholesdalam ketentuan pajak agar laba yang
dihasilkan maksimal.Keputusan untuk melakukan tax avoidancebergantung pada individu eksekutif perusahaan. Dalam mengambil keputusan,eksekutifbiasanya memiliki dua karakter yaitu risk takerdan risk averse . Semakin eksekutif bersifat risk taker,nilai CashETR akan semakin rendah yang mengindikasikan tax avoidancemakin tinggi.Untuk mengukur seberapa berani eksekutif perusahaan dalam mengambil risiko digunakan pengukuran menurut Paligorova (2016). Paligorova (2016) menyatakan bahwa standar deviasi dari laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (earningbefore interest, tax, depreciation and amortization/EBITDA) dibagi dengan total aset akan menunjukan penyimpangan terhadap laba. Semakin besar standar deviasidari EBITDA/total aset menunjukkan semakin besar penyimpangan terhadap laba. Besarnya penyimpangan terhadap laba menunjukkan risiko perusahaan (corporate risk) yang besar pula atau dengan kata lain eksekutif perusahaan semakin berani mengambil risiko
Tidak ada komentar:
Posting Komentar