Tarjo (2008), menjelaskan bahwa kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham yang dimiliki oleh institusi seperti asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain. Kepemilikan saham instiusional adalah prosentase saham
yang dimiliki institusi dan kepemilikan blockholder, yaitu kepemilikan individu atau atas nama perorangan diatas lima persen (5%) tetapi tidak termasuk dalam golongan kepemilikan insider atau manajerial. Terdapat beberapa kelebihan Kepemilikan institusional antara lain: (1) Memiliki profesionalisme dalam menganalisis informasi sehingga dapat menguji keandalan informasi. (2) Memiliki motivasi yang kuat untuk melaksanakan pengawasan lebih ketat atas aktivitas yang terjadi di dalam perusahaan (Sandy dan Lukviarman 2015). Menurut Wiranata dan Nugrahanti (2013), di Indonesia kepemilikan institusional cenderung lebih besar daripada kepemilikan manajerial. Proksi kepemilikan institusional lebih sesuai dengan kondisi di Indonesia daripada kepemilikan manajerial (Ongkowidjojo, 2015). Perusahaan yang kepemilikan sahamnya lebih besar dimiliki oleh institusi perusahaan lain maupun pemerintah, maka kinerja dari manajemen perusahaan untuk dapat memperoleh laba sesuai dengan yang diinginkan akan cenderung di awasi oleh investor institusi tersebut. Hal tersebut mendorong manajemen untuk dapat meminimalkan nilai pajak yang terutang oleh perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Shafer dan Simmons (2006), menemukan bahwa Kepemilikan Institusional memainkan peran penting dalam memantau, mendisiplinkan dan mempengaruhi manajer dalam manajemen pajak. Argumentasi di atas didukung oleh penelitian Khurana dan Moser (2009), yang menemukan besar atau kecilnya konsentrasi Kepemilikan Institusional akan mempengaruhi kebijakan penghindaran pajak oleh perusahaan, dimana apabila semakin besarnya konsentrasi kepemilikan saham jangka pendek (short-term Shareholder) institusional, maka akan meningkatkan penghindaran
pajak, tetapi apabila semakin besar konsentrasi kepemilikan saham jangka panjang (longterm shareholder) maka akan semakin mengurangi tindakan kebijakan penghindaran pajak. Khurana dan Moser (2009) dalam Annisa dan Kurniasih (2012) mengungkapkan bahwa kepemilikan institusional dapat diukur dengan cara jumlah kepemilikan saham oleh investor institusi terhadap total jumlah saham yang beredar. Investor institusi yang dimaksud adalah perusahaan lain yang memiliki saham pada korporasi tertentu dimana indikatornya adalah persentase saham yang dimiliki investor institusi tersebut dibandingkan dengan jumlah saham korporasi yang beredar (Sandy dan Lukviarman, 2015).Kualitas Audit adalah segala kemungkinan yang dapat terjadi saat auditor mengaudit laporan keuangan klien dan menemukan pelanggaran atau kesalahan yang terjadi, dan melaporkannya dalam laporan keuangan auditan (Maharani dan Suardana, 2014). Laporan keuangan yang diaudit oleh auditor KAP The Big Four menurut beberapa referensi dipercaya lebih berkualitas sehingga menampilkan nilai perusahaan yang sebenarnya, oleh karena itu diduga perusahaan yang diaudit oleh KAP The Big Four memiliki tingkat kecurangan yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang diaudit oleh KAP non The Big Four (Annisa dan Kurniasih, 2012). Dalam implementasi CG, Kualitas Audit dengan pengungkapkan yang transparan (transparancy) menjadi salah satu elemen yang penting. Transparansi terhadap pemegang saham dapat dicapai dengan melaporkan hal-hal terkait perpajakan pada pasar modal dan pertemuan para pemegang saham. Peningkatan transparansi
dalam hal pajak kepada pemegang saham semakin dituntut oleh otoritas publik (Sartori, 2010).Auditor yang memiliki kemampuan dan kualitas kerja yang tinggi akan mempertahankan reputasinya dengan memberikan kualitas audit yang tinggi pula. Perusahaan yang memilih menggunakan jasa auditor yang berkualitas dapat menjamin informasi keuangan yang dilaporkan kepada investor. Konsekuensinya investor akan lebih percaya atas informasi tersebut (Tuanakotta, 2007) dan tentunya akan dapat mencegah perilaku penghindaran pajak. Perusahaan yang diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) The Big Four biasanya menghasilkan kualitas audit yang semakin baik, dan akan semakin sulit melakukan kebijakan penghindaran pajak. Dengan demikian, apabila semakin berkualitas audit suatu perusahaan, maka perusahaan tersebut cenderung tidak melakukan manipulasi laba untuk kepentingan perpajakan (Chai dan Liu, 2009). Dalam penelitian Setiana dan Setyowati (2014), kualitas audit dapat diukur dengan menggunakan proksi ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP), apakah KAP tersebut masuk dalam KAP The Big Four atau tidak. Variabel ini diukur dengan variable dummy, angka satu untuk perusahaan yang diaudit dengan KAP Big Four dan angka nol untuk perusahaan yang diaudit dengan KAP non The Big Four.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar